(The MPA’s Leadership Style in Community-Based Forest and Land Fire Management)
Article History:
Pelibatan masyarakat dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di tingkat
Received 2 May 2020; tapak menjadi penting karena masyarakat memiliki peran sentral dalam
received in revised form 12 pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Salah satu program yang melibatkan
August 2020; accepted 14 masyarakat dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan adalah Masyarakat
August 2020. Peduli Api (MPA). Lembaga MPA berupa kelompok terdiri dari para anggota yang
Available online since bergabung secara sukarela. Sebagai organisasi, MPA memerlukan kepemimpinan
31 August 2020 yang mampu menggerakkan para anggota untuk menjalankan perannya. MPA
Kata Kunci: Wonorejo di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatra Selatan, merupakan
Kebakaran hutan dan salah satu MPA yang berhasil. Dalam hal ini ketua MPA memperoleh penghargaan
lahan, masyarakat peduli Wana Lestari dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2018.
api, kepemimpinan Dengan metode studi kasus, penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi gaya
trasnformasional kepemimpinan yang telah diterapkan pada MPA Wonorejo. Hasil penelitian
Keywords: menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan Ketua MPA Wonorejo adalah gaya
Forest and land fire , transformasional dengan karakter berkharisma, menginspirasi anggota,
the fire care community mendorong intelektualitas, dan memberikan perhatian secara individual. Ketua
(MPA), transformational MPA dengan gaya kepemimpinannya memiliki peran penting dalam
leadership style menggerakkan anggota-anggota MPA untuk dapat berperan dalam pengendalian
How to cite this article: kebakaran.
Budiningsih, K., Suryandari,
E. Y. & Septina, A., D.
ABSTRACT
(2020). The MPA’s
Leadership Style in Community involvement in forest and land fires management at site level is
Community-Based Forest important due to the community can play a central role in preventing forest and
and Land Fire
Management. Jurnal
land fires. One of the programs that involves the community in controlling forest
Penelitian Kehutanan and land fires is the Fire Care Community or Masyarakat Peduli Api (MPA). The MPA
Wallacea,9(2), 151-164. institution is a group consisting of members who join voluntarily. As a organization,
doi: MPA requires leadership that is able to mobilize members to carry out their role.
http://dx.doi.org/10.1833 MPA Wonorejo in Musi Banyuasin Regency, South Sumatra Province, is one of the
0/jwallacea.2020.vol9iss2p successful MPAs. In this case the leader of MPA Wonorejo received the Wana Lestari
p151-164 award from the Minister of Environment and Forestry in 2018. With the case study
method, this research was conducted to explore the leadership style that has been
Read online: applied to the Wonorejo MPA. The results showed that MPA Wonorejo's leadership
Scan this
QR code style is a transformational style with charismatic characters, inspires members,
with your encourages intellectuality and provides individual attention. The leader of MPA has
Smart an important role in mobilizing MPA members to play a role in fire control.
phone or
mobile
device to read online.
152
Gaya Kepemimpinan MPA dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Kushartati Budiningsih et al.
153
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 9 No.2, Agustus 2020: 151 -164
154
Gaya Kepemimpinan MPA dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Kushartati Budiningsih et al.
dari adanya hubungan kekerabatan. Selain untuk pemeliharaan gulma dan biaya
dari Jambi dan Jawa, ada juga yang berasal pemupukan karena sawitnya secara tidak
dari Palembang. langsung telah memperoleh pupuk dari
Jumlah keluarga di Desa Wonorejo pemupukan melon.
mencapai 572 KK dengan jumlah laki-laki 844 Berdasarkan data monografi desa,
orang dan jumlah perempuan 872 orang sebanyak 100 keluarga tidak memiliki kebun,
(Pemerintah Desa Wonorejo, 2018). Dengan 350 orang memiliki kebun < 5 ha dan sekitar
demikian, kerapatan penduduk Desa 50 orang memiliki kebun 10-50 ha. Ini
Wonorejo mencapai 95 jiwa per km . 2 menunjukkan bahwa mulai terjadi penurunan
Pada umumnya penduduk Desa penguasaan lahan dengan bertambahnya
Wonorejo memiliki mata pencaharian sebagai penduduk, terutama keluarga yang baru
petani perkebunan karet dan kelapa sawit. menikah cenderung tidak memiliki kebun.
Karet merupakan jenis komoditas yang
pertama kali dikembangkan di desa ini, B. Kebakaran Hutan dan Lahan di
sementara sawit baru dikembangkan dalam 4- Wonorejo
5 tahun terakhir berkenaan dengan harga Berdasarkan penafsiran citra satelit, di
karet yang menurun sedangkan harga sawit wilayah Provinsi Sumatra Selatan dalam
relatif lebih tinggi dibandingkan sawit. Selain periode 2010-2015, jumlah titik panas
itu, pasar sawit sudah terbentuk bahkan untuk tahunan terbesar ditemukan secara berurutan
proses jual beli dapat dilakukan di kebun di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI),
petani. Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten
Sistem penguasaan lahan di Wonorejo Banyuasin (Budiningsih, 2017). Kabupaten
dapat ditinjau dari cara penduduk menguasai Musi Banyuasin terdiri dari 14 kecamatan
lahan dan pola kerjasama masyarakat dalam termasuk Kecamatan Bayung Lencir.
pemanfaatan lahan. Menurut pengakuan Kecamatan Bayung Lencir hampir setiap
salah seorang penduduk, pada tahun 1990-an tahun mengalami kebakaran. Menurut Tata et
di sekitar wilayah desa ini masih berupa hutan al (2017), Kecamatan Bayung Lencir yang
alam yang terdapat pohon-pohon besar. merupakan daerah dengan tipe tanah gambut
Membuka hutan alam dengan cara ditebang, cukup luas, memiliki tingkat sangat rawan api
ditebas kemudian dibakar merupakan cara yang paling luas, yaitu 155.244,5 ha dibanding
kebiasaan penduduk dalam menguasai lahan. kecamatan lain di Kabupaten Musi Banyuasin.
Kemudian mereka menanam padi dilanjutkan Pada Kecamatan Bayung Lencir, terdapat
dengan menanam tanaman keras seperti beberapa desa yang termasuk kategori desa
karet. Dalam sepuluh tahun terakhir cara rawan karhutla seperti yang disajikan dalam
penguasaan lahan demikian masih Tabel 2. Penetapan desa rawan kebakaran ini
berlangsung. Dengan bertambahnya bertujuan untuk optimalisasi upaya
penduduk, kini cara tersebut sudah tidak pengendalian kebakaran hutan dan lahan
berlaku karena semua lahan telah dikuasai
oleh masyarakat. Pola penguasaan lahan kini Tabel 2. Desa rawan dan sangat rawan karhutla
dilakukan dengan cara membeli. Khusus di di Bayung Lencir (2019)
lingkungan keluarga, cara perolehan biasanya Table 2. Vulnerable and highly forest fire-prone
dengan sistem warisan. villages in Bayung Lencir (2019)
Adapun pola kerjasama masyarakat Desa di Bayung
lencir Kategori
dalam penguasaan lahan diantaranya sistem No
(Villages in Bayung (Category)
pinjam lahan. Salah satu kasus yang pernah Lencir)
terjadi yaitu seorang penduduk luar desa 1 Kali Berau Sangat Rawan
meminjam lahan untuk kepentingan 2 Mangsang Sangat Rawan
berkebun. Lahan yang dipinjam saat telah 3 Muara Medak Sangat Rawan
ditanami sawit berumur 2 tahun. Kerjasama 4 Muara Merang Sangat Rawan
terjadi atas dasar saling percaya dan saling 5 Pulai Gading Sangat Rawan
menguntungkan. Peminjam lahan dapat 6 Senawar Jaya Sangat Rawan
7 Sindang Marga Sangat Rawan
berkebun melon dan mengambil hasil panen
8 Wonorejo Rawan
tanpa mengganggu tanaman sawit. Pemilik
9 Bayat Ilir Rawan
lahan dapat menghemat pengeluaran biaya Sumber (Source): Daops Musi Banyuasin, 2019
155
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 9 No.2, Agustus 2020: 151 -164
pada lokus di tingkat tapak yang jelas. pada tahun 2015, hotspot terdapat di seluruh
Penetapan desa rawan kebakaran hutan dan desa yang berada di wilayah Kecamatan
lahan didasarkan pada analsis teknologi Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin.
Sistem Informasi Geografi (SIG), titik panas Namun desa-desa yang dianggap rawan
(hotspot), sebaran kebakaran, jenis lahan adalah Desa Medak, Muara Medak, Mendis,
misal gambut dan lainnya. Wonorejo dan lain-lain, dengan jumlah titik
Selama tahun 2015 hingga 2017, jumlah panasnya adalah sebagaimana disebutkan
titik panas di Kabupaten Musi Banyuasin dalam Tabel 3.
kurang lebih sebanyak 28,9% berada di Sepanjang tahun 2015 terdapat 3 titik
Kecamatan Bayung Lencir. Titik panas adalah panas yaitu 2 titik panas di bulan September
indikator kebakaran hutan yang mendeteksi dan 1 titik panas pada bulan Oktober yang
suatu lokasi yang memiliki suhu relatif lebih menjadi titik api yang membakar areal seluas
tinggi dibandingkan dengan suhu 20 ha. Pada kasus kejadian kebakaran tahun
disekitarnya. Berikut jumlah titik panas di 2015, total areal terbakar di Kecamatan
Kabupaten Musi Banyuasin dan Kecamatan Banyung Lencir mencapai 2.332 ha.
Bayung Lencir. Sementara itu wilayah Desa Wonorejo juga
Jumlah titik panas pada tahun 2015 terbakar dengan luas areal terbakar mencapai
sangat banyak, namun menurun pada tahun 20 ha atau 0,8% dari total areal terbakar di
2016 dan 2017. Jumlah titik panas di Banyung Lencir (Daops Musi Banyuasin,
Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2015 2015). Biasanya ketika titik panas tampak
mulai meningkat pada bulan Juli hingga dalam sistem informasi hotspot maka
Oktober merupakan puncak titik panas Manggala Agni akan melakukan cek lapangan
(Gambar 1) Kebakaran pada tahun 2015 (ground check), namun untuk kejadian bulan
sebagian besar terjadi pada kawasan hutan Oktober 2015 dalam laporan cek lapangan
sebesar 583,9 ha dan kawasan non hutan Daops Musi Banyuasin tidak ditemukan
(Areal Penggunaan Lain) sebesar 261,5 ha adanya ground check yang dilakukan oleh
(Daops Musi Banyuasin, 2018). Kecamatan Manggala Agni. Ini menunjukkan bahwa MPA
Bayung Lencir terdiri dari 23 desa, di Desa Wonorejo yang telah melakukan
diantaranya adalah Desa Wonorejo. Hampir ground check tersebut. Pada bulan Juli 2016,
semua desa di kecamatan ini terdeteksi ditemukan 3 titik api di Desa Wonorejo seluas
mempunyai titik panas pada tahun 2015. 12 ha dan 1 titik api di bulan September seluas
Berdasarkan penafsiran citra satelit hotspot 0,08 ha (dari 224 titik panas di Musi
yang dilakukan oleh Daops Musi Banyuasin Banyuasin) (Daops Musi Banyuasin, 2017).
Sumber data: Daops Musi Banyuasin, 2018) diolah Source: Daops Musi Banyuasin Data year 2018, processed
Gambar 1. Jumlah titik panas di Kabupaten Musi Banyuasin dan Kecamatan Bayung Lencir
Figure 1. Hotspots number in Musi Banyuasin Regency and Bayung Lencir District
156
Gaya Kepemimpinan MPA dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Kushartati Budiningsih et al.
Selama tahun 2017, tidak terjadi kebakaran desa yang bersedia untuk menjadi MPA pada
hutan dan lahan di Desa Wonorejo; demikian awal pembentukannya.
juga hingga bulan Juni tahun 2019 (Daops Struktur organisasi MPA Wonorejo
Musi Banyuasin, 2019). Menurut pengakuan terdiri atas ketua, bendahara, dan sekretaris.
salah satu anggota MPA Wonorejo, sebelum Ketua bertugas untuk memimpin kelompok
tahun 2015 kebakaran hebat yang pertama dalam melakukan aktivitas kelompok terkait
kali terjadi di wilayah Wonorejo pada tahun pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
1992. Saat itu kondisi iklim mengalami musim Bendahara bertugas mengelola keuangan
kemarau yang sangat panjang sekitar 7 bulan. yang masuk dan keluar dari kelompok.
Kebakaran tahun 1992 ini menghabiskan Sekretaris bertugas mengadministrasikan
kebun karet yang ditanam penduduk. seluruh dokumen yang masuk dan keluar dari
Kejadian kebakaran kedua terjadi pada tahun kelompok.
1997. Kemudian kebakaran kembali terjadi Sejak pembentukan MPA tahun 2011
pada tahun 2015. Sumber api yang muncul hingga saat ini kelompok MPA ini aktif dalam
biasanya berasal pada perbatasan di Kampung melaksanakan aksi pengendalian kebakaran
Sawah Desa Mendis Jaya, Desa Talang Nyamuk hutan dan lahan secara mandiri. Meskipun
dan Desa Sentang. Di perbatasan ini kondisi terjadi dinamika keanggotaan MPA dalam hal
lahannya berupa gambut. Kejadian kebakaran jumlah anggota yang mengalami peningkatan
yang menghabiskan kebun-kebun karet warga dan penurunan. Ini terkait dengan sifat
merupakan peristiwa yang tidak dapat keanggotaan yang bersifat sukarela, tidak ada
dilupakan. sebuah ajakan memaksa. Kini jumlah anggota
MPA terdiri dari 30 orang seluruhnya
C. MPA Wonorejo dan Praktik merupakan penduduk Desa Wonorejo dengan
Pengendalian Kebakaran anggota termuda berusia 18 tahun dan
Pembentukan MPA Wonorejo dilakukan anggota tertua 60 tahun. Saat ini jumlah
atas inisiatif Daops Musi Banyuasin. Pada anggota yang aktif sebanyak 15 orang,
tahun 2011, Manggala Agni mengunjungi Desa umumnya berusia muda. Kondisi fisik yang
Wonorejo untuk mengajak membuat kuat memang diperlukan bagi anggota MPA
kelompok pengendali kebakaran. Kepala desa dalam menjalankan tugas khususnya
kemudian menindaklanjuti dengan melaksanakan tugas patroli dan pemadaman
menawarkan kepada penduduk untuk dini.
menjadi MPA. Ada sejumlah 25 orang warga Areal kerja MPA Wonorejo bukan hanya
di wilyah desanya sendiri, namun hingga ke
Tabel 3. Titik Panas dan luasan yang terbakar di desa rawan api di Kecamatan Bayung Lencir
Table 3. Hotspots and burnt area in rawan api village at Bayung Lencir District
2015 2016 2017
No Desa
(Villages) Titik panas Non Titik Panas Non Titik Panas KH Non
KH (ha) KH (ha)
(Hotspot) KH(ha) (Hotspot) KH(ha) (Hotspot) (ha) KH(ha)
1 Bayat Ilir 9 - 95 4 5 - - -
2 Kepayang 5 24 - - - - - - -
3 Kumbe Kulu 5 37 - - - - - - -
4 Medak 28 51 - 2 - 1,5 - - -
5 Mendis 14 76,4 14 2 - 5 - - -
6 Mendis Jaya 13 4 64 4 3 3,5 1 - 3
7 Mendis Laut 1 120 - 4 - 5 - - -
8 Muara Medak 24 129,5 12 15 9 16,75 4 7,5
9 Pulai Gading 2 32 - 9 14 6 - - -
10 Simpang Bayat 6 20 11 7 15,5 - - -
11 Wonorejo 3 20 3 12,08 - - -
12 Kel.bayung - - - - - - 2 - 1
Lencir
13 Tampang Baru - - - - - - 2 100 0.25
14 Muara merang - - - - - - 1 25
15 Mangsang - - - - - - 1 1 1
Sumber Daops Musi Banyuasin (2019) diolah Source (Daops Musi Banyuasin (2019), processed)
Keterangan : KH = Kelompok Hutan
157
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 9 No.2, Agustus 2020: 151 -164
desa-desa lain di sekitarnya. Hal ini karena waktu lebih dari 1 minggu maka kerawanan
seringkali sumber api berasal dari desa lain meningkat menjadi kuning. Bila hujan tidak
yang berdampingan dengan Desa Wonorejo. ada selama lebih dari 1 minggu hingga 1 bulan
Peran kelompok MPA Wonorejo dalam maka kewaspadaan meningkat menjadi
pengendalian karhutla selama ini sebagai tim berwarna merah. Selain itu, indikator lainnya
penggerak dan pelaksana pengendalian dapat dilihat dari pengataman air tanah. Bila
kebakaran di desa. Partisipasi kelompok MPA terjadi penurunan permukaan air tanah dalam
dalam pengendalian kebakaran hutan dan parit atau drainase maka tingkat kerawanan
lahan dilakukan baik di Desa Wonorejo meningkat.
maupun desa di sekitarnya. Bentuk partisipasi Salah satu bentuk partisipasi MPA dalam
melalui pemasangan papan Sistem pengendalian kebakaran hutan dan lahan
Pemantauan Bencana Kebakaran (SPBK) dan yaitu patroli mandiri. Patroli mandiri
baleho/plakat, patroli mandiri, patroli merupakan patroli yang diinisiasi kelompok
terpadu, praktek Penyiapan Lahan Tanpa tanpa fasilitasi dari Manggala Agni atau pihak
Bakar (PLTB), pemadaman api dini, sosialisasi lain. Intensitas kegiatan patroli lebih sering di
kepada masyarakat desa dan sekitarnya, dan musim kemarau dibandingkan musim
ujicoba implementasi asap cair. penghujan. Misi dari kegiatan patroli mandiri
Papan SPBK merupakan sebuah alat ini adalah mengajak warga desa untuk
sederhana untuk menyediakan informasi menjaga lahan dan kebunnya dari api. Target
tentang tingkat kerawanan wilayah terhadap patroli mandiri yang dilakukan MPA
kebakaran. Di Wonorejo, papan SPBK ini Wonorejo tidak hanya dilakukan di Desa
dipasang di rumah ketua MPA yang relatif Wonorejo namun juga di desa tetangga yang
dekat pemukiman agar mudah terlihat oleh seringkali menjadi sumber munculnya api.
seluruh warga desa saat hendak keluar atau Aktivitas patroli meliputi sosialisasi
masuk ke desa. Dengan demikan, banyak dilakukan terhadap perseorangan atau
warga yang melihatnya dan mendorong kelompok dengan topik yang disampaikan
mereka bertanya tentang SPBK. Melalui alat tentang bahaya kebakaran, adanya hukuman
yang sederhana ini, distribusi pengetahuan atau denda jika membakar, dan mengunjungi
terkait kebakaran dapat menyebar secara lahan/kebun dalam proses persiapan lahan.
alamiah. Informasi yang dipetakan dalam Sosialisasi dilakukan di kebun, rumah
papan SPBK tersebut tentang tingkat penduduk, dalam pertemuan kelompok tani
kerawanan wilayah terhadap kebakaran. atau yasinan. Apabila lokasi sosialisasi agak
Jarum penunjuk dapat menunjukkan arah jauh maka anggota menggunakan kendaraan
pada 3 kondisi warna yaitu hijau, kuning dan roda dua ke lokasi tersebut. Untuk itu
merah. Perbedaan warna tersebut diperlukan biaya operasional untuk membeli
menunjukkan tingkat kerawanan berbeda, bahan bakar. Pemenuhan kebutuhan biaya
tingkat rendah (hijau), tingkat sedang operasional MPA itu dikumpulkan dari iuran
(kuning) dan tingkat tinggi (merah). anggota setiap bulannya sebesar Rp10.000,-
Berdasarkan ilmu yang diperoleh dari namun tidak semua anggota mampu
pendidikan dan latihan yang diselenggarakan membayar iuran secara rutin sehingga
Manggala Agni, baik ketua MPA maupun keuangan kelompok sangat terbatas.
anggotanya telah menguasai teknik Keterbatasan anggaran operasional MPA
identifikasi tingkat kerawanan berdasarkan merupakan salah satu kondisi umum MPA
penilaian terhadap kondisi alam dan (Budiningsih et al., 2020; Putra et al., 2019;
lingkungan. Teknik uji seresah merupakan Mamelly, 2018).
salah satu teknik untuk menilai tingkat Selain patroli mandiri, MPA Wonorejo
kerawanan. Dengan meremas daun kering melakukan patroli terpadu sejak tahun 2016.
dapat diketahui tingkat kekeringan wilayah. Patroli terpadu ini merupakan program dari
Namun, masih diperlukan teknik lainnya Kementerian Lingkungan Hidup dan
untuk menentukan tingkat kerawanan Kehutanan sebagai upaya pencegahan
wilayah terhadap kebakaran. Melalui kebakaran hutan dan lahan yang
observasi cuaca bila hujan tidak turun dalam dilatarbelakangi kejadian kebakaran hebat
waktu 1 minggu maka tingkat kerawanan yang terjadi tahun 2015. Kegiatan ini
meningkat. Bila hujan tidak turun dalam dikoordinir oleh Daops. Tim patroli terpadu
158
Gaya Kepemimpinan MPA dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Kushartati Budiningsih et al.
biasanya terdiri dari 6 orang yakni 2 orang umumnya dilakukan secara berkelompok
Manggala Agni, 1 orang TNI, 1 orang Polisi, 1 bukan pekerjaan yang dilakukan secara
orang MPA dan 1 orang dari kecamatan. Biaya individu.
operasional disalurkan dari pemerintah yakni - Ketua memiliki peran untuk memimpin
Kementerian Lingkungan Hidup dan anggota-anggotanya untuk maju bersama-
Kehutanan. Biasanya jadwal patroli terpadu sama dalam melakukan pemadaman
dimulai menjelang musim kemarau hingga kebakaran, mengatur pembagian kerja dan
musim penghujan tiba. Mengingat melakukan sosialisasi ataupun patroli.
keterlibatan MPA dalam 1 kali aktivitas patroli Ketua tidak bisa lepas dari tanggung jawab
terpadu hanya melibatkan 1 MPA, dilakukan untuk mengatur dan menyusun strategi
pengaturan sedemikian rupa sehingga seluruh dalam menjalankan tugas MPA. Ketua tidak
MPA terlibat dalam kegiatan patroli terpadu. membiarkan anggota untuk mengambil
Aktivitas patroli terpadu dengan patroli keputusan sendiri-sendiri karena mereka
mandiri relatif sama yaitu memberikan harus tetap bekerjasama untuk mencapai
sosialisasi tentang bahaya kebakaran, tujuan organisasi.
kerugian kebakaran dan sanksi hukum bagi - Tidak berlaku sistem pemberian hadiah
pelaku pembakaran. Namun patroli terpadu dari pemimpin untuk upaya dan promosi
melibatkan anggota POLRI dan TNI yang kinerja yang baik dari kerja anggota,
memberikan nuansa yang berbeda. Menurut karena output dari organisasi ini bukan
pengakuan Ketua MPA, keberadaan POLRI dan untuk produksi barang atau jasa,
TNI paling tidak dapat memberikan efek rasa disamping keterbatasan sumber daya
takut bagi orang-orang yang memiliki anggaran yang dimiliki organisasi.
pengaruh kuat di desa, yang oleh MPA kurang
dapat disentuh. Berdasarkan hal-hal yang telah
Bila terjadi kebakaran, pada awalnya disebutkan, dengan demikian gaya
MPA melakukan teknik pengendalian api kepemimpinan MPA Wonorejo tidak
sederhana seperti yang dilakukan warga desa menerapkan gaya kepemimpinan Laissez-
lainnya, yaitu membuat sekat bakar agar api Faires maupun gaya kepemimpinan
tidak menyebar luas. Namun setelah dibekali transaksional. Namun yang pasti ada satu
dengan teori dan praktek pengendalian gaya kepemimpinan yang hingga saat ini
karhutla dari Manggala Agni, kini MPA mampu diterapkan dan sesuai bagi organisasi MPA
melakukan pemadaman api dini dengan Wonorejo. Mengingat kemampuan leadership
menggunakan peralatan dan mesin. Hanya adalah kunci penting dalam penanganan
saja kendala yang sering mereka hadapi saat karhutla yaitu kemampuan untuk
pemadaman api adalah ketersediaan air menggerakkan anggota organisasi secara
dimana sumber air tidak ditemukan karena maksimal, mendorong munculnya inovasi-
kebakaran biasanya terjadi di musim inovasi teknologi, menggerakkan partisipasi
kemarau. publik (Wibowo, 2019).
Praktek pencegahan kebakaran yang
dilakukan MPA Wonorejo di wilayah desa dan D. Kepemimpinan Transformasional MPA
sekitarnya meliputi patroli dan sosialisasi, Wonorejo
sedikit berbeda dengan MPA di Kabupaten Keberadaan MPA Wonorejo telah
Bukit Batu yang juga melakukan pembuatan berkontribusi secara nyata dalam
sekat kanal, sumur bor, kolam penampungan pengendalian api di wilayah desa dan
air di titik-titik rawan terbakar terbukti dapat sekitarnya selama ini. Praktek pengendalian
mengurangi jumlah kebakaran (Saputra et al., kebakaran hutan dan lahan telah dilakukan
2017). Ini dikarenakan Desa Wonorejo bukan MPA Wonorejo selama ini dalam rangka
daerah prioritas restorasi gambut. pencegahan maupun pemadaman kebakaran.
Berdasarkan praktik pengendalian Kegiatan sosialisasi, patroli mandiri dan
kebakaran yang dilakukan MPA Wonorejo pemadaman api dini dilakukan secara mandiri
dapat diambil beberapa hal terkait dengan atas inisiatif MPA dengan menggunakan
gaya kepemimpinan : sumber daya yang tersedia. Disamping itu
- Praktik pengendalian kebakaran MPA juga membantu Daops melakukan upaya
khususnya kegiatan pemadaman api, pencegahan dalam kegiatan patroli terpadu
159
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 9 No.2, Agustus 2020: 151 -164
160
Gaya Kepemimpinan MPA dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Kushartati Budiningsih et al.
161
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 9 No.2, Agustus 2020: 151 -164
hal ini, terlihat terjadi hubungan komunikasi MPA. Gaya kepemimpinan transformasional
yang baik antara ketua dan anggota MPA. ini memang sesuai bagi organisasi MPA yang
Sebagai pemimpin transformasional, dibentuk atas dasar sukarela dan
dipersyaratkan orang tersebut memiliki sifat membutuhkan kerjasama yang solid antar
visioner dan mampu menjalin komunikasi anggota, tanpa tersedia insentif. Penerapan
yang baik dengan pengikut-pengikutnya gaya kepemimpinan transformasional di MPA
(Reza, 2019). Dalam hal ini gaya pemimpin yang mampu mengajak anggota kelompok
transformasional dapat memengaruhi untuk berperan aktif dalam pengendalian
produktivitas dan performa anggota kebakaran. Dalam sebuah organisasi,
(Nanjundeswaraswamy & Swamy, 2014). kepemimpinan itu menjadi penting, namun
Kemimpinan dalam MPA sebagai menjadi pemimpin itu tidak mudah. Jiwa
organisasi sosial nirlaba itu menjadi penting kepemimpinan hanya akan hadir pada orang
karena antara ketua dan anggota harus ada yang secara mendasar memiliki rasa tanggung
koneksi yang mendudukan ketua dan anggota jawab untuk mencapai yang terbaik bagi
bukan sebagai bawahan dan atasan. kepentingan bersama atau kelompok.
Hubungan itu tidak condong pada posisi
namun lebih pada hubungan sejajar untuk B. Saran
saling bekerja sama dalam rangka mencapai Pembinaan terhadap organisasi MPA
tujuan bersama. Hubungan ini setara dengan perlu terus dilanjutkan namun tidak hanya
hubungan antara pengajar dan muridnya berorientasi pada pelatihan MPA dalam
dimana yang diperlukan kepemimpinan peningkatan kemampuan teknis pengendalian
pengajar mampu memengaruhi muridnya kebakaran namun penting pula untuk
mengikuti apa yang diajarkannya (Rosari, penguatan kapabilitas ketua MPA melalui
2019). Organisasi MPA dapat dikategorikan pelatihan kepemimpinan.
sebagai organisasi sektor publik. Gaya
kepemimpinan transformasional menjadi UCAPAN TERIMA KASIH
lebih efektif dibandingkan gaya Penulis mengucapkan terima kasih
kepemimpinan transaksional pada organisasi kepada ketua, pengurus dan anggota MPA
sektor publik (Rukmani et al., 2010). Namun Wonorejo yang berkenan memberikan data
ada juga yang berpandangan bahwa gaya dan informasi dalam diskusi kelompok dan
kepemimpinan perlu menyesuaikan dengan wawancara serta menemani dalam observasi
kondisi organisasi yang ada agar tidak lapang di Desa Wonorejo dan sekitarnya.
menghambat kinerja. Menurut Natalius Penulis juga mengucapkan terima kasih
(2011) dari bukti penelitian jelas kepada Daops Muba, pemerintah desa dan
menunjukkan bahwa tidak ada gaya pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu
kepemimpinan tunggal untuk semua tujuan, persatu yang telah membantu dalam proses
sehingga pemimpin yang sukses adalah pengumpulan data. Tulisan ini merupakan
pemimpin yang mampu mengadaptasikan hasil penelitian yang dilaksanakan bersamaan
perilakunya sesuai kondisi organisasi guna dengan kegiatan penelitian Penyusunan
memenuhi tuntutan situasi. Kriteria dan Indikator Desa Siaga Api yang
didanai anggaran APBN, untuk itu tidak lupa
V. KESIMPULAN DAN SARAN kami mengucapkan terima kasih kepada
P3SEKPI.
A. Kesimpulan
MPA Wonorejo telah berperan dalam KONTRIBUSI PENULIS
pengendalian kebakaran hutan dan lahan di KB: berkontribusi utama baik dalam
wilayah desa dan sekitarnya. Ini tidak pengumpulan dan analisis data maupun
terlepas dari peran ketua MPA yang dipercaya dalam penulisan naskah mulai dari ide,
dan dihormati anggota serta menjadi panutan menyusun konsep/kerangka naskah, menulis
dan inspirasi bagi anggota untuk bersama- dan merevisi naskah secara keseluruhan. ADS
sama menjalankan tugas pengendalian dan EYS telah membantu untuk berkontribusi,
kebakaran. Berdasarkan perilakunya, ketua secara khusus ADS membantu menambah
MPA menerapkan gaya kepemimpinan narasi terkait teori kepemimpinan dan
transformasional dalam mengelola organisasi membantu mengedit naskah disesuaikan
162
Gaya Kepemimpinan MPA dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Kushartati Budiningsih et al.
dengan format lay out jurnal, sementara EYS DAOPS Muba. (2018). Laporan Hasil Ground
membantu menambah narasi terkait Check/Hotspot/Titik Panas di Kabupaten
kebakaran lahan dan hutan di Desa Wonorejo. Muba. Sekayu.
DAOPS Muba. (2019). Laporan Hotspot 2019. Musi
KONFLIK KEPENTINGAN Banyuasin.
Para penulis tidak memiliki hubungan Desa, P. (2018). Profil Desa Wonorejo.
keuangan atau kepentingan pribadi yang Evayanti, T., & Zulkarnaini. (2014). Partisipasi
dapat mempengaruhi penulisan artikel ini. Organisasi Masyarakat Peduli Api (MPA)
terhadap Pencegahan dan Pengendalian
DAFTAR PUSTAKA Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten
Agusrinal, Santosa, N., & Prasetyo, L. B. (2015). Pelalawan. Jurnal Ilmu Lingkungan, 8(1). 1-11.
Tingkat degradasi ekosistem mangrove di Joo, B. K., Yoon, H. J., & Jeung, C. W. (2012). The
Pulau Kaledupa, Taman Nasional Wakatobi. Effects of Core Self-Evaluations and
Jurnal Silvikultur Tropika, 6(3), 139 – 147. Transformational Leadership on
Al Kindy, A. M., Shah, I. M., & Jusoh, A. (2016). The Organizational Commitment. Leadership and
Impact of Transformational Leadership Organization Development Journal, 33(6),
Behaviors on Work Performance of Omani 564–582.
Civil Service Agencies. Asian Social Science, Khan, M. S., Rauf, H., & Latif, A. (2015). The Styles of
12(3), 152–164. Leadership : A Critical Review, 5(3), 87–93.
Amini, M. Y., Mulavizada, S., & H., Ni. (2019). The Mamelly, T. R. (2018). Lembaga Masyarakat Peduli
Impact Autocratic, Democratic, and Laissez- Api : Studi Tentang Hambatan Pelaksanaan
Faire Leadership Style on Employee Peran. Junrnal Antropologi Isu-Isu Sosial
Motivation and Commitment : A Study of Budaya, 20(2), 223–230.
Afghan Wireless Communication (AWCC).
Miswan. (2010). Kepemimpinan, Iklim Organisasi
IQSR Journal of Businees and Management,
dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Dosen
22(6), 45–50.
Pegawai Negeri Sipil Pada Universitas Swasta
Bass, B. (2008). Handbook of Leadership : Theory, di Kota Bandung. Sekolah Tinggi Ilmu
Research, and Managerial Application. Sydney: Administrasi Bandung.
Free Press.
Nanjundeswaraswamy, & Swamy. (2014).
Bass, B. (1990). From transactional to Leadership Styles. Advances in Management,
transformational leadership : learing to share 7(2). 57-62.
the vision. Organizational Dynamics, 18(3),
Natalius, F. (2011). Analisa Kepemimpinan
19–31.
Transaksional dan Transformasional untuk
Budiningsih, K. (2017). Implementasi kebijakan meningkatkan Kerjasama Tim dan Kinerja
pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Waktu Proyek (Studi Kasus pada Perusahaan
Provinsi Sumatra Selatan. Jurnal Analisis PT.X). Tesis: Universitas Indonesia.
Kebijakan Kehutanan, 14(2), 165–186.
Ni’mah, N., Herdiansyah, H., Soesilo, T. E. B., & Mutia,
Budiningsih, K., Setiabudi, I. M., & Septina, A. D. E. F. (2018). Strategy for increasing the
(2020). Fire care community development in participation of masyarakjat peduli api in
Batanghari District and Tanjung Jabung forest fire control. In IOP Conf. Earth and
Timur District in Jambi Province : an Environmental Science.
overview Fire care community development
Putra, I. K., & Sahardjo, Bambang Hero , Wasis, B.
in Batanghari District and Tanjung Jabung
(2019). Tantangan kelembagaan
Timur District in Jambi Province : an overview.
pengendalian kebakaran hutan dan lahan
Environmental Science.
pada tingkat tapak. Jurnal Ilmu Pertanian
Bungin, B. (2009). Analisis Penelitian Data Indonesia, 24(2), 151–159.
Kualitatif. Raja Grafindo. Jakarta.
Reza, M. H. (2019). Component of
Chaundhry, A. Q., & Javed, H. (2012). Impact of Transformational Leadership Behavior. EPRA
Transactional and Laissez Faire Leadership International Journal of Multidisciplinari
Style on Motivation. Journal of Business and Research, 5(3), 119-124.
Social Science, 3(7). 258-264.
Rosari. (2019). Leadership definitions application
DAOPS Muba. (2015). Laporan Hotspot 2015. Musi for lectures’leadership development. Journal
Banyuasin. of Leadership in Organization, 1(1), 17–28.
DAOPS Muba. (2017). Laporan Hotspot Kabupaten Rukmani, K., Ramesh, M., & Jayakrishnan, J. (2010).
Muba Tahun 2017. DAOPS Muba. Musi Effect of Leadership styles on organizational
Banyuasin.
163
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 9 No.2, Agustus 2020: 151 -164
164