Anda di halaman 1dari 14

eISSN 2407-7860

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea (2020) 9(2), 151-164 pISSN 2302-299X

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea


Akreditasi LIPI: 764/AU1/P2MI-LIPI/10/2016
Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI: 36b/E/KPT/2016
www.jurnal.balithutmakassar.org

GAYA KEPEMIMPINAN MPA DALAM PENGENDALIAN KEBAKARAN


HUTAN DAN LAHAN BERBASIS MASYARAKAT

(The MPA’s Leadership Style in Community-Based Forest and Land Fire Management)

Kushartati Budiningsih*, Elvida Yosefi Suryandari, and Ane Dwi Septina


Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim
Jalan Gunung Batu No. 5 Bogor Kode Pos 16118 Jawa Barat, Indonesia

Article Info ABSTRAK

Article History:
Pelibatan masyarakat dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di tingkat
Received 2 May 2020; tapak menjadi penting karena masyarakat memiliki peran sentral dalam
received in revised form 12 pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Salah satu program yang melibatkan
August 2020; accepted 14 masyarakat dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan adalah Masyarakat
August 2020. Peduli Api (MPA). Lembaga MPA berupa kelompok terdiri dari para anggota yang
Available online since bergabung secara sukarela. Sebagai organisasi, MPA memerlukan kepemimpinan
31 August 2020 yang mampu menggerakkan para anggota untuk menjalankan perannya. MPA
Kata Kunci: Wonorejo di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatra Selatan, merupakan
Kebakaran hutan dan salah satu MPA yang berhasil. Dalam hal ini ketua MPA memperoleh penghargaan
lahan, masyarakat peduli Wana Lestari dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2018.
api, kepemimpinan Dengan metode studi kasus, penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi gaya
trasnformasional kepemimpinan yang telah diterapkan pada MPA Wonorejo. Hasil penelitian
Keywords: menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan Ketua MPA Wonorejo adalah gaya
Forest and land fire , transformasional dengan karakter berkharisma, menginspirasi anggota,
the fire care community mendorong intelektualitas, dan memberikan perhatian secara individual. Ketua
(MPA), transformational MPA dengan gaya kepemimpinannya memiliki peran penting dalam
leadership style menggerakkan anggota-anggota MPA untuk dapat berperan dalam pengendalian
How to cite this article: kebakaran.
Budiningsih, K., Suryandari,
E. Y. & Septina, A., D.
ABSTRACT
(2020). The MPA’s
Leadership Style in Community involvement in forest and land fires management at site level is
Community-Based Forest important due to the community can play a central role in preventing forest and
and Land Fire
Management. Jurnal
land fires. One of the programs that involves the community in controlling forest
Penelitian Kehutanan and land fires is the Fire Care Community or Masyarakat Peduli Api (MPA). The MPA
Wallacea,9(2), 151-164. institution is a group consisting of members who join voluntarily. As a organization,
doi: MPA requires leadership that is able to mobilize members to carry out their role.
http://dx.doi.org/10.1833 MPA Wonorejo in Musi Banyuasin Regency, South Sumatra Province, is one of the
0/jwallacea.2020.vol9iss2p successful MPAs. In this case the leader of MPA Wonorejo received the Wana Lestari
p151-164 award from the Minister of Environment and Forestry in 2018. With the case study
method, this research was conducted to explore the leadership style that has been
Read online: applied to the Wonorejo MPA. The results showed that MPA Wonorejo's leadership
Scan this
QR code style is a transformational style with charismatic characters, inspires members,
with your encourages intellectuality and provides individual attention. The leader of MPA has
Smart an important role in mobilizing MPA members to play a role in fire control.
phone or
mobile
device to read online.

*Corresponding author. Tel: +622518633944 /Fax: +622518634924


E-mail address: k.budiningsih@yahoo.com (K. Budiningsih)

©JPKW-2020. Open access under CC BY-NC-SA license


Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 9 No.2, Agustus 2020: 151 -164

I. PENDAHULUAN Mamelly, 2018), yaitu: (1) faktor ekonomi


yaitu upah/pendapatan, (2) faktor sosial atau
Kebakaran hutan dan lahan (kahutla) di
dukungan dari masyarakat, (3) faktor
Indonesia merupakan persoalan klasik yang
keorganisasian dan ketersediaan
hingga saat ini tetap menyita perhatian
teknologi/sarana, dan (4) faktor dukungan
kalangan pemerintah, praktisi dan peneliti.
kebijakan dari pemerintah. Sebagai
Dalam era pemerintahan Kabinet Kerja,
organisasi, MPA memiliki struktur organisasi
pengendalian kebakaran termasuk dalam
dan membutuhkan kepemimpinan dalam
salah satu program prioritas bagian dari
menjalankan perannya.
program prioritas kesehatan. Berbagai upaya
MPA Wonorejo, yang dibentuk dan dibina
telah dan masih terus dilakukan untuk
Manggala Agni Daerah Operasional (Daops)
mengatasi kebakaran hutan dan lahan baik
Musi Banyuasin, telah berhasil menjalankan
upaya pencegahan, upaya penanggulangan
peran dan fungsinya dalam pengendalian
kebakaran maupun upaya paska kebakaran.
kebakaran di desa dan sekitarnya. Pada tahun
Pelibatan masyarakat lebih didorong untuk
2016, MPA mendapatkan penghargaan dari
berpartisipasi dalam upaya pencegahan
Menteri KLHK atas partisipasinya dalam aksi
kebakaran. Masyarakat dapat berperan
pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
sebagai sumber informasi bagi kegiatan
Keberhasilan MPA Wonorejo tidak lepas dari
deteksi dan pelaporan kegiatan kebakaran
peran ketua MPA yang mampu menggerakkan
(Zulkifli & Kamarubayana, 2017).
anggota-anggotanya untuk bekerja bersama
Pelibatan masyarakat pada kegiatan
dalam pengendalian kebakaran. Sehingga
pengendalian kebakaran telah dilakukan di
pada tahun 2018, Ketua MPA Wonorejo
beberapa negara, salah satunya di Afrika
memperoleh penghargaan Wana Lestari dari
Selatan. Pemerintah Afrika Selatan melalui
KLHK dalam Kategori Masyarakat Peduli Api.
Department of Environmental Affairs
Ini menjadi menarik untuk ditelaah lebih
melakukan pemberdayaan komunitas
lanjut khususnya mengenai kepemimpinan
terutama kelompok marginal dan kaum
MPA Wonorejo. Penelitian ini dilakukan
disabilitas melalui pendidikan dan pelatihan
untuk mengidentifikasi gaya kepemimpinan
terkait pengendalian kebakaran hutan
MPA Wonorejo dalam menjalankan peran
(Working on Fire, n.d.).
MPA dalam pengendalian kebakaran hutan
Sementara di Indonesia, pemerintah
dan lahan di Desa Wonorejo.
khususnya Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (KLHK) melibatkan
II. KERANGKA TEORITIS
masyarakat melalui pembentukan Masyarakat
Peduli Api (MPA). Keikutsertaan masyarakat MPA merupakan masyarakat yang secara
dalam pengendalian kebakaran di tingkat sukarela peduli terhadap pengendalian
tapak menjadi penting karena dapat berperan kebakaran hutan dan lahan yang telah dilatih
dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan atau diberi pembekalan serta dapat
(Thoha, 2014; Evayanti & Zulkarnaini, 2014; diberdayakan untuk membantu kegiatan
Budiningsih, 2017). pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
MPA dibentuk dalam rangka Secara riil, MPA merupakan kelompok atau
menumbuhkan kesadaran masyarakat organisasi berstruktur minimal terdiri atas
tentang bahaya kebakaran hutan dan ketua dan anggota. Namun, ada pula MPA yang
meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam dilengkapi dengan sekretaris dan bendahara.
kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan Ketua MPA memiliki peran penting bagi
lahan. Dalam hal ini, keanggotaan MPA organisasi MPA. Kesuksesan sebuah
bersifat sukarela. Status sukarela ini dan tidak organisasi salah satunya tergantung pada
adanya keuntungan materi yang diperoleh ketua atau pemimpin. Pemimpin melakukan
oleh anggota MPA, membuat anggota MPA koordinasi dan kontrol pada organisasi,
menjadi tidak aktif dan partisipasi anggota mendorong anggota termotivasi untuk
MPA menjadi rendah (Ni’mah et al., 2018). mencapai tujuan organisasi (Joo et al., 2012).
Partisipasi MPA dipengaruhi oleh beberapa Pemimpin juga memengaruhi orang lain dan
faktor (Evayanti & Zulkarnaini, 2014; mengarahkan organisasi dengan cara yang

152
Gaya Kepemimpinan MPA dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Kushartati Budiningsih et al.

membuat organisasi lebih kohesif dan inspirasi yang mampu mengekspresikan


koheren (Sharma & Jain, 2013). tujuan penting dengan cara sederhana, dan
Seorang pemimpin akan memiliki sebuah mengomunikasikan harapan yang tinggi.
gaya kepemimpinan. Beberapa gaya Stimulasi intelektual dicirikan
kepemimpinan diantaranya adalah gaya mempromosikan kecerdasan, rasionalitas,
otokratik, gaya demokratik, dan gaya dan pemecahan masalah yang cermat.
partisipatif serta gaya kepemimpinan baru Pertimbangan individual dicirikan
yaitu kharismatik dan transformasional (Bass, memberikan perhatian pribadi,
2008). Terminologi gaya kepemimpinan ini memperlakukan setiap karyawan secara
kurang lebih adalah perilaku pemimpin dan individu, melatih, memberi nasihat (Bass,
setiap gaya memiliki kekurangan dan 1990). Gaya-gaya kepemimpinan ini menjadi
kelebihan. Gaya kepemimpinan otokratik penting karena akan memengaruhi
sesuai bagi masyarakat yang belum produktivitas pengikut (Amini et al., 2019).
berkembang, sedangkan gaya kepemimpinan
demokratik sesuai bagi masyarakat yang III. METODE PENELITIAN
berkembang. Adapun gaya kepemimpinan
Penelitian ini dirancang dengan
manajer ada 3 yaitu Laissez-Faire,
menggunakan pendekatan kualitatif dengan
transaksional dan transformasional (Khan et
metode studi kasus. Studi kasus (case study)
al., 2015). Teori gaya kepemimpinan Laissez-
adalah salah satu pendekatan penelitian
Faire bercirikan pemimpin tidak ingin
dengan cara memilih satu atau mungkin juga
melakukan intervensi pada anggota/pengikut
lebih dari satu fenomena dengan
dalam pengambilan keputusannya, dengan
menggunakan berbagai sumber data dari
kata lain pemimpin mengizinkan bawahan
pengamatan, wawancara, dan analisis
untuk memutuskan sendiri pekerjaan yang
dokumen (Sitorus, 1998). Secara umum, studi
dilakukannya (Wongyanon et al., 2015). Gaya
kasus memberikan akses dan peluang yang
kepemimpinan ini bukan gaya yang
luas kepada peneliti untuk menelaah secara
diterapkan untuk meningkatkan motivasi
mendalam, detail, intensif, dan menyeluruh
pengikut (Chaundhry & Javed, 2012).
terhadap objek yang diteliti (Yin, 2003).
Teori kepemimpinan transaksional
Metode studi kasus dipilih dengan
dikembangkan dengan diberlakukannya
pertimbangan agar dapat mengeksplorasi
sistem hadiah pada bawahan atas hasil yang
secara mendalam tentang gaya
diinginkan pemimpin. Tiga ciri dari gaya
kepemimpinan kelompok MPA serta praktik
kepemimpinan transaksional ini yaitu: (1)
MPA dalam pengendalian kebakaran hutan
sistem pemberian hadiah dan pengakuan
dan lahan.
untuk upaya dan promosikan kinerja yang
Informan yang diwawancarai berasal dari
baik, (2) melakukan koreksi setiap terjadi
MPA Wonorejo, Manggala Agni Daops Musi
penyimpangan dan (3) melakukan intervensi
Banyuasin dan Pemerintah Desa Wonorejo.
ketika standar tidak tercapai (Wongyanon et
Pemilihan informan dilakukan secara sengaja
al., 2015).
disesuaikan dengan kebutuhan data dan
Adapun gaya kepemimpinan
informasi. Ketua, sekretaris, bendahara dan
transformasional pertama kali dikenalkan
13 orang anggota MPA menjadi informan
oleh Burn pada tahun 1978 dan
dalam penelitian ini. Selain itu, 2 orang
dikembangkan oleh Bass pada tahun 1985
informan berasal dari Daops Musi Banyuasin
(Wongyanon et al., 2015). Gaya
(yaitu kepala Daops dan Manggala Agni
kepemimpinan transformational yang
Pembina MPA Wonorejo), dan Kepala Desa
dikenalkan Burn memiliki 4 karakteristik
dan Kasie Urusan Pemerintah Desa Wonorejo.
yaitu: (a) pengaruh yang ideal (kharisma), (b)
Metode pengumpulan data yang digunakan
inspirasi, (c) stimulasi intelektual, dan (d)
adalah wawancara (diskusi kelompok dan
pertimbangan individual (Reza, 2019).
wawancara perorangan), observasi dan telaah
Dalam gaya kepemimpinan
literatur/dokumen.
transformasional, karakteristik kharisma di
Terkait dengan jenis data, data primer
antaranya mendapatkan rasa hormat dan
yang dikumpulkan meliputi kebakaran hutan
kepercayaan dari anggota. Karakteristik
dan lahan di Desa Wonorejo, organisasi MPA,
inspirasi dicirikan diantaranya menimbulkan

153
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 9 No.2, Agustus 2020: 151 -164

Tabel 1. Data, sumber data, dan strategi pengumpulan data


Table 1. Data, source of data, and data collecting strategy
Sumber data Strategi pengumpulan data
No Data
(Source of data) (Data colleting strategy)
1. Kebakaran hutan dan lahan MPA, Daops Musi Banyuasin Diskusi kelompok, wawancara,
telaah dokumen, observasi
2. Organisasi MPA dan praktik MPA dan Kepal Desa Wonorejo Diskusi kelompok
pengendalian kebakaran
3. Persepsi perilaku ketua MPA Ketua MPA, pengurus MPA, Wawancara semi terpimpin
terkait kepemimpinan anggota MPA dan Manggala Agni
4. Karakteristik desa dan Kepala desa dan MPA Diskusi kelompok dan telaah
masyarakat dokumen

praktik MPA dalam pengendalian kebakaran IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


dan persepsi tentang perilaku ketua MPA
meliputi di antaranya perilaku dalam bekerja, A. Karakteristik Wilayah dan Masyarakat
sikap dan perilaku terhadap anggota, Desa Wonorejo
kemampuan dan pengetahuan ketua MPA, dan Desa Wonorejo merupakan salah satu
manajemen kelompok (perencanaan, desa di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten
pembagian tugas dalam kelompok, pembinaan Musi Banyuasin yang terbentuk dari hasil
anggota, pelaksanaan tugas dan evaluasi). pemekaran Desa Senawar Jaya pada tahun
Data sekunder yang dikumpulkan 2010. Wonorejo terdiri dari kata wono
meliputi kondisi desa dan masyarakat desa (hutan) dan rejo (ramai), yang artinya dahulu
serta data hotspot dan kebakaran hutan dan hutan diharapkan menjadi desa yang ramai,
lahan dikumpulkan dengan teknik telaah makmur dan jaya.
literatur. Secara ringkas, jenis data, sumber Luas wilayah desa mencapai 1.800 ha
data dan strategi pengumpulan data disajikan atau 18 km2. Karakteristik lahan di desa ini
dalam Tabel 1. didominasi oleh tanah mineral dengan
Analisis data yang digunakan adalah tutupan lahan berupa perkebunan rakyat
analisis deskriptif kualitatif. Analisis ini dengan jenis karet dan kelapa sawit. Selain
bertujuan untuk menggambarkan, meringkas tanah mineral, di desa ini juga terdapat lahan
berbagai kondisi, berbagai situasi, berbagai rawa seluas 200 ha dan lahan gambut 100 ha
fenomena realitas sosial yang ada dalam (Pemerintah Desa Wonorejo, 2018).
masyarakat sebagai objek penelitian dan Berdasarkan informasi pemerintah desa,
berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebanyak 30% dari luas wilayah desa ini
sebagai ciri, karakter, sifat, model, tanda atau berstatus hutan produksi.
gambaran tentang kondisi, situasi maupun Secara administratif, Desa Wonorejo
fenomena tertentu (Bungin, 2009). berbatasan dengan desa lainnya yaitu di
Penelitian dilakukan di Desa Wonorejo bagian selatan dan barat berbatasan dengan
Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Desa Senawar Jaya, sebelah timur dengan
Banyuasin Provinsi Sumatra Selatan. Desa Mendhis Jaya, dan sebelah utara dengan
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desa Muaro Medak. Di wilayah bagian timur
September - Desember 2017 dan September - dan selatan terdapat lahan rawa dan lahan
Desember 2018. Pemilihan MPA Wonorejo gambut, yang seringkali mengalami
dilakukan dengan pertimbangan keberadaan kebakaran di lahan ini.
MPA telah diakui oleh Daops Musi Banyuasin Masyarakat Desa Wonorejo kebanyakan
sebagai MPA yang memiliki perkembangan bersuku Jawa. Mereka pada umumnya berasal
organisasi yang baik. Hal itu dibuktikan dari wilayah Jambi yang datang ke Wonorejo
dengan penghargaan yang diterima MPA dari untuk mencari penghidupan dan akhirnya
Kementerian Lingkungan Hidup dan kebanyakan dari mereka memilih untuk
Kehutanan terkait pengendalian kebakaran bermukim di desa tersebut hingga saat ini.
berbasis masyarakat. Penduduk selain berasal dari Provinsi Jambi,
juga berasal dari Pulau Jawa yang terdorong

154
Gaya Kepemimpinan MPA dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Kushartati Budiningsih et al.

dari adanya hubungan kekerabatan. Selain untuk pemeliharaan gulma dan biaya
dari Jambi dan Jawa, ada juga yang berasal pemupukan karena sawitnya secara tidak
dari Palembang. langsung telah memperoleh pupuk dari
Jumlah keluarga di Desa Wonorejo pemupukan melon.
mencapai 572 KK dengan jumlah laki-laki 844 Berdasarkan data monografi desa,
orang dan jumlah perempuan 872 orang sebanyak 100 keluarga tidak memiliki kebun,
(Pemerintah Desa Wonorejo, 2018). Dengan 350 orang memiliki kebun < 5 ha dan sekitar
demikian, kerapatan penduduk Desa 50 orang memiliki kebun 10-50 ha. Ini
Wonorejo mencapai 95 jiwa per km . 2 menunjukkan bahwa mulai terjadi penurunan
Pada umumnya penduduk Desa penguasaan lahan dengan bertambahnya
Wonorejo memiliki mata pencaharian sebagai penduduk, terutama keluarga yang baru
petani perkebunan karet dan kelapa sawit. menikah cenderung tidak memiliki kebun.
Karet merupakan jenis komoditas yang
pertama kali dikembangkan di desa ini, B. Kebakaran Hutan dan Lahan di
sementara sawit baru dikembangkan dalam 4- Wonorejo
5 tahun terakhir berkenaan dengan harga Berdasarkan penafsiran citra satelit, di
karet yang menurun sedangkan harga sawit wilayah Provinsi Sumatra Selatan dalam
relatif lebih tinggi dibandingkan sawit. Selain periode 2010-2015, jumlah titik panas
itu, pasar sawit sudah terbentuk bahkan untuk tahunan terbesar ditemukan secara berurutan
proses jual beli dapat dilakukan di kebun di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI),
petani. Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten
Sistem penguasaan lahan di Wonorejo Banyuasin (Budiningsih, 2017). Kabupaten
dapat ditinjau dari cara penduduk menguasai Musi Banyuasin terdiri dari 14 kecamatan
lahan dan pola kerjasama masyarakat dalam termasuk Kecamatan Bayung Lencir.
pemanfaatan lahan. Menurut pengakuan Kecamatan Bayung Lencir hampir setiap
salah seorang penduduk, pada tahun 1990-an tahun mengalami kebakaran. Menurut Tata et
di sekitar wilayah desa ini masih berupa hutan al (2017), Kecamatan Bayung Lencir yang
alam yang terdapat pohon-pohon besar. merupakan daerah dengan tipe tanah gambut
Membuka hutan alam dengan cara ditebang, cukup luas, memiliki tingkat sangat rawan api
ditebas kemudian dibakar merupakan cara yang paling luas, yaitu 155.244,5 ha dibanding
kebiasaan penduduk dalam menguasai lahan. kecamatan lain di Kabupaten Musi Banyuasin.
Kemudian mereka menanam padi dilanjutkan Pada Kecamatan Bayung Lencir, terdapat
dengan menanam tanaman keras seperti beberapa desa yang termasuk kategori desa
karet. Dalam sepuluh tahun terakhir cara rawan karhutla seperti yang disajikan dalam
penguasaan lahan demikian masih Tabel 2. Penetapan desa rawan kebakaran ini
berlangsung. Dengan bertambahnya bertujuan untuk optimalisasi upaya
penduduk, kini cara tersebut sudah tidak pengendalian kebakaran hutan dan lahan
berlaku karena semua lahan telah dikuasai
oleh masyarakat. Pola penguasaan lahan kini Tabel 2. Desa rawan dan sangat rawan karhutla
dilakukan dengan cara membeli. Khusus di di Bayung Lencir (2019)
lingkungan keluarga, cara perolehan biasanya Table 2. Vulnerable and highly forest fire-prone
dengan sistem warisan. villages in Bayung Lencir (2019)
Adapun pola kerjasama masyarakat Desa di Bayung
lencir Kategori
dalam penguasaan lahan diantaranya sistem No
(Villages in Bayung (Category)
pinjam lahan. Salah satu kasus yang pernah Lencir)
terjadi yaitu seorang penduduk luar desa 1 Kali Berau Sangat Rawan
meminjam lahan untuk kepentingan 2 Mangsang Sangat Rawan
berkebun. Lahan yang dipinjam saat telah 3 Muara Medak Sangat Rawan
ditanami sawit berumur 2 tahun. Kerjasama 4 Muara Merang Sangat Rawan
terjadi atas dasar saling percaya dan saling 5 Pulai Gading Sangat Rawan
menguntungkan. Peminjam lahan dapat 6 Senawar Jaya Sangat Rawan
7 Sindang Marga Sangat Rawan
berkebun melon dan mengambil hasil panen
8 Wonorejo Rawan
tanpa mengganggu tanaman sawit. Pemilik
9 Bayat Ilir Rawan
lahan dapat menghemat pengeluaran biaya Sumber (Source): Daops Musi Banyuasin, 2019

155
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 9 No.2, Agustus 2020: 151 -164

pada lokus di tingkat tapak yang jelas. pada tahun 2015, hotspot terdapat di seluruh
Penetapan desa rawan kebakaran hutan dan desa yang berada di wilayah Kecamatan
lahan didasarkan pada analsis teknologi Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin.
Sistem Informasi Geografi (SIG), titik panas Namun desa-desa yang dianggap rawan
(hotspot), sebaran kebakaran, jenis lahan adalah Desa Medak, Muara Medak, Mendis,
misal gambut dan lainnya. Wonorejo dan lain-lain, dengan jumlah titik
Selama tahun 2015 hingga 2017, jumlah panasnya adalah sebagaimana disebutkan
titik panas di Kabupaten Musi Banyuasin dalam Tabel 3.
kurang lebih sebanyak 28,9% berada di Sepanjang tahun 2015 terdapat 3 titik
Kecamatan Bayung Lencir. Titik panas adalah panas yaitu 2 titik panas di bulan September
indikator kebakaran hutan yang mendeteksi dan 1 titik panas pada bulan Oktober yang
suatu lokasi yang memiliki suhu relatif lebih menjadi titik api yang membakar areal seluas
tinggi dibandingkan dengan suhu 20 ha. Pada kasus kejadian kebakaran tahun
disekitarnya. Berikut jumlah titik panas di 2015, total areal terbakar di Kecamatan
Kabupaten Musi Banyuasin dan Kecamatan Banyung Lencir mencapai 2.332 ha.
Bayung Lencir. Sementara itu wilayah Desa Wonorejo juga
Jumlah titik panas pada tahun 2015 terbakar dengan luas areal terbakar mencapai
sangat banyak, namun menurun pada tahun 20 ha atau 0,8% dari total areal terbakar di
2016 dan 2017. Jumlah titik panas di Banyung Lencir (Daops Musi Banyuasin,
Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2015 2015). Biasanya ketika titik panas tampak
mulai meningkat pada bulan Juli hingga dalam sistem informasi hotspot maka
Oktober merupakan puncak titik panas Manggala Agni akan melakukan cek lapangan
(Gambar 1) Kebakaran pada tahun 2015 (ground check), namun untuk kejadian bulan
sebagian besar terjadi pada kawasan hutan Oktober 2015 dalam laporan cek lapangan
sebesar 583,9 ha dan kawasan non hutan Daops Musi Banyuasin tidak ditemukan
(Areal Penggunaan Lain) sebesar 261,5 ha adanya ground check yang dilakukan oleh
(Daops Musi Banyuasin, 2018). Kecamatan Manggala Agni. Ini menunjukkan bahwa MPA
Bayung Lencir terdiri dari 23 desa, di Desa Wonorejo yang telah melakukan
diantaranya adalah Desa Wonorejo. Hampir ground check tersebut. Pada bulan Juli 2016,
semua desa di kecamatan ini terdeteksi ditemukan 3 titik api di Desa Wonorejo seluas
mempunyai titik panas pada tahun 2015. 12 ha dan 1 titik api di bulan September seluas
Berdasarkan penafsiran citra satelit hotspot 0,08 ha (dari 224 titik panas di Musi
yang dilakukan oleh Daops Musi Banyuasin Banyuasin) (Daops Musi Banyuasin, 2017).

Jumlah Titik Panas di


Kabupaten Musi Banyuasin Jumlah Titik Panas di
Kecamatan Bayung Lencir
180
160 60
140
120 50
100 40
80 30
60
40 20
20 10
0
0

2015 2016 2017


2015 2016 2017

Sumber data: Daops Musi Banyuasin, 2018) diolah Source: Daops Musi Banyuasin Data year 2018, processed

Gambar 1. Jumlah titik panas di Kabupaten Musi Banyuasin dan Kecamatan Bayung Lencir
Figure 1. Hotspots number in Musi Banyuasin Regency and Bayung Lencir District
156
Gaya Kepemimpinan MPA dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Kushartati Budiningsih et al.

Selama tahun 2017, tidak terjadi kebakaran desa yang bersedia untuk menjadi MPA pada
hutan dan lahan di Desa Wonorejo; demikian awal pembentukannya.
juga hingga bulan Juni tahun 2019 (Daops Struktur organisasi MPA Wonorejo
Musi Banyuasin, 2019). Menurut pengakuan terdiri atas ketua, bendahara, dan sekretaris.
salah satu anggota MPA Wonorejo, sebelum Ketua bertugas untuk memimpin kelompok
tahun 2015 kebakaran hebat yang pertama dalam melakukan aktivitas kelompok terkait
kali terjadi di wilayah Wonorejo pada tahun pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
1992. Saat itu kondisi iklim mengalami musim Bendahara bertugas mengelola keuangan
kemarau yang sangat panjang sekitar 7 bulan. yang masuk dan keluar dari kelompok.
Kebakaran tahun 1992 ini menghabiskan Sekretaris bertugas mengadministrasikan
kebun karet yang ditanam penduduk. seluruh dokumen yang masuk dan keluar dari
Kejadian kebakaran kedua terjadi pada tahun kelompok.
1997. Kemudian kebakaran kembali terjadi Sejak pembentukan MPA tahun 2011
pada tahun 2015. Sumber api yang muncul hingga saat ini kelompok MPA ini aktif dalam
biasanya berasal pada perbatasan di Kampung melaksanakan aksi pengendalian kebakaran
Sawah Desa Mendis Jaya, Desa Talang Nyamuk hutan dan lahan secara mandiri. Meskipun
dan Desa Sentang. Di perbatasan ini kondisi terjadi dinamika keanggotaan MPA dalam hal
lahannya berupa gambut. Kejadian kebakaran jumlah anggota yang mengalami peningkatan
yang menghabiskan kebun-kebun karet warga dan penurunan. Ini terkait dengan sifat
merupakan peristiwa yang tidak dapat keanggotaan yang bersifat sukarela, tidak ada
dilupakan. sebuah ajakan memaksa. Kini jumlah anggota
MPA terdiri dari 30 orang seluruhnya
C. MPA Wonorejo dan Praktik merupakan penduduk Desa Wonorejo dengan
Pengendalian Kebakaran anggota termuda berusia 18 tahun dan
Pembentukan MPA Wonorejo dilakukan anggota tertua 60 tahun. Saat ini jumlah
atas inisiatif Daops Musi Banyuasin. Pada anggota yang aktif sebanyak 15 orang,
tahun 2011, Manggala Agni mengunjungi Desa umumnya berusia muda. Kondisi fisik yang
Wonorejo untuk mengajak membuat kuat memang diperlukan bagi anggota MPA
kelompok pengendali kebakaran. Kepala desa dalam menjalankan tugas khususnya
kemudian menindaklanjuti dengan melaksanakan tugas patroli dan pemadaman
menawarkan kepada penduduk untuk dini.
menjadi MPA. Ada sejumlah 25 orang warga Areal kerja MPA Wonorejo bukan hanya
di wilyah desanya sendiri, namun hingga ke

Tabel 3. Titik Panas dan luasan yang terbakar di desa rawan api di Kecamatan Bayung Lencir
Table 3. Hotspots and burnt area in rawan api village at Bayung Lencir District
2015 2016 2017
No Desa
(Villages) Titik panas Non Titik Panas Non Titik Panas KH Non
KH (ha) KH (ha)
(Hotspot) KH(ha) (Hotspot) KH(ha) (Hotspot) (ha) KH(ha)
1 Bayat Ilir 9 - 95 4 5 - - -
2 Kepayang 5 24 - - - - - - -
3 Kumbe Kulu 5 37 - - - - - - -
4 Medak 28 51 - 2 - 1,5 - - -
5 Mendis 14 76,4 14 2 - 5 - - -
6 Mendis Jaya 13 4 64 4 3 3,5 1 - 3
7 Mendis Laut 1 120 - 4 - 5 - - -
8 Muara Medak 24 129,5 12 15 9 16,75 4 7,5
9 Pulai Gading 2 32 - 9 14 6 - - -
10 Simpang Bayat 6 20 11 7 15,5 - - -
11 Wonorejo 3 20 3 12,08 - - -
12 Kel.bayung - - - - - - 2 - 1
Lencir
13 Tampang Baru - - - - - - 2 100 0.25
14 Muara merang - - - - - - 1 25
15 Mangsang - - - - - - 1 1 1
Sumber Daops Musi Banyuasin (2019) diolah Source (Daops Musi Banyuasin (2019), processed)
Keterangan : KH = Kelompok Hutan

157
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 9 No.2, Agustus 2020: 151 -164

desa-desa lain di sekitarnya. Hal ini karena waktu lebih dari 1 minggu maka kerawanan
seringkali sumber api berasal dari desa lain meningkat menjadi kuning. Bila hujan tidak
yang berdampingan dengan Desa Wonorejo. ada selama lebih dari 1 minggu hingga 1 bulan
Peran kelompok MPA Wonorejo dalam maka kewaspadaan meningkat menjadi
pengendalian karhutla selama ini sebagai tim berwarna merah. Selain itu, indikator lainnya
penggerak dan pelaksana pengendalian dapat dilihat dari pengataman air tanah. Bila
kebakaran di desa. Partisipasi kelompok MPA terjadi penurunan permukaan air tanah dalam
dalam pengendalian kebakaran hutan dan parit atau drainase maka tingkat kerawanan
lahan dilakukan baik di Desa Wonorejo meningkat.
maupun desa di sekitarnya. Bentuk partisipasi Salah satu bentuk partisipasi MPA dalam
melalui pemasangan papan Sistem pengendalian kebakaran hutan dan lahan
Pemantauan Bencana Kebakaran (SPBK) dan yaitu patroli mandiri. Patroli mandiri
baleho/plakat, patroli mandiri, patroli merupakan patroli yang diinisiasi kelompok
terpadu, praktek Penyiapan Lahan Tanpa tanpa fasilitasi dari Manggala Agni atau pihak
Bakar (PLTB), pemadaman api dini, sosialisasi lain. Intensitas kegiatan patroli lebih sering di
kepada masyarakat desa dan sekitarnya, dan musim kemarau dibandingkan musim
ujicoba implementasi asap cair. penghujan. Misi dari kegiatan patroli mandiri
Papan SPBK merupakan sebuah alat ini adalah mengajak warga desa untuk
sederhana untuk menyediakan informasi menjaga lahan dan kebunnya dari api. Target
tentang tingkat kerawanan wilayah terhadap patroli mandiri yang dilakukan MPA
kebakaran. Di Wonorejo, papan SPBK ini Wonorejo tidak hanya dilakukan di Desa
dipasang di rumah ketua MPA yang relatif Wonorejo namun juga di desa tetangga yang
dekat pemukiman agar mudah terlihat oleh seringkali menjadi sumber munculnya api.
seluruh warga desa saat hendak keluar atau Aktivitas patroli meliputi sosialisasi
masuk ke desa. Dengan demikan, banyak dilakukan terhadap perseorangan atau
warga yang melihatnya dan mendorong kelompok dengan topik yang disampaikan
mereka bertanya tentang SPBK. Melalui alat tentang bahaya kebakaran, adanya hukuman
yang sederhana ini, distribusi pengetahuan atau denda jika membakar, dan mengunjungi
terkait kebakaran dapat menyebar secara lahan/kebun dalam proses persiapan lahan.
alamiah. Informasi yang dipetakan dalam Sosialisasi dilakukan di kebun, rumah
papan SPBK tersebut tentang tingkat penduduk, dalam pertemuan kelompok tani
kerawanan wilayah terhadap kebakaran. atau yasinan. Apabila lokasi sosialisasi agak
Jarum penunjuk dapat menunjukkan arah jauh maka anggota menggunakan kendaraan
pada 3 kondisi warna yaitu hijau, kuning dan roda dua ke lokasi tersebut. Untuk itu
merah. Perbedaan warna tersebut diperlukan biaya operasional untuk membeli
menunjukkan tingkat kerawanan berbeda, bahan bakar. Pemenuhan kebutuhan biaya
tingkat rendah (hijau), tingkat sedang operasional MPA itu dikumpulkan dari iuran
(kuning) dan tingkat tinggi (merah). anggota setiap bulannya sebesar Rp10.000,-
Berdasarkan ilmu yang diperoleh dari namun tidak semua anggota mampu
pendidikan dan latihan yang diselenggarakan membayar iuran secara rutin sehingga
Manggala Agni, baik ketua MPA maupun keuangan kelompok sangat terbatas.
anggotanya telah menguasai teknik Keterbatasan anggaran operasional MPA
identifikasi tingkat kerawanan berdasarkan merupakan salah satu kondisi umum MPA
penilaian terhadap kondisi alam dan (Budiningsih et al., 2020; Putra et al., 2019;
lingkungan. Teknik uji seresah merupakan Mamelly, 2018).
salah satu teknik untuk menilai tingkat Selain patroli mandiri, MPA Wonorejo
kerawanan. Dengan meremas daun kering melakukan patroli terpadu sejak tahun 2016.
dapat diketahui tingkat kekeringan wilayah. Patroli terpadu ini merupakan program dari
Namun, masih diperlukan teknik lainnya Kementerian Lingkungan Hidup dan
untuk menentukan tingkat kerawanan Kehutanan sebagai upaya pencegahan
wilayah terhadap kebakaran. Melalui kebakaran hutan dan lahan yang
observasi cuaca bila hujan tidak turun dalam dilatarbelakangi kejadian kebakaran hebat
waktu 1 minggu maka tingkat kerawanan yang terjadi tahun 2015. Kegiatan ini
meningkat. Bila hujan tidak turun dalam dikoordinir oleh Daops. Tim patroli terpadu

158
Gaya Kepemimpinan MPA dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Kushartati Budiningsih et al.

biasanya terdiri dari 6 orang yakni 2 orang umumnya dilakukan secara berkelompok
Manggala Agni, 1 orang TNI, 1 orang Polisi, 1 bukan pekerjaan yang dilakukan secara
orang MPA dan 1 orang dari kecamatan. Biaya individu.
operasional disalurkan dari pemerintah yakni - Ketua memiliki peran untuk memimpin
Kementerian Lingkungan Hidup dan anggota-anggotanya untuk maju bersama-
Kehutanan. Biasanya jadwal patroli terpadu sama dalam melakukan pemadaman
dimulai menjelang musim kemarau hingga kebakaran, mengatur pembagian kerja dan
musim penghujan tiba. Mengingat melakukan sosialisasi ataupun patroli.
keterlibatan MPA dalam 1 kali aktivitas patroli Ketua tidak bisa lepas dari tanggung jawab
terpadu hanya melibatkan 1 MPA, dilakukan untuk mengatur dan menyusun strategi
pengaturan sedemikian rupa sehingga seluruh dalam menjalankan tugas MPA. Ketua tidak
MPA terlibat dalam kegiatan patroli terpadu. membiarkan anggota untuk mengambil
Aktivitas patroli terpadu dengan patroli keputusan sendiri-sendiri karena mereka
mandiri relatif sama yaitu memberikan harus tetap bekerjasama untuk mencapai
sosialisasi tentang bahaya kebakaran, tujuan organisasi.
kerugian kebakaran dan sanksi hukum bagi - Tidak berlaku sistem pemberian hadiah
pelaku pembakaran. Namun patroli terpadu dari pemimpin untuk upaya dan promosi
melibatkan anggota POLRI dan TNI yang kinerja yang baik dari kerja anggota,
memberikan nuansa yang berbeda. Menurut karena output dari organisasi ini bukan
pengakuan Ketua MPA, keberadaan POLRI dan untuk produksi barang atau jasa,
TNI paling tidak dapat memberikan efek rasa disamping keterbatasan sumber daya
takut bagi orang-orang yang memiliki anggaran yang dimiliki organisasi.
pengaruh kuat di desa, yang oleh MPA kurang
dapat disentuh. Berdasarkan hal-hal yang telah
Bila terjadi kebakaran, pada awalnya disebutkan, dengan demikian gaya
MPA melakukan teknik pengendalian api kepemimpinan MPA Wonorejo tidak
sederhana seperti yang dilakukan warga desa menerapkan gaya kepemimpinan Laissez-
lainnya, yaitu membuat sekat bakar agar api Faires maupun gaya kepemimpinan
tidak menyebar luas. Namun setelah dibekali transaksional. Namun yang pasti ada satu
dengan teori dan praktek pengendalian gaya kepemimpinan yang hingga saat ini
karhutla dari Manggala Agni, kini MPA mampu diterapkan dan sesuai bagi organisasi MPA
melakukan pemadaman api dini dengan Wonorejo. Mengingat kemampuan leadership
menggunakan peralatan dan mesin. Hanya adalah kunci penting dalam penanganan
saja kendala yang sering mereka hadapi saat karhutla yaitu kemampuan untuk
pemadaman api adalah ketersediaan air menggerakkan anggota organisasi secara
dimana sumber air tidak ditemukan karena maksimal, mendorong munculnya inovasi-
kebakaran biasanya terjadi di musim inovasi teknologi, menggerakkan partisipasi
kemarau. publik (Wibowo, 2019).
Praktek pencegahan kebakaran yang
dilakukan MPA Wonorejo di wilayah desa dan D. Kepemimpinan Transformasional MPA
sekitarnya meliputi patroli dan sosialisasi, Wonorejo
sedikit berbeda dengan MPA di Kabupaten Keberadaan MPA Wonorejo telah
Bukit Batu yang juga melakukan pembuatan berkontribusi secara nyata dalam
sekat kanal, sumur bor, kolam penampungan pengendalian api di wilayah desa dan
air di titik-titik rawan terbakar terbukti dapat sekitarnya selama ini. Praktek pengendalian
mengurangi jumlah kebakaran (Saputra et al., kebakaran hutan dan lahan telah dilakukan
2017). Ini dikarenakan Desa Wonorejo bukan MPA Wonorejo selama ini dalam rangka
daerah prioritas restorasi gambut. pencegahan maupun pemadaman kebakaran.
Berdasarkan praktik pengendalian Kegiatan sosialisasi, patroli mandiri dan
kebakaran yang dilakukan MPA Wonorejo pemadaman api dini dilakukan secara mandiri
dapat diambil beberapa hal terkait dengan atas inisiatif MPA dengan menggunakan
gaya kepemimpinan : sumber daya yang tersedia. Disamping itu
- Praktik pengendalian kebakaran MPA juga membantu Daops melakukan upaya
khususnya kegiatan pemadaman api, pencegahan dalam kegiatan patroli terpadu

159
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 9 No.2, Agustus 2020: 151 -164

dan pemadaman di wilayah Kecamatan - Sering mengingatkan anggota untuk tetap


Bayung Lencir. aktif dengan mengingatkan bahwa
Kerja nyata MPA dalam menjaga desa dan pengendalian kebakaran itu penting;
sekitarnya dari kebakaran tersebut diakui - Menggunakan uang sendiri untuk merawat
dan dihargai oleh pihak pemerintah daerah kendaraan, peralatan dan mesin rusak;
maupun pusat. Penghargaan yang diterima - Menjadi penengah ketika ada konflik;
kelompok tersebut yaitu partisipasi dalam - Memberikan respon cepat ketika dimintai
kegiatan pengendalian kebakaran tahun 2016 bantuan oleh Manggala Agni;
dan apresiasi wanalestari tahun 2018 kategori - Berlaku adil terhadap anggotanya;
MPA dari Kementerian Lingkungan Hidup dan - Berempati terhadap kondisi anggota;
Kehutanan. Tentunya, keberhasilan kelompok - Jujur;
MPA ini tidak terlepas dari kepemimpinan - Berbicara lembut dan tidak memaksa pada
yang telah dijalankan oleh Ketua MPA. anggota;
Kepemimpinan secara rinci dapat terlihat - Mudah memberikan bantuan pinjaman
dari perilakunya. Beberapa pandangan dari peralatan seperti pompa untuk kebutuhan
pengurus dan anggota MPA Wonorejo, serta individu di luar kebutuhan pengendalian
Manggala Agni sebagai pembina MPA tentang kebakaran; dan
perilaku ketua MPA Wonorejo terkait - Memberikan motivasi pada anggota.
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya
dalam organisasi MPA adalah sebagai berikut: Berdasarkan uraian perilaku ketua MPA
- Bertanggung jawab, tertib, disiplin, dan Wonorejo tersebut menampilkan sebuah
melaksanakan segala sesuatu sesuai karakter pemimpin dengan gaya
prosedur; kepemimpinan transformasional. Secara
- Senantiasa aktif secara mandiri menjalankan rinci perilaku-perilaku ketua MPA yang
upaya pencegahan dan pemadaman di desa menunjukkan gaya kepemimpinan
dan sekitarnya; transformasional disajikan dalam Tabel 4.
- Memiliki pengetahuan dan keterampilan Berdasarkan hasil analisis seperti yang
terkait pencegahan dan pemadaman disajikan dalam Tabel 4 menunjukkan bahwa
kebakaran yang memadai; perilaku ketua MPA Wonorejo sesuai dengan
- Selalu berbagi pengetahuan dan gaya kepemimpinan transformasional karena
keterampilan pada anggota yang diperoleh memiliki karisma, menjadi inspirasi bagi
dari sebuah pertemuan atau pelatihan; anggota, mendorong intelektualitas anggota,
- Mengatur secara adil pekerjaan seperti dan menggunakan pertimbangan individual.
patroli mandiri dan patroli terpadu di antara Hingga saat ini pengurus dan seluruh
anggota-anggotanya; anggota MPA mempercayakan ketua MPA
- Suka membantu anggota bila menemukan untuk tetap menjadi pemimpin mereka.
kesulitan di luar pekerjaan pengendalian Padahal Ketua MPA pernah menawarkan
kebakaran; kepada pengurus dan anggota MPA untuk
- Ulet, tekun dan kreatif dalam menjalankan menggantikan posisinya sebagai ketua,
pekerjaan, sebagai contoh sosialisasi namun tidak ada seorangpun yang
dilakukan dari rumah ke rumah yang menyanggupinya.
dikemas dengan kegiatan silaturahim; Gaya kepemimpinan transformasional
fokus pada nilai moral untuk meningkatkan
- Memberi semangat ketika semangat anggota
motivasi anggota. Hal ini sesuai dengan yang
mulai menurun dengan mengingatkan
disampaikan oleh Yukl (2010), bahwa dalam
bahwa pengetahuan dan keterampilan yang
kepemimpinan transformasional, bawahan
dikuasai untuk direalisasikan agar
memiliki kepercayaan, kekaguman, kesetiaan
bermanfaat;
dan rasa hormat terhadap pimpinan serta
- Menggunakan pertimbangan usia dan
termotivasi untuk melakukan sesuatu lebih
tingkat kesibukan dalam pembagian tugas,
dari ekspektasi awal. Teori kepemimpinan
sebagai contoh untuk melakukan patroli ke
transformasional menyatakan bahwa
luar desa;
pemimpin dapat mengoptimalkan power dan
- Bila menghadapi persoalan dicari solusi
pengaruh mereka utamanya melalui karisma
hingga tuntas;

160
Gaya Kepemimpinan MPA dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Kushartati Budiningsih et al.

Tabel 4. Kesesuaian perilaku ketua MPA dengan karakteristik kemimpinan transformasional


Table 4. MPA leader’s behaviour and the characteristic of transformational leadership
Karakteristik kepemimpinan
Perilaku ketua MPA
(Characteristic of
(MPA leader’s behaviour)
transformational leaderships)
Jujur, bertanggungjawab, tertib, disiplin, merespon cepat, dan Karisma
melaksanakan segala sesuatu sesuai prosedur; (mendapatkan rasa hormat dan
Memiliki pengetahuan dan keterampilan terkait pencegahan dan kepercayaan dari anggota)
pemadaman kebakaran yang memadai
Mengatur secara adil pekerjaan seperti patrol mandiri dan patrol
terpadu diantara anggota-anggotanya
Senantiasa aktif menjalankan upaya pencegahan dan pemadaman di Inspirasi
desa dan sekitarnya (menimbulkan inspirasi yang
Ulet, tekun dan kreatif dalam menjalankan pekerjaan sebagai contoh mampu mengekspresikan tujuan
sosialisasi dilakukan rumah ke rumah yang dikemas dengan kegiatan penting dengan cara sederhana,
silaturahim mengkomunikasikan harapan
Memberi semangat ketika semangat anggota mulai menurun dengan yang tinggi.)
mengingatkan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai
untuk direalisasikan agar bermanfaat
Memberi motivasi pada anggota
Menggunakan uang sendiri untuk merawat kendaraan, peralatan dan
mesin rusak
Selalu berbagi pengetahuan dan keterampilan pada angota setelah Intelektualitas
memperolehnya dari tempat pertemuan atau pelatihan (mempromosikan kecerdasan,
Menggunakan pertimbangan usia dan tingkat kesibukan dalam rasionalitas, dan pemecahan
pembagian tugas, sebagai contoh untuk melakukan patroli ke luas masalah yang cermat)
desa
Suka membantu anggota bila menemukan kesulitan di luar pekerjaan Pertimbangan individual
pengendalian kebakaran (memberikan perhatian pribadi,
Sering mengingatkan anggota untuk tetap aktif dengan mengingatkan memperlakukan setiap anggota
bahwa pengendalian kebakaran itu penting secara individu, melatih,
Berempati pada kondisi anggota memberi nasihat)
Menjadi penengah ketika ada konflik di antara anggota
Sumber data : Data primer ( 2019) diolah Source of data : Primary data (2019) processed

dan inspirasi. Aspek-aspek permodelan untuk bersama-sama menjalankan tugas dan


peran dari pertimbangan individual dan fungsi kelompok sebagai kelompok
motivasi kognitif dipicu atau bisa jadi pengendali kebakaran di tingkat desa. Ketua
dimoderasi oleh stimulasi intelektual juga berperan sebagai perencana yang
(Agusrinal et al., 2015; Al Kindy et al. 2016). menyusun kegiatan tahunan yang akan
Kepemimpinan transformasional dapat dilaksanakan oleh kelompok seperti patroli
meningkatkan motivasi dan kinerja anggota. mandiri. Dalam rencana tersebut ada
Ini disebabkan karena pemimpin tipe ini pengaturan siapa yang melakukan patroli dan
dapat menggerakkan/memotivasi anggota dimana lokasi patroli dilaksanakan.
tim untuk lebih menyadari akan pentingnya Selain sebagai brigade pengendalian
hasil akhir dari sebuah pekerjaan, serta karhutla di desa, organisasi ini sekaligus
mendorong anggota tim untuk mementingkan menjadi wadah belajar bagi seluruh anggota
kepentingan tim atau organisasi dibandingkan untuk meningkatkan pengetahuan dan
dengan kepentingan pribadi. Hal ini juga keterampilan terkait pengendalian api. Dalam
diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh hal ini Ketua MPA berperan sebagai edukator
Miswan (2010) yang menyimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran anggota dalam
gaya kepemimpinan transformasional kelompok. Ketua MPA setelah memperoleh
berpengaruh terhadap kinerja karyawan. pendidikan dan latihan dari luar,
Ditinjau dari keorganisasian, Ketua MPA menyebarkan pengetahuan tersebut ke
telah berperan sebagai manajer karena dia anggotanya baik secara personal maupun
mampu menggerakkan anggota kelompok dalam pertemuan regular kelompok. Dalam

161
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 9 No.2, Agustus 2020: 151 -164

hal ini, terlihat terjadi hubungan komunikasi MPA. Gaya kepemimpinan transformasional
yang baik antara ketua dan anggota MPA. ini memang sesuai bagi organisasi MPA yang
Sebagai pemimpin transformasional, dibentuk atas dasar sukarela dan
dipersyaratkan orang tersebut memiliki sifat membutuhkan kerjasama yang solid antar
visioner dan mampu menjalin komunikasi anggota, tanpa tersedia insentif. Penerapan
yang baik dengan pengikut-pengikutnya gaya kepemimpinan transformasional di MPA
(Reza, 2019). Dalam hal ini gaya pemimpin yang mampu mengajak anggota kelompok
transformasional dapat memengaruhi untuk berperan aktif dalam pengendalian
produktivitas dan performa anggota kebakaran. Dalam sebuah organisasi,
(Nanjundeswaraswamy & Swamy, 2014). kepemimpinan itu menjadi penting, namun
Kemimpinan dalam MPA sebagai menjadi pemimpin itu tidak mudah. Jiwa
organisasi sosial nirlaba itu menjadi penting kepemimpinan hanya akan hadir pada orang
karena antara ketua dan anggota harus ada yang secara mendasar memiliki rasa tanggung
koneksi yang mendudukan ketua dan anggota jawab untuk mencapai yang terbaik bagi
bukan sebagai bawahan dan atasan. kepentingan bersama atau kelompok.
Hubungan itu tidak condong pada posisi
namun lebih pada hubungan sejajar untuk B. Saran
saling bekerja sama dalam rangka mencapai Pembinaan terhadap organisasi MPA
tujuan bersama. Hubungan ini setara dengan perlu terus dilanjutkan namun tidak hanya
hubungan antara pengajar dan muridnya berorientasi pada pelatihan MPA dalam
dimana yang diperlukan kepemimpinan peningkatan kemampuan teknis pengendalian
pengajar mampu memengaruhi muridnya kebakaran namun penting pula untuk
mengikuti apa yang diajarkannya (Rosari, penguatan kapabilitas ketua MPA melalui
2019). Organisasi MPA dapat dikategorikan pelatihan kepemimpinan.
sebagai organisasi sektor publik. Gaya
kepemimpinan transformasional menjadi UCAPAN TERIMA KASIH
lebih efektif dibandingkan gaya Penulis mengucapkan terima kasih
kepemimpinan transaksional pada organisasi kepada ketua, pengurus dan anggota MPA
sektor publik (Rukmani et al., 2010). Namun Wonorejo yang berkenan memberikan data
ada juga yang berpandangan bahwa gaya dan informasi dalam diskusi kelompok dan
kepemimpinan perlu menyesuaikan dengan wawancara serta menemani dalam observasi
kondisi organisasi yang ada agar tidak lapang di Desa Wonorejo dan sekitarnya.
menghambat kinerja. Menurut Natalius Penulis juga mengucapkan terima kasih
(2011) dari bukti penelitian jelas kepada Daops Muba, pemerintah desa dan
menunjukkan bahwa tidak ada gaya pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu
kepemimpinan tunggal untuk semua tujuan, persatu yang telah membantu dalam proses
sehingga pemimpin yang sukses adalah pengumpulan data. Tulisan ini merupakan
pemimpin yang mampu mengadaptasikan hasil penelitian yang dilaksanakan bersamaan
perilakunya sesuai kondisi organisasi guna dengan kegiatan penelitian Penyusunan
memenuhi tuntutan situasi. Kriteria dan Indikator Desa Siaga Api yang
didanai anggaran APBN, untuk itu tidak lupa
V. KESIMPULAN DAN SARAN kami mengucapkan terima kasih kepada
P3SEKPI.
A. Kesimpulan
MPA Wonorejo telah berperan dalam KONTRIBUSI PENULIS
pengendalian kebakaran hutan dan lahan di KB: berkontribusi utama baik dalam
wilayah desa dan sekitarnya. Ini tidak pengumpulan dan analisis data maupun
terlepas dari peran ketua MPA yang dipercaya dalam penulisan naskah mulai dari ide,
dan dihormati anggota serta menjadi panutan menyusun konsep/kerangka naskah, menulis
dan inspirasi bagi anggota untuk bersama- dan merevisi naskah secara keseluruhan. ADS
sama menjalankan tugas pengendalian dan EYS telah membantu untuk berkontribusi,
kebakaran. Berdasarkan perilakunya, ketua secara khusus ADS membantu menambah
MPA menerapkan gaya kepemimpinan narasi terkait teori kepemimpinan dan
transformasional dalam mengelola organisasi membantu mengedit naskah disesuaikan

162
Gaya Kepemimpinan MPA dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Kushartati Budiningsih et al.

dengan format lay out jurnal, sementara EYS DAOPS Muba. (2018). Laporan Hasil Ground
membantu menambah narasi terkait Check/Hotspot/Titik Panas di Kabupaten
kebakaran lahan dan hutan di Desa Wonorejo. Muba. Sekayu.
DAOPS Muba. (2019). Laporan Hotspot 2019. Musi
KONFLIK KEPENTINGAN Banyuasin.
Para penulis tidak memiliki hubungan Desa, P. (2018). Profil Desa Wonorejo.
keuangan atau kepentingan pribadi yang Evayanti, T., & Zulkarnaini. (2014). Partisipasi
dapat mempengaruhi penulisan artikel ini. Organisasi Masyarakat Peduli Api (MPA)
terhadap Pencegahan dan Pengendalian
DAFTAR PUSTAKA Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten
Agusrinal, Santosa, N., & Prasetyo, L. B. (2015). Pelalawan. Jurnal Ilmu Lingkungan, 8(1). 1-11.
Tingkat degradasi ekosistem mangrove di Joo, B. K., Yoon, H. J., & Jeung, C. W. (2012). The
Pulau Kaledupa, Taman Nasional Wakatobi. Effects of Core Self-Evaluations and
Jurnal Silvikultur Tropika, 6(3), 139 – 147. Transformational Leadership on
Al Kindy, A. M., Shah, I. M., & Jusoh, A. (2016). The Organizational Commitment. Leadership and
Impact of Transformational Leadership Organization Development Journal, 33(6),
Behaviors on Work Performance of Omani 564–582.
Civil Service Agencies. Asian Social Science, Khan, M. S., Rauf, H., & Latif, A. (2015). The Styles of
12(3), 152–164. Leadership : A Critical Review, 5(3), 87–93.
Amini, M. Y., Mulavizada, S., & H., Ni. (2019). The Mamelly, T. R. (2018). Lembaga Masyarakat Peduli
Impact Autocratic, Democratic, and Laissez- Api : Studi Tentang Hambatan Pelaksanaan
Faire Leadership Style on Employee Peran. Junrnal Antropologi Isu-Isu Sosial
Motivation and Commitment : A Study of Budaya, 20(2), 223–230.
Afghan Wireless Communication (AWCC).
Miswan. (2010). Kepemimpinan, Iklim Organisasi
IQSR Journal of Businees and Management,
dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Dosen
22(6), 45–50.
Pegawai Negeri Sipil Pada Universitas Swasta
Bass, B. (2008). Handbook of Leadership : Theory, di Kota Bandung. Sekolah Tinggi Ilmu
Research, and Managerial Application. Sydney: Administrasi Bandung.
Free Press.
Nanjundeswaraswamy, & Swamy. (2014).
Bass, B. (1990). From transactional to Leadership Styles. Advances in Management,
transformational leadership : learing to share 7(2). 57-62.
the vision. Organizational Dynamics, 18(3),
Natalius, F. (2011). Analisa Kepemimpinan
19–31.
Transaksional dan Transformasional untuk
Budiningsih, K. (2017). Implementasi kebijakan meningkatkan Kerjasama Tim dan Kinerja
pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Waktu Proyek (Studi Kasus pada Perusahaan
Provinsi Sumatra Selatan. Jurnal Analisis PT.X). Tesis: Universitas Indonesia.
Kebijakan Kehutanan, 14(2), 165–186.
Ni’mah, N., Herdiansyah, H., Soesilo, T. E. B., & Mutia,
Budiningsih, K., Setiabudi, I. M., & Septina, A. D. E. F. (2018). Strategy for increasing the
(2020). Fire care community development in participation of masyarakjat peduli api in
Batanghari District and Tanjung Jabung forest fire control. In IOP Conf. Earth and
Timur District in Jambi Province : an Environmental Science.
overview Fire care community development
Putra, I. K., & Sahardjo, Bambang Hero , Wasis, B.
in Batanghari District and Tanjung Jabung
(2019). Tantangan kelembagaan
Timur District in Jambi Province : an overview.
pengendalian kebakaran hutan dan lahan
Environmental Science.
pada tingkat tapak. Jurnal Ilmu Pertanian
Bungin, B. (2009). Analisis Penelitian Data Indonesia, 24(2), 151–159.
Kualitatif. Raja Grafindo. Jakarta.
Reza, M. H. (2019). Component of
Chaundhry, A. Q., & Javed, H. (2012). Impact of Transformational Leadership Behavior. EPRA
Transactional and Laissez Faire Leadership International Journal of Multidisciplinari
Style on Motivation. Journal of Business and Research, 5(3), 119-124.
Social Science, 3(7). 258-264.
Rosari. (2019). Leadership definitions application
DAOPS Muba. (2015). Laporan Hotspot 2015. Musi for lectures’leadership development. Journal
Banyuasin. of Leadership in Organization, 1(1), 17–28.
DAOPS Muba. (2017). Laporan Hotspot Kabupaten Rukmani, K., Ramesh, M., & Jayakrishnan, J. (2010).
Muba Tahun 2017. DAOPS Muba. Musi Effect of Leadership styles on organizational
Banyuasin.

163
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 9 No.2, Agustus 2020: 151 -164

effectiveness. European Journal of Social Peningkatan Ekonomi Kerakyatan. Jurnal


Sciences, 15(3), 365-370. Studi Sosial Dan Politik, 3(1), 69–83.
Saputra, W. ., Rosnita;, & Yulida, R. (2017). Peran Wongyanon, S., Wijaya, Andy Fefta, M., & Soeaidy, M.
Kelompok Tani dan Masyarakat Peduli Api S. (2015). Analysis of the Influence of
(MPA) dalam Mengelola dan Mencengah Leadership Styles of Chief Executives to
Kebakaran Lahan di Kecamatan Bukit Batu Organizational Performance of Local
Kabupaten Bengkalis. Agribisnis, 19(1), 57–71. Organization in Thailand : A Case Study of
Sharma, M., & Jain, S. (2013). Leadership Transformational, Transactional and Laissez-
Management : principles, Models and Faire Styles of Leadership in Pattaya City,
Theories. Global Journal of Management and Laemchabang City M. International Journal of
Business Studies, 3(3), 309–318. Applied Sociology, 5(2), 76–83.
Sitorus, F. (1998). Penelitian kualitatif suatu Working on Fire. (n.d.). No Title. Retrieved January
pengantar. Institut Pertanian Bogor. 31, 2020, from
https://workingonfire.org/about-us
Tata, H. L., Narendra, B. H., & Mawazin. (2017).
Tingkat kerawanan kebakaran gambut di Yin, R. (2003). Case study research design and
Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan. methods. Sage Publication.
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 14(1), 51– Yukl, G. (2010). Kepemimpinan dalam organisasi.
71. Jakarta: PT. Indeks.
Thoha, A. S. (2014). Model Penguatan Kelembagan Zulkifli, I., & Kamarubayana, L. (2017). Studi
Pengelolaan Risiko Kebakaran Hutan dan Pengendalian Kebakaran Hutan di wilayah
Lahan Berbasis Masyarakat. IPB. kelurahan Merdeka Kecamatan Samboja
Wibowo, K. A. (2019). Manajemen Penanganan Timur. AgriFor, 16(1), 141-150.
Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Guna

164

Anda mungkin juga menyukai