Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN BACAAN (MEMBACA NOVEL SASTRA)

A. PENDAHULUAN (IDENTITAS BUKU)


Nama Pengarang : Andrea Hirata
Diterbitkan Oleh : Penerbit Bentang (PT. Bentang Pustaka)
Judul Buku : Sebelas Patriot
Cetakan : pertama, Juni 2011
Halaman Buku / Ukuran Buku : 112 Halaman / 20,5 cm
ISBN : 978-602-8811-52-1

B. LAPORAN BAGIAN BUKU


Bab 1 : Ayah disini
Pada bab ini menceritakan suatu malam dia duduk ditengah sebuah ruangan dengan
dua anak Trapani si pemalu dan Mahar sibergajul. Mereka menggoda seekor luak
dan tiba-tiba Mahar menyentuh hidung luak dan binatang tersebut mendadak
mencangar garang. Lalu ayahnya berkata “aih... tak apa apa bujang, hanya luak,
jangan takut, ayah disini..” dia menceritakan bahwa ayahnya hanyalah unsur
sederhana dari kronologi zaman dan ayahnya adalah inti dari kesederhanaan karena
sikapnya yang begitu pendiam, tak pernah menuntut apapun dari siapa pun selain
kasih sayang dari keluarga. Dan dia menemukan sebuah foto yang
menjungkirbalikkan gambaran dari ayahnya tersebut, yang membuat kisah hidupnya
tak ubahnya catatan kaki saja dibanding kisah hidup ayahnya.
Bab 2 : Album Foto
Pada buku sejarah dulu dia menemukan bahwa timah berlimpah di pulau
Belitong, membuat Belanda bernafsu menggeruk sebanyak banyaknya. Lelaki
melayu dibawah umur diseret keparit-parit tambang untuk kerja rodi, dimana ada 3
orang bersaudara umur 13,15 dan 16 tahun menggantikan ayah mereka karena wajib
ganti tenaga. Waktu pun berlalu sampai rakyat mulai menemukan caranya masing-
masing untuk melawan, diantaranya para kuli parit tambang melawan dengan sepak
bola.
Setelah kejadian dengan luak dia menemukan album foto yang telah
disimpan lama dan sengaja disembunyikan dan dilarang oleh ibu nya untuk melihat
album foto tersebut, dan dengan rasa penasaran dia mencarinya sampai dia
menemukan album foto dan mendapatkan sebuah foto hitam putih yang agak samar-
samar yang menarik perhatiannya. Foto itu adalah seseorang yang sedang memegang
sesuatu yang seharusnya membuatnya senang, namun dia tidak tertawa dan tidak
pula tersenyum yang dia tau kesan pertama tentang dirinya adalah bahwa dia orang
yang hebat.
Bab 3 : Tiga Saudara
Kepemimpinan Belanda pun semakin berkembang, para pekerja diijinkan
untuk membentuk tim olahraga, dan yang ironi nya Van Holden memerintahkan agar
hari lahir ratu Belanda diperingati ditanah jajahan, perayaan itu ditandai dengan
pertandingan olahraga dalam kompetisi piala Distric beheerder. Tim nomor satu
kebanggaan Belanda adalah tim sepak bola yang seluruh pemainnya orang Belanda.
Saat itu tersebar lah berita tentang 3 bersaudara berusia 13, 15 dan 16 tahun yang
tempo hari dipaksa Belanda untuk meninggalkan rumah menggantikan ayahnya dan
yang sangat lihai dalam bermain bola “dua pemain sayap dan gelandang, terutama si
kecil pemain sayap kiri” perlahan namum pasti si tiga saudara berhasil mengangkat
pamor unit tambang dalam piala Distric beheerder.
Bab 4 : Sayap Kiri
Kabar soal kehebatan tiga bersaudara tersebut sampai ke telinga Van
Holden. Si sulung bertindak selaku gelandang, adik tengah meleset di posisi kanan
luar dan yang bungsu amat gemilang sebagai pemain sayap kiri. Mereka dilatih oleh
pelatih amin. Tiga bersaudara amat kompak bahu-membahu membentuk segitiga
serangan maut dilapangan hijau. Mereka adalah hiburan, inspirasi dan kekuatan bagi
rakyat jelata. Ketika bermain bola mereka terlempar kedunia satu-satunya dimana tak
ada siksaan Belanda dan surga kecil selama 2x45 menit. Setelah itu ketiga saudara
tersebut dilarang tampil tanpa alasan yang tepat meskipun begitu mereka tetap
bermain dan atas perintah Distric Beheerder mereka pun ditangkap bersama pelatih
amin. Sisulung dan sitengah dibuang ke pulai terkecil untuk membangun dermaga
dan sibungsu di buang di pulau terkecil untuk membangun mercusuar dan pelatih
amin dilarang terlibat dalam sepak bola lagi.
Ia menceritakan ayahnya sedetail mungkin, sibungsu yag diseret ke parit
tambang sejak 13 tahun, seorang pemain sepak bola sayap kiri, yang mampu
melewati 3 pemain belakang dan menendang bola sekuat kanon dengan kaki kirinya,
yang dibuang Belanda karena membangkang, yang menolak untuk takluk adalah
lelaki yang kemudian hari menjadi ayahnya.
Bab 5 : Kisah Lama
Sekarang dia telah kelas 6 SD dan masih menyimpan foto yang telah dia
anggap sebagai sejarah seakan menjanjikan sesuatu untuknya. Ia ingin tau kisah di
balik sebuah foto tersebut. Dia pun menemui sang pemburu tua yang seangkatan
dengan ayahnya. Dan ternyata itu foto ayahnya yang tengah memegang piala. Dari
pemburu, Ikal tau tentang perlakuan diskriminatif dan kekejaman penjajah pada para
olahragawan lokal. Menjelang tahun 1945 tiga bersaudara tersebut kembali dari
pulau buangan dan tetap saja mereka dilarang untuk bermain sepak bola namun
sebelas pemain, sebelas patriot berbaris tegak tak dapat lagi ditakuti oleh Belanda.
Ikal pun semakin deg-degan mendengar cerita dari si pemburu, tiga
bersaudara itu menggempur pertahanan kumpeni habis-habisan dengan formasi
segitiga maut mereka. Akhirnya ayah Ikal berhasil mencetak gol satu-satunya dan
berteriak “Indonesia!! Indonesia!! Indonesia!! Disambut ribuan penonton Indonesia!
Indonesia!! Foto tersebut diambil usai pertandingan itu. Belanda pun marah dan
menyeret pelatih amin dan 3 bersaudara itu ketangki selama seminggu dan keluar
dengan keadaan babak belur. Dimana ayah Ikal keluar dengan tempurung kaki kiri
yang hancur, dia pun tak akan bisa main bola lagi. Akhirnya Ikal tau semua kisah
dibalik foto itu.
Bab 6 : Kementator
Setelah Ikal mengetahui alasan di balik foto itu dia semakin tertarik
dengan cerita-cerita zaman penjajahan dulu. Disuatu hari tibalah saatnya
pertandingan PSSI dan warga kampung menontonnya di televisi umum hitam putih
di pekarangan balai desa. Ada seorang komentator yang duduk dibangku dekat
televisi bernama pelatih Toharun anak dari Pelatih amin. Sebelum pertandingan
berlangsung pelatih toharun mengajak warga kampung untuk menyanyikan lagu
“Indonesia Raya”.
Bab 7 : Pelatih Toharun
Sejak mendengar kisah dari si pemburu tua itu, Ikal ingin menjadi pemain
PSSI untuk menggantikan posisi ayahnya yang dirampas, untuk menjadi pemain
PSSI banyak jalur yang harus ditempuh mulai dari masuk tim kampung, tim
kabupaten, ikut seleksi masuk tim provinsi dan seleksi masuk Tim nasional PSSI.
Pelatih Toharun memasuki lapangan seperti seorang inspektur upacara wibawa yang
terpancar darinya pada saat di lapangan hijau sangat berbeda dengan keadaan sehari-
hari sebagai tukang gulung dinamo. Dia hanya menganut dua filisofi yang pertama
yaitu filosofi buah-buahan dan kedua dia percaya bahwa kualitas pemain sepak bola
dapat dilihat dari bentuk pantatnya.
Bab 8 : Indonesia! Indonesia!
Sejak itu Ikal meleset disayap kiri sebagai pemain yang cukup menjanjikan.
Jika lelah dia hanya mampu memandang foto ayahnya yang tengah memegang piala
dimana Ikal teringat akan ayahnya yang berteriak Indonesia! Indonesia! Di lapangan
hijau, Ikal memilih nomor punggung 11 seperti nomor punggung ayahnya dulu.
Tibalah waktunya untuk betanding dengan tim kampung sebelah dimana tim ikal
beberapa kali mengalami kekalahan. Pertandingan selanjutnya adalah kesempatan
terakhir bagi mereka untuk menang dimana bola berpindah dalam jarak amat pendek
dan seketika bola muntah ke arah Ikal, Ikal menendang dengan sekuat tenaga dan
akhirnya penonton berteriak gollllllll!!!. Ikal berlari ke arah ayahnya sambil berteriak
Indonesia! Indonesia!. Ditengah perjalanan pulang Ikal mengatakan pada ayahnya
bahwa gol itu dia persembahkan kepada ayahnya. Sore itu Ikal semakin mengerti arti
ayah baginya dan merupakan sore terindah dalam hidupnya.
Bab 9 : Aura
Ikal pun terpilih menjadi pemain junior kabupaten, dan terpilih menjadi tim
sepak bola provinsi walaupun banyak yang tak setuju dia bergabung di tim tersebut,
dia bahkan berlatih semakin rajin untuk membuat ayahnya bangga padanya. Ayahnya
pun sangat senang karena mengetahui Ikal telah berhasil lolos seleksi tingkat
provinsi. Ikal merasa bangga bukan hanya karena lolos seleksi tapi cara ayahnya
memandangnya mengisyaratkan bahwa ikal telah melanjutkan sesuatu yang tak dapat
dilanjutkan dulu. Perasaan itu berarti lebih dari segalanya bagi ikal.
Bab 10 : Prestasi Tertinggi
Pada bab ini dia bercerita tentang keberangkatannya ke Palembang bersama
empat sahabat satu klubnya untuk mengikuti berbagai bentuk tes dan berdebar-debar
menunggu hasilnya. Hari pengumuman yang ditunggu pun tiba namun sampai
jumlah pemain yang diperlukan terpenuhi dia tak mendengar namanya. Ikal pun
menjadi sangat sedih karena mimpi terbesarnya telah terhempas, ayah nya adalah
pangkal tolak kesedihannya waktu itu, karena tak bisa mewujudkan impian dari
ayahnya. Harapan yang sekalipun tak diucapkan oleh ayahnya. Ikal kembali ke
kampungnya, ayahnya menyambutnya sambil memeluk nya, air mata ikal pun
mengalir dan meminta maaf kepada ayahnya namun kata-kata ayahnya selalu
membesarkan hati Ikal. Setelah sekian kali Ikal mencoba tes tak kunjung lolos juga,
dan akhirnya dia memutuskan untuk gantung sepatu. Ironisnya ayahnya berakhir
sebagai patriot dan Ikal berakhir sebagai seorang pecundang, walaupun demikian
ayahnya selalu membangkitkan semangat Ikal dan berkata “prestasi tertinggi
seseorang, medali emasnya adalah jiwa besarnya”. Pelan-pelan Ikal pun bangkit
kembali dan mengalihkan dirinya ke permainan bulu tangkis.
Bab 11 : Menjadi Pemain PSSI, Hampir
Karena Ikal mempunyai kisah cinta dengan sepak bola. Lalu Ikal
mengatakan bahwa dia hampir menjadi pemain PSSI. Ikal dan ayahnya semakin setia
kepada PSSI dan cinta mereka tetap kepada PSSI. Ikal semakin dewasa dan ayahnya
semakin tua, luka parah ditempurung lutut ayahnya tak mampu mengayuh sepeda
dan Ikal lah yang bersepeda kebalai untuk menonton PSSI bertarung. Sepanjang
perjalanan Ikal bertanya-tanya tapi seperti biasanya ayahnya hanya diam, sunyi,
senyap, sepi. Ayahnya adalah sebuah pesona dalam keheningan. Ikal bertanya untuk
kedua ratus enam puluh Kali dan hanya tersenyum, bertanya tentang klub kegemaran
dan pemain kesayangan, ayahnya menjawab “Real Madrid, Luis Figo bujang ” . Ikal
sangat senang mendengarnya dan dia pun menjadi penggemar Real Madrid.
Bab 12 : Adriana
Pada bab ini dia bercerita tentang kisah hidupnya setelah tamat SMA
merantau dan kuliah di Universitas Sorbonne, Prancis. Tujuan yang menggoda hati
Ikal adalah Madrid, demi ayahnya. Waktu itu Ikal bersama dengan sepupunya Arai,
Ikal menuju Madrid, Arai meminati Alhambra, dengan keuangan yang sangat kritis
dan berhemat demi mengamankan sejumlah uang untuk membeli kaus bertuliskan
Lius Figo dipunggungnya untuk ayahnya tercinta. Berbulan–bulan Ikal hidup sebagai
backpacker, dengan berjalan sejauh sepuluh kilometer dengan dibebani bakcpack
Ikal pun sampai di Estadio Santiago Bernabeu yang jauh lebih besar dari yang
dibayangkannya. Ikal mengunjungi toko resmi cendera mata Real Madrid disana dia
bertemu dengan seorang gadis bernama Adriana yang berdiri dengan anggun di
belakang sebuah cash register. Ikal tertarik dengan bola matanya yang bulat berwarna
biru ia sangat cantik, berambut pirang, dan tipikal perempuan spanyol. Adriana
tampaknya menawarkan kepada Ikal kaus bertanda tangan asli Luis Figo. Perlahan
tapi pasti Ikal sangat tertarik dengan kaus itu dan berniat untuk membelinya, ternyata
harganya 250 euro yang jauh dari uang yang dimiliki Ikal yaitu 60 euro. Demi
ayahnya Ikal harus tetap membeli kaus tersebut dan akan kembali lagi ketempat itu.
Ikal keluar dan sempat menoleh kebelakang dan melihat Adriana memandanginya
dengan sedih.
Bab 13 : Apa pun yang terjadi
Sebagai seorang backpacker Ikal banyak tau cara untuk survive dan mencari
uang dijalanan. Dari santiago Bernabeu Ikal meluncur ke Barcelona segera ke placa
de catalunya, Suatu ketika Ikal melihat pengumuman lowongan pekerjaan tidak tetap
sebagai pembantu umum untuk latihan klub junior barca. Ikal melamar, akhirnya
diterima dan bekerja sebagai general assistant ditempat tersebut, Ikal sebagai tukang
cat dan angkat-angkat perabot pada siang hari dan tukang pungut bola pada malam
hari dan adakalanya Ikal ikut mengamen bersama backpacker demi memperoleh
uang 250 euro. Sore itu Ikal berjumpa dengan nyonya Vargas, memberinya gaji dan
terkumpul sudah uang tersebut. Dengan terburu-buru ikal pun menuju toko untuk
membeli kaus walaupun sesampainya disana Ikal tak menjumpai kaus tersebut di
dalam bingkai, dia putus asa dan untuk yang kedua kalinya dia tak bisa memenuhi
keinginan ayahnya, Ikal pun berbalik hendak pergi dan terkejut melihat Adriana
didepannya, ternyata Andriana telah menyimpan bajunya jauh-jauh hari karena
Adriana yakin bahwa Ikal akan kembali karena Adriana tau rasanya menjadi
penggila bola, Rupanya Adriana ini juga penggemar Real Madrid.
Sore itu mereka berjanji berjumpa di cofee shop di kawasan santiago
bernabeu, Ikal meminta Adriana untuk mengambil foto bersama kaus Figo di depan
stadion. Dengan berbagai perbincangan dengan Adriana, Adriana pun menawarkan
tiket pertandingan Real Madrid Vs Valncia kepada Ikal karena Adriana merupakan
member istimewayang mempunyai akses pada tiket itu, dengan perasaan bahagia Ikal
mengucapkan banyak terimakasih kepada Adriana.
Bab 14 : Perempuan-perempuan Gila Bola
Beberapa hari setelah menjelang pertandingan antara Real Madrid vs
Valencia. Ikal dan Adriana membuat janji-janji untuk berjumpa lagi. Mereka
kasmaran dengan gairah yang sama yaitu pada sepak bola, gairah itu gairah sepak
bola dan saling memandang lama-lama adalah dua umat manusia gila bola. Ikal
bertanya pada Adriana tentang mengapakah dia tergila-gila dengan sepak bola,
Adriana menjawab sepak bola adalah satu-satunya cinta tak bersyarat didunia ini,
bagi perempuan mencintai sepak bola adalah seluruh antitesis dari susahnya
mencintai manusia. Jawaban Adriana sangat menginspirasi Ikal, ternyata para
perempuan penggila bola mencari riwayat hidup pribadi pemain favorit dan
mengetahui setiap teknik pada permainan sepak bola tersebut. Sepak bola akan
menjadi life style bagi perempuan Indonesia, mendukung PSSI adalah patriotisme
dan menjadi penggila bola berarti menjadi bagian dari keajaiban peradaban manusia.
Akhirnya tiba saatnya Real Madrid dan Valencia bertanding, Adriana hadir
semarak dengan kaus real madrid. Ketika Real Madrid berhasil mencetak gol,
puluhan ribu penonton berteriak “Real!! Real!!” dan Ikal berteriak “Indonesia!
Indonesia!” tak ada yang lebih layak Ikal berikan bagi bangsa selain cinta dan takkan
membiarkan apapun menodai cinta itu. Esoknya Ikal mengirim kaus Luis Figo untuk
ayahnya, Kaus Barcelona Fc untuk pelatih Toharun serta mengirimkan surat yang
akan dibacakan oleh ibu Ikal dilampiri foto Ikal didepan Estadio Santiago Bernabeu
dan dibagian akhir suratnya itu dia menulis sebuah puisi untuk ayahnya.

C. KOMENTAR
Nilai yang terdapat dalam novel sebelas patriot ini adalah Nilai Patriotisme yaitu
kesetiaan dimulai dari Ikal dan ayahnya yang memiliki rasa cinta terhadap tanah air,
menjunjung tinggi nama bangsa, bangga terhadap tanah air terlebih-lebih PSSI, semangat
pantang menyerah, rela berkorban (keikhlasan, keberanian untuk menderita demi
kepentingan bangsa, bersemangat untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik dan
berpartisipasi dalam pembangunan negara), cerita penjajahan Belanda itu membuat Ikal
semakin sadar sangat menderitanya warga Belitong terlebih-lebih ayah nya dan paman-
paman nya pada zaman itu. selain itu novel ini menunjukkan nilai-nilai karakter dimana
dapat diterapkan dikalangan anak muda karena dapat memotivasi setiap pembacanya. Rasa
cinta terhadap ayahnya itu lah yang membuat Ikal semakin pantang menyerah dimana
mengandung Nilai Moral.
Novel ini juga memberikan nilai estetik keindahan dimana kata-katanya memiliki
makna yang sangat mendalam bagi pembacanya seperti “ayah adalah sebuah pesona dalam
keheningan” , Kemudian dari cerita diatas juga banyak menggunakan aliran sastra

D. PENUTUP
1. Alur : Alur campuran dan alur flashback
2. Sudut pandang : Pengarang sebagai pemain dan sekaligus narator
3. Latar tempat : Pulau Belitong, Palembang, Kota Madrid dan Barcelona.
4. Latar waktu : Zaman penjajahan Belanda, masa kecil Ikal, dan masa dewasa
Ikal.
5. Latar suasana : Sedih, haru, tegang, bahagia, kecewa dan rindu.
6. Tokoh
Ikal sebagai aku, Ayah sebagai sibungsu, Paman-paman ikal, Van Holden,
pelatih amin, pelatih toharun, Adriana, nyonya Margarhita Vargas, ibu Ikal, si pemburu
tua, Trapani dan Mahar sahabat Ikal.
7. Amanat
Beberapa amanat yang bisa saya ambil dari novel ini adalah “Prestasi
tertinggi seseorang, medali emasnya adalah jiwa besarnya” artinya prestasi terbesar
dalam hidup adalah jiwanya yang besar yang berguna bagi orang banyak, kemudian
selain itu “menjadi penggila bola berarti menjadi bagian dari keajaiban peradaban
manusia” yang artinya dimana sepak bola ini tak pernah dibatasi oleh waktu.
8. Manfaat
Manfaat yang bisa dipetik dari novel ini adalah kisah yang semakin membuat
sipembaca terinspirasi tentang cinta seorang anak kepada ayahnya dan begitu juga
sebaliknya, pengorbanan seorang ayah, makna menjadi orang Indonesia yang dimana
sepak bola merupakan alat perwujudan cinta pada negara, dan kegigihan dalam
menggapai cita-cita dimana kita semakin tau bagaimana susahnya mendapatkan apa
yang diinginkan serta mencapai tujuan tersebut.
9. Kritik
Dari cerita diatas, saya dapat mengkritik tokoh Trapani dan Mahar sebagai
sahabat Ikal langsung tak berperan/putus di tengah cerita kehidupan, novelnya terlalu
tipis, ceritanya terlalu singkat seakan masih ada sambungan ceritanya sehingga memberi
rasa penasaran bagi sipembaca, alur dari ceritanya juga kurang menarik dimana
ditengah-tengah ceritanya dia memberikan alur flashback sehingga membuat sipembaca
merasa bosan. Banyak kesalahan dalam pengetikan serta banyak kata-kata yang tidak
mudah di simak oleh masyarakat umum terlebih-lebih pembacanya.
10. Saran
Saya menyarankan supaya ada lanjutan dari cerita ini sehingga dapat
memotivasi setiap pembacanya dalam menggapai mimpi, semangat pantang menyerah
walaupun ditengah-tengah perjuangan terhenti karena suatu kendala. Tapi bukan berarti
kita langsung menyerah akan hal itu, itu adalah cobaan, cobaan yang semakin membuat
semangat kita menggebu-gebu.

Anda mungkin juga menyukai