Anda di halaman 1dari 38

EKSODONSIA ANAK

Disusun untuk memenuhi tugas Dental Science Program 8 Clinical Surgery of


Hard and Soft Tissue

Disusun Oleh :

Tutor 7

Kelompok 1

Ririn Fitri 160110130079

Eggie Rizky 160110130080

Julius Muliadi 160110130083

Nur Fitri Utami 160110130085

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat

diselesaikan. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

DSP 8. Penulis berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

sendiri, khususnya, dan bagi orang lain yang membacanya. Penulis menyadari

masih terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis harapkan

saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Penulis

tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada segala pihak yang turut membantu,

baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam proses penyelesaian makalah

ini.

Jatinangor, Mei 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................1

1.3 Tujuan........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3

2.1 Pendahuluan...............................................................................................3

2.2 Indikasi Pencabutan Gigi...........................................................................3

2.3 Kontraindikasi Pemcabutan Gigi...............................................................4

2.4 Alat-Alat Ekstraksi Gigi Rahang Atas dan Bawah....................................5

2.5 Tata Cara Pencabutan Gigi Rahang Atas dan Rahang Bawah.................10

2.6 Instruksi Pasca Pencabutan Gigi..............................................................16

2.7 Komplikasi Saat Pencabutan Gigi dan Pasca Pencabutan Gigi dan

Penanganannya........................................................................................17

BAB III HASIL DISKUSI...................................................................................28

BAB IV PENUTUP..............................................................................................31

ii
iii

4.1 Kesimpulan..............................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................32
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam praktek kedokteran gigi seorang dokter gigi diharapkan memiliki

kemampuan dan keterampilan dalam berbagai tindakan yang ada kaitannya

dengan kasus-kasus yang memerlukan intervensi secara radikal. Beberapa hal

yang dikategorikan sebagai tindakan pembedahan adalah seperti pencabutan gigi,

bedah dento alveolar dan pengambilan tumor jinak. Pencabutan gigi anak

termasuk salah satu tindakan pembedahan yang memerlukan ketrampilan lebih

dari sang dokter gigi. Harus dipahami sebelumnya indikasi dan kontra indikasi

sebelum pencabutan dilaksanakan.

Sebelum dilakukan tindakan pencabutan, banyak hal yang harus

dipersiapkan. Persiapan pencabutan gigi anak ini terdiri dari persiapan alat dan

persiapan terhadap komplikasi yang dapat terjadi paska pencabutan. Persiapan

praoperasi yang baik akan meningkatkan hasil klinis, meningkatkan kepuasan

pasien dan membantu mengurangi kemungkinan timbulnya komplikasi. Selain itu

terdapat juga instruksi-instruksi yang harus diberikan dokter gigi kepada anak

setelah pencabutan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana indikasi pencabutan gigi anak?

1
2. Bagaimana kontra-indikasi pencabutan gigi anak?

2
2

3. Apa saja alat-alat ekstraksi gigi rahang atas dan bawah pada anak?

4. Bagaimana tata cara pencabutan gigi rahang atas dan bawah pada anak?

5. Apa saja instruksi paska pencabutan gigi anak?

6. Apa saja komplikasi pada saat pencabutan dan pasca pencabutan gigi anak?

7. Bagaimana penanganan komplikasi pencabutan gigi anak?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui indikasi pencabutan gigi anak

2. Untuk mengetahui kontra-indikasi pencabutan gigi anak

3. Untuk mengetahui alat-alat ekstraksi gigi rahang atas dan bawah pada anak

4. Untuk mengetahui tata cara pencabutan gigi rahang atas dan bawah pada

anak

5. Untuk mengetahui instruksi paska pencabutan gigi anak

6. Untuk mengetahui komplikasi pada saat pencabutan dan pasca pencabutan

gigi anak

7. Untuk mengetahui penanganan komplikasi pencabutan gigi anak


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Menurut Pedlar dkk (2001) pencabutan gigi merupakan suatu prosedur

bedah yang dilakukan dengan tang, elevator atau pendekatan

transalveolar.Pencabutan bersifat irreversible dan terkadang menimbulkan

komplikasi.

Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan sebuah gigi atau akar yang

utuh tanpa menimbulkan rasa sakit, dengan trauma yang sekecil mungkin pada

jaringan penyangga nya sehingga luka bekas pencabutan akan sembuh secara

normal dan tidak menimbulkan problema prostetik pasca-bedah. (Pedlar, 2001)

2.2 Indikasi Pencabutan Gigi

Indikasi untuk pencabutan gigi sulung adalah sebagai berikut:

1. Natal tooth/neonatal tooth

Natal tooth adalah gigi erupsi sebelum lahir. Neonatal tooth : gigi erupsi

setelah 1 bulan lahir dan biasanya gigi mengalami mobiliti, dapat

mengiritasi, menyebabkan ulserasi pada lidah, dan mengganggu untuk

menyusui

3
4

2. Gigi dengan karies luas, karies mencapai bifurkasi dan tidak dapat

direstorasi sebaiknya dilakukan pencabutan. Kemudian dibuatkan space

maintainer.

3. Infeksi di periapikal atau di interradikular dan tidak dapat disembuhkan

kecuali dengan pencabutan.

4. Gigi yang sudah waktunya tanggal dengan catatan bahwa penggantinya

sudah mau erupsi.

5. Gigi sulung yang persistensi

6. Gigi sulung yang mengalami impacted, karena dapat menghalangi

pertumbuhan gigi tetap.

7. Gigi yang mengalami ulkus decubitus.

8. Untuk perawatan ortodonsi

9. Supernumerary tooth.

10. Gigi penyebab abses dentoalveolar

2.3 Kontraindikasi Pemcabutan Gigi

Kontraindikasi pada pencabutan gigi sulung adalah sebagai berikut:

1. Anak yang sedang menderita infeksi akut di mulutnya. Misalnya akut

infektions stomatitis, herpetik stomatitis. Infeksi ini disembuhkan dahulu

baru dilakukan pencabutan.

2. Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini mengakibatkan terjadinya

perdarahan dan infeksi setelah pencabutan. Pencabutan dilakukan setelah

konsultasi dengan dokter ahli tentang penyakit darah.


5

3. Pada penderita penyakit jantung. Misalnya : Congenital heart disease,

rheumatic heart disease yang akut.kronis, penyakit ginjal/kidney disease.

4. Pada penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi tubuh lebih

rendah dan dapat menyebabkan infeksi sekunder.

5. Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut dapat

menyebabkan metastase.

6. Pada penderita Diabetes Mellitus (DM), tidaklah mutlak kontra indikasi.

Jadi ada kalanya pada penyakit DM ini boleh dilakukan pencabutan tetapi

haruslah lebih dahulu mengadakan konsultasi dengan dokter yang merawat

pasien 13 tersebut atau konsultasi ke bagian internist. Pencabutan pada

penderita DM menyebabkan :

1) Penyembuhan lukanya agak sukar.

2) Kemungkinan besar terjadi sakit setelah pencabutan

3) Bisa terjadi perdarahan berulang kali.

7. Irradiated bone

Pada penderita yang sedang mendapat terapi penyinaran.

2.4 Alat-Alat Ekstraksi Gigi Rahang Atas dan Bawah

Beberapa dokter gigi memilih menggunakan instrumen bedah untuk

anak-anak seperti instrument yang digunakan pada dewasa. Bagaimanapun

juga, banyak dokter gigi anak dan oral and maxilofacial surgeons lebih

memilih tang ekstraksi anak-anak yang lebih kecil seperti no.150S dan

151S, karena beberapa sebab :


6

1. Ukuran tang nya yang lebih kecil lebih memudahkan untuk masuk dalam

kavitas oral dari pasien anak-anak.

2. Tang ekstraksi yang lebih kecil lebih mudah disembunyikan dalam tangan

operator.

3. Bentuk paruh dari tang yang lebih dapat beradaptasi dengan bentuk anatomi

gigi sulung.

Gambar 1. Dilihat pada gambar diatas perbandingan tang untuk dewasa dan tang
untuk anak anak.

1) Instrumen untuk pencabutan gigi sulung RA

Tang untuk rahang atas biasanya berbentuk tang biasa yang lurus antara

kepala dan badan tang tersebut, diantaranya:

(1) Gigi sulung anterior:


7

Gambar 2. Tang dengan kepala yang lurus dengan badan tang.

(2) Gigi sulung posterior:

Gambar 3. Tang dengan kepala agak membengkok dari badan tang.

(3) Akar gigi:


8

Gambar 4. Tang dengan kepala tang agak tertekuk dan kedua ujung
tang saling bertemu.

2) Instrumen untuk pencabutan gigi sulung RB

Berbeda dengan tang untuk rahang atas, pada tang untuk rahang bawah

rata rata kepalanya membentuk sudut 90° terhadap badannya sehingga

terlihat seperti bengkok, diantaranya:

(1) Gigi sulung anterior:

Gambar 5. Tang dengan kepala yang sedikit runcing penyerupai capit


pada ujungnya.
9

(2) Gigi sulung posterior :

Gambar 6. Tang dengan kepala yang sedikit membulat dibanding tang


anterior dan ujungnya terdapat takik.

(3) Akar gigi :

Gambar 7. Tang untuk akar ini menyerupai tang untuk gigi posterior
namun tidak memiliki takik pada ujungnya, dan kedua ujung tang ini
saling bertemu.

3) Alat Bantu

Selain instrumen tang, dalam ekstraksi gigi untuk anak anak juga

menggunakan alat bantu seperti bend atau elevator, dan beberapa

instrumen standar untuk pemeriksaan seperti :

(1) Kaca mulut


10

(2) Sonde

(3) Pinset

(4) Injektor

(5) Ekskavator

(6) Cotton roll

(7) Betadine cane yg diisi betadin

(8) Dan lain lain.

Gambar 8. Beberapa alat yang harus dipersiapkan sebelum pencabutan gigi pada
anak

2.5 Tata Cara Pencabutan Gigi Rahang Atas dan Rahang Bawah

2.5.1 Persiapan Pencabutan Gigi

1. Sebagian negara mempunyai hukum yang mengharuskan izin tertulis dari

orang tua (Informed Concent) sebelum melakukan anastesi pada pasien

anak.

2. Kunjungan untuk pencabutan sebaiknya dilakukan pagi hari (saat anak

masih aktif) dan dijadwalkan, sehingga anak tidak menunggu terlalu lama
11

karena anak cenderung menjadi lelah menyebabkan anak tidak koperatif.

Anak bertoleransi lebih baik terhadap anastesi lokal setelah diberi makan ±

2 jam sebelum pencabutan.

3. Penjelasan lokal anastesi tergantung usia pasien anak, teknik penanganan

tingkah laku anak yang dapat dilakukan, misalnya TSD,modelling.

Gambar 1 : Instrumen dapat diperlihatkan pada anak (kiri). Penyuntikan dilakukan


menggunakan kaca agar anak dapat melihat prosedur penyuntikan (kanan)

4. Instrumen yang akan dipakai, sebaiknya jangan diletakkan di atas meja.

Letakkan pada tempat yang tidak terlihat oleh anak dan diambil saat akan

digunakan. Jangan mengisi jarum suntik di depan pasien, dapat menyebabkan

rasa takut dan cemas.

5. Sebaiknya dikatakan kepada anak yang sebenarnya bahwa akan ditusuk dengan

jarum (disuntik) dan terasa sakit sedikit, tidak boleh dibohongi.


12

A B

Gambar 2 A. Selama penyuntikan, asisten memegang tangan anak agar tidak


bergerak. B. Kombinasi perawatan dengan audioanalgesik anak

6. Rasa sakit ketika penyuntikan sedapat mungkin dihindarkan dengan cara

sebagai berikut :

1) Memakai jarum yang kecil dan tajam

2) Pada daerah masuknya jarum dapat dilakukan anastesi topikal lebih

dahulu. Misalnya dengan 5 % xylocaine (lidocaine oitmen)

3) Jaringan lunak yang bergerak dapat ditegangkan sebelum penusukan

jarum

4) Deponir anastetikum perlahan, deponir yang cepat cenderung menambah

rasa sakit. Jika lebih dari satu gigi maksila yang akan dianastesi, operator

dapat menyuntikkan anastesi awal, kemudian merubah arah jarum

menjadi posisi yang lebih horizontal, bertahap memajukan jarum dan

mendeponir anastetikum.

5) Penekanan dengan jari beberapa detik pada daerah injeksi dapat

membantu pengurangan rasa sakit.


13

6) Jaringan diregangkan jika longgar dan di masase jika padat (pada

palatal). Gunanya untuk membantu menghasilkan derajat anastesi yang

maksimum dan mengurangi rasa sakit ketika jarum ditusukan.

7. Aspirasi dilakukan untuk mencegah masuknya anastetikum dalam

pembuluh darah, juga mencegah reaksi toksis, alergi dan hipersensitifitas.

8. Waktu untuk menentukan anastesi berjalan ± 5 menit dan dijelaskan

sebelumnya kepada anak bahwa nantinya akan terasa gejala parastesi

seperti mati rasa, bengkak, kebas, kesemutan atau gatal. Dijelaskan agar

anak tidak takut, tidak kaget, tidak bingung atau merasa aneh. Pencabutan

sebaiknya dilakukan setelah 5 menit. Jika tanda parastesi tidak terjadi,

anastesi kemungkinan gagal sehingga harus diulang kembali.

9. Vasokontristor sebaiknya digunakan dengan konsentrasi kecil, misalnya

xylocaine 2 % dan epinephrine 1 : 100.000.

2.5.2 Tata Cara Pencabutan Gigi Sulung Rahang Atas Anterior dan

Posterior

Arah gaya dasar untuk ekstraksi 6 gigi anterior maksila dan

mandibula adalah tekanan ke arah labial dengan rotasi ke arah mesial dan

keluar ke arah labial.Sedangkan untukMolar maksila dan mandibular,

penekanan ke arah lingual, kemudian ke arah bukal dengan penekanan

yang lebih kuat ke arah bukal kemudian keluar ke arah bukal. (Pinkham,

1999)
14

Gambar 3. Pergerakan gigi selama ekstraksi (Sumber: Tandon, 2008)

1. Gigi Sulung Anterior Rahang Atas

Gaya pertama diberikan ke arah apikal kemudian tekanan ringan ke arah

lingual. Tekanan yang sedikit ini akan melebarkan tulang gingival bagian lingual.

Gaya berikutnya adalah dengan gerakan berlawanan arah jarum jam yang

melonggarkan gigi dengan gerakan yang melepaskan. Kemudian, diteruskan

dengan gaya ke arah labial, yang akan melepaskan gigi dari soketnya. Pada anak

yang lebih tua beberapa ekspansi tambahan mungkin dapat digunakan untuk

mencabut kaninus atas permanen.Pencabutan gigi anterior sulung rahang atas

biasanya digunakan upper primary atau primary root forcep.

Gigi anterior rahang atas memiliki akar tunggal yang cenderung konikal.Hal

ini menyebabkan gigi cenderung memiliki resiko fraktur rendah dan mendukung

gerakan rotasi.
15

2. Gigi Sulung Posterior Rahang Atas

Gigi sulung posterior rahang atas dan bawah dicabut dengan gerakan

buccolingual Karena akar palatal melengkung, gerakan untuk pencabutan gigi

diarahkan ke palatal dengan tekanan ringan untuk memperluas soket gigi.Tekanan

ringan bertujuan agar tidak sampai mematahkan akar palatal yang melengkung.

Kemudian diteruskan dalam satu gaya ke arah bukal, gigi menjadi longgar dan

gerakan berlawanan arah jarum jam mengeluarkan gigi dari soketnya. (Pinkham,

1999)

Gigi molar sulung rahang atas berbeda dengan gigi permanen.Ketinggian

konturnya lebih dekat ke cementoenamel junction dan akarnya lebih divergen

serta diameternya lebih kecil.Karena struktur akar melemah saat erupsi gigi

permanen, sering terjadi fraktur akar saat ekstraksi. Hal lain yang harus

diperhatikan adalah hubungan antara molar sulung dengan mahkota premolar

yang akan tumbuh. Apabila akar mengelilingi mahkota premolar, bukan mustahil

premolar ikut tercabut bersama molar sulung.Jika pada gambaran radilografi

terlihat adanya penguncian gigi premolar karena akar gigi sulung maka gigi harus

dibelah dan masing-masing gigi diangkat secara hati-hati. (Pinkham, 1999)

Perlekatan epithelial dipisahkan, kemudian menggunakan elevator 301 lurus

untuk luksasi gigi dan ekstraksi diselesaikan dengan tang universal rahang atas no

150S. (Pinkham, 1999)

2.5.3 Tata Cara Pencabutan Gigi Rahang Sulung Bawah Anterior dan

Posterior
16

1. Gigi Sulung Anterior Rahang Bawah

Bagian melintang dari akar gigi ini adalah oval. Dimulai dengan gaya inisial

pada apikal gigi, arah gaya berikutnya adalah ke arah labial dalam satu gerakan.

Gigi akan terasa longgar dari soketnya,gigi dikeluarkan deri soketnya dengan

gerakan berlawanan arah jarum jam (Shoba Tandon, 2008).

Gigi anterior rahang bawah memiliki akar tunggal. Dokter gigi harus

berhati-hati dalam menggerakkan tang agar tidak mengganggu gigi yang

berdekatan karena akan sangat mudah menimbulkan kegoyangan. Hal ini juga

menyebabkan dokter gigi dapat menggunakan gerakan rotasi dan sedikit gerakan

ke arah labial dan lingual dapat melepaskan gigi dari soketnya (Pinkham, 1999).

2. Gigi Sulung Posterior Rahang Bawah

Potongan melintang dari akar gigi ini adalah datar dalam arah mesiodistal

dan berbentuk lonjong.Gerakan rotasi tidak digunakan. Gaya inisial adalah

tekanan ringan ke arah lingual, kemudian diteruskan dalam satu gaya ke bukal

sampai gigi melonggar dari soketnya. Setelah itu, gigi dikeluarkan dari soketnya

dengan gerakan berlawanan arah jarum jam. (Shoba Tandon, 2008)

Pada pencabutan gigi posterior rahang bawah, dokter gigi harus

memberikan support dengan tangan yang tidak melakukan ekstraksi pada

mandibula pasien supaya tidak terjadi cedera sendi temporo mandibular.

2.6 Instruksi Pasca Pencabutan Gigi

1. Mengigit tampon selama 30 menit, tetapi jangan dikunyah.

2. Tidak menggunakan sedotan pada saat minum setelah 24 jam.


17

3. Menggosok gigi setiap hari, tetapi tidak menggunakan mouthwash pada hari

pencabutan.

4. Meminum obat analgesic jika terasa sakit.

5. Jika nyeri meningkat setelah 48 jam atau perdarahan abnormal terjadi segera

hubungi dokter.

6. Untuk mencegah perdarahan dan pembengkakan, posisi kepala lebih

ditinggikan saat tidur.

7. Jangan meludah, karena meludah dapt menyebabkan perdarahan.

8. Jika perdarahan terjadi lagi, pasang kembali lagi tampon.

9. Es dapat digunakan setelah pencabutan untuk mengurangi pembengkakan.

10. Makan dan minum seperti biasa.

2.7 Komplikasi Saat Pencabutan Gigi dan Pasca Pencabutan Gigi dan

Penanganannya

Pada umumnya, komplikasi pada kasus ekstraksi gigi anak hampir

sama dengan yang terjadi pada dewasa.Jika pada Komplikasi anak jarang

terjadi dry socket, jika terjadi dry socket pada anak di bawah 10 tahun,

maka operator harus menduga adanya infeksi seperti actinomycosis atau

gangguan komplikasi sistemik lainnya (anemia, gangguan nutrirsi).

Aspirasi atau tertelannya gigi atau akar mungkin terjadi terutama di

bawah anestesi umum dengan mulut yang terbuka. Kecelakaan ini dapat

dihindari dengan mengontrol tekanan pada pegangan tang dan dapat juga
18

dengan menggunakan sponge 4X4 inchi sebagai tirai di belakang gigi yang

akan diekstraksi.

2.7.1. Trauma jaringan lunak (laserasi) dan gigi sekitarnya

Trauma pada jaringan lunak yang paling sering adalah robeknya

mukosa atau tiap selama ekstraksi gigi. Hal ini dapat dicegah dengan cara

membuat ukuran flap yang adekuat untuk mencegah tegangan yang

berlebih pada flap serta pemakaian tenaga yang secukupnya saat

manipulasi gigi dan flap. Trauma pada jaringan lunak yang sering

terjadi lainnya adalah tertusuknya jaringan lunak oleh instrumen. Seperti

elevator lurus atau elevator periosteal yang terpeleset dari daerah operasi

dan memasuki atau merobek jaringan lunak sekitarnya. Pencegahan

terbaik adalah dengan menggunakan tenaga yang terkendali dan perhatian

khusus pada jari-jari tangan sebelahnya yang menopang untuk

mengantisipasi terpelesetnya alat. Jika instrumen terpeleset dari gigi atau

tulang, jari-jari akan menahannya sebelum trauma terjadi. Bila trauma

telah terjadi, terapi ditujukan terutama untuk mencegah timbulnya infeksi.

Jika trauma mengeluarkan darah yang banyak, dapat dikontrol dengan

melakukan penekanan langsung dengan jari. (Koch, 2001)

Abrasi atau luka pada bibir dan sudut mulut, umumnya karena

gesekan alat pada jaringan lunak. Jika abrasi terjadi, dokter harus

menginformasikan pasien untuk melapisi luka dengan vaselin atau salep


19

antibiotik. Pertahankan salep agar menempel di daerah luka. Abrasi

biasanya akan sembuh dalam waktu 5-10 hari. (Koch, 2001)

Sedangkan trauma pada gigi tetangga dapat juga terjadi pada saat

dilakukan ekstraksi. Dokter gigi biasanya terlalu fokus pada gigi yang

akan di cabut sehingga tidak memperhatikan gigi sekitarnya yang

mengalami trauma seperti menjadi goyang karena menjadi tumpuan

elevator, tambalam lepas, dan kadang giginya dapat avulsi. Bila terjadi,

segera lakukan penanganan seperti penambalan dan memfiksasi gigi

goyang atau yang avulsi. (Koch, 2001)

2.7.2. Fraktur tulang alveolar dan tuberositas maksilaris

Komplikasi yang biasa terjadi pada pencabutan gigi dan

pemeriksaan dari gigi yang telah tercabut dapat menunjukkan adanya

fragmen alveolar yang menempel pada akar gigi tersebut. Ini mungkin

berhubungan dengan terjepitnya tulang alveolar secara tidak sengaja di

antara ujung tang pencabut gigi atau konfigurasi dari akar gigi itu sendiri,

bentuk dari tulang alveolar, atau adanya perubahan patologis dalam tulang

itu sendiri.(Pedersen, 1996)

Disarankan untuk membuang fragmen alveolar yang telah

kehilangan lebih dari separuh perlekatan periostealnya dengan

menjepitnya menggunakan tang hemostatik dan memindahkannya dari

jaringan lunak dengan elevator periosteal, trimmer mitchell, atau skeler

Cumine. (Pedersen, 1996)


20

Terkadang, selama pencabutan dari gigi molar atas , tulang

pendukung dan tuberositas maksila terasa goyang bersama gigi. Bila

terjadi fraktur tang harus diletakkan dan dibuat flap mukoperiosteal bukal

yang besar. Tuberositas yang fraktur dan gigi tersebut kemudian

dibebaskan dari jaringan lunak palatal dengan alat tumpul dan diangkat

dari soketnya. Flap jaringan lunak kemudian didekatkan satu sama lain

dan dijahit untuk menyatukan tepinya dan jahitan dibiarkan sedikitnya

10hari. (Pedersen, 1996)

2.7.3. Fraktur mahkota atau akar gigi

Pada gigi yang non vital biasanya terdapat kerapuhan yang

menyebabkan resiko terjadinya fraktur. Fraktur mahkota dapat disebabkan

oleh adanya karies yang besar, penggunaan tenaga yang berlebihan atau

gigi non vital yang telah mendapatkan perawatan endodontik. Sedangkan

fraktur akar pada umunya disebabkan karena morfologi akar yang

abnormal seperti ujung yang bengkok atau terlalu divergen,

hipersementosis akar. (Pedersen, 1996)

Penanganan keadaan ini, pertama-tama sebaiknya dilakukan pengambilan

foto rontgen sebelum dilakukan tindakan ekstraksi gigi. Bila posisi giginya sulit,

harus dilakukan pemotongan mahkota dan akar. Apabila masih sulit juga dapat

dilakukan pembuatan flap dan pengurangan tulang alveolar bagian bukal untuk

mendapatkan posisi pengambilan yang lebih mudah. Setelah itu diberikan

antibiotik dan analgesik yang adekuat (Pedersen, 1996)


21

2.7.4. Infeksi

Infeksi pada anak biasanya terjadi pada pada pencabutan region

rahang atas dan region molar. Infeksi yang terjadi pada anak-anak

merupakan hal yang penting diketahui karena dokter gigi dapat mencegah

penyebaran infeksi agar tidak lebih parah. Infeksi pada rahang yang masih

muda dapat menjadi:

1. Menyebar ke ruangan sumsum tulang yang luas

2. Dapat melibatkan bud gigi permanen. Infeksi dapat juga menyebabkan

destruksi benih gigi permanen

3. Dapat mencapai pusat pertumbuhann rahang, khususnya condilus

mandibula yanh mengakibatkan adanya disfigurement (cacat)

4. Dapat menyebabkan abses dan selulitis

Infeksi serius biasanya disertai dengan manifestasi sistemik

1. Demam dengan denyut nadi yang cepat, pernafasan yang dangkal

tetapicepat

2. Malaise, nausea, vomiting

3. Peningkatan jumlah sel darah putih, terutama neutrophil

4. Dehidrasi terutama karena kehilangan cairan melalui keringat dan

kurangnya pemasukan cairan.


22

Pengelolaan Infeksi

Pengobatan sistemik:

1. Antibiotic, yang paling baik digunakan adalah penisilin, jika pasien

sensitive terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin. Selain itu harus

diperhatikan agar pasien tidak mengalami dehidrasi

2. Pemberian makanan yang kaya vitamin B, C dan protein. (Pedersen, 1996)

2.7.5. Trauma pada syaraf

Sering terjadi pada rahang bawah yaitu pada nevus alveolaris

inferior, lingualis, dan mentalis. Disebabkan oleh :

1. Trauma langsung dari jarum suntik

2. Pemakaian tang dengan tenaga besar Scalpel yang meleset kearah lingual

3. Ujung akar yang mencapai kanalis hingga merobek kanalis

4. Trauma nevus mentalis karena manipulasi pada gigi premolar.

Penanganan :

1. Informasikan pada pasien akan ada perbaikan bersamaan dengan waktu

2. Jika 6minggu tidak ada perbaikan rujuk ke spesialis untuk terapi melalui

dekompresi,eksisi,anastomosis dengan graf.

3. Bisa juga diberikan obat-obatan neurotropik selama masa terapi.

(Pedersen, 1996)
23

2.7.6. Emphysema

Emphysema adalah akumulasi udara pada jaringan lunak.

Disebabkan oleh:

1. Penggunaan handpiece kecepatan tinggi tanpa disertai air yang cukup

2. Peningkatan tekanan intraoral

3. Penggunaan hidrogen peroksida pada daerah operasi

Penanganan :

1. Perawatan fisik dengan kompres panas dan dingin secara bergantian

2. Penekanan dengan dressing alkohol yang mengarah ke socket dan udara

yang terperangkap tersebut dikeluarkan dengan menusukkan jarum suntik

pada daerah krepitasi

Berikan antibiotik, analgesik dan ruburontia Perdarahan primer

(intraoperasi) dan sekunder (postoperasi)

Perdarahan primer yaitu suatu perdarahan yang timbul selama tindakan

pembedahan dilakukan. Biasanya karena trauma yang berlebihan, adanya jaringan

yang terinfeksi atau perdarahan yang timbul berhubungan dengan keadaan pasien

tersebut seperti sedang terapi aspirin/warfarin, hipertensi, leukemia, hemofili dll.

Bila perdarahan telah terjadi dapat dilakukan suction atau pembersihan daerah

dengan perdarahan dengan hati-hati untuk menemukan sumber perdarahan

tersebut. Bila sumber perdarahannya telah ditemukan dapat dilakukan hemostatik

lokal seperti penekanan langsung dengan menggigit tampon (bisa dibasahi dengan
24

cairan vasokonstriktor) selama 20menit, penjahitan atau aplikasi surgicel,

gelfoam, bone wax dll. Dapat juga dilakukan hemostatik dengan diathermi.

(Pedersen, 1996)

Perdarahan sekunder adalah perdarahan yang timbul setelah tindakan

ekstraksi/pembedahan selesai dilakukan. Hal ini biasanya terjadi karena adanya

trauma pada socket atau terlepasnya gumpalan darah dari socket karena infeksi

atau berkumur, dan kebiasaan menghisap daerah bekas ekstraksi. Penanganannya

hampir sama dengan perdarahan primer, hanya di lakukan anestesi lokal agar

mudah untuk memanipulasi socket serta pembuangan gumpalan darah yang tersisa

dan pembersihan luka dengan larutan saline, untuk mencari sumber perdarahan

dan melakukan tindakan penanggulangan. (Pedersen, 1996)

Hematoma atau perdarahan dibawah kulit yang disebut ekimosis juga

dapat terjadi. Hematom atau ekimosis akan hilang dengan sendirinya atau di

kompres dingin, atau di beri salep yang mengandung heparin untuk mempercepat

hilangnya hematoma. (Pedersen, 1996)

2.7.7. Sinkop dan syok anafilaksis

Sinkop adalah suatu keadaan ketidaksadaran yang relatif tidak

berbahaya, sebagai akibat reaksi psikis. Gejalanya lemah,pusing,pucat

pada hidung dan bibir atas, kulit dingin dan basah,nadi cepat dan lemah

dll. (Pedersen, 1996)

Penanganan :

1. Letakkan posisi pasien terlentang dengan kaki lebih tinggi

2. Rangsang pernafasan pasien


25

3. Periksa tanda-tanda vital hingga kembali kesadaranya

4. Jika belum sadar juga lakukan resusitasi.

Syok anafilaksis adalah reaksi hypersensitivitas tk.1 karena

gangguan metabolic dan hemodinamik ditandai dengan kegagalan sistem

sirkulasi karena penyuntikan antibiotik. Gejalanya tekanan darah

cepat,nadi cepat,pucat,dll.

Penanganan :

1. Baringkan pasien kaki lebih tinggi dari kepala

2. Lakukan CPR

3. Beri injeksi epinefrin 1: 1000 sebanyak 0,3-0,5 ml secara IM diulang

setiap 5 menit. Beri jua kortikosteroid dan antihistamin.

2.7.8. Dry socket

Socket pada rongga mulut disertai rasa sakit karena hilangnya gumpalan

darah sehingga menyebabkan terbukanya tulang,mudah terpapar udara,makanan

dan cairan disertai bau mulut,dan biasanya timbul pada hari ke 2 setelah ekstraksi.

Sering terjadi di mandibula sakitnya bersifat menyebar,sakit pada telinga dari

RB,jika dari RA menyebarnya ke pelipis dan infraorbita (Pederson, 1996)

Faktor resiko dry socket :

1. Ekstraksi yang sulit dan traumatik

2. Oral hygiene dan plak kontrol yang buruk

3. Perokok
26

4. Riwayat dry socket

5. Wanita,yang sedang memakai kontrasepsi oral

6. Adanya gingivitis

7. Pemakaian obat kumur pada hari pertama postoperasi

Penanganan :

1. Socket diirigasi dengan larutan chlorhexidin 0,12% atau saline hangat.

Jika sangat sakit dilakukan anestesi blok.

2. Socket diisi dengan dressing

3. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa sakit

4. Perkembangan pasien harus diikuti

5. Tahap 1 dan 2 dapat diulangi seperlunya.

2.7.9. Pembengkakan postoperasi dan trismus

Pembengkakan postoperasi atau edema setelah ekstraksi gigi atau tindakan

minor merupakan hal biasa yang sering ditemukan. Pembengkakan ini akan

mencapai puncaknya dalam 48-72 jam postoperasi. Pembengkakan yang terjadi

postoperasi,dapat juga menyebabakan trismus. (Pedersen, 1996). Penanganan nya

adalah dengan kompres dingin,pemberian kortikosteroid secara IV atau IM.

Rasa sakit yang menetap disebabkan oleh :

1. Neuroma traumatik,

2. Causalgia (phantom tooth pain)

3. Sakit psikogenik

Penanganan :
27

1. Tetapkan kembali diagnosis yang benar dan tiliti kembali apakah telah

dilakukan ekstraksi gigi yang benar

2. Tetapkan riwayat rasa sakit dengan akurat

3. Eliminir kemungkinan penyebab fisik yang menimbulkan rasa sakit seperti

penyakit yang menyertainya

4. Tentukan respon terhadap rasa sakit dengan melakukan infiltrasi anastesi

lokal dan pemakaian analgesik yang umum

5. Jika sakit terus berlangsung hingga diatas 2-3minggu,segera rujuk ke

spesialis untuk dilakukan perawatan lebih lanjut.

2.7.10. Reaksi terhadap obat

Reaksi akibat obat obatan yang relative sering terjadi segera

sesudah operasi adalah mual dan muntah karena menelan analgesic

narkotik atau nonnarkotik. Muntah mengungkit keluar beku darah dan

perdarahan akan timbul waktu pasien menelan darah, yang akan

mengakibatkan emesis. Cara terbaik untuk mengatasinya adalah

menginstruksikan pada pasien apabila minum obat-obatan narkotik

sebaiknya dilakukan sebelum makan. (Pedersen, 1996)

Reaksi alergi sejati terhadap analgesic bisa terjadi, tetapi relative

jarang. Yang umum adalah alergi aspirin yang termanifestasi sebagai

urtikaria, angiodema, atau asma. Reaksi alergi yang akut terhadap

antibiotic dapat mematikan. Apabila diperkirakan obat berpotensi

merangsang reaksi alergi, pasien dianjurkan untuk menghentikan


28

pemakaian obat sesegera mungkin. Respon alergi sejati dapat diatasi

dengan antihistamin, epinefrin, dan steroid. (Pedersen, 1996)


BAB III

HASIL DISKUSI

1. Tanya : terdapat indikasi submerge, apa maksudnya? (Mashita)

Jawab : kasus gigi yang tidak tumbuh (Deandra)

2. Tanya : bagaimana menurutmu tentang pencabutan dengan pengalihan

perhatian anak? (Julius)

Jawab : pencabutan tersebut merupakan modifikasi dari teknik yang ada

sehingga banyak dilakukan (Deandra)

3. Tanya : apa perbedaan spesifik dari tang anak dan dewasa? (Deandra)

Jawab : pada tang anak terdapat pegas dan ukurannya lebih kecil (Neilah)

4. Tanya : apa tujuan pegas pada tang anak? (Prof. Harmas)

Jawab : untuk mengurangi gaya sehingga tidak terlalu besar (Neilah)

5. Tanya : mengapa dalam pencabutan gigi molar rahang atas anak digoyang ke

arah palatal dahulu? (Fitria)

Jawab : tujuannya agar lebih mudah melepas karena akarnya berjumlah satu di

palatal (Rima)

6. Tanya : apa yang menyulitkan pencabutan gigi anak? Bila pecah bagaimana?

(Prof Harmas)

Jawab : akar gigi molar yang berbentuk konvergen. Bila pecah sedapat

mungkin dikeluarkan (Rima)

7. Tanya : untuk melakukan anastesi, membran mukosa harus dipastikan kering.

Bagaimana cara memastikannya? (Eggie)

28
29

Jawab : menggunakan cotton roll atau air spray (Rima)

8. Tanya : apa perbedaan anastesi topikal dan lokal serta indikasinya pada anak?

(Ririn)

Jawab : apabila lokal bisa didahului dengan topikal dan bila sudah grade 2

dapat hanya topikal saja (Rima dan Deandra)

9. Tanya : ada teknik tell-show-do , apakah yakin menunjukkan jarum suntik

kepada anak-anak? (Deandra)

Jawab : apabila memang tertarik boleh saja ditunjukkan kepada si anak (Rima)

10. Tanya : pasca pencabutan mengapa tidak diperbolehkan berkumur dengan

mouthwash? (Neilah)

Jawab : dikarenakan rasa sakit atau perih yang membuat sangat tidak nyaman

(Deandra)

11. Tanya : terkadang anak usil melakukan apa yang dilarang setelah pencabutan

gigi. Apa yang harus operator lakukan? (Kania)

Jawab : operator sebaiknya memberi pengertian akan efek yang akan muncul

kedepannya (Bebby)

12. Tanya : apabila terjadi komplikasi mungkin dapat mempengaruhi

pertumbuhan rahang dan kondilus, apakah bisa terjadi trismus? (Fitria)

Jawab : bisa saja bila pencabutan dengan instruksi membuka mulut yang

sangat lama dan lebar dan bila ada pergeseran pada kondilus (Bebby)

13. Tanya : pemberian antibiotik profilaksis apakah hanya pada pasien

immunokompromais? (Neilah)
30

Jawab : ya dan juga pada pasien yang memiliki riwayat infeksi sistemik

(Bebby)
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pencabutan gigi anak merupakan salah satu tindakan bedah yang

membutuhkan perhatian yang sangat penting sebelum dilakukan. Persiapan

pencabutan gigi anak terdiri atas persiapan pasien, persiapan operator, dan

persiapan alat dan ruangan. Semua hal ini harus dapat dipenuhi dan dilakukan

sesuai standar yang berlaku.

Terdapat berbagai jenis alat yang digunakan dalam tindakan ekstraksi gigi

anak. Selain itu terdapat juga instruksi khusus yang diberikan kepada anak pasca

tindakan pencabutan dilakukan. Operator juga harus berhati-hati terhadap

kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi dan harus siap dalam menangani

komplikasi tersebut.

31
DAFTAR PUSTAKA

Adair, S.M., in Pinkham, J.R., Casamassimo, P.S, McTigue, D.J., Fields, H.W,

Nowak, A.J., 2005. Pediatric Dentistry Infancy Through Adolescent, Fourth

edition, Elsevier Saunder, St. Louis, Missouri.

Koch, G & Poulsen, S. Pediatric dentistry a clinical approach. 1st edition.

Copenhagen : Munksgaard. 2001.

Pedersen, G.W., 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (terj.), Penerbit. Buku

Kedokteran EGC, Jakarta

Pedlar J, John WF. 2001. Oral and maxillafacial surgery. London: Churchill.

Livingstone.

Tandon, Shobha. 2008. Textbook of Pedodontics. Paras Medical Publishing:

India.

32

Anda mungkin juga menyukai