Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Afrodisiak berasal dari nama Aphrodite dalam mitos Yunani disebut dewi

kecantikan, cinta, dan seks. Afrodisiak adalah semua bahan (obat dan makanan)

yang dapat membangkitkan gairah seksual (Pallavi et al., 2011). Suatu survei

menunjukan bahwa diantara kaum wanita, sebanyak 40% mengaku mengalami

gangguan seksual. Dari hasil survei tersebut, yang paling umum adalah pengakuan

bahwa mereka kurang memiliki nafsu/hasrat, tidak mampu orgasme, kurang

menikmati hubungan seks, serta mengalami gangguan perlendiran atau keputihan.

Umumnya wanita di Asia dan Timur Tengah yang paling banyak mengalami

gangguan – gangguan tersebut (Nugroho, 2009).

Besarnya gairah seksual dipengaruhi faktor psikologis seperti depresi,

kecemasan, kegalauan terhadap vitalitas seksual, permasalahan rumah tangga,

tanggung jawab pada pekerjaan, ataupun trauma dimasa lampau. Hal ini bisa

menjadi timbunan emosional yang akhirnya menimbulkan stress yang tidak

diketahui penyebabnya. Selain itu, faktor fisiologis juga mempengaruhi gairah

seskual seperti gangguan neurologis, ketidakseimbangan hormon, diabetes

melitus, gangguan jantung, gangguan sirkulasi atau pembuluh darah, dan berbagai

macam penyakit kronis lainnya seperti gagal ginjal dan penyakit hati (Panjalu,

2014).

Dewasa ini minat masyarakat untuk kembali pada pengobatan tradisional

semakin meningkat karena lebih aman, murah dan efek samping yang

ditimbulkan lebih rendah dari pada obat sintetis. Beberapa tumbuhan tradisional

1
yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai afrodisiak adalah bawang putih,

ginseng jawa dan jahe merah.

Bawang putih selain digunakan sebagai bumbu dapur, juga mempunyai

manfaat sebagai antidiabetes, hiperlipidemia, anti-mikroba, antioksidan, anti-

inflamasi, serta penyakit kardiovaskular seperti aterosklerosis, stroke, dan

hipertensi. Selain itu, bawang putih juga bersifat sebagai tonikum sehingga sangat

berguna untuk orang tua dengan ketegangan saraf dan libido yang menurun.

Meminum jus atau menghirup minyak bawang putih secara umum telah

direkomendasikan oleh dokter dalam kasus TB paru, rematik, kemandulan,

impotensi, dan batuk. Diantara banyak manfaat bawang putih, tampaknya

memiliki kapasitas untuk melindungi efek negatif terhadap stress dengan

mempengaruhi sistem saraf otonom dan neuroendokrin (Papu et al., 2014).

Selain bawang putih, ginseng jawa dan jahe merah juga berpotensi

mempengaruhi libido. Masyarakat mengenal dua macam ginseng yaitu ginseng

Korea dan ginseng Cina, namun harga ginseng import tersebut cukup mahal. Di

Indonesia telah lama dikenal tumbuhan som jawa. Tanaman ini mempunyai

bentuk akar yang menggembung sama seperti ginseng dan khasiatnya disetarakan

dengan ginseng. Secara empirik Ginseng jawa berguna untuk meningkatkan

sistem kekebalan tubuh, diare, anti radang, dan menambah vitalitas

(Wijayakusuma, 1994).

Jahe merupakan tanaman obat yang kaya akan khasiat bagi kesehatan,

rimpang jahe banyak dicari karena memiliki khasiat sebagai obat tradisional. Jahe

memiliki aktivitas anti – spasmodik, anti – inflamasi pada arthritis, anti – tumor

pada pasien kanker dan antioksidan yang membantu untuk menetralisir radikal

2
bebas. Rimpang jahe mengandung sejumlah antioksidan seperti beta-karoten,

asam askorbat, terpenoid, alkaloid, dan polifenol. Jahe juga mengandung berbagai

senyawa aktif yang berkhasiat sebagai pengobatan gangguan pencernaan, kolik,

kembung, batuk, dismenorea, penyakit kardiovaskular, hiperkolesterolemia, luka

bakar, borok, depresi, impotensi dan toksisitas hati (Pour et al., 2014).

Terbatasnya bukti – bukti ilmiah mengenai obat tradisional yang berkhasiat

sebagai afrodisiak, maka perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan aktivitas

obat tradisional tersebut secara ilmiah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian pengaruh bawang putih, ginseng jawa dan jahe merah

terhadap libido mencit putih betina.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan suatu

permasalahan, yaitu :

1. Apakah bawang putih, ginseng jawa dan jahe merah dapat

mempengaruhi libido mencit putih betina?

2. Apakah variasi dosis yang diberikan dapat mempengaruhi libido

mencit putih betina?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk melihat pengaruh pemberian bawang putih, ginseng jawa dan

jahe merah terhadap libido mencit putih betina.

2. Untuk melihat pengaruh pemberian variasi dosis bawang putih,

ginseng, dan jahe merah terhadap libido mencit putih betina.

3
1.4 Hipotesa Penelitian

1. H0 : Bawang putih, ginseng jawa, dan jahe merah tidak mempengaruhi

libido mencit putih betina.

H1 : Bawang Putih, ginseng, dan jahe merah dapat mempengaruhi libido

mencit putih betina.

2. H0 : Variasi dosis yang diberikan tidak mempengaruhi libido mencit

putih betina.

H1 : Variasi dosis yang diberikan mempengaruhi libido mencit putih

betina.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat dari

bawang putih, ginseng jawa, dan jahe merah terhadap libido wanita.

2. Data dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

perkembangan fitofarmaka di Indonesia.

3. Dapat mengaplikasikan kegunaan bawang putih, ginseng jawa, dan jahe

merah sebagai peningkat gairah seksual pada wanita.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani Bawang Putih

2.1.1 Klasifikasi Ilmiah

Dalam sistem taksonomi, bawang putih diklasifikasikan sebagai berikut


(Hutapea, 2000) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Liliales

Famili : Liliaceae

Genus : Allium

Spesies : Allium sativum Linn

2.1.2 Nama Daerah

Gayo (Lasun), Alas (Bawang Mentar), Karo dan Toba (Lesuna),

Simelungun (Palasuma), Minang (Dasun, Bawang putieh), Lampung (Bawang

handak), Ngaju (Bawang basihong), Bulungan (Bawang puteh), Tarakan

(Bawang pulak), Sunda (Bawang bodas), Jawa (Bawang putih), Madura

(Ghabang pote), Bima (‘ncuna), Sangi (Lansuna mawira), Alfuru (Lasuna

mawuru), Ponos (Lasuna moputi), Gorontalo (pia moputi), Buol (Pia mopuii),

Bugis (Lasuna pute), Makassar (Lasuna kebo), Timor (Kalpeo foleve), Masrete

(Kusai boti), Tidore (Bawa iso) (Heyne, 1987).

5
2.1.3 Morfologi

Umbi lapis berupa bentuk umbi majemuk berbentuk hampir bundar, garis

tengahnya 4 cm sampai 6 cm, terdiri 8 sampai 20 siung seluruhnya diliputi 3

sampai 5 selaput tipis serupa kertas berwarna agak putih, tiap siung diselubungi

oleh 2 selaput serupa kertas, selaput luar warna agak putih dan agak longgar,

selaput dalam berwarna merah muda dan melekat pada bagian padat dari siung

bentuk membulat dibagian punggung, bidang samping rata atau agak bersudut.

Bau khas aromatik yang tajam, rasa agak pedas, lama kelamaan menimbulkan rasa

yang agak tebal dibibir (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978).

Helaian bawang putih berbentuk pita, panjang dapat mencapai 30 – 60cm

dan lebar 1 – 2,5 cm. Jumlah daun 7 – 10 helai setiap tanaman. Pelepah daun

panjang, merupakan satu kesatuan yang membentuk batang semu. Bunga

merupakan bunga majemuk yang tersusun membulat, membentuk infloresensi

payung dengan diameter 4 – 9 cm. Perhiasan bunga berupa btenda bunga dengan

6 tepala berbentuk bulat telur. Stamen berjumlah 6, dengan panjang filamen 4 – 5

mm, bertumpu pada dasar perhiasan bunga. Ovarium superior yang tersusun atas

3 ruangan (Hernawan, 2003).

2.1.4 Ekologi dan Penyebaran

Bawang putih umumnya tumbuh di dataran tinggi, tetapi varietas tertentu

mampu tumbuh di dataran rendah. Tanah yang bertekstur lempung berpasir atau

lempung berdebu dengan pH netral menjadi media tumbuh yang baik. Lahan

tanaman ini tidak boleh tergenang air, suhu yang cocok untuk budidaya di dataran

tinggi berkisar antara 20–25°C dengan curah hujan sekitar 1.200–2.400 mm per

tahun, sedangkan suhu untuk dataran rendah berkisar antara 27–30°C. Bawang

6
putih tampaknya berasal dari Asia Tengah kemudian menyebar ke China,

kedaerah timur dan daerah mediterania sebelum berpindah ke arah barat menuju

Eropa Tengah dan Eropa Selatan, Afrika Utara (Mesir) dan Meksiko (Hernawan,

2003)

2.1.5 Kandungan Kimia

Bawang putih mengandung air, lemak, gula, pektin, selulosa, peptida, dan

protein. Kandungan mineralnya meliputi selenium, natrium, kalium, zat besi,

kobalt, zinc, nitrogen, kalsium, kromium, sulfur, magnesium, fosfor, tembaga dan

yodium. Bawang putih juga mengandung vitamin, diantaranya vitamin A, vitamin

B1, vitamin B2, dan vitamin C serta mengandung antioksidan. Zat aktif utama

yang terdapat pada bawang putih adalah alisin. Ketika bawang putih digerus atau

diiris, akan keluar zat alisin yang menghasilkan bau yang khas. Bau tersebut

bukan suatu unsur, tetapi dihasilkan ketika senyawa sulfur dan aliin bereaksi

dengan enzim alinase (Evennet, 2006).

2.1.6 Kegunaan

Bawang putih telah digunakan selama ribuan tahun untuk tujuan

pengobatan. Kitab sankskrit menunjukan kegunaan dalam pengobatan sekitar

5.000 tahun yang lalu dan telah digunakan selama 3.000 tahun dalam pengobatan

China, Mesir, Babylonia, Yunani dan Roma menggunakan bawang putih untuk

tujuan penyembuhan. Pada tahun 1858, para ilmuan menemukan aktivitas

antibakterial dalam bawang putih yang digunakan sebagai antiseptik untuk

mencegah terjadinya gangren selama Perang Dunia I dan II (Londhe et al., 2011).

Bangsa Mesir Kuno dalam Codex Ebers (1550 SM), mengenal bawang

putih sebagai bahan ramuan untuk mempertahankan stamina tubuh para pekerja

7
dan olahragawan (Hernawan, 2003). Para pakar kesehatan secara konsisten

melakukan penggalian informasi khasiat bawang putih melalui penelitian

farmakologi laboratoris yang sistematis. Berbagai penelitian yang telah

dikembangkan untuk mengeksplorasi aktivitas biologi umbi bawang putih yang

terkait dengan farmakologi, antara lain sebagai antidiabetes, antihipertensi,

antikolesterol, antiartherosklerosis, antiagregasi sel platelet, pemacu fibrinolisis,

antivirus, antimikrobia, dan antikanker (Hernawan, 2003).

2.1.7 Tinjauan Farmakologi

Bawang putih mengandung antioksidan yang dapat mengurangi dan

mencegah radikal bebas berbahaya yang terdapat didalam tubuh. Bawang putih

juga kaya akan selenium yang terbukti dapat memberikan perlindungan terhadap

keracunan logam berat. Selain itu, bawang putih dapat meningkatkan aliran darah

sampai 55% pada penderita sumbatan pembuluh darah arteri serta mengurangi

gumpalan darah yang menyebabkan darah menjadi lebih encer (Evennet, 2006).

Alisin yang terkandung dalam bawang putih mampu menghambat pembentukan

nitrosamina (karsinogen kuat dalam saluran pencernaan). Selain itu, alisin juga

mampu menginduksi peroksidase sel dan mengaktifkan nuclear factor yang akan

menyebabkan sel kanker mengalami apoptosis (Hernawan, 2003).

2.1.8 Tinjauan Farmasetik

Salah satu bentuk sediaan bawang putih yang beredar dipasaran yaitu

GARLIC®. Mengandung Allium sativum L. 1000 mg dan vitamin E 50 mg,

membantu memperbaiki sirkulasi darah, mengurangi kadar lemak dalam darah

dan gejala hipertensi ringan, diminum 1 kapsul sehari (IAI, 2013).

8
2.2 Tinjauan Botani Ginseng Jawa

2.2.1 Klasifikasi Ilmiah

Dalam sistem taksonomi, ginseng di klasifikasikan sebagai berikut (Prajogo,

1994) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Caryophyllidae

Famili : Portulacaceae

Genus : Talinum

Spesies : Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn.

2.2.2 Nama Daerah

Bisa disebut som jawa atau ginseng jawa (Hidayat et al., 2008). Belanda :

Vergeet-mij-wel (Heyne, 1987).

2.2.3 Morfologi

Herba tahunan yang berbatang bulat sukulen dan berdiri tegak mencapai

tinggi 40 – 60 cm. Permukan daun lembut dan licin, agak berdaging, bagian atas

berwarna hijau terang, licin, dan gundul sedangkan permukaan bagian bawah

hijau muda. Perbungaan majemuk dalam malai diujung tangkai, berbentuk anak

payung menggarpu, bunga kecil dengan daun mahkota merah ungu berjumlah 5

helai berbentuk oval atau bulat telur terbalik yang panjangnya 3 – 4 mm. Daun

kelopak berjumlah 2 helai lepas, ungu, bulat telur,panjang sekitar 2 mm. Buah

berbentuk bola atau agak kotak berwarna merah kecoklatan, berdiameter 3 mm,

9
bijinya kecil berukuran 0,7 -1 mm, berwarna hitam mengkilat, agak membundar

pipih atau gepeng (Hidayat et al., 2008).

Akar pada Talinum paniculatum bercabang mulai dari bagian tengah.

Simplisia akar berbentuk menyerupai gulungan atau bentuk silindris, panjang

hingga 3 cm, warna bagian luar kuning keabu – abuan, kasar, memiliki dua hingga

tiga cabang, rhizome panjang 1 – 4 cm dengan diamerter 0,3 – 1,5 cm agak

melengkung (Munim & Hanani, 2011).

2.2.4 Ekologi dan Penyebaran

Tanaman ini berasal dari kawasan tengah dan selatan benua amerika serta

daerah afrika bagian selatan, kemudian menyebar ke daerah tropika lainnya.

(Hidayat et al., 2008).

2.2.5 Kandungan Kimia

Kandungan kimia yang terdapat dalam akar ginseng jawa ini meliputi

steroid, trirterpenoid, tanin, saponin, minyak atsiri, kalium, natrium, kalsium,

magnesium dan besi (Hidayat, 2005).

Bagian dari tanaman ginseng jawa yang sering digunakan sebagai bahan

baku obat adalah akar. Senyawa kimia utama pada akar tanaman ginseng jawa

adalah ginsenosida. Akar serabut ginseng jawa memiliki nilai total ginsenosida

yang lebih tinggi dibandingkan akar utama. Ginsenosida merupakan produk yang

dalam tubuh diubah oleh bakteri usus deglikosida dan esterifikasi asam lemak

menjadi metabolit aktif. Ginseng jawa juga mengandung polisakarida, asam

amino terutama glutamin dan arginin (Munim & Hanani, 2011).

2.2.6 Kegunaan

10
Ginseng jawa merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai bahan

baku obat, tanaman hias dan sayuran yang cukup populer dan potensial untuk

dibudidayakan (Munim & Hanani, 2011). Keelokan bunga dan daunnya sering

dijadikan tanaman hias pot ruang perkantoran atau rumah (Hidayat et al., 2008).

Ginseng jawa dikenal sebagai tumbuhan yang memiliki khasiat seperti

ginseng korea atau china. Akar ginseng jawa bersifat manis dan netral yang

berkhasiat menguatkan paru, tonikum dan afrodisiak. Sedangkan daunnya

berkhasiat meningkatkan nafsu makan (Hidayat et al., 2008).

Akar dari ginseng jawa saat ini diduga memiliki khasiat untuk mengobati

atau mengatasi enuresis, disfungsi seksual, stamina menurun, batuk, haid tidak

teratur, keputihan dan produksi ASI yang sedikit (Munim & Hanani, 2011).

2.2.7 Tinjauan Farmakologi

Ginseng jawa mengandung senyawa saponin, alkaloid, tanin dan senyawa

senyawa tertentu lain yang secara fisiologis dapat melancarkan sirkulasi darah.

Peningkatan sirkulasi darah tersebut akan memperbaiki aktivitas jaringan tubuh

sehingga secara tidak langsung akan memperbaiki fungsi organ tubuh, sehingga

dapat digunakan untuk meningkatkan stamina (Hidayat, 2005).

2.2.8 Tinjauan Farmasetik

Salah satu bentuk sediaan yang beredar dipasaran adalah Som Coffe.

Mengandung akar ginseng jawa untuk mengatasi kondisi badan yang lemah,

datang haid tidak teratur, keputihan, lemah syahwat dan meningkatkan nafsu

makan. Diminum 1 – 2 kali sehari pada pagi hari untuk menambah stamina dan

sore hari untuk memulihkan stamina.

11
2.3 Tinjauan Botani Jahe Merah

2.3.1 Klasifikasi Ilmiah

Dalam sistem taksonomi, jahe merah diklasifikasikan sebagai berikut

(Muharnanto et al., 2002) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber officinale Rosc

2.3.2 Nama Daerah

Aceh (Halia), Gayo (Beuing), Karo (Bahing), Toba (Pege), Mandaling

(Sipode), Nias (Lahia, Jae), Manado (Goraka), Kutai (Pemedas), Pantai Sumatra

Barat (Sipadas), Minang (Sipadeh), Jawa (Jae), Sunda (Jahe), Madura (Jhai),

Bali (Jae, Jahya), Bima (Jae), Sumba (Alia), Flores (Lea), Sangir (Lia, Buwo),

Alfuru (Leya), Ponos (Moyman), Gorontalo (Melitu), Makassar (Laia), Kupang

(Lale), Halmahera (Gisoro), Ternate (Goraka), Tidore (Gora), Seram Selatan

(Hairalo), Tanimbar (Illi), Buol (Yuyo), Bugis (Pese), Bajo (Leye), Timor Timur

(Keri’it), Lubu (Poge) (Heyne, 1987).

2.3.3 Morfologi

Terna bebatang semu, tinggi 30 cm sampai 1 m, bagian luar berwarna coklat

kekuningan, beralur memanjang, kadang – kadang ada serta yang yang bebas.

12
Bekas patahan pendek dan berserat menonjol. Rimpang bila dipotong berwarna

kuning atau jingga. Daun sempit, panjang 15 mm sampai 23 mm, lebar 8 mm

sampai 15 mm, tangkai daun berambut, panjang 2 mm sampai 4 mm, bentuk lidah

daun memanjang, panjang 7,5 mm sampai 1 cm, tidak berambut, seludang agak

berambut. Perbungaan berupa malai tersembul dipermukaan tanah, berbentuk

tongkat atau bulat telur yang sempit 2,75 sampai 3 kali lebarnya, sangat tajam,

panjang malai 3,5 cm sampai 5 cm, lebar 1,5 cm sampai 1,75 cm, gagang bunga

hampir tiudak berambut, panjang 25 cm, rahis berambut jarang, sisik pada gagang

terdapat 5 sampai 7 buah, berbentuk lanset letaknya berdekatan atau rapat hampir

tidak berambut, panjang sisik 3 cm sampai 5 cm. Daun pelindung berbentuk

bundar telur terbalik, bilat pada ujungnya, tidak berambut berwarna hijau cerah,

panjang 2,5 cm, lebar 1 cm sampai 1,75 cm, mahkota bunga berbentuk tabung,

panjang tabung 2 cm sampai 2,5 cm, helainya agak sempit bentuk tajam, berwarna

kuning kehijauan, panjang 1,5 mm sampai 2,5 mm, lebar 3 mm sampai 3,5 mm,

bibir berwarna ungu gelap, berbintik – bintik berwarna putih kekuningan, panjang

12 mm sampai 15 mm, lebar 13 mm, kepala sari berwarna ungu, panjang 9mm,

tangkai putik 2. Pada irisan meintang terdapat berturut – turut korteks sempit yang

tebalnya lebih kurang sepertiga jari – jari, endodermis, stele yang lebar, banyak

tersebar berkas pembuluh berupa titik keabu – abuan dan sel kelenjar berupa titik

yang lebih kecil berwarna kekuningan (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1978).

2.3.4 Ekologi dan Penyebaran

Terdapat diseluruh Indonesia, ditanam dikebun dan perkarangan. Tumbuh

ditempat yang terbuka sampai ditempat yang agak kenaungan pada tanah latosal

13
dan andosal terutama yang mengandung bahan organik tinggi. Umumnya ditanam

ditanah ringan atau yang mudah diolah seperti tanah lempung berdebu, lempung

berliat dan liat berpasir. Tumbuh pada ketinggian tempat sampai 900 m diatas

permukaan laut, teragntung klon yang ditanam (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1978).

2.3.5 Kandungan Kimia

Secara umum, komponen senyawa kimia yang terkandung dalam jahe terdiri

dari minyak menguap (volatile oil), dan minyak tidak menguap (nonvolatil oil).

Minyak atsiri termasuk jenis minyak menguap dan merupakan suatu komponen

yang memberikan bau yang khas. Kandungan minyak tidak menguap disebut

oleoresin. Oleoresin jahe merah mengandung banyak zat aktif dan sebagian besar

memberikan efek pedas yaitu gingerol, shogaol, eugenol, asam miristat, paradol,

zingiberen dan zingeron. Rimpang jahe merah juga mengandung 1,8-cineol, 10-

dehydrogingerdione, 6-gingerdione, arginine, asam α-linolenat, aspartat, β-

sitosterol, asam kaprilat, capsaicin, asam klorogenat, farnesal, farnesen, farnesol,

dan unsur – uinsur pati serta serat – serat resin dalam jumlah sedikit (Muharnanto

et al., 2002).

2.3.6 Kegunaan

Berdasarkan penelitian dan pengalaman, jahe merah sebagai bahan baku

obat dengan rasanya yang pedas dan panas telah terbukti berkhasiat dalam

menyembuhkan berbagai jenis penyakit yaitu untuk pencahar, penguat lambung,

antelmintik, sakit encok, sakit pinggang, pencernaan kurang baik, asma,

perangsang syahwat dan borok (Muharnanto et al., 2002).

14
Rimpang jahe merah mengandung minyak atsiri dan oleoresin yang banyak

digunakan dalam industri dan secara langsung digunakan pula dirumah tangga.

Penggunaan minyak atsiri dan oleoresin dimanfaatkan sebagai bahan baku

industri pembuatan obat – obatan. Selain itu dimanfaatkan pula sebagai bahan

tambahan oleh industri parfum, industri makanan, dan industri pembuatan

minuman. Didapur rimpang jahe merah biasa dipakai sebagai bumbu dapur yakni

untuk penyedap. Produk hasil olahan rimpang jahe merah dapat berupa jahe

kering, bubuk jahe, sirup jahe, dan selai jahe (Muharnanto et al., 2002).

Dalam dunia obat – obatan, jahe diparut digunakan sebagai obat oles untuk

mengobati pembengkakan atau rematik. Rimpang jahe merah oleh orang Melayu

digunakan sebagai obat kolik. Rimpang jahe merah juga dapat digunakan untuk

menyembuhkan luka yang disebabkan karena tertusuk duri, mengobati kuku yang

lecet, rasa gatal pada jari – jari kaki dan tangan serta pada bisul (Heyne, 1987).

2.3.7 Tinjauan Farmakologi

Sampai saat ini jahe masih dianggap sebagai obat universal oleh pengobatan

India dan Cina. Jahe masih menjadi komponen penting dari sekitar 50% obat-

obatan herbal. Tumbuhan ini dipercaya memiliki khasiat sebagai obat, nyeri sendi,

nyeri otot, tonikum, obat batuk, dan antioksidan (Arnaudon, 2002).

Secara umum efek zat aktif yang terkandung dalam rimpang jahe merah

adalah limonene menghambat jamur Candida albican, antikolinesterase, dan obat

flu. 1,8 – cineol merangsang aktivitas syaraf pusat, merangsang keluarnya

keringat dan penguat hepar. asam α-linolenat antipendarahan diluar haid,

merangsang kekebalan tubuh, dan merangsang produksi getah bening. Arginine

mecegah terjadinya kemandulan. Asam arpartat perangsang syaraf dan penyegar.

15
β-sitosterol perangsang hormon androgen dan mencegah hiperlipoprotein.

Capsaicin merangsang terjadinya ereksi, mengambat keluarnya enzim 5-

lipoksigenase dan siklo-oksigenase serta meningkatkan aktivitas kelenjar

endokrin. Asam klorogenat mencegah proses penuaan, dan merangsang regenerasi

sel kulit (Muharnanto et al., 2002).

2.3.8 Tinjauan Farmasetik

Salah satu bentuk sediaan jahe merah yang beredar dipasaran adalah

AVOGIN®. Mengandung ekstrak jahe 400 mg dan vitamin B6 25 mg, suplemen

untuk mencegah mual dan muntah. Dosis 1 – 2 kali sehari 1 kaplet (IAI, 2013).

2.4 Tinjauan Mencit Putih

2.4.1 Klasifikasi Mencit Putih

Mencit (Mus musculus L.) termasuk mamalia pengerat (rodensia) yang cepat

berkembangbiak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya

cukup besar serta sifat anatomisnya dan fisiologisnya terkarakteristik dengan baik.

Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut (Akbar, 2010) :

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Class : Mammalia

Ordo : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Mus

Species : Mus musculus L

16
2.4.2 Siklus Reproduksi

Tikus dan mencit memiliki banyak kemiripan dalam sistem maupun siklus

reproduksi. Siklus reproduksi primata betina disebut siklus menstruasi. Spesies –

spesies mamalia lain juga memiliki siklus reproduksi, disebut siklus estrus. Estrus

berarti penggoda. Ketika betina sedang estrus, kondisi hormon memaksanya

bertindak daripada biasanya sehingga kondisi tersebut memaksa mencit jantan

juga bertindak berbeda darin pada biasanya (Carlson, 2012).

Estrus atau birahi adalah suatu periode secara psikologis maupun fisiologis

yang bersedia menerima pejantan untuk berkopulasi. Siklus reproduksi dibagi

menjadi empat stadium sebagai berikut (Akbar, 2010) :

a. Fase Proestrus

Proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu periode dimana folikel ovarium

tumbuh menjadi folikel de Graaf dibawah pengaruh FSH. Fase ini berlangsung 12

jam. Setiap folikel mengalami pertumbuhan yang cepat selama 2-3 hari sebelum

estrus. Sekresi estrogen dalam darah mulai meningkat sehingga akan

menimbulkan perubahan-perubahan fisiologis, disertai perubahan kelakuan birahi

pada betina.

b. Fase Estrus

Estrus adalah fase yang ditandai oleh penerimaan pejantan oleh hewan

betina untuk berkopulasi, fase ini berlangsung selama 12 jam. Folikel de Graaf

membesar dan menjadi matang serta ovum mengalami perubahan-perubahan

kearah pematangan. Pada fase ini kadar estrogen meningkat sehingga aktivitas

hewan menjadi tinggi, telinganya selalu bergerak-gerak dan punggung lordosis.

Ovulasi hanya terjadi pada fase ini dan terjadi menjelang akhir siklus estrus.

17
c. Fase Metestrus

Metestrus adalah periode sesudah estrus di mana korpus luteum tumbuh

cepat dari sel granulose folikel yang telah pecah dibawah pengaruh LH dan

adenohypophysa. Fase ini berlangsung selama 21 jam. Metestrus sebagian besar

berada di bawah pengaruh progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum.

Progesteron menghambat sekresi FSH oleh adenohypophysa sehingga

menghambat pembentukan folikel de Graaf yang lain dan mencegah terjadinya

estrus.

d. Fase Diestrus

Diestrus adalah periode terakhir dan terlama siklus birahi. Fase ini

berlangsung selama 48 jam. Korpus luteum menjadi matang dan pengaruh

progesteron terhadap saluran reproduksi menjadi nyata. Endometrium lebih

menebal dan kelenjar-kelenjar berhypertrophy. Serviks menutup dan lendir vagina

mulai kabur dan lengket.

2.4.3 Perilaku Seksual Mamalia

Mamalia betina digambarkan sebagai peserta pasif dalam kopulasi. Memang

benar bahwa pada sejumlah spesies, peran betina saat kopulasi hanya menjaga

postur yang mengekspos genitalnya kepada jantan, perilaku ini disebut Lordosis

(sari kata Yunani Lordos yang berarti bengkok kebelakang).

Betina juga akan meminggirkan ekornya (bila dia punya) dan berdiri dengan

cukup tegar agar dapat menyokong bobot jantan. Akan tetapi perilaku hewan

pengerat betina dalam menginisiasi kopulasi kerap kali sangat aktif. Tentu saja

bila seekor jantan mencoba berkopulasi dengan betina yang tidak sedang estrus,

betina akan secara aktif kabur atau menolaknya.

18
Namun ketika betina berada dalam kondisi reseptif, ia sering kali mendekati

si jantan, menggosok – gosokan moncongnya, mengendus – mengendus

genitalnya, dan menunjukan perilaku khas spesiesnya. Misalnya mencit betina

akan menampilkan gerakan melompat – lompat yang cepat dan pendek, serta

menggoyang – goyangkan telinga dengan cepat yang bagi kebanyakan mencit

jantan tidak dapat ditolak (Carlson, 2012).

19
2.5 Sistem Reproduksi

2.5.1 Anatomi Fisiologi Organ Reproduksi

Gambar 1. Organ Reproduksi Wanita

Secara umum, organ reproduksi wanita terdiri dari dua bagian yaitu organ

kelamin luar dan organ kelamin dalam (Sumiati, 2013) :

Organ reproduksi luar terdiri dari :

1. Vagina merupakan saluran yang menghubungkan organ uterus dengan

tubuh bagian luar. Berfungsi sebagai organ kopulasi dan saluran persalinan

keluarnya bayi sehingga sering disebut dengan liang peranakan. Di dalam

vagina ditemukan selaput dara.

2. Vulva merupakan suatu celah yang terdapat di bagian luar tempat muaranya

liang senggama vulva terbagi menjadi 2 bagian yaitu ; Labium mayor

merupakan sepasang bibir besar yang terletak di bagian luas dan membatasi

vulva dan Labium minor merupakan sepasang bibir kecil yang terletak di

bagian dalam dan membatasi vulva.

20
Organ reproduksi dalam terdiri dari:

1. Ovarium (indung telur) merupakan organ utama pada wanita. Berjumlah

sepasang dan terletak di dalam rongga perut pada daerah pinggang sebelah

kiri dan kanan. Berfungsi untuk menghasilkan sel ovum dan hormon wanita

seperti :

a. Estrogen yang berfungsi untuk mempertahankan sifat sekunder pada

wanita, serta juga membantu dalam prosers pematangan sel ovum.

b. Progesterone yang berfungsi dalam memelihara masa kehamilan.

2. Fimbriae merupakan serabut/silia lembut yang terdapat di bagian pangkal

ovarium berdekatan dengan ujung saluran oviduk. Berfungsi untuk

menangkap sel ovum yang telah matang yang dikeluarkan oleh ovarium.

3. Fundibulum merupakan bagian ujung oviduk yang berbentuk

corong/membesar dan berdekatan dengan fimbriae. Berfungsi menampung

sel ovum yang telah ditangkap oleh fimbriae.

4. Tuba fallopi merupakan saluran memanjang setelah fundibulum yang

bertugas sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus

dengan bantuan silia pada dindingnya.

5. Oviduk merupakan saluran panjang kelanjutan dari tuba fallopi. Berfungsi

sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus dengan

bantuan silia pada dindingnya.

6. Uterus merupakan organ yang berongga dan berotot. Berbentuk seperti buah

pir dengan bagian bawah yang mengecil. Berfungsi sebagai tempat

pertumbuhan embrio. Tipe uterus pada manusia adalah simpleks yaitu

21
dengan satu ruangan yang hanya untuk satu janin. Uterus mempunyai 3

macam lapisan dinding yaitu :

a. Perimetrium yaitu lapisan yang terluar yang berfungsi sebagai

pelindung uterus.

b. Miometrium yaitu lapisan yang kaya akan sel otot berfungsi untuk

kontraksi dan relaksasi uterus dengan melebar dan kembali ke bentuk

semula setiap bulannya.

c. Endometrium merupakan lapisan terdalam yang kaya akan sel darah

merah. Bila tidak terjadi pembuahan maka dinding endometrium inilah

yang akan meluruh bersamaan dengan sel ovum matang.

7. Servik merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya menyempit

sehingga disebut juga sebagai leher rahim. Menghubungkan uterus dengan

saluran vagina dan sebagai jalan keluarnya janin dari uterus menuju saluran

vagina.

8. Saluran vagina merupakan saluran lanjutan dari servik dan sampai pada

vagina.

9. Klitoris merupakan tonjolan kecil yang terletak di depan vulva. Mudah

menerima rangsang apabila penis menyinggungnya diwaktu senggama.

Sering disebut dengan klentit.

2.5.2 Keterlibatan Hormon

Sistem hormon pada perempuan terdiri atas tiga yaitu; hormon pelepas-

gonadotropin (Gn-RH) adalah hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus,

hormon seks hipofisis anterior yaitu hormon perangsang folikel (FSH) dan

hormon luteinisasi (LH) keduanya disekresi sebagai respon terhadap pelepasan

22
Gn-RH dari hipotalamus, dan hormon-hormon ovarium seperti hormon estrogen

dan progesteron yang disekresi oleh ovarium sebagai respon terhadap kedua

hormon seks perempuan dari kelenjar hipofisis anterior (Guyton & Hall, 2014).

a. Estrogen

Estrogen merupakan hormon steroid kelamin endogen yang diproduksi oleh

ovarium, korteks adrenal dan plasenta pada masa kehamilan. Hormon ini

mempunyai peranan penting pada wanita dalam hal perkembangan organ

reproduksi, proses ovulasi, fertilisasi implantasi dan dapat mempengaruhi

metabolisme lipid, karbohidrat, protein, mineral (Departemen Farmakologi dan

Terapeutik, 2010).

Ada tiga bentuk estrogen yaitu estradiol, estron, dan estriol. Estrogen utama

yang disekresi oleh ovarium adalah estradiol. Estron juga disekresi dalam jumlah

kecil, tetapi sebagian besar estron dibentuk dijaringan perifer dari androgen yang

disekresi oleh korteks adrenal dan oleh sel teka ovarium. Estriol adalah estrogen

yang lemah, merupakan produk oksidasi yang berasal baik dari estradiol maupun

estron, dengan pengubahan yang terjadi terutama dihati (Guyton & Hall, 2014).

Gambar 2. Struktur Kimia Estriol, Estron dan Estradiol

Selama masa kanak-kanak, estrogen disekresi hanya dalam jumlah kecil.

Tetapi pada saat pubertas, organ-organ seks perempuan berubah dari organ anak

menjadi organ yang dimiliki seorang perempuan dewasa. Ovarium, tuba falopi,

23
uterus, dan vagina, semuanya bertambah besar beberapa kali (Guyton & Hall,

2014). Selama pubertas estrogen juga berperan dalam pembentukan kontur tubuh,

skelet, tulang, pertumbuhan rambut pada aksila dan pubis (Departemen

Farmakologi dan Terapeutik, 2010). Selain itu genitalia eksterna membesar,

dengan deposisi lemak pada mons pubis dan labia mayora disertai pembesaran

pada labia mayora dan labia minora. Selama beberapa tahun pertama sesudah

pubertas, ukuran uterus meningkat menjadi dua sampai tiga kali lipat, tetapi yang

lebih penting dari pada bertambahnya ukuran uterus adalah perubahan yang

berlangsung pada endometrium uterus dibawah pengaruh estrogen. Estrogen

menyebabkan terjadinya proliferasi yang nyata pada stroma endometrium dan

meningkatkan perkembangan kelenjar endometrium yang akan membantu

memberi nutrisi bagi ovum yang berimplantasi (Guyton & Hall, 2014).

b. Progesteron

Progesteron berfungsi terutama untuk mempersiapkan uterus pada

kehamilan dan payudara untuk laktasi. Fungsi progesteron yang paling penting

adalah untuk meningkatkan perubahan sekretorik pada endometrium uterus

selama paruh terakhir siklus seks bulanan perempuan sehingga menyiapkan uterus

untuk menerima ovum yang sudah dibuahi. Selain itu progesteron juga

menurunkan frekuensi dan intensitas kontraksi usus sehingga membantu

mencegah terlepasnya ovum yang sudah berimplantasi (Guyton & Hall, 2014).

24
Gambar 3. Struktur Kimia Progesteron

Progesteron juga berfungsi dalam meningkatkan sekresi pada mukosa yang

melapisi tuba fallopi. Sekresi ini dibutuhkan untuk nutrisi ovum yang telah

dibuahi dan sedang membelah saat ovum bergerak dalm tuba fallopi sebelum

berimplantasi (Guyton & Hall, 2014).

2.6 Kegiatan Seks Perempuan

Rangsang seks setempat pada perempuan terjadi kurang lebih sama dengan

laki – laki, karena pemijatan dan tipe rangsang lain pada vulva, vagina dan daerah

perineal lainnya dapat menciptakan sensasi seks. Klitoris sangat peka untuk

membangkitkan sensasi seks.

Jaringan erektil yang mirip dengan jaringan erektil penis terletak di sekitar

introitus dan meluas ke klitoris. Jaringan erektil ini, dikendalikan oleh saraf

parasimpatis. Pada tahap awal rangsang seks, sinyal parasimpatis mendilatasi

arteri jaringan erektil akibat pelepasan asetlkolin, oksida nitrat dan polipeptida

intestinal vasoaktif (VIP) diujung saraf. Hal ini memungkinkan akumulasi cepat

darah dijaringan erektil sehingga introitus mengencang. Sinyal parasimpatis juga

berjalan ke kelenjar Bartholin bilateral yang terletak dibawah labia minora dan

menyebabkan kelenjar tersebut menyekresi mukus tepat didalam introitus. Mukus

ini berperan dalam pelumasan yang banyak selama berhubungan seks. Pelumasan

25
ini dibutuhkan selama hubungan seks untuk mendapatkan sensasi pijatan yang

memuaskan dan bukan sensasi iritasi, yang dapat timbul apabila vagina kering

(Guyton & Hall, 2014).

Siklus respon seksual dibagi menjadi empat fase yaitu Fase terangsang

dimana miotonia dimulai, denyut jantung dan tekanan darah terus menerus

meningkat dan puting payudara mengalami ereksi. Fase kedua yaitu fase palateau

dimana miotonia menjadi nyata, wajah meringis, pernafasan meningkat, denyut

jantung dan tekanan darah terus meningkat. Fase yang ketiga yaitu fase orgasme

dimana denyut jantung, tekanan darah dan pernafasan meningkat sampai tingkat

maksimum, timbul spasme otot involunter dan sfingter rektum eksterna

berkontraksi. Fase terakhir yaitu fase resolusi dimana miotonia berkurang, ereksi

puting payudara mereda, denyut jantung dan tekanan darah menurun serta

pernafasan kembali normal. Keempat fase ini terjadi secara progresif tanpa garis

pembatas yang jelas diantaranya (Bobak et al., 2004).

2.7 Penyebab Penurunan Libido Wanita

Seksualitas merupakan suatu komponen integral dari kehidupan seorang

wanita normal. Hubungan seksual yang nyaman dan memuaskan merupakan salah

satu yang berperan penting dalam hubungan perkawinan bagi banyak pasangan.

Fungsi seksual merupakan bagian yang turut menentukan warna, kelekatan dan

kekompakan pasangan suami istri. Bila suami istri mempunyai persepsi yang

sama tentang makna hubungan seksual dalam perkawinan, tentu tidak akan timbul

masalah. Namun jika persepsi mereka berbeda, biasanya akan timbul masalah.

Masalah fungsi seksual dapat mempengaruhi kualitas hidup wanita, dimana akan

memberi dampak negatif pada rasa percaya diri (Sylvia, 2006).

26
Disfungsi seksual pada wanita dibagi menjadi empat kategori yaitu gangguan

minat/keinginan seksual (desire disorders), gangguan birahi (arousal disorder),

gangguan orgasme (orgasmic disorder), dan gangguan nyeri seksual (sexual pain

disorder) (American Psychiatric Association, 2000).

Gangguan – gangguan seksual yang terjadi kadang kala tidak dapat

dirasakan dan terjadi begitu saja. Ada yang mengatakan bahwa nafsu seksual

dapat timbul apabila ia menikmati foreplay yaitu rangsangan pada payudara,

klitoris ataupun vagina (Nugroho, 2009).

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia juga seringkali

berhubungan dengan berbagai gangguan psikologik dan faktor fisiologik yang

menyertai lansia. secara psikologik, seorang lansia sudah merasa tidak bisa dan

tidak pantas berpenampilan menarik untuk lawan jenisnya. Pandangan sosial dan

keagamaan tentang seksualitas diusia lanjut (baik pada mereka yang masih

mempunyai pasangan atau yang sudah menjanda/menduda) menyebabkan

keinginan dalam diri mereka ditekan sedemikian rupa sehingga memberikan

dampak pada ketidak mampuan fisik, yang dikenal sebagai impotensia. Secara

Fisiologik aktivitas seksual pada usia lanjut biasanya berlangsung secara bertahap

dan menunjukan status dasar dari aspek vaskular, hormonal dan neurologik

(Darmojo & Hadi, 2010).

Dengan meningkatnya usia, sering dijumpai gangguan seksual pada wanita.

Menopause merupakan suatu gejala dalam kehidupan wanita yang ditandai

dengan berhentinya siklus menstruasi. Menopause terjadi karena ovarium tidak

menghasilkan atau tidak memproduksi hormon estrogen (Pudiastuti, 2012).

Akibat kekurangan hormon estrogen, aliran darah dan cairan vagina menjadi

27
berkurang, sel – sel epitel vagina menjadi tipis dan mudah cedera. Selain itu, otot–

otot vagina juga semakin kendur dan daya kontraksinya lebih rendah. Hal ini

secara tidak langsung berdampak pada menurunnya libido (Reid, 2014)..

Pemakaian obat – obat tertentu, seperti obat antihipertensi, antiepilepsi,

mariyuana, narkotik dan obat penenang yang tidak terkontrol juga dapat

menimbulkan disfungsi seksual. Selain itu, pola hidup yang tidak sehat seperti

kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol dan makanan yang mengandung

kolesterol tinggi juga dapat menyumbat pembuluh darah sehingga menyebabkan

aliran darah keseluruh tubuh menjadi terganggu (Panjalu, 2014).

Selain faktor tersebut, faktor kelelahan juga sangat berpengaruh terhadap

libido seseorang baik itu pria maupun wanita. Ketika tubuh menjadi lelah dan

merasa tidak bertenaga otomatis pikiran seseorang akan merespon bahwa yang

dibutuhkan hanyalah istirahat, bukan berhubungan seksual. Secara fisiologis

tenaga yang melemah akan membuat aliran darah dalam tubuh berkurang

sehingga sirkulasi darah menuju seluruh tubuh termasuk organ genital juga

berkurang (Panjalu, 2014).

28
BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini lebih kurang dilaksanakan selama kurang lebih 3 bulan di

Laboratorium Farmakologi Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STIFI).

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat – Alat

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat

juicer, spuit peroral, sarung tangan, tempat makan dan minum mencit, kandang,

vial ukuran 50 ml dan 100 ml, pot salep, gelas ukur 100ml, aluminium foil, kain

kasa atau kertas saring, batang pengaduk, lumpang dan stamfer, corong.

3.2.2 Bahan – Bahan

Bawang putih, ginseng jawa, jahe merah, Na. CMC, makanan mencit biasa

(Pelet), aquadest, pembanding, air minum biasa.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel

Bawang putih dan jahe merah diambil di daerah Lawang, Kecamatan Matur,

Kabupaten Agam. Sedangkan ginseng jawa diambil di daerah Lubuk Landai,

Kabupaten Bungo.

3.3.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium jurusan Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas.

29
3.3.3 Perencanaan Dosis

 Pemakaian dosis bawang putih untuk manusia tiga siung sehari adalah 4 g.

Dosis bawang putih untuk mencit = 4 g x 0,0026

= 0,0104 g / 20g BB

1000 g
= x 0,0104 = 0,52 g / KgBB
20 g

 Pemakaian dosis ginseng untuk mencit 5 mg / 20 gBB

1000 g
x 0,005 g = 0,25 g /KgBB
20 g

 Pemakaian dosis jahe merah untuk manusia 2 sampai 3 seukuran ibu jari
sehari adalah 10 g.
Dosis jahe merah untuk mencit = 10 g x 0,0026

= 0,026 g / 20g BB

1000 g
= 20 g
x 0,026 = 1,3 g / KgBB

Dari perhitungan dosis diatas dapat diperoleh kombinasi dosis sebagai berikut :

Dosis A Dosis B Dosis C

Bawang putih 0,52 g / KgBB 1,04 g / KgBB 2,08 g / KgBB

Ginseng jawa 0,25 g / KgBB 0,5 g / KgBB 1 g / KgBB


Jahe merah 1,3 g / KgBB 2,6 g / KgBB 5,2 g / KgBB

30
3.3.4 Pembuatan Jus Bawang Putih, Ginseng Jawa dan Jahe Merah

a. Pembuatan jus bawang putih

Bawang putih segar yang diperoleh mula – mula dikupas kulitnya hingga

bersih lalu dicuci. Kemudian dijus dengan menggunakan juicer sehingga

diperoleh sari bawang putih lalu saring dengan kertas saring atau kain kasa dan

tampung dalam wadah.

b. Pembuatan jus ginseng jawa

Ginseng jawa segar yang diperoleh mula – mula dicuci dengan air mengalir

untuk menghilangkan sisa – sisa tanah yang masih menempel, ginseng jawa

tersebut dikupas hingga bersih dan dicuci lagi dengan air mengalir. Kemudian

dijus dengan menggunakan alat juicer sehingga diperoleh sari dari ginseng jawa

lalu saring dengan kertas saring atau kain kasa dan tampung dalam vial wadah.

c. Pembuatan jus jahe merah

Jahe merah sebanyak segar mula – mula dicuci dengan air mengalir untuk

menghilangkan sisa – sisa tanah yang masih menempel, lalu jahe merah tersebut

dikupas hingga bersih dan dicuci lagi dengan air mengalir. Kemudian dijus

dengan menggunakan alat juicer sehingga diperoleh sari dari jahe merah lalu

saring dengan kertas saring atau kain kasa dan tampung dalam wadah.

3.3.5 Pembuatan Suspensi Kontrol

Sebelum diberikan pada hewan percobaan, terlebih dahulu dibuat sediaan

kontrol dengan menggunakan Na.CMC 0,5%. Caranya ditimbang 50 mg Na.

CMC kemudian panaskan air sebanyak 20 kalinya. Taburi Na.CMC diatas air

panas biarkan selama 15 menit dan gerus hingga membentuk massa yang

homogen.

31
3.3.6 Pembuatan Suspensi Sediaan Pembanding

Pembanding yang digunakan adalah . Langkah awal pembuatan, timbang

50 mg Na. CMC kemudian panaskan air sebanyak 20 kalinya. Taburi Na.CMC

diatas air panas biarkan selama 15 menit dan gerus hingga membentuk massa

yang homogen (massa 1). Tablet digerus didalam lumpang, kemudian

ditambahkan kedalam massa 1 dan digerus hingga homogen.

3.3.7 Penyiapan Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah mencit putih

betina dan mencit putih jantan dengan berat badan 20 – 30 g dan berumur 2 – 3

bulan. Jumlah mencit yang digunakan adalah 50 ekor mencit terdiri dari 10 mencit

putih jantan dan 40 mencit putih betina kemudian dibagi menjadi 5 kelompok.

Pengelompokan hanya dilakukan pada mencit putih betina saja. Masing-masing

kelompok terdiri dari 8 ekor mencit putih betina. Satu minggu sebelum penelitian

mencit putih jantan dan mencit putih betina diadaptasikan dengan lingkungan

percobaan selama kurang lebih 7 hari.

3.3.8 Perlakuan Pada Hewan Uji

Hewan percobaan dibagi menjadi 5 kelompok mencit betina masing –

masing kelompok terdiri dari 8 ekor mencit betina dan diperlakukan dengan cara

sebagai berikut :

Kelompok I : Hanya diberi suspensi Na.CMC 0,5% secara peroral

Kelompok II : Pemberian suspensi pembanding secara peroral

Kelompok III : Pemberian Dosis A ( bawang putih 0,52 g / KgBB, ginseng


jawa 0,25 g / KgBB dan jahe merah 1,3 g / KgBB)
diberikan secara peroral.

32
Kelompok IV : Pemberian Dosis B (bawang putih 1,04 g / KgBB, ginseng

jawa 0,5 g / KgBB, jahe merah 2,6 g / KgBB) diberikan

secara peroral.

Kelompok V : Pemberian Dosis C (bawang putih 2,08 g / KgBB, ginseng

jawa 1 g / KgBB, jahe merah 5,2 g / KgBB) diberikan

secara peroral.

Pemberian sediaan diberi satu kali sehari pada pukul 17.00 – 18.00 WIB.

Pemberian sediaan hanya diberikan kepada mencit betina sedangkan mencit jantan

hanya diberi makanan mencit pada umumnya. Pengamatan dilakukan selama 1

jam pada malam hari yang dimulai pada pukul 19.00 WIB.

3.3.9 Parameter Percobaan

Pemberian sediaan dilakukan selama 21 hari dan selama pemberian

tersebut dilakukan 3 kali pengamatan yaitu dilakukan pada hari ke – 7, hari ke –

14, dan hari ke – 21. Parameter yang diamati pada percobaan ini terdiri dari 3

fase yaitu; Pengenalan/pendekatan (Introducing) adalah proses perkenalan dan

pendekatan mencit ditandai dengan melingkar – lingkar atau mencium wajah

ataupun organ genital pasangannya. Menunggangi (Climbing) adalah fase mencit

menunggangi atau menindih pasangannya dari belakang. Kawin/penetrasi

(Coitus) adalah fase puncak dalam aktivitas seksual ditandai dengan terdapatnya

lendir pada organ genital betina.

33
3.3.10 Analisa Data dan Pengolahan Data Hasil Penelitian

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Uji ANOVA satu arah.

Kemudian dilanjutkan dengan Uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan

antar kelompok perlakuan. Data yang diperoleh di analisis dengan program SPSS

versi 15.

34
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, B., 2010. Tumbuhan Dengan Senyawa Aktif Yang Berpotensi Sebagai
Bahan Antifertilitas. Adabia Press: Jakarta

American Psychiatric Association., 2000. Diagnostic and Statistical Manual Of


Mental Disorder (IV). American Psychiatric Press: Washington DC

Arnaudon, H., 2002. An International Market Study Of Ginger. Micro-enterprise


Development Progamme and The district Ginger Enterprenuer: Mumbai,
India

Bobak, I., Lowdermilk, D. L., & Jensen, M. D., 2004. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas edisi 4. EGC: Jakarta

Carlson, N., 2012. Fisiologi Perilaku edisi 11 Jilid 1. Erlangga: Jakarta

Darmojo, B., & Hadi, M., 2010. Buku Ajar Kesehatan Usia Lanjut. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Departemen Farmakologi dan Terapeutik., 2010. Farmakologi dan Terapi edisi 5.


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia., 1978. Materia Medika Indonesia


Jilid II. Direktorat Jendreral Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta

Evennet, K. 2006. Khasiat Bawang Putih. ( alih bahasa oleh L. Wijaya, Ed.).
Arcon : Jakarta

Guyton, A. C., & Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi12. ( alih
bahasa oleh Ermita, Ed.). Elsevier Ireland Ltd: Singapore

Hernawan, U. E., 2003. Senyawa Organosulfur Bawang Putih (Allium Sativum L.)
dan Aktivitas Biologinya. Biofarmasi, 1(2), 65–76.

Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya:
Jakarta

35
Hidayat, S., 2005. Ginseng Multivitamin Alami Berkhasiat. Penebar Swadaya:
Bogor

Hidayat, S., Wahyuni, S., & Andalusia, S., 2008. Seri Tumbuhan Obat Berpotensi
Hias. PT. Elex Media: Jakarta

Hutapea, J. R., 2000. Inventaris Tanaman Obat Indonesia Jilid 1. Departemen


Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI: Jakarta

IAI., 2013. Informasi Spesialite Obat Indonesia Volume 48. ISFI: Jakarta

Londhe, V., Gavasane, A., Nipate, S., Bandawane, D., & Chaudhari, P., 2011.
Role Of Garlic in Various Diease. Journal Of Pharmaceutical Research and
Opinion, 1(4), 129–134.

Muharnanto, J. E., Listyarini, T., & Pribadi, S. T., 2002. Khasiat dan Manfaat
Jahe Merah si Rimpang Ajaib. Agromedia Pustaka: Jakarta

Munim, A., & Hanani, E., 2011. Fitoterapi Dasar. Dian Rakyat: Jakarta

Nugroho, S. H., 2009. Terapi Seks. Kanisius: Yogyakarta

Pallavi, K., Ramandeep, S., Sarabjeet, S., Karam, S., Mamta, F., & Vinod, S.,
2011. Aphrodisiac Agents From Medical Plants. J. Chem. Pharm., 3(2), 911–
921.

Panjalu, A., 2014. Hypnosexology : Terapi Membahagiakan Pasangan. Galang


Pustaka: Yogyakarta

Papu, S., Jaivir, S., Sweta, S., & Singh, B., 2014. Medicinal Values of Garlic
(Allium sativum L.) in Human. Greener Journal of Agricultural Science,
4(6), 265–280.

Pour, H. A., Norouzzade, R., Heidari, M. R., Ogut, S., Yaman, H., & Gokce, S.,
2014. Therapeutic Properties of Zingiber officinale Roscoe. European
Journal of Medicinal Plants, 4(12), 1431–1446.

36
Prajogo, B., 1994. Studi Taksonomi Talinum paniculatum (Jacq) Gaertn dan
Talinum triangulare (Jacq) Willd. Warta Tumbuhan Obat Indonesia, 5(4), 9–
10.

Pudiastuti, R. D., 2012. Tiga Fase Penting Pada Wanita. PT. Elex Media: Jakarta

Reid, R., 2014. Managing Menopause. Journal of Obstetric and Gynecology


Canada, 36(9), 6–49.

Sumiati., 2013). Sistem Reproduksi Manusia. Biologi, 2(2), 1–13.

Sylvia, E., 2006. Disfungsi Seksual Pada Perempuan. Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia: Jakarta

Wijayakusuma, H., 1994. Tanaman Berkhasiat Obat Indonesia Jilid 3. Pustaka


Kartini: Jakarta

37
Lampiran 1. Skema Kerja

Bawang Putih

 Dikupas kulitnya dan


dicuci
 Masukan bawang
putih ke alat juicer
Sari bawang Ampas
putih
 Disaring sari yang diperoleh
dengan kertas saring atau kasa

Sari bawang putih murni

Wadah

Gambar 4. Pembuatan Jus Bawang Putih

38
Lampiran 1. (Lanjutan)

Ginseng Jawa

 Dikupas kulitnya dan


dicuci
 Masukan ginseng jawa
ke alat juicer
Sari ginseng Ampas
jawa

 Disaring sari yang diperoleh


dengan kertas saring atau kasa

Sari ginseng jawa murni

Wadah

Gambar 5. Pembuatan Jus Ginseng Jawa

39
Lampiran 1. (Lanjutan)

Jahe Merah

 Dikupas kulitnya dan


dicuci
 Masukan jahe merah ke
alat juicer
Sari jahe merah Ampas

 Disaring sari yang diperoleh


dengan kertas saring atau kasa

Sari jahe merah murni

Wadah

Gambar 6. Pembuatan Jus Jahe Merah

40
Lampiran 1. (Lanjutan)

Hewan Percobaan

Diaklimatisasi selama 7 hari dan


timbang berat badan mencit

Persiapan dan pengelompokan hewan percobaan

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 (Dosis Kelompok 4 (Dosis Kelompok 5 (Dosis


kontrol Pembanding A) B) C)

Suspensi Na.CMC Suspensi Bawang putih 0,52 Bawang putih 1,04 Bawang putih 2,08
0,5% g / KgBB, ginseng g / KgBB, ginseng g / KgBB, ginseng
jawa 0,25 g / KgBB jawa 0,5 g / KgBB, jawa 1g / KgBB,
dan jahe merah 1,3 g jahe merah 2,6 g / jahe merah 5,2 g /
/KgBB diberikan KgBB diberikan KgBB diberikan
secara peroral. secara peroral. secara peroral.

Pemberian sedian uji secara peroral, diberikan


setiap hari pada pukul 17.00 – 18.00 WIB
selama 21 hari

Pengamatan dimulai pukul 19.00 WIB


pada hari ke – 7, ke – 14, dan ke – 21

 Pengamatan dilakukan
selama 1 jam pada
Parameter pengamatan : malam hari.
1. Pengenalan /
pendekatan
(Introduction)
2. Menunggangi
(Climbing)
3. Kawin (Coitus)

Gambar 7. Skema Kerja Pengaruh Pemberian Bawang Putih, Ginseng Jawa


dan Jahe Merah Terhadap Libido Mencit Putih Betina

41

Anda mungkin juga menyukai