Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PADA SISTEM HEMATOLOGI

DENGAN DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF)

STASE KEPERAWATAN ANAK

Disusun Oleh:

Bonita Sirait
2014901011

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2020
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian

DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) atau di kenal sebagai Demam Berdarah

diduga diambil namanya dari gejala penyakitnya yaitu adanya demam/panas dan

adanya pendarahan.(Arita Murwani, 2009)

Penyakit Demam Berdarah (DBD) atau Dengue Hemorrhragic Fever (DHF)

ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus.(H.Akhasin Zulkoni, 2011).

DHF adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotype

virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang

tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali dan tanda - tanda kegagalan sirkulasi

sampai timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari

kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (C.D. Sucipto ,2011).

Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa DHF adalah penyakit

fibris virus akut yang terdapat pada anak dan dewasa yang disebabkan oleh virus

dengue melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty yang ditemukan diseluruh belahan

dunia terutama di negara-negara tropik dan subtropik dengan gejala utama demam,

nyeri otot dan sendi, sakit kepala, nyeri tulang, ruam, leukopenia yang biasanya

memburuk setelah 2 hari pertama.


DHF ini sangat bervariasi,mulai dari yang ringan (DF) sampai yang berat

(DHF). Tetapi untuk memudahkan batasanya dapat kita bagi menjadi 4 tingkatan

menurut derajat keganasan/beratnya penyakit.(Arita Murwani, 2009)

1. Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional non-spesifik; satu –

satunya menisfestasi perdarahan adalah tes torniket positif dan/atau

mudah memar.

2. Derajat II : Perdarahan spontan selain manisfestasi pasien pada Derajat I,

biasanya pada bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain.

3. Derajat III : Gagal sirkulasi dimanisfestasikan dengan nadi cepat dan lemah

serta

penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit dingin

dan lembab serta gelisah.

4. Derajat IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi.

B. Patofisiologi

Virus Dengue adalah anggota dari group B Arbovirus yang termasuk dalam

genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Dikenal ada 4 jenis serotipe virus Dengue

yaitu virus Dengue tipe 1 (DEN-1), virus Dengue tipe 2 (DEN-2), virus Dengue

tipe 3 (DEN-3), dan virus Dengue tipe 4 (DEN-4) ditularkan ke manusia melalui

vektor nyamuk jenis Aedes Egypty dan Aedes Albopictus. Virus yang masuk ke

tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang telah terinfeksi virus Dengue

selanjutnya akan beredar dalam sirkulasi darah selama periode sampai timbul

gejala demam dengan masa inkubasi 4 – 6 hari (minimal 3 hari sampai maksimal
10 hari) setelah gigitan nyamuk yang terinfeksi virus Dengue. Pasien akan

mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual,

nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan

kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran

kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan oleh

kongesti pembuluh darah di bawah kulit. DHF dapat terjadi bila seseorang setelah

terinfeksi dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya.

Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga

menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus antibodi)

yang tinggi. Terdapatnya kompleks virus antibodi dalam sirkulasi darah

mengakibatkan pembentukan aktivasi sistem komplemen, agregasi trombosit dan

aktivasi koagulasi. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem

komplemen, yang berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a, histamin

dan serotinin yang menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh

darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan

yang amat berperan dalam terjadinya renjatan timbulnya agregasi trombosit

menyebabkan pelepasan trombosit oleh sistem retikuloendotelial dengan akibat

trombositopenia hebat sehingga terjadi koagulapati atau gangguan fungsi

trombosit yang menimbulkan renjatan/syok. Renjatan yang berkepanjangan dan

berat menyebabkan diseminated intravaskuler coagulation (DIC) sehingga

perdarahan hebat dengan prognosis buruk dapat terjadi. Terjadinya aktivasi faktor

Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan intravaskular

yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi Plasmin yang
berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin. Disamping

itu akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya

permeabilitas dinding pembuluh darah. Hal ini berakibat mengurangnya volume

plasma, hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Plasma

merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan

mencapai puncaknya pada saat renjatan. Renjatan hipovolemia bila tidak segera

diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Manifestasi klinis yang mungkin muncul pada DHF adalah demam atau panas,

lemah, sakit kepala, anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan, nyeri ulu hati, nyeri

otot dan sendi, pegal – pegal pada seluruh tubuh, mukosa mulut kering, wajah

kemerahan (flushing), perdarahan gusi, lidah kotor (kadang-kadang), petekie (uji

turniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena, hiperemia

pada tenggorokan, nyeri tekan pada epigastrik. Pada renjatan (derajat IV) nadi

cepat dan lemah, hipotensi, ekstrimitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas

dangkal. Pada DHF sering dijumpai pembesaran hati (hepatomegali), limpa

(splenomegali), dan kelenjar getah bening yang akan kembali normal pada masa

penyembuhan. Adapun komplikasi dari penyakit DHF adalah Hipotensi,

Hemokonsentrasi, Hipoproteinemia, Efusi dan Renjatan / Syok hipovolemia .

(H.Akhasin Zulkoni,2011 , A.W.Sudoyo,2006, WHO,2005)


C. Pemeriksaan Diagnostik

Dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu : (Aru W Sudoyo, 2006)

1. Darah

Pada DHF akan dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3

dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya. Pada saat suhu

meningkat kedua kalinya sel limposit relatif sudah bertambah.sel-sel

eusinofil sangat berkurang. Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia

(<100.000/mm 3) dan haemokonsentrasi (kadar HCT ¿ 20% dari normal).

Uji tourniquet yang positif merupakan pemeriksaan penting pada pemeriksaan

kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta hipokalemia,

SGOT, SGPT, ureum dan PH darah mungkin meningkat.

2. Air seni : Mungkin ditemukan albuminuria ringan.

3. Sumsum tulang

Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular pada

hari kelima dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari kesepuluh

biasanya sudah kembali normal untuk semua data.

4. Serologi

Uji serologi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan menjadi:

a. Uji serologi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa

akut dan konvalesen.


b. Uji serologi memakai serum tunggal, yaitu uji dengue blood yang

mengukur antibodi.

D. Penatalaksaan Medis

1. Penatalaksanaan penderita DHF adalah :

a. Tirah baring atau istirahat baring.

b. Diet makanan lunak.

c. Minum banyak 50ml/kg BB dalam 4 – 6 jam pertama dapat berupa : susu,

teh manis, sirup, jus buah, dan oralit, pemberian cairan merupakan hal

yang paling penting bagi penderita DHF. Setelah keadaan dehidrasi dapat

diatasi, memberikan cairan rumatan 80 – 100 ml/kg BB dalam 24 jam

berikutnya.

d. Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa renjatan dilakukan bila

pasien terus menerus muntah sehingga tidak mungkin diberikan makanan

per oral atau didapatkan nilai hematokrit yang bartendensi terus

meningkat (>40 vol %). Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat

dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3

larutan Nacl 0,9%.

e. Cairan-cairan yang digunakan untuk penggantian volume dengan cepat

mencakup berikut ini :

 Kristaloid.
Larutan ringer laktat (RL) atau dektrose 5% dalam larutan RL (D5/RL),

larutan Ringer Asetat (RA) atau dektrose 5% dalam larutan asetat

(D5/RA), larutan garam faali (D5/GF).

 Koloid : Dekstran 40 dan plasma.

f. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernapasan) jika

kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.

g. Periksa HGB, HCT dan trombosit setiap hari.

h. Pemberian obat antipiretik.

i. Monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-

tanda vital, hasil-hasil pemeriksaan laboratoriurn yang memburuk.

j. Monitor tanda-tanda pendarahan lebih lanjut.

k. Pemberian antibiotika bila terdapat kekhwatiran infeksi sekunder.

l. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter).

2. Penatalaksanan Penderita DHF berdasarkan derajat keparahan

a. Penanganan DHF derajat I atau derajat II tanpa peningkatan hematokrit

Pasien masih dapat minum.

1) Beri minum banyak 1-2 liter/hari.

2) Jenis minuman : air putih, teh manis, sirup, jus buah, susu.

3) Bila suhu > 380C beri parasetamol.

4) Bila kejang beri antikonvulsif.

5) Monitor gejala klinis dan laboratorium.

6) Perhatikan tanda syok.

7) Palpasi hati setiap hari.


8) Ukur diuresis setiap hari.

9) Awasi perdarahan.

10) Periksa HGB, HCT, trombosit tiap 6-12 jam.

11) Jika ada perbaikan klinis dan laboratorium pasien diijinkan untuk pulang.

Pasien tidak dapat minum

1) Jika pasien muntah terus-menerus maka lakukan kolaborasi pemasangan

IVFD NaCl 0,9% : Dekstrosa 5% (1:3), tetesan rumatan sesuai berat badan.

2) Periksa HGB, HCT, trombosit tiap 6-12 jam, jika HCT naik atau

trombosit

turun maka pemasangan IVFD NaCl, 0,9% berbanding dekstrosa 5%

diganti dengan ringer laktat dengan tetesan disusaikan.

3. Penanganan DHF derajat I dengan peningkatan HCT>20%.

a. Pertama berikan cairan awal yaitu : RL/NaCI 0,9% atau RL/DS/NaCl 0,9% +

D5, 6-7 ml/kg BB/jam.

b. Setelah itu monitor tanda-tanda vital/nilai HCT dan tromboosit tiap 6 jam

c. Jika ada perbaikan maka ada menunjukkan tanda-tanda : tidak gelisah, nadi

kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup(12m/kg BB/jam), HCT turun (2 kali

pemeriksaan).

d. Jika sudah menunjukkan perbaikan tetesan dikurangi menjadi 5ml/kg

BB/jam.

e. Setelah 1 jam berlalu dan kondisi pasien masi menunjukan perbaikan maka

tetesan di sesuaikan menjadi 3 ml/kgBB/jam


f. Setelah itu IVFD di stop pada 24-48 jam, bila tanda vital/ HCT stabil,

diuresis cukup.

g. Jika pada saat menurunkan tetesan menjadi 5 ml/kg BB/jam kemudian

ditemukan tanda vital memburuk dan HCT meningkat maka tetesan

dinaikkan 10-15ml/kg BB/jam tetesan dinaikkan secara bertahap. Kemudian

lakukan evaluasi 12-24 jam jika pada saat evaluasi ditemukan tanda vital

tidak stabil dengan tanda adanya distres pernapasan dan HCT naik maka

segera berikan koloid 20-30m1/kgBB dan jika HCT menurun maka lakukan

transfusi darah segera 10ml/kgBB.

h. Jika sudah ada perbaikan, maka lanjutkan tindakan dari pengurangan

tetesan 5ml/kgBB/jam dan seterusnya. Jika tidak ada perbaikan yang

ditunjukkan dengan tanda-tanda: gelisah, distres pernapasan, frekwensi

nadi meningkat, tekanan nadi < 20 mmHg, diuresis kurang/ tidak ada.

i. Jika tidak menunjukkan adanya perbaikan maka tetesan akan dinaikkan 10-

15ml/kgBB/jam secara bertahap.

j. Kemudian dilakukan evaluasi 12-24 jam.

k. Setelah dilakukan evaluasi didapatkan tanda vital tidak Stabil yang di

tunjukan dengan adanya distres pernapasan dan peningkatan HCT, maka

segera berikan koloid 20-30 ml/kgBB dan jika HCT menurun maka lakukan

transfusi darah segera 10 ml/kgBB.

l. Jika sudah ada perbaikan maka lanjutkan tindakan dari pengurangan dari

tetesan 5ml/kgBB/jam dan seterusnya.

4. Penangan DHF derajat III dan IV


a. Lakukan oksigenasi.

b. Penggantian volume (cairan kristaloid isotonik) Ringer Laktat/NaCl 0,9 % 20

ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit).

c. 30 menit kemudian lakukan evaluasi untuk mengetahui apakah syok sudah

teratasi.

d. Kemudian pantau tanda vital setiap 10 menit dan catat balance cairan

intravena.

e. Jika syok teratasi yang dapat ditunjukkan dengan tanda-tanda :

1) Kesadaran membaik.

2) Nadi teraba kuat.

3) Tekanan nadi>20 mmHg.

4) Tidak sesak napas atau sianosis.

5) Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam.

Kemudian cairan dan tetesan disesuaikan 10ml/kgBB/jam, setelah itu

lakukan evaluasi ketat, misalnya ukur tanda vital, tanda perdarahan,

diuresis, HGB, HCT, trombosit. Jika dalam 24 jam sudah stabil, maka

berikan tetesan 5ml/kgBB/jam kemudian lanjutkan tetesan 3ml/kgBB/jam.

Infus dihentikan tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Jika syok

tidak teratasi yang ditunjukkan dengan tanda-tanda : kesadaran menurun,

nadi lambat/tidak teraba, tekanan nadi<20 mmHg, ditress

pernapasan/sianosis, kulit dingin dan lembab, ekstremitas dingin dan

periksa kadar gula darah, kemudian lanjutkan pemberian cairan

20ml/kgBB/jam, setelah itu tambahkan koloid/plasma, dekstran 10-20


(maksimal 30) ml/kgBB/jam. Kemudian lakukan koreksi asidosis,

setelah 1 jam lakukan evaluasi untuk mengetahui apakah syok sudah

teratasi atau belum. Jika syok belum teratasi yang ditunjukkan dengan

penurunan HCT atau HCT tetap tinggi/naik, maka berikan koloid 20

ml/kgBB, kemudian dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah segar 10

ml/kgBB diulang sesuai kebutuhan. Jika syok sudah teratasi maka

lanjutkan tindakan dari mengevaluasi ketat tanda vital, tanda perdarahan,

diuresis, HGB, HCT, trombosit dan tindakan seterusnya.

5. Kriteria untuk pemulangan pasien

Kriteria berikut harus dipenuhi sebelum pasien yang pulih dari DHF atau

Dengue Syock Syndrome (DSS) dipulangkan.

a. Tidak ada demam selama sedikitnya 24 jam tanpa penggunaan terapi

anti demam.

b. Kembalinya nafsu makan

c. Perbaikan klinis yang dapat terlihat

d. Haluaran urine baik

e. Hematokrit stabil

f. Melewati sedikitnya 2 hari setelah pemulihan dari syok

g. Tidak ada distres pernapasan dari efusi pleural atau asites

h. Jumlah trombosit lebih dari 50.000 per mm3

(Ngastiyah, 2005)
E. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan DHF

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan

mencakup data yang di kumpulkan, Data perawatan yang ditemukan pada

pasien DHF

a. Aktivitas/Istirahat

Gejala : lemah, lelah

Tanda : dispnea, takipnea, lemah

b. Sirkulasi

Gejala : epitaksis, hematoma,ekimosis, petekie, hyperemia pada

tenggorokan, perdarahan gusi, hematemesis, melena

Tanda : nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin dan gelisah

c. Makanan/cairan

Gejala : mual muntah, anoreksia, haus

Tanda : mukosa mulut kering,lidah kotor (kadang-kadang)

d. Neurosensori

Gejala : sakit kepala, suhu tubuh tinggi

Tanda : menggigil, wajah tampak kemerahan, takikardi.

e. Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri uluhati, nyeri pada otot dan sendi, pegal-pegal pada

seluruh tubuh, nyeri tekan pada epigastrik, sakit saat menelan


f. Pernafasan

Gejala : nafas dangkal

Tanda : nadi cepat dan lema

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :

a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)

b. Resiko ketidak seimbangan cairan berhubungan dengan perdarahan

(D.0036)

c. Nausea berhubungan iritasi lambung (D.0076)

d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)

3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia (I.15506)

berhubungan tindakna Observasi

dengan keperawatan maka  Identifikasi penyebab hipertermia

proses Termoregulasi  Monitor suhu tubuh

penyakit membaik dengan  Monitor kadar elektrolit


(D.0130) kriteria hasil :
 Monitor haluaran urin
 Menggigil
 Monitor komplikasi akibat
menurun (1)
hipertermia
 Pucat menurun
Terapeutik
(1)
 Longgarkan atau lepaskan
 Suhu tubuh
pakaian
membaik (5)
 Basahi dan kipasi permukaan
 Suhu kulit tubuh

membaik (5)  Berikan cairan oral

 Pengisian kapiler  Ganti linen setiap hari atau lebih

membaik (5) sering

(L.14134)  Lakukan pendinginan eksternal

  Hindarin pemberian antipiretik

Edukasi

 Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian cairan dan

elektrolit intravena, jika perlu


2 Resiko Setelah dilakukan Manajemen Cairan (I.03098)

ketidak tindakan Observasi

seimbangan keperawatan  Monitor status hidrasi

cairan diharapkan risiko  Monitor berat badan harian

berhubungan ketidakseimbangan  Monitor hasil pemeriksaan


dengan cairian tidak terjadi laboratorium
perdarahan dengan kriteria hasil  Monitor status hemodinamik
(D.0036) keseimbangan cairan
Terapeutik
meningkat :
 Catat intakeoutput dan hitung
 Asupan cairan
balance cairan 24 jam
meningkat (5)
 Berikan asupan cairan
 Keluaran urin
 Berikan cairan intravena
meningkat (5)
 Kelembaban Kolaborasi

membran  Kolaborasi pemberian diuretik,

mukosa jika perlu

meningkat (5)

 Edema menurun

(5)

 Dehidrasi

menurun (5)

 Mata cekung

membaik (5)

 Turgor kulit

membaik (5)

(L.05020)
3 Nausea Setelah dilakukan Manajemen Mual (I.03117)

berhubungan tindakan Observasi

iritasi keperawatan  Identifikasi perasaan mual

lambung diharapkan Tingkat  Identifikasi dampak mual

(D.0076) nausea menurun terhadap kualitas hidup

dengan kriteria  Identifikasi faktor penyebab

hasil: mual

 Nafsu makan  Monitor mual

meningkat (5)  Monitor asupan nutrisi dan kalori


 Keluhan mual Terapeutik

menurun (5)
 Perasaan ingin  Kendalikan faktor lingkungan

muntah menurun penyebab mual

(5)  Kurangi atau hilangkan keadaan

 Pucat membaik penyebab mual

(5)  Berikan makanan dalam jumlah

(L.12111) kecil dan menarik

Edukasi

 Anjurkan istirahat dan tidur yang

cukup

 Anjurkan sering membersihkan

mulut, kecuali jika merangsang

mual

 Anjurkan makanan tinggi

karbohidrat dan rendah lemak

 Ajarkan penggunaan teknik

nonfarmakologis untuk

mengatasi mual

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian

antiemetik, jika perlu


4 Nyeri akut Setelah Manajemen Nyeri (I.08238)
dilakukan Observasi
berhubungan
tindakan  Identifikasi lokasi,
dengan agen
keperawatan karakteristik,durasi, frekuensi,
pencedera diharapkan kualitas, intensitas nyeri
fisiologis control nyeri  Identifikasi skala nyeri
meningkat  Identifikasi nyeri non verbal
(D.0077)
dengan kriteria  Identifikais faktor memperberat
hasil : dan memperingan nyeri
 Kemampuan  Monitor keberhasilan terapi
mengenali komplementer yang sudah
onset nyeri diberikan
meningkat  Monitor efek samping penggunaan
(5) analgetik
 Kemampuan Terapeutik
mengenali  Berikan teknik nonfarmakologis
penyebab untuk mengurangi nyeri
nyeri  Fasilitasi istirahat dan tidur
meningkat
 Pertimbangkan jenis dan sumber
(5)
nyeri dalam pemilihan strategi
 Kemampuan meredakan nyeri
menggunakan Edukasi
teknik non
 Jelaskan penyebab dan pemicu
farmakologi
nyeri
meningkat
 Anjurkan memonitor nyeri secara
(5)
mandiri
 Keluhan
Kolaborasi
nyeri
 Kolaborasi pemberian analgetik,
menurun (5)
jika perlu
(L.08063)

Anda mungkin juga menyukai