Anda di halaman 1dari 15

TUGAS

KEPERAWATAN ANAK

Disusun oleh:
Kelompok 5

Elizabeth Siahaya
Felmi Sawelet
Fernando Rumadery (Tidak aktif)
Jeklin V Mainake
Ledya Y Silawanebessy
Leviona Waimesse
Lidovina Frans
Noritna Rometna (Tidak Aktif)
Selfonsina Larwuy
Shinta Ferdinandus

Semester : 4
Kelas: B –Kep

FAKULTAS KESEHATAN
PRODI KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
AMBON
2021
HIPERBILIRUBINEMIA

1. A. Pengertian

Hiperbilirubinemia adalah kondisi di mana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah,


misalnya akibat hepatitis A, anemia hemolitik, kanker pankreas, ataupun ikterus neonatorum.
Hiperbilirubinemia dapat terjadi karena produksi bilirubin yang berlebih, gangguan fungsi
hepar, atau ekskresi bilirubin yang terganggu. Hiperbilirubinemia didefinisikan sebagai kadar
bilirubin darah lebih dari 3 mg/dL. Hiperbilirubinemia secara klinis dapat diamati pada
jaringan seperti sklera, mukosa, dan kulit, karena bilirubin mengalami penumpukan pada
jaringan-jaringan tersebut.

B. Klasifikasi Hiperbilirubinemia
a. Hiperbilirubinemia Fisiologis

Hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi baru lahir tidak muncul pada 24 jam pertama
setelah bayi dilahirkan. Biasanya pada hiperbilirubinemia fisiologis peningkatan kadar
bilirubin total tidak lebih dari 5mg/dL per hari. Pada bayi cukup bulan,
hiperbilirubinemia fisiologis akan mencapai puncaknya pada 72 jam setelah bayi dilahirkan
dengan kadar serum bilirubin yaitu 6 – 8 mg/dL. Selama 72 jam awal kelahiran kadar
bilirubin akan meningkat sampai dengan 2 – 3 mg/dL kemudian pada hari ke-5 serum
bilirubin akan turun sampai dengan 3mg/dL (Hackel, 2004).
Setelah hari ke-5, kadar serum bilirubin akan turun secara perlahan sampai dengan
normal pada hari ke-11 sampai hari ke-12. Pada Bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR)
atau bayi kurang bulan (premature) bilirubin mencapai puncak pada 120 jam pertama dengan
peningkatan serum bilirubin sebesar 10 – 15 mg/dL dan akan menurun setelah 2 minggu
(Mansjoer, 2013)

b. Hiperbilirubinemia Patologis

Hiperbilirubinemia patologis atau biasa disebut dengan ikterus pada bayi baru lahir
akan muncul dalam 24 jam pertama setelah bayi dilahirkan. Pada hiperbilirubinemia
patologis kadar serum bilirubin total akan meningkat lebih dari 5 mg/dL per hari. Pada bayi
cukup bulan, kadar serum bilirubin akan meningkat sebanyak 12 mg/dL sedangkan pada bayi
kurang bulan (premature) kadar serum bilirubin total akan meningkat hingga 15 mg/dL.
Ikterus biasanya berlangsung kurang lebih satu minggu pada bayi cukup bulan dan lebih dari
dua minggu pada bayi kurang bulan (Imron, 2015).

C. Etiologi

Etiologi hiperbilirubinemia dibagi menjadi hiperbilirubinemia intrahepatik dan


ekstrahepatik. Hiperbilirubinemia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi dan tidak terkonjugasi. Secara klinis, pasien dengan hiperbilirubinemia dapat
datang tanpa keluhan, atau dengan keluhan seperti perubahan warna kulit menjadi
kekuningan, gatal, nyeri perut, nyeri sendi, dan perubahan pada urin dan feses. Pemeriksaan
penunjang pada hiperbilirubinemia terdiri dari pemeriksaan laboratorium darah lengkap,
bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek, alanin transaminase (ALT), aspartat
transaminase (AST), alkali fosfatase (ALP), gamma glutamyl-transferase (GGT), waktu
protrombin, international normalized ratio (INR), albumin, protein, dan pemeriksaan
radiologi sesuai indikasi Tata laksana, prognosis, dan komplikasi hiperbilirubinemia
bergantung pada jenis hiperbilirubinemia dan penyakit yang mendasari. Contoh penyakit
yang bisa menyebabkan hiperbilirubinemia adalah hepatitis A, hepatitis B, dan kolesistitis.

Hiperbilirubinemia intrahepatik terutama disebabkan gangguan pada hepatosit, seperti


infeksi, drug-induced liver injury, sirosis hepatis, karsinoma hepatoseluler.
Hiperbilirubinemia terisolasi (hiperbilirubinemia tanpa kelainan fungsi hati lain) disebabkan
oleh kelainan herediter, yaitu sindroma Gilbert, sindroma Crigler-Najjar tipe 1 dan tipe 2,
sindroma Dubin-Johnson, dan sindroma Rotor. Kolestasis intrahepatik juga dapat
menyebabkan hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia ekstrahepatik dapat disebabkan oleh
koledokolitiasis, kanker pankreas, striktur traktus biliaris, kolangiokarsinoma, kolangitis
autoimun, atau infeksi seperti tuberkulosis dan askariasis.
D. Patofisiologi

Faktor penyebab: Faktor resiko:

1. Pembentukan bilirubin berlebih 1. Faktor maternal


2. Gangguan uptake, transportasi, dan 2. Faktor prenatal
eksresi bilirubin dalam hati 3. Faktor neonatus
3. Penyakit hemolitik

Bilirubin indirek

Hiperbilirubin

Jaringan ekstravaskuler Otak Pencernaan

(Kulit, konjungtiva,
Perlekatan bilirubin Pengeluara cairan
mukosa, dan bagian
indirek empedu ke organ usus
tubuh lain)
Ikterus Kern ikterus
Peristaltik usus

Pigmentasi (Jaundice) Kejang


Diare

Fototerapi MK: Resiko cidera


MK: Diare

Evaporasi

Kelembapan kulit Anoreksia, daya hisap


MK: Defisit volume cairan
Kulit kering Pemberian asi terganggu

CRT <, turgor kulit MK: Ketidakefektifan


proses menyusui
MK: Resiko kerusakan
integritas kulit

Vasokontriksi pembuluh Suhu tubuh MK: Hipertermi


darah

Pemisahan bayi dan MK: Resiko gangguan pola asuh


orang tua

MK: Ikterus neonatus


E. Manifestasi Klinis

Bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia apabila bayi baru lahir
tersebut tampak berwarna kuning dengan kadar serum bilirubin 5mg/dL atau lebih (Mansjoer,
2013). Hiperbilirubinemia merupakan penimbunan bilirubin indirek pada kulit sehingga
menimbulkan warna kuning atau jingga. Pada hiperbilirubinemia direk bisanya dapat
menimbulkan warna kuning kehijauan atau kuning kotor (Ngatisyah, 2012).
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan ikterus pada sklera, kuku, atau
kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang muncul pada 24 jam pertama disebabkan oleh
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
Jaundice yang tampak pada hari kedua atau hari ketiga, dan mencapai puncak pada hari
ketiga sampai hari keempat dan menurun pada hari kelima sampai hari ketujuh yang biasanya
merupakan jaundice
fisiologis (Suriadi dan Yuliani 2010). Ikterus diakibatkan oleh pengendapan bilirubin
indirek pada pada kulit yang cenderung tampak kuning terang atau orange. Pada ikterus tipe
obstruksi (bilirubin direk) akan menyebabkan kulit pada bayi baru lahir tampak berwarna
kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
Selain itu manifestasi klinis pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia atau ikterus yaitu
muntah, anoreksia, fatigue, warna urine gelap, serta warna tinja pucat (Suriadi dan Yuliani
2010).

Menurut Ridha (2014) bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia


apabila tampak tanda-tanda sebagai berikut :

a. Sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain tampak kuning akibat penumpukan
bilirubin.
b. Terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.

c. Peningkatan konsentasi bilirubin 5mg/dL atau lebih setelah 24 jam.


d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan dan 12,5
mg/dL pada neonatus kurang bulan.
e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.

f. Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi
kurang dari 36 minggu, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi
trauma lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.
2. Asuhan keperawatan (Pengkajian kesehatan)

Pengkajian Keperawatan

a) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia menurut Widagdo, 2012
meliputi:

1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaan umum : tingkat keparahan penyakit, kesadaran, status nutrisi,
postur/aktivitas anak, dan temuan fisis sekilas yang prominen dari
organ/sistem, seperti ikterus, sianosis, anemi, dispneu, dehidrasi, dan lain-
lain.
b) Tanda vital : suhu tubuh, laju nadi, tekanan darah, dan laju nafas.
c) Data antropometri : berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, tebal lapisan
lemak bawah kulit, serta lingkar lengan atas.

2) Pemeriksaan Organ
a) Kulit : warna, ruam kulit, lesi, petekie, pigmentasi, hiper/hipohidrolisis, dan
angiektasis.
b) Kepala : bentuk, ubun-ubun besar, sutura, keadaan rambut, dan bentuk wajah
apakah simestris kanan atau kiri.
c) Mata : ketajaman dan lapangan penglihatan, hipertelorisme, supersilia, silia,
esksoptalmus, strabismus, nitagmus, miosis, midriasis, konjungtiva palpebra,
sclera kuning, reflek cahaya direk/indirek, dan pemeriksaan retina dngan
funduskopi.
d) Hidung:bentuk,nafas cuping hidung,sianosis,dansekresi.
e) Mulut dan tenggorokan : warna mukosa pipi/lidah, ulkus, lidah kotor berpeta,
tonsil membesar dan hyperemia, pembengkakan dan perdarahan pada gingival,
trismus, pertumbuhan/ jumlah/ morfologi/ kerapatan gigi.
f) Telinga : posisi telinga, sekresi, tanda otitis media, dan nyeritekan.
g) Leher:tiroid,kelenjar getah bening,skrofuloderma,retraksi,murmur,bendungan
vena, refluks hepatojugular, dan kaku kuduk.
h) Thorax : bentuk, simetrisisitas, pembengkakan, dan nyeri tekan.
a) Jantung : tonjolan prekordial, pulsasi, iktus kordis, batas
jantung/kardiomegali. Getaran, bunyi jantung, murmur, irama gallop, bising
gesek perikard (pericard friction rub)
b) Paru-paru : Simetrsitas static dan dinamik, pekak, hipersonor, fremitus, batas
paru-hati, suara nafas, dan bising gesek pleura (pleural friction rub)
c) Abdomen : bentuk, kolteral, dan arah alirannya, smiling umbilicus, distensi,
caput medusa, gerakan peristaltic, rigiditas, nyeri tekan, masa abdomen,
pembesaran hati dan limpa, bising/suara peristaltik usus, dan tanda-tanda
asites.
d) Anogenetalia : atresia anus, vesikel, eritema, ulkus, papula, edema skrotum.
e) Ekstremitas : tonus/trofi otot, jari tabuh, sianosis, bengkak dan nyeri
otot/tulang/sendi, edema pretibial, akral dingin, capillary revill time, cacat
bawaan.

3. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan bilirubinserum

Pada bayi cukup bulan, kadar bilirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dL, antara 2
dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mmg/dL maka dikatakan hiperbilirubinemia
non fisiologis atau patologis. Pada bayi dengan kurang bulan, kadar bilirubin mencapai
puncaknya pada nilai 10 – 12 mg/dL, antara lima dan tujuh hari kehidupan. Apabila nilainya
diatas 14 mg/dL maka dikatakan hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis (Suriadi &
Yulliani, 2010).

2. Ultrasonograf(USG)

Pemeriksaan USG digunakan untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu (Suriadi
& Yulliani, 2010).

3. RadioscopeScan

Pemeriksaan radioscope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis atau
atresia biliary (Suriadi & Yulliani, 2010).
Diagnosa Keperawatan

1. Risiko Cedera (kode diagnosis 00035)

Definisi : Rentang mengalami cedera fisik akibat kondisi lingkungan yang berinteraksi
dengan sumber adaptif dan sumber defensif individu, yang dapat mengganggu kesehatan.

Batasan Karakteristik :

Intervensi :

1. Sistem defisit kognitif dan fisik pasien yang berhasil meningkatkan risiko jatuh
kejadian yang tepat meningkatkan risiko jatuh monitor cara berjalan,
keseimbangan, tingkat tekanan dengan ambulasi
2. bantu pasien yang mampu melakukan ambulasi
3. sediakan peralatan bantu (ex. walker belum kuat) untuk melakukan ambulasi
4. bantu pasien yang belum kuat melakukan ambulasi
5. sediakan peralatan bantu (ex. walker) untuk petunjuk kiprah pasien cara jatuh
yang dapat diakses injuri
6. sediakan penerangan yang diberikan edukasi kepada anggota keluarga tentang
faktor risiko yang meningkatkan potensi jatuh dan bagaimana mengurangi risiko
tersebut

2. Resiko kerusakan integritas kulit (kode diagnosis 00047)

Definisi : Rentan mengalami kerusakan epidermis dan atau dermis, yang dapat mengganggu
kesehatan.

Intervensi :

1) Pantau berat badan bayi. Tindakan ini dilakukan untuk melihat perubahan berat badan
bayi.
2) Pertahankan intake dan output yang akurat. Tujuan dari tindakan ini agar
menyeimbangkan masukan dan keluaran secara akurat.
3) Dorong masukan oral yang bertujuan agar bayi tidak kekurangan cairan.
4) Pantau status hidrasi seperti kelembapan mukosa dan nadi. Bertujuan untuk
mengetahui derajat perfusi jaringan.
5) Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang longgar karna pakaian yang ketat dapat
mengakibatkan penekanan pada area yang tertekan. Selanjutnya manajemen tekanan,
dengan aktivitas keperawatan sebagai berikut:
6) Hindari kerutan pada tempat tidur, untuk mencegah terjadinya iritasi karna gesekan
dengan alat tenun.
7) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
8) Ubah posisi bayi setiap dua jam sekali. Tindakan ini bertujuan untuk mencegah
penekanan kulit pada daerah tertentu dalam waktu lama.
9) Monitor aktivitas dan mobilisasi bayi untuk melihat kemampuan gerakan bayi.
10) Mandikan bayi dengan sabun dan air hangat untuk mempertahankan
kebersihan tanpa mengiritasi kulit.

3. Diare (Kode diagnosis 00013)

Definisi : pasase feses yang lunak dan tidak berbentuk

Batasan Karakteristik :

 Nyeri Abdomen
 Ada dorongan untuk defekasi
 Keram
 Bising usus hiperaktif
 Defekasi feses cair > 3 dalam 24 jam

Intervensi :

a. Pantau status hidrasi


Rasional : Untuk mengetahui adanya tanda-tanda dehidrasi dan mencegah syok
hipovolemik
b. Monitor intake cairan dan output
Rasional : Untuk mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mengatur
keseimbangan cairan.
c. Berikan terapi IV, sesuai program
Rasional : Untuk memberikan hidrasi cairan tubuh secara parenteral
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan oral
Rasional : Untuk mempertahankan cairan

4. Defisit volume cairan (kode diagnosis 00027)

Definisi : Penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan atau intraselular. Ini mengacu pada
dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar natrium.

Batasan karakteristik :

 Perubahan status mental


 Penurunan turgor kulit
 Penurunan tekanan darah
 Penurunan tekanan nadi
 Penurunan volume nadi
 Penurunan turgor lidah
 Penurunan haluaran urine
 Penurunan pengisian vena
 Membran mukosa kering
 Kulit kering
 Peningkatan suhu tubuh
 Peningkatan frekuensi nadi
 Peningkatan hematokrit
 Peningkatan konsentrasi urine
 Penurunan berat badan tiba-tiba
 Haus
 Kelemahan

Intervensi :

1. Monitor vital sign


2. Kaji adanya tanda-tanda syok hipovelomik
3. Monitor intake dan output
4. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan sedikitnya 8 gelaa sehari
5. Kolaborasi pemberian cairan intravena jika diinstruksikan

5. Ketidakefektifan Pola menyusui bayi (kode diagnosis 00107)

Definisi : Gangguan kemampuan bayi untuk menghisap mengordinasi respon menghisap atau
menelan yang mengakibatkan ketidakadekuatan nutrisi oral untuk kebutuhan metabolik.

Batasan Karakteristik :

 Ketidakmampuan mengordinasi menghisap, menelan, dan bernapas


 Ketidakmampuan memulai menghisap yang efektif
 Ketidakmampuan mempertahankan menghisap yang efektif

Intervensi :

1. Membantu proses menyusui


2. Konseling laktasi
3. Pengajaran perawatan bayi

6. Hipertimia (Kode diagnosis 00007)

Definisi : Suhu inti tubuh di atas kisaran normal diurnal karena kegagalan termoregulasi.

Batasan Karakteristik :

 Postur abnormal
 Apnea
 Koma
 Kulit kemerahan
 Hipotensi
 Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu
 Gelisah
 Letargi
 Kejang
 Kulit terasa hangat
 Stupor
 Takikardia
 Takipenea
 Vasodilatasi

Intervensi :

1. Monitor suhu tubuh.


2. Sediakan lingkungan yang dingin.
3. Longgarkan atau lepaskan pakaian.
4. Basahi dan kipasi permukaan tubuh .
5. Berikan cairan oral.
6. Anjurkan tirah baring.
7. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena.

Regulasi Temperatur :

1. Monitor tekanan darah, frekuensi pernafasan dan nadi.


2. Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam, jika perlu.
3. Monitor warna dan suhu kulit.
4. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat.
5. Kolaborasi pemberan antipiretik, jika perlu.

7. Resiko gangguan pola asuh

Definisi : membatasi dan bersifat menghukum, yang menuntut anak untuk mengikuti
petunjuk orang tua tanpa disertai penjelasan dan kesempatan pada anak untuk mengutarakan
keingi-nannya.

Batasan Karakteristik :

 Kaku
 Tegas
 Menerapkan hukuman jika tidak sesuai aturan

Intervensi :

1. Memberikan edukasi tentang pola asuh kepada ibu


2. Identifikasi tugas perkembangan atau tujuan dari periode hidup anak
3. Dekatkan ibu dengan anak

8. Ikterus Neonatus

Definisi : keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan kuning pada kulit dan
sklera akibat akumulasi bilirubin indirek yang berlebih (Xiaong dkk., 2011).

Batasan Karakteristik :

 Profil darah abnormal (hemolis; bilirubin serum total >2 mg/dl; bilirubin serum total
pada rentang
 resiko tinggi menurut usia pada nomogram spesifik-waktu)
 Memar kulit abnormal
 Membran mukosa kuning
 Kulit kuning sampai orange
 Sclera kuning

Intervensi :

1. Meninjau sejarah ibu dan bayi untuk faktor risiko untuk hiperbilirubinemia (misalnya,
ketidakcocokan Rh atau ABO, polisitemia, sepsis, prematuritas, mal presentasi)
2. Amati tanda-tanda ikterus
3. Agar serum billirubin tingkat sebagai protokol per yang sesuai atau permintaan
praktisi primer
4. Melaporkan nilai laboratorium untuk praktisi primer
5. Tempat bayi di Isolette
6. lnstruksikan keluarga pada prosedur fototerapi dan perawatan
7. Terapkan tambalan untuk menutup kedua mata, menghindari tekanan yang berlebihan
8. Hapus tambalan mata setiap 4 jam atau ketika lampu mati untuk kontak orangtua dan
makan
9. Memantau mata untuk edema, drainase, dan warna
10. Tempat fototerapi lampu di atas bayi pada ketinggian yang sesuai
11. Periksa intensitas lampu sehari-hari
12. Memonitor tanda-tanda vital per protokol atau sesuai kebutuhan
13. Ubah posisi bayi setiap 4 jam atau per protokol
14. Memantau tingkat biIirubin serum per protokol atau permintaan praktisi
15. MengevaIuasi status neurologis setiap 4 jam atau per protokol
16. Amati tanda-tanda dehidrasi (misalnya, depresi fontanel, turgor kulit mengerut,
kehilangan berat badan)
17. Timbang setiap hari
18. Mendorong delapan kali menyusui perhari
19. Dorong keluarga untuk berpartisipasi dalam terapi cahaya
20. Instruksikan keluarga pada fototerapi di rumah yang sesuai
Daftar Pustaka

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:  MediAction.

Anda mungkin juga menyukai