autofagi.
Abstrak
Kematian sel awlanya dipercaya sebagai akibat dua proses berbeda, apoptosis (juga
dikenal dengan kematian sel terprogram) atau nekrosis (kematian sel tidak terprogram);
pada beberapa tahun teralhir, beberapa metode kematian sel lain telah ditemukan dan
membuktikan bahwa sel dapat mati melalui beberapa jalur berbeda. Apoptosis ditandai
oleh beberapa perubahan morfologis pada stuktur sel, bersamaan dengan proses
biokimia yang melibatkan emzim. Tujuan apoptosis adalah membersihkan sel dari
tubuh, dengan kerusakan minimal terhadap jaringan sekitar. Nekrosis, ditandai oleh
kematian sel yang tidak terkontrol, biasanya disebabkan oleh stressor kuat yang
menyebabkan tumaphnya isi sel ke dalam jaringan sekitar dan menyebabkan kerusakan.
Kegagalan apoptosis dan akibat akumulasi sel rusak di tubuh dapat menyebabkan
berbagai jenis kanker. Pemahaman mengenai jalur apoptosis penting untuk
mengembangkan kemoterapeutik yang efisien. Telah tampak jelas bahwa terdapat
berbagai sub tipe apoptosis dan tumpang tindih antara apoptosis, nekrosis, dan autofagi.
Tujuan tinjauan ini adalah membahas berbagai bentuk kematian sel seperti apoptosis,
nekrosis, onkosis, pyroptosis, dan autofagi. Pembahasan ini akan menjelaskan
rangkuman kepada peneliti mengenai bentuk utama kematian sel dan memungkinkan
mereka untuk membedakan masing-masing kematian sel.
Pendahuluan
Pada organisme multiseluler, terdapat upaya konstan untuk mempertahankan
keseimbangan homeostatik antara jumlah sel baru yang berasal dari mitosis dan jumlah
sel rusak atau tidak diperlukan yang harus disingkirkan dari tubuh. Pergantian sel ini
penting untuk perkembangan struktur seperti jari tangan dan kaki, yang pada fetus
memiliki bentuk selaput/webbed. Mekanisme regulasi mitosis pada binatang, deteksi
abnormalitas selular dan inisiasi kematian sel terprogram disebut dengan apoptosis yang
melibatkan berbagai gen regulator. Beberapa gen regulatorik ini berperan untuk
menstimulasi mitosis, sedangkan gen lain menginhibisi mitosis atau menginisiasi
apoptosis atau bentuk lain dari kematian sel terprogram seperti pyroptosis atau autofagi.
Proliferasi selular yang tidak terkontrol menyebabkan timbulnya penyakit seperti kanker
yang dapat menyebabkan kematian organisme, sedangkan kematian sel yang berlebihan
dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti Alzheimer, Parkinson, atau reumatoid
artritis.
Walaupun terdapat berbagai gen yang terlibat dalam siklus sel dan kematian sel,
sejak 1990 hingga sekarang, beberapa reseptor, enzim, dan protein regulatorik telah
diketahui berperan dalam proses apoptosis. Regulator ini apabila diekspresikan secara
tidak normal atau terjadi mutasi dapat menyebabkan efek langsung pada siklus sel,
sebagai contoh, enzim dari famili Bcl-2 dapat menstimulasi apoptosis atau menginhibisi
apoptosis bergantung pada profil ekspresi, lokalisasi, dan korformasi. Inhibisi apoptosis
atau mekanisme lain dari kematian sel terkontrol dapat mempengaruhi kerentanan
sebuah kanker terhadap obat kemoterapi, menyebabkan resistensi obat. Meningkatnya
ekspresi tranglutaminase 2 berhubungan dengan prognosis leukemia myeloid akut
(AML) yang buruk, dan penelitian menunjukkan adanya peningkatan ekspresi
transglutaminase 2 pada pasien AML relaps (dibandingkan dengan kadar
transglutaminasi 2 saat awal diagnosa).
Tinjauan apoptosis
Istilah apoptosis pertama kali digunakan pada tahun 1972 oleh Kerr, Whylllie,
dan Currie untuk mendeskripsikan kematian sel yang berbeda secara morfologis.
Apoptosis adalah proses dimana sel tidak tumbuh dan membelah dan kemudian
memasuki proses yang mengakibatkan sel mati secara terprogram tanpa menumpahkan
isinya ke jaringan sekitar. Apoptosis kadang disebut dengan kematian sel terprogram
(atau “bunuh diri selular”). Inisiasi apoptosis bergantung pada aktivasi proteasi
cysteine-aspartic yang dikenal dengan caspase. Terdapat dua kategori caspase, caspase
inisiator dan caspase eksekutor. Saat kerusakan sel terdeteksi, caspase inisiator (caspase
8 dan 9) teraktivasi dari procaspase inaktif dan menjadi caspase eksekutor (caspase 3, 6,
dan 7). Aktivasi caspase eksekutor menginisiasi kaskade kejadian yang menyebabkan
fragmentasi DNA dari aktivasi endonuklease, destruksi protein nuklear dan sitoskeleton,
protein crosslinking, ekspresi ligan dari sel fagositik dan pembentukan badan apoptotik.
Secara umum, apoptosis (gambar 1) dapat dibedakan dengan kematian sel tidak
terprogram – nekrosis (lihat gambar 2), kedua proses ini dapat dilihat di bawah
mikroskop dan dengan beberapa teknik biologi molekular; termasuk flow cytometry
dengan pewarnaan Annexin V-FITC dan DNA fragmentation assays. Pada apoptosis,
badan apoptosis yang mengandung isi sel mati dapat difagositosis oleh sel sekitarnya,
walaupun proses ini paling sering ditemukan pada kultur sel, sel in vivo seperti
makrofag seringkali menyingkirkan sel apoptotik sebelum terjadi fragmentasi.
Kemudian terjadilah containment/penangkapan jaringan yang mengalami jejas, dan
pada akhirnya, menurunkan risiko kerusakan kolateral di sel sekitar.
Proses apoptosis sangat terbatas di dalam organisme multi-selular dan dikontrokl
secara genetik. Apoptosis dapat diinisiasi oleh sel itu sendiri saat kerusakan terdeteksi
melalui sensor intraselular, sebuah mekanisme yang disebut dengan jalur intrinsik.
Selain itu, proses ini dapat disebabkan oleh interaksi antara sel sistem imun dan sel yang
rusak, yang disebut dengan apoptosis jalur ekstrinsik. Di tubuh manusia, diperkirakan
sebanyak 1 x 109 sel mengalami apoptosis setiap harinya. Kedua jalur apoptosis ini,
intrinsik dan ekstrinsik, secara sinergis bekerja untuk memastikan organisme multi
selular tetap sehat dan sel yang rusak disingkirkan dari tubuh. Kegagalan untuk
meregulasi apoptosis dapat menyebabkan berbagai penyakit. Sebagai contoh, penyakit
degeneratif seperti Alzheimer dimana kematian neuronal diinisiasi oleh aktivasi
caspase, sebuha enzim penting yang terlibat dalam apoptosis. Apabila apoptosis terlalu
sedikit, maka dapat menyebabkan pertumbuhan yang tidak terkontrol dan pembelahan
sel seperti pada kanker. Lihat gambar nomor 1 untuk ringkasan jalur apoptosis intrinsik
dan ekstrinsik.
Pada tahun 2005 ditemukan bentuk baru kematian sel yang menyerupai nekrosis,
namun tidak mirip dengan penemuan sebelumnya. Bentuk kematian sel ini disebut
nekroptosis. Nekroptosis (gambar 4) adalah kategori nekrosis yang sangat teregulasi.
Proses nekroptosis ini dikontrol pada lingkungan apoptosis-deficient oleh receptor-
interacting protein 1 (RIP1) dan 3 (RIP3). Jalur aktivasi nekroptosis yang paling
dipahami adalah mediasi oleh death receptor, paling sering oleh tumour necrosis factor
receptor 1 (TNFR1), walaupun reseptor tumour necrosis factor-related apoptosis-
inducing ligand (TRAIL) dan Fas juga dapat menginduksi nekroptosis. Saat ligan
berikatan dengan TNFR1, maka mereka akan merekrut prosurvival complex 1, yang
terdiri dari TNFR-associated death domain i(TRADD) dan RIP1, dan beberapa ligase
ubiquin E3. Pada kompleks I, RIP1 berbentuk polyubiquinated; kemudian proses de-
ubiquitination RIP1 menyebabkan pembentukan kompleks IIa ayau IIb. Kompleks IIa
mengaktivasi caspase 8 dan menyebabkan apoptosis, dimana saat caspase 8 diinhibisi,
kompleks IIb akan terbentuk dan mengaktivasi nekroptosis.
Untuk menginisiasi nekroptosis melalui komleks IIb, RIP1 merekrut RIP3 dan
menginduksi auto-fosforilasi dan trans-fosforilasi, dengan oligomerisasi dari RIP3 yang
terfosforilasi. Proses ini menyebabkan berkumpulnya nekrosom (kompleks multiprotein
yang menyerupai amyloid). Bersama dengan RIP1 dan 3, mixed lineage kinase domain-
like psedokinase (MLKS) juga terlibat dalam nekroptosis. RIP3 merekrut MLKL dan
memfosforilasinya di Threonine 357/Serine 358. Setelah fosforilasi, MLKL
beroligomerase dan bermigrasi ke membran sel dari sitoplasma sel. Ini menyebabkan
permeabilisasi membran, kemungkinan oleh MLKL yang berikatan pada lipid
fosfatidylinositol dan kardiolipin; proses ini menyebabkan nekrosis dan kematian sel.
Diskusi
Berbagai bentuk kematian sel terprogram telah berevolusi guna menyingkirkan
sel yang rusak atau terinfeksi dari jaringan agar sel-sel sehat di sekitarnya terus
berfungsi dengan baik. Kematian sel dapat disebabkan proses teregulasi yang
memerlukan energi (apoptosis, pyroptosis, dan autofagi) atau dari proses yang tidak
memerlukan energi (onkosis/nekrosis). Kedua perbedaan ini dapat dibedakan satu dari
yang lainnya berdasarkan morfologi dan biokimianya. Secara umum kematian sel dapat
dibagi menjadi non inflamatori dan pro inflamatori. Apoptosis adalah bagian dari non
inflamatori dan menyebabkan pembuangan sel rusak dari jaringan tanpa menyebabkan
kerusakan kolateral terhadap sel di sekitarnya. Onkosis, pyroptosis, dan nekrosis akan
menyebabkan reaksi inflamasi dan menyebabkan kerusakan pada jaringan sekitar.
Awalnya, apoptosis mungkin menjadi bentuk kematian sel terprogram yang lebih
dikehendaki dibandingkan bentuk kematian sel dengan inflamasi, namun pyroptosis dan
nekroptosis tentu saja tetap memberikan manfaat kepada organisme. Penulis berteori
bahwa bentuk kematian sel dengan inflamasi tidak hanya bertujuan untuk mentargetkan
dan menyingkirkan sel individu, namun sel multipel secara bersamaan. Sebagai contoh,
pyroptosis, yang dipicu oleh beberapa faktor termasuk bakteri, membantu mencegah
penyebaran bakteri dengan membunuh sekelompok sel dan membawa dan mengaktivasi
neutrofil yang merespon terhadap pelepasa sitokin. Sel yang mati akibat pyroptosis
melepaskan damage-associated molecular pattern molecules (DAMP), termasuk Il-1b.
DAMP kemudian merekrut sel imun ke lokasi infeksi, dan mengatasi infeksi. Pyroptosis
dapat menginduksi respon imun sistemik, sedangkan apoptosis hanya memiliki efek
terlokalisir. Bentuk lain dari kematian sel dengan inflamasi seperti nekrosis/nekroptosis
dapat menyingkirkan sel rusak dan/atau sel kanker dari area spesifik di sebuah jaringan,
dengan merekrut sel imun, yang menyebabkan kematian kelompok sel di dalam region
tersebut. Proses ini dapat membantu menghancurkan populasi sel kanker sehingga
mencegah metastasis sel neoplasma ke jaringan lain.
Seperti jalur selular lainnya, terdapat potensi patologis akibat aktivasi abnormal
dari kematian sel. Apabila program kematian sel diinisiasi terlalu awal, maka dapat
memunculkan penyakit degeneratif. Sebagai contoh, apoptosis dapat menyebabkan
penyakit seperti hiperplasia di organ limfoid perifer dan liver sehingga menyebabkan
malfungsi sistem Fas (Fas sebelumnya didiskusikan sebagai bagian dari apoptosis kalur
intrinsik); proses ini menyebabkan penyakit autoimun dan tumorgenesis. Kadar
apoptosis abnormal juga berhubungan dengan berbagai kondisi patologis seperti
penyakit Parkinson dan kolitis ulseratif. Kematian sel inflamasi seperti nekroptosis
berhubungan dengan non-alcoholic fatty liver disease-related carcinogenesis dan
sebagaimana didiskusikan sebelumnya, pyroptosis berhubungan dengan infeksi
Salmonella atau Shigella. Beberapa penelitian menggunakan mencit telah berhasil
mengidentifikasi nekroptosis keratinosit sebagai pemicu inflamasi skulit, yang mana hal
ini menandakan nekroptosis keratinosit terlibat dalam penyakit kulit inflamatorik pada
manusia. Mekanisme yang menginisiasi inflamasi pada kulit berevolusi sebagai
mekanisme untuk mencegah invasi patogen ke dalam organisme.
Kesimpulan
Bertambahnya pengetahuan mengenai berbagai bentuk kematian sel selama
beberapa dekade terakhir telah berujung pada pengembangan terapi klinis seperti terapi
kanker, biasanya dengan menginduksi apoptosis. Walaupun pada saat publikasi,
terdapat hanya beberapa jumlah obat yang dapat menargetkan nekroptosis, pyroptosis,
atau autofagi, beberapa obat yang masih dikembangkan dan sangat mungkin menjadi
terapi di masa yang akan datang untuk berbagai macam penyakit, termasuk kanker,
seiring dengan pemahaman yang lebih dalam mengenai mekanisme kematian sel.