NIM: 175070200111016
f. Faktor Physiological Kondisi fisik seperti status nutrisi, status kesehatan fisik, factor kecacadan
atau kesempurnaan fisik sangat berpengaruh bagi penilaian seseorang terhadap stressor
predisposisi dan presipitasi.
g. Faktor Bahavioral Pada dasarnya perilaku seseorang turut mempengaruhi nilai, keyakinan, sikap
dan keputusannya.
h. Faktor Sosial Manusia merupakan makhluk social yang hidupnya saling bergantung antara satu
dengan lainnya. kehidupan kolektif atau kebersamaan berperan dalam pengambilan keputusan,
adopsi nilai, pembelajaran, pertukaran pengalaman dan penyelenggaraan ritualitas sehingga
berpengaruh terhadap cara menilai stressor predisposisi dan presipitasi.
Masalah deficit perawatan diri terjadi apabila seseorang tidak mampu merawat dirinya sendiri
atau bergantung pada orang lain dan apabila kebutuhan perawatan diri yang terapeutik (total
aktivitas keseluruhan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan universal, perkembangan, dan
deviasi kesehatan) melampaui kemampuan self-care (kemampuan individu dalam melakukan
perawatan diri) (Orem, 1991). Faktor-faktor predisposisi terjadinya gangguan hubungan sosial:
a. Umur:
b. Jenis kelamin: Perempuan memiliki kemungkinan sembuh yang besar karena dapat
menjalankan fungsi social yang lebih baik dibanding laki-laki dengan skizofrenia.
c. Tingkat perkembangan: Hubungan antara factor tahap perkembangan dan deficit perawatan
diri pada individu dengan skizofrenia dapat dijelaskan melalui pemahaman akan kebutuhan
khusus masing-masing usia karena kondisi fisik dan psikologis.
d. Sistem kesehatan: Menurut Orem, factor system kesehatan meliputi diagnose medis atau
diagnose keperawatan dan diberikan terapi farmakologi dapat membantu mengembalikan
kemampuan pada pasien dengan skizofrenia. Tetapi diperlukan juga terapi psikososial (terapi
keluarga) untuk mendorong keterlibatan keluarga, pelatihan keterampilan social untuk
membantu klien mandiri dalam menghidupi dirinya, serta terapi perilaku kognitif untuk
mengurangi gejala gangguan pola piker, persepsi dan terapi vokasional untuk membantu klien
lebih berarti dalam komunitas.
e. Factor system keluarga: meliputi posisi klien dalam keluarga: Terdapat hubungan tidak langsung
antara posisi individu dengan skizofrenia dalam keluarga dalam melakukan perawatan diri.
Dukungan keluarga dapat membantu kesembuhan pasien berupa keterlibatan klien melakukan
tugas rumah tangga, melatih kemampuan klien menjalankan aktivitas sehari-hari, dan
menyediakan dukungan financial dan emosional untuk mendorong klien meningkatkan
kemandirian klien dalam perawatan mandiri.
f. Factor lingkungan meliputi orientasi social dan budaya: Tingkat keparahan skizofrenia berbeda
antara dinegara maju dan negara berkembang karena pada negara berkembang memiliki tingkat
keparahan yang rendah dan jumlah sembuh total cukup tinggi karena pasien skizofrenia tidak
terstigma seperti yang dialami negara maju dan masyarakat dinegara berkembang memberikan
lebih banyak kesempatan pada individu dengan gangguan jiwa melakukan berbagai pekerjaan
seperti berladang, menggali untuk irigasi atau menjaga anak.
g. Tersedianya sumber-sumber fasiilitas umum: Ketidaktersediaan sumber yang relevan dalam
proses rehabilitasi individu dengan skizofrenia menyebabkan degradasi fungsi dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari pada individu.
Untuk mengkaji pasien isolasi social dapat menggunakan wawancara dan observasi kepada pasien dan
keluarga. Pertanyaan berikut dapat ditanyakan pada waktu wawancara untuk mendapatkan data
subjektif:
1) Identitas klien : nama mahasiswa, nama panggilan, nama klien, nama panggilan klien, tujuan,
waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan. Tanyakan dan catat usia klien dan No
RM, tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat.
2) Alasan masuk : Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau dirawat di rumah sakit
Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau dirawat di rumah sakit, Apakah sudah
tahu penyakit sebelumnya, apa yang sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah ini.
3) Faktor predisposisi
Faktor biologis: Faktor herediter, riwayat penyakit atau trauma kepala, riwayat penggunaan
NAPZA.
Faktor Psikologis: pengalaman tidak menyenangkan pasien terhadap gambaran diri,
ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang dimiliki, kegagalan dalam mencapai harapan atau
cita-cita, krisis identitas dan kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri maupun lingkungan.
Faktor sosial budaya: sosial ekonomi rendah, riwayat penolakan lingkungan pada usia
perkembangan anak, tingkat pendidikan rendah, kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian,
hidup sendiri)
4) Stressor Presipitasi dapat dikelompokkan dalam kategori:
1. Stressor Sosial Budaya Stress: factor keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya dirawat di rumah sakit.
2. Stressor Psikologis: Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain sehingga dapat menimbulkan isolasi
sosial.
5) Pemeriksaan fisik : memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan apakah
ada keluhan fisik yang dirasakan klien.
6) Psikososial
a) Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola komunikasi, pengambilan
keputusan dan pola asuh.
b) Konsep diri
a. Gambaran diri Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai, reaksi
klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian yang disukai.
b. Identitas diri Klien dengan isolasi social mengalami ketidakpastian memandang diri, sukar
menetapkan keinginan dan tidak mempu mengambil keputusan.
d. Ideal diri : Perawat harus dapat mengidentifikasi Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang
ideal, posisi, tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah.
c). Hubungan sosial : Perawat harus menyadari luasnya dunia kehidupan klien dan peran serta
dalam kegiatan kelompok/masyarkat sosial apa saja yang diikuti dilingkungannya.
7) Status mental
1. Penampilan : pasien tambah tidak rapi, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak
seperti biasanya, rambut kotor, rambut seperti tidak pernah disisr, gigi kotor dan kuning, kuku
panjang dan hitam
2. Pembicaraan: Tidak mampu memulai pembicaraan, berbicara hanya jika ditanya. Cara berbicara
digambarkan dalm frekuensi (kecepatan, cepat/lambat) volume (keras/lembut) jumlah (sedikit,
membisu, ditekan) dan karakteristiknya (gugup, kata-kata bersambung, aksen tidak wajar). Pada
pasien isolasi sosial bisa ditemukan cara berbicara yang pelan (lambat, lembut, sedikit/membisu,
dan menggunakan katakata simbolik).
Untuk mengetahui apakah pasien mengalami masalah kurang perawatan diri maka tanda dan gejala
dapat diperoleh melalui observasi pada pasien yaitu sebagai berikut.
1. Gangguan kebersihan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau, serta
kuku panjang dan kotor.
4. Ketidakmampuan BAB atau BAK secara mandiri ditandai dengan BAB atau BAK tidak pada
tempatnya, serta tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat digunakan perawat untuk mengkaji pasien terkait masalah
keperawatan kurang perawatan diri:
1. Apakah pasien dapat membersihkan dirinya sendiri seperti mandi, gosok gigi, keramas secara
mandiri?
2. Apakah pasien dapat menghias diri atau berdandan secara mandiri?
3. Apakah penampilan pasien tampak kusut, kumuh, bau badan?
4. Apakah pasien dapat memakai/melepas pakaian/sepatu dengan rapi secara mandiri?
5. Apakah pasien dapat mengambil makanan, menghabiskan makanannya menggunakan
peralatan makan/minum?
6. Apakah pasien dapat BAK/BAB serta membersihkan diri secara mandiri?
7. Apakah pasien malas dalam beraktivitas atau menarik diri?
8. Apakah pasien sedang menderita gangguan kesehatan seperti kelumpuhan, bed rest, nyeri,
pemakaian traksi, penyakit bawaan?
9. Apakah pasien memiliki pengetahuan tentang personal hygiene dan motivasi hidup sehat?
1.4 Intervensi
a. Isolasi Sosial
Tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien secara individu:
1. Strategi pelaksanaan (SP 1): Tindakan keperawatan pada pasien isolasi sosial:
a. Bantu pasien untuk mengenal masalah isolasi sosial (penyebab, tanda gejala, manfaat
sosialisasi, dan kerugian tidak berinteraksi sosial dengan orang lain)
b. Latih pasien untuk berkenalan dengan cara yang baik (di RS)
c. Latih pasien untuk bercakap-cakap dengan baik ketika melakukan satu kegiatan harian
dirumah (dikomunitas)
d. Bantu pasien menyusun jadwal kegiatan latihan
2. Strategi pelaksanaan (SP 2): Tindakan keperawatan pada pasien isolasi sosial yaitu:
a. Evaluasi jadwal latihan SP 1 dan berikan pujian terhadap pasien
b. Latih pasien berinteraksi bertahap dengan 2 orang di (RS)
c. Latih cakap-cakap dengan baik ketika melakukan 2 kegiatan dirumah (komunitas)
d. Bantu pasien menyusun jadwal kegiatan latihan
3. Strategi pelaksanaan (SP 3): Tindakan keperawatan pada pasien isolasi sosial:
a. Evaluasi hasil kegiatan harian pasien sesuai SP 1 dan SP 2 serta berikan pujian pada
pasien
b. Latih pasien cara bercakap-cakap dengan orang lain secara bertahap dengan 3-4 orang
(di RS)
c. Latih pasien bercakap-cakap dengan baik ketika melakukan 3-4 kegiatan harian dirumah
(dikomunitas)
d. Bantu psaien menyusun jadwal kegiatan latihan bersosialisasi
4. Strategi Pelaksanaan (SP 4) : Tindakan keperawatab pada pasien isolasi sosial:
a. Evaluasi hasil kegiatan harian pasien sesuai SP 1, SP 2, SP 3 serta berikan pujian pada
pasien
b. Latih pasien cara bercakap-cakap dengan orang lain secara bertahap dengan 3-4 orang
(di RS dan dikomunitas melalui posyandu kesehatan jiwa)
c. Latih pasien bercakap-cakap dengan baik ketika melakukan 3-4 kegiatan harian dirumah
(dikomunitas)
d. Berikan dukungan positif terhadap setiap keberhasilan pasien
Tindakan keperawatan pasien dengan isolasi sosial melalui asuhan keperawatan pada
keluarga pasien/caregiver yang bersangkutan yaitu:
1. Strategi pelaksanaan (SP 1): Tindakan keperawatan pada keluarga pasien isolasi sosial
a. Identifikasi masalah yang dialami saat merawat pasien
b. Edukasi peran keluarga tentang penyebab, proses terjadinya, tanda gejala dan
dampak yang ditimbulkan dari isolasi sosial pasien
c. Edukasi menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif
d. Edukasi peran keluarga cara merawat pasien untuk melatih pasien bersosialisasi
secara bertahap
e. Latih keluarga tentang cara merawat pasien isolasi sosial yaitu bercakap-cakap
dalam keterlibatan satu kegiatan rumah tangga
f. Edukasi keluarga untuk membantu pasien melaksanakan jadwal latihan
g. Edukasi keluarga tentang tanda dan gejala kekambuhan yang disegerakan untuk
rujuk
a. Strategi pelaksanaan (SP 2): Tindakan keperawatan pada pasien isolasi sosial yaitu:
e. Evaluasi jadwal latihan SP 1 dan berikan pujian terhadap pasien
f. Latih pasien berinteraksi bertahap dengan 2 orang di (RS)
g. Latih cakap-cakap dengan baik ketika melakukan 2 kegiatan dirumah (komunitas)
h. Bantu pasien menyusun jadwal kegiatan latihan
b. Strategi pelaksanaan (SP 3): Tindakan keperawatan pada pasien isolasi sosial:
e. Evaluasi hasil kegiatan harian pasien sesuai SP 1 dan SP 2 serta berikan pujian pada
pasien
f. Latih pasien cara bercakap-cakap dengan orang lain secara bertahap dengan 3-4 orang
(di RS)
g. Latih pasien bercakap-cakap dengan baik ketika melakukan 3-4 kegiatan harian dirumah
(dikomunitas)
h. Bantu psaien menyusun jadwal kegiatan latihan bersosialisasi
c. Strategi Pelaksanaan (SP 4) : Tindakan keperawatab pada pasien isolasi sosial:
e. Evaluasi hasil kegiatan harian pasien sesuai SP 1, SP 2, SP 3 serta berikan pujian pada
pasien
f. Latih pasien cara bercakap-cakap dengan orang lain secara bertahap dengan 3-4 orang
(di RS dan dikomunitas melalui posyandu kesehatan jiwa)
g. Latih pasien bercakap-cakap dengan baik ketika melakukan 3-4 kegiatan harian dirumah
(dikomunitas)
h. Berikan dukungan positif terhadap setiap keberhasilan pasien
b. Defisit Perawatan Diri
Tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien secara individu:
1. Strategi pelaksanaan (SP 1): Tindakan keperawatan pada pasien:
a. Identifikasi manfaat dari perawatan kebersihan diri
b. Latih pasien untuk mandi dengan benar
c. Latih pasien untuk berkeramas dengan benar
d. Latih pasien untuk merawat kuku dengan benar/
e. Berikan dukungan positif pada setiap keberhasilan pencapaian pasien
f. Buat jadwal harian untuk latihan perawatan diri
2. Strategi pelaksanaan (SP 2): Tindakan keperawatan pada pasien isolasi sosial:
a. Evaluasi hasil kegiatan harian pasien sesuai SP 1 dan SP 2 serta berikan pujian
pada pasienberhias dan berpakaian
b. Latih pasien untuk berpakaian rapi dan sesuai
c. Latih pasien cara berhias diri/berdandan
d. Berikan dukungan positif setiap keberhasilan pencapaian pasien
e. Masukkan ke jadwal kegiatan harian
3. Strategi pelaksanaan (SP 3): Tindakan keperawatan pada keluarga pasien defisit
perawatan diri:
d. Evaluasi hasil kegiatan harian pasien sesuai SP 1, SP 2 serta berikan pujian pada
pasien
e. Latih pasien tata cara makan dengan benar
f. Latih pasien tata cara minum dengan benar
g. Berikan dukungan positif pada setiap keberhasilan pencapaian pasie
4. Strategi pelaksanaan (SP 4): Tindakan keperawatan pada keluarga pasien isolasi sosial:
a. Evaluasi hasil kegiatan harian pasien sesuai SP 1, SP 2, SP 3 serta berikan pujian pada
pasien
b. Latih tata cara buang air besar (BAB) yang benar
c. Latih tata cara Buang air kecil (BAK) dengan benar
d. Berikan dukungan positif pada setiap keberhasilan pencapaian psaien
e. Masukkan ke jadwal kegiatan harian
Tindakan keperawatan pasien dengan defisit perawatan diri melalui asuhan keperawatan
pada keluarga pasien/caregiver yang bersangkutan yaitu:
Terapi Aktivitas Kelompok : Sosialisasi (TAKS) merupakan suatu rangkaian kegiatan yang sangat
penting dilakukan untuk membantu dan memfasilitasi klien isolasi sosial untuk mampu
bersosialisasi secara bertahap melalui tujuh sesi untuk melatih kemampuan sosialisasi klien.
Ketujuh sesi tersebut diarahkan pada tujuan khusus TAKS, yaitu : kemampuan memperkenalkan
diri, kemampuan berkenalan, kemampuan bercakap-cakap, kemampuan menyampaikan dan
membicarakan topik tertentu, kemampuan menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi,
kemampuan bekerja sama, kemampuan menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan
TAKS yang telah dilakukan.
f. Kemampuan pasien untuk masalah isolasi sosial (penyebab, tanda dan gejala, akibat jika isolasi
sosial tidak tertangani dengan baik, manfaat berinteraksi sosial dan kerugian jika tidak
berinteraksi sosial)
g. Kemampuan pasien untuk bersosialisasi secara bertahap baik dilingkungan keluarga maupun
masyarakat
h. Kemampuan pasien untuk melatih kemampuan berkomunikasi asertif
Daftar Pustaka:
Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Ns. Erni Wuri Wuryaningsih, M.Kep., Sp. Kep. J dkk. 2018. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa 1.
Jember: UPT Percetakan dan Penerbitan Universitas Jember
Akbar, Amar; Lilik Makrifatul Azizah; Imam Zainuri. 2016. BUKU AJAR KEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka
Novy Helena CD, Abdul Wakhid, Achir Yani S. Hamid. 2013. PENERAPAN TERAPI LATIHAN
KETRAMPILAN SOSIAL PADA KLIEN ISOLASI SOSIAL DAN HARGA DIRI RENDAH
DENGAN PENDEKATAN MODEL HUBUNGAN INTERPERSONAL PEPLAU DI RS DR
MARZOEKI MAHDI BOGOR. Jakarta: Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 1, Mei 2013;
34-4834 file:///C:/Users/param/Downloads/ISOLASI%20SOSIAL%20JIWA.pdf diakses pada
tanggal 17 Februari 2020
Wan Muhartyati. Surya Efendia, Atih Rahayuningsihb. 2012. Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas
Kelompok Sosialisasi Terhadap Perubahan Perilaku Klien Isolasi Sosial. Padang: NERS
JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 2, Desember 2012 : 105-114
file:///C:/Users/param/Downloads/TAK%20ISOS.pdf diakses pada tanggal 17 Februari 2020
ners.fkep.unand.ac.id/index.php/ners/article/view/73/68
103.97.100.145/index.php/JKJ/article/view/973/1022
103.97.100.145/index.php/JKJ/article/view/911/965
www.jks.fikes.unsoed.ac.id/index.php/jks/article/view/275/150
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/11282/10872
file:///C:/Users/param/Downloads/defisit%20perawatan%20diri.pdf
file:///C:/Users/param/Downloads/972-2053-1-SM.pdf
125
286