1
Departemen Teknik Geologi, FT, Universitas Gadjah Mada
2
Departemen Teknik Geologi, FT, Universitas Gadjah
Mada 3Departemen Teknik Geologi, FT, Universitas
Gadjah Mada 4Departemen Teknik Geologi, FT,
Universitas Gadjah Mada
5
Departemen Teknik Geologi, FT, Universitas Gadjah Mada
*Corresponding author: e.irine@mail.ugm.ac.id
ABSTRAK
Fenomena geologi yang menarik berupa struktur kekar tiang pada tubuh intrusi andesit
basaltik tersingkap di Desa Sido Mulyo, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa
Tengah. Ketika singkapan tersebut ditemukan untuk pertama kalinya, diduga sebagai candi yang
tertimbun sehingga disebut sebagai Situs Pajangan. Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya
lebih terfokus pada potensi geowisata dan petrogenesa, sedangkan untuk studi geologi yang lebih detil
tentang fenomena tersebut belum banyak dilakukan sehingga penelitian ini lebih memfokuskan pada
karakteristik petrologi dan tekstur pada sayatan petrografi. Analisis citra pada daerah penelitian
dilakukan sebelum tahap pekerjaan lapangan. Selanjutnya, pekerjaan lapangan yang dilakukan berupa
pengamatan data geologi, pengambilan data berupa sampel batuan, pengukuran data jurus dan
kemiringan dari kekar tiang. Sampel batuan yang terpilih kemudian dianalisis petrografi.Berdasarkan
data lapangan, didapatkan ukuran kekar tiang yang memiliki panjang 100-150 cm dan lebar 30-50 cm,
didominasi oleh kekar tiang berbentuk poligon bersegi enam, lima, empat, dan tiga. Jurus dari kekar
tiang cenderung berarah Tenggara dengan kemiringan kekar berkisar 8 o-25o. Singkapan di lapangan
memperlihatkan batuan memiliki tekstur porfiroafanitik dengan fenokris berupa mineral plagioklas,
piroksen, dan massa dasar berupa mineral-mineral mafik. Berdasarkan analisis data petrografi, jenis
batuan beku dikategorikan sebagai andesit basaltik dengan mineral penyusun utama berupa andesin,
augit dan massa dasar berupa andesin. Tekstur yang ditemukan pada sampel batuan ini ialah porfiritik,
poikilitik, dan zoning pada mineral andesine. Tekstur porfiritik mengindikasikan sebuah tubuh intrusi
dangkal. Tekstur zoning mengindikasikan bahwa proses pendinginan dan kristalisasi pada magma asal
batuan tersebut berlangsung secara kontinu dalam waktu yang cukup lama. Tekstur poikilitik
menunjukkan urutan pembentukan mineral.
Kata Kunci : kekar tiang, andesit basaltik, tekstur, Sido Mulyo
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Kekar tiang merupakan suatu struktur yang dapat terbentuk pada batuan beku, baik
berupa intrusi maupun berupa aliran lava. Struktur ini terjadi akibat proses pendinginan
magma.
Secara ideal kekar tiang terdiri dari beberapa bagian yaitu bagian paling atas
biasanya dicirikan oleh tekstur vesikuler yang tipis, kolom atas dan bawah merupakan
kolom yang cukup teratur, dan entablature pada bagian tengah yang kolomnya tidak
1
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
teratur. Tiga bagian utama tersebut tidak selalu terbentuk secara seragam, karena
2
ketebalan singkapan sangat bervariasi bahkan kemungkinan tidak ada sama sekali, atau
terjadi berulang kali dalam satu aliran tunggal. Model kekar tiang telah diusulkan oleh
beberapa peneliti diantaranya adalah proses pembentukan dan pengembangan kekar tiang
oleh arus konveksi atau difusi, namun mekanisme yang paling banyak diterima yaitu
kontraksi pada aliran magma akibat pendinginan (Tomkeieff, 1940; Spry, 1962; Long dan
Wood, 1986; Budkewitsch dan Robin, 1994).
Sehubungan dengan peneliti-peneliti terdahulu yang lebih banyak menerima
pendapat tentang kekar tiang sebagai aliran magma akibat pendingan, di Desa Sido
Mulyo, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo tersingkap suatu tubuh batuan
berupa kekar tiang yang layak dipilih sebagai obyek penelitian ini. Daerah penelitian
dapat berjarak 6 km sebelah timur laut kota Purworejo dan dapat ditempuh dengan
kendaraan roda dua sampai pada tempat tersingkapnya batuan (Gambar 1). Tubuh batuan
tersebutmulai diketahui oleh warga setempat setelah terjadi longsoran yang melanda
bagian atas tubuh batuan dan menyingkapkan batuan yang semula tertutup (Gambar
2).Pada awal tersingkapnya batuan tersebut, warga sekitar menduga bahwa batuan
tersebut merupakan sebuah candi yang tertimbun sehingga situs tersebut dinamakan
sebagai situs Pajangan.
Penelitian ini berfokus pada tekstur batuan yang dapat digunakan untuk mengetahui
jenis intrusi yang terbentuk, proses pendinginan dan kristalisasi magma yang terjadi, dan
juga urutan pembentukan mineral.
Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya lebih terfokus pada potensi
geowisata (Pranata & Gilidian, 2017; Payana dkk., 2016). Studi geologi yang lebih detil
tentang fenomena kekar tiang tersebut belum banyak dilakukan sehingga penelitian ini
lebih memfokuskan pada karakteristik petrologi dan tekstur pada sayatan petrografi.
1.2. Geologi Regional
Mengacu pada pembagian fisiografi Pulau Jawa bagian tengah oleh van Bemmelen
(1949), daerah penelitian yang berada di DesaSido Mulyo, Kabupaten Purworejo, Jawa
Tengah termasuk pada Pegunungan Kulon Progo. Menurut Rahardjo, dkk (1995)
stratigrafi Pegunungan Kulon Progo dari formasi tertua ke formasi termuda terdiri atas :
1.2.1 Formasi Nanggulan (Teon)
Formasi Nanggulan yang terdiri dari litologi barupasir dengan sisipan lignit,
napal pasiran, batulempung dengan sisipan limonit, sisipan napal dan batugamping,
batupasir dan tuff. Formasi Nanggulan ini berumur Eosen Tengah sampai dengan
awal Oligosen, hal ini didapatkan berdasarkan analisis foraminifera planktonik yang
diteliti oleh Hartono (1969) dalam Harjanto (2011) dalam Pranata dan Gilidian
(2017).
1.2.2. Formasi Andesit Tua (OAF)
Formasi ini mempunyai batuan penyusun berupa breksi andesit, lapili tuff,
tuff, breksi lapisi , aglomerat, dan aliran lava serta batupasir vulkanik yang
tersingkap di sekitar daerah Kulon Progo. Formasi ini diendapkan secara tidak
selaras dengan Formasi Nanggulan di bawahnya dan berumur Oligosen-Miosen.
1.2.3. Formasi Jonggrangan (Tmj)
Formasi ini mempunyai batuan penyusun berupa konglomerat, napal tufan,
batupasir gampingan dengan sisipan lignit batugamping berlapis dan batugamping
koral. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Andesit Tua dan
berumur Miosen sampai Pliosen. Fosil yang terdapat pada formasi ini ialah
foraminifera, pelecypoda dan gastropoda.
1.2.4.Formasi Sentolo (Tmps)
Formasi ini mempunyai batuan penyusun berupa batugamping dan batupasir
napalan. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Jonggrangan
dengan batas menjari pada bagian bawahnya. Formasi ini berumur Miosen Bawah-
Pliosen.
Dengan mengacu pada stratigrafi regional Daerah Pegunungan Kulon Progo
menurut Rahardjo dkk. (1995), litologi penyusun daerah penelitian yang terletak di Bukit
Pajangan, berhubungan dengan Formasi Kebo-Butak (Tmok). Formasi Kebo-Butak ini
diperkirakan berumur Oligosen – Miosen Awal, dengan litologi penyusun berupa breksi
andesit, tuff, tuff lapilli, aglomerat dan sisipan aliran lava andesit (Rahardjo dkk., 1995).
Formasi ini diterobos oleh tubuh intrusi andesit dengan komposisi andesit-hipersten
sampai andesit-augit-hornblende dan trakiandesit. Intrusi ini juga diterobos oleh batuan
dasit. Formasi Kebo-Butak diendapkan secara selaras di atas Formasi Nanggulan
(Rahardjo dkk., 1995).
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan lapangan dan
melakukan pengambilan data lapangan berupa sampel batuan serta data jurus dan
kemiringan dari kekar tiang. Analisis laboratorium berupa pengamatan petrografi
dilakukan untuk mengetahui tekstur batuan. Data tersebut kemudian diintegrasikan
dengan peta daerah penelitian yang dibuat dengan skala 1:5,000 supaya dapat dideliniasi
persebarannya sehingga dapat diketahui perubahan tekstur pada kekar tiang tersebut.
Adapun tahapan penelitian yang dilakukan dapat dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu:
2.1. Tahapan studi pustaka, merupakan tahapan awal dimana dilakukan
pengumpulan data sekunder terkait dengan topik penelitian yang diangkat. Data
sekunder yang didapat seperti peta geologi regional skala 1:100.000, paper atau
penelitian terdahulu yang terkait dengan topik penelitian, data citra DEM, serta
citra SRTM.
2.2. Tahapan pengambilan data primer, merupakan tahapan pekerjaan lapangan
berupa pengamatan lokasi penelitian yang meliputi pengamatan kondisi daerah,
pengambilan sampel, pengukuran arah pelamparan batuan, pengukuran strike dip
kekar, serta pengamatan morfologi daerah penelitian.
2.3. Tahapan analisis data, merupakan tahapan analisis data di laboratorium
terhadap sampel yang didapatkan di lapangan. Pengamatan dilakukan secara
megaskopis dan mikroskopis. Pengamatan secara megaskopis berguna untuk
mengetahui jenis batuan yang menyusun daerah penelitian, penyebaran, dan data
kekar yang berkembang disana. Sampel batuan yang diambil selanjutnya dibuat
menjadi sayatan tipis untuk pengamatan petrografi. Sampel sayatan tipis ini
kemudian digunakan untuk pengamatan mikroskopis untuk mengetahui data
mineral penyusun, kelimpahan mineral, tekstur, dan nama batuan. Selanjutnya
data tersebut digabungkan dengan peta topografi untuk dideliniasi persebaran
tekstur batuannya dalam skala singkapan.
3. Data
Dalam penelitian ini, diperoleh data pengukuran kekar tiang yang memiliki panjang 100-
150 cm dan lebar 30-50 cm (Gambar 3), didominasi oleh kekar tiang berbentuk poligon
bersegi enam, lima, empat, dan tiga (Gambar 4). Jurus dari kekar tiang cenderung berarah
Tenggara (Gambar 3) dengan kemiringan kekar berkisar 8 o-25o (Tabel 1). Sampel batuan yang
diperoleh dari lokasi penelitian ini dideskripsikan secara makroskopis melalui deskripsi
lapangan dan mikroskopis melalui pengamatan petrografi. Batuan pada lokasi penelitian
masih relatif segar sehingga tekstur dan mineral dapat diamati dengan baik.
Pengamatan makroskopis batuan di lapangan menunjukkan warna abu-abu, ukuran kristal
fenokris 1-3 mm, massa dasar <1 mm, kristalinitas holokristalin, granularitas porfiroafanitik,
hubungan antarkristal subidiomorfik. Komposisi fenokris terdiri dari mineral piroksen dan
plagioklas, sedangkan massa dasar terdiri dari mineral berkomposisi mafik. Batuan dapat
diklasifikasikan sebagai andesit porfiri.
Pengamatan petrografi pada sayatan tipis batuan menunjukkan warna abu-abu, ukuran
kristal fenokris 1-3 mm, massa dasar <1 mm, kristalinitas holokristalin, granularitas
porfiroafanitik, hubungan antarkristal subidiomorfik, tekstur khusus poikilitik, dan zoning
yang hanya terbentuk pada mineral andesin. Komposisi fenokris terdiri dari mineral augit dan
mineral andesin, sedangkan massa dasar terdiri dari mineral andesin. Berdasarkan komposisi
mineralnya, batuan ini dapat diklasifikasikan sebagai andesit basaltik.
Dari ketujuh sampel yang diambil dan diamati secara petrografi, menunjukkan bahwa
tekstur seperti porfiritik (Gambar 7), zoning (Gambar 8-Gambar 9) pada mineral andesin
memiliki kelimpahan yang berbeda-beda, dan poikilitik (Gambar 10-Gambar 11). Kelimpahan
dari tiap tekstur ini terangkum dalam Tabel 2 dan Tabel 3.
Hasil pengamatan tekstur batuan dari setiap sampel diplotkan dalam peta topografi
berskala 1:5,000 (Gambar 5 dan Gambar 6). Tekstur zoning yang dimiliki oleh mineral
andesin pada sampel 1 menunjukkan kelimpahan sedang, sampel 2 menunjukkan kelimpahan
jarang, sampel 3 jarang, sampel 4 sangat jarang, sampel 5 jarang, sampel 6 sangat jarang,
sampel 7 sangat jarang (Gambar 5).
Tekstur poikilitik pada sampel 1 memiliki kelimpahan jarang, sampel 2 sangat jarang,
sampel 3 sangat jarang, sampel 4 sedang, sampel 5 sangat jarang, sampel 6 jarang, sampel 7
sedang. Mineral yang menjadi inkulusi pada sampel 1, sampel 2, sampel 3, sampel 5, dan
sampel 7 adalah mineral andesin. Pada sampel 4 dan sampel 6 mineral yang menjadi inklusi
adalah mineral augit (Gambar 6).
Acknowledgements
Dalam proses penyusunan dan penulisan penelitian ini, kami ucapkan terima kasih
kepada berbagai pihak yang telah bersedia memberikan bantuan, bimbingan, serta semangat
yang tidak pernah berhenti.
1. Bapak Dr. I Wayan Warmada sebagai dosen yang telah memberikan ide-ide dalam
membangun pemikiran kami.
3. Bella Agus sebagai kakak tingkat yang telah mendorong semangat kami.
4. Orang tua dan teman teman kami yang yang membantu baik dukungan moral maupun
materil.
Daftar Pustaka
Best, M.G. (2003). Igneous and Metamorphic Petrology. Blackwell Publishing Company,
Victoria-Berlin, 2nd ed p.760.
Blatt, H., Tracy, R.J., Owens, B.E. (2006).Petrology Igneous, Sedimentary and Metamorphic.
New York.W.H. Freeman and Company p. 530.
Budkewitsch, P., Robin, P.Y. (1994). Modelling the Evolution of Columnar Joints. J.
Volcanol Geotherm Res 59.
Long, P.E., Wood, B.J. (1986). Structure, Texture, and Cooling Histories of Columbia River
Basalt Flows. Geol. Soc. Am. Bull.
Pranata, M.B., & Gilidian, B. (2017).Geoheritage, Non-Geoheritage, and Geotourism
Potential of the Pajangan Sites Columnar Joint in Sidomulyo Village, Purworejo
District, Central Java in Proceedings Joint Convention Malang.
Rahardjo, W., Sukmandarrumidi. & Rosidi, H.M.D. (1995). Peta Geologi Skala
1:100.000 Lembar Yogyakarta, Jawa. Bandung. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi.
Spry, A.H. (1962). The Origin of Columnar Jointing, Particularly in Basalt Flows in Journal
Geology Society Australia Vol. 8 p.191–216.
Tomkeieff, Sergi I. (1940). The Basalt Lavas of the Giant’s Causeway District of Northen
Ireland. Bulletin Volcanol., ser 11. Tome VI
Van Bemmelen, R.W. (1949). The Geology of Indonesia, vol. I.A. Nijhoff, The Hague. Govt.
Printing Office.
Winter, John D. (2001). An Introduction to Igneous and Metamhorphic Petrology. New
Jersey:Prentice-Hall Inc, p.67-69.
Payana, K.dkk.(2016). Tinjauan Geologi, Mitigasi, dan Aspek Pengembangan Wisata di Bukit
Pajangan, Singkapan Kekar Tiang yang Menjadi Destinasi Geowisata Baru di Desa
Sidomulyo, Kabupaten Purworejo. Dimuat dalam
https://www.researchgate.net/publication/320755313_Tinjauan_Geologi_Mitigasi_da
nAspek_Pengembangan_Wisata_di_Bukit_Pajangan_Singkapan_Kekar_Tiang_yang_
Menjadi_Destinasi_Geowisata_Baru_di_Desa_Sidomulyo_Kabupaten_Purworejo
Gambar 1. Peta indeks daerah penelitian. Lokasi berada di Desa Sido Mulyo, Kecamatan Purworejo,
Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.
Gambar 2. Kenampakan awal lokasi penelitian setelah terjadi longsor dan membuat batuan di atas
tubuh intrusi menjadi tersingkap.
Gambar 3. Singkapan kekar tiang pada tubuh intrusi. Jurus dari kekar tiang cenderung ke arah
Tenggara
Gambar 4. Kenampakan kekar tiang poligon bersegi lima dan enam pada lokasi pengamatan
(a)
(b)
Gambar 7. Kenampakan tektur porfiritik sampel 3 pada pengamatan PPL (a) dan XPL (b)
Terlihat fenokris (Fk) yang berukuran 1-3 mm dikelilingi oleh massa dasar (MD) yang
berukuran <1 mm.
(a)
(b)
Gambar 8. Kenampakan tekstur zoning mineral andesin sampel 3 pada pengamatan PPL (a)
XPL (b)
(a)
(b)
Gambar 9. Kenampakan tektur zoning mineral andesin sampel 6 pada pengamatan PPL (a)
dan XPL (b)
(a)
(b)
Gambar 10. Kenampakan tektur poikilitik sampel 1 pada pengamatan PPL (a) dan XPL (b)
Mineral augit menjadi inklusi dalam mineral andesin.
(a)
(b)
Gambar 11. Kenampakan tektur poikilitik sampel 6 pada pengamatan PPL (a) dan XPL (b) Mineral
augit menjadi inklusi dalam mineral andesin.