KELAS : VII
Dokter Yoga : Selamat pagi! Saya senang sekali berjumpa dengan Adik.
Herlina : Dok, maksud kedatangan saya ini adalah untuk mewawancarai
Dokter mengenai sejumlah tanaman obat di Indonesia, khususnya
temu lawak. Beberapa waktu yang lalu, saya membaca profil
Anda di jurnal yang menyebutkan bahwa Anda adalah peneliti
Temu lawak di Korea. Dokter Yoga tidak keberatan ‘kan?
Dokter Yoga : Oh… tentu saja tidak. Saya justru senang karena temu lawak yang
berkasiat itu menjadi dikenal dan diperhatikan manfaatnya oleh orang
banyak. Silakan saja apa yang ingin Adik ketahui tentang temu lawak?
Herlinda : Mengapa Anda tertarik meneliti temu lawak, Dok?
Dokter Yoga : Jika Anda berbicara tentang ginseng pasti yang terlintas negara Korea,
padahal, negara penghasil ginseng terbesar di dunia adalah Kanada
dan Cina. Orang Korea sendiri juga mengimpor bahan dasar gingseng
dari Kanada dan Cina. Sebaliknya, tanaman temu lawak hanya terdapat
di Indonesia. Saya berharap temu lawak bisa menjadi ikon tanaman
obat dari Indonesia, sama seperti gingseng yang sudah menjadi ikon
Korea.
Herlina : Apakah temu lawak termasuk tumbuhan yang sulit tumbuh?
Dokter Yoga : Oh, tidak. Temu lawak mudah tumbuh di berbagai daerah di Indonesia,
temu lawak dapat ditemukan di Jawa, Bali, NTB, dan Maluku Selatan.
Temu lawak yang nama latinnya Curcuma zanthorrhiza merupakan
tanaman yang hampir tidak memiliki musuh (hama). Tanaman itu
Herlina : Apa saja manfaat temu lawak, Dok?
Dokter Yoga : Manfaat temu lawak, antara lain sebagai antiketombe, untuk pasta
gigi, dan dimungkinkan dapat digunakan untuk mengatasi penyakit
kanker.
Latihan 2.1
Buatlah daftar pertanyaan yang sesuai dengan pernyataan berikut!
3. “PERBATASAN”
Perbatasan biasanya pagi selalu diawali dengan tepukan hangat tangan Ibu dipipiku.
Tangan itu selalu berbau nasi bercampur kayu bakar. Tapi pagi ini, aku dibangnkan oleh
suara kentongan keras dari arah bale warga yang berjarak 500 meter dari rumahku. Aku
tergeregap. Dari bunyinya kentongan itu dipukul kerap dan cepat. Segera aku berlari
keteras. Hampir berbarengan dengan ibu yang keluar dari dapur yang membawa centhong.
“Pasti ada yang ditemukan lagi diperbatasan,” kata ibu sambil mengelap tangannya yang
Beberapa warga berlari melewati rumahku menuju bale warga. Pak sangkuy sempat
berhenti dan mengajak ibu turut serta. “nanti nasiku gosong” jawab ibu sambil
Aku diperbolehkan Ibu bergabung dengan mereka ketika Vadi lewat berlari-lari keci
dibelakang pamannya.
“hati-hati. Jangan melihat terlalu dekat,” pesan ibu sambil mengelus rambut ku.
Aku segera berlari mengejar Vadi. Ternyata dugaan Ibu benar. kata Vadi, subuh
“Yang menemukan Draja,“ tutur Vadi sambil ter engah-engah. Kaki kecil kami
memang harus bergerak lebih cepat agar tak ketinggalan dengan langkah orang dewasa.
bawah tangga. Sambil bergandengan, aku dan Vadi mencoba menyelinap menyibak pinggang
orang-orang yang memenuhi rumah panggung ini. Ukuran badan kami yang kecil ternyata
bertubuh kurus. Mengenakan celana seperti lelaki dari bahan yang sepertinya keras. Aku
tak tahu namanya. Di atas nya, ia mengenakan baju tanpa lengan dengan leher tinggi di
Rambut sebahu perempuan itu di biarkan terurai. Sebagian kusut, di antara helaian
bawah telinga nya. Ukuran nya cukup besar, hampir sebesar kuping nya.
Dengan gelisah,perempuan itu duduk menekuk kedua kaki nya hingga merapat ke
dada nya. Ke dua tangan nya berpangku memeluk lutut. Kepalanya menunduk. Tak berani
mendongak melihat banyak nya pasangan mata warga desa ku yang berdiri mengelilingi nya.
Ia seperti bayi rusa yang di temukan Khadi sepuluh hari yang lalu. Bedanya, bayi rusa itu
berani membuka mata nya dan melihat orang-orang yang mengelilingi nya.
Kami bukan nya ingin menjadikan perempuan itu sebagai tontonan. Tapi aku
tahu,penduduk desa ini tak berani melakukan sesuatu tanpa perintah pemimpin desa, Jardin.
Untung lah salah seorang pemuda yang di minta menjemput Jardin,sudah kembali
bersamanya. Setelah Jardin muncul, semua dengungan warga yang sibuk mengomentari
kemunculan perempuan itu langsung berhenti. Arah pandangan seluruh warga mengikuti
Jardin, yang berjalan tenang mendekati perempuan yang masih duduk menekuk kaki itu.
Begitu sampai di hadapan perempuan itu, Jardin ikut berjongkok. Ia mengelus perlahan
kepala perempuan yang tetap menunduk itu. Begitu ia berdiri, seluruh warga langsung
“tentunya semuanya setuju kalau tamu kita ini beristirahat. Aku akan mengantarnya
ke salah satu rumah warga untuk tinggal sementara di sana. Setelah itu, seperti biasa, kita
semua akan menjadi tuan rumah yang baik” jardin bertepuk tangan tiga kali, dan semua
“aku ingin ikut ke rumahmu. Perempuan ini bisa tinggal bersamamu kan?”
Aku mengangguk. Jadi, aku dan vadi masih tinggal di bale warga. Menatap perempuan
“ayo!” ajak Jardin sambil menggandeng tangan wanita itu. Dalam diam, akhirnya kami
Perempuan itu bernama Susan. Nama yang aneh untuk kampung kami. Meski aneh,
entah kenapa aku sepertinya cukup akrab dengan nama itu. Susan tak banyak bicara. Sering
ia terlihat bengong, menatap tanpa arah. Jika sudah seperti itu, Ibu cepat-cepat mengajak
Susan bicara tentang apa saja dan Susan menanggapinya dengan menis menurutku pada
dasarnya ia tak sulit di ajak bicara, hanya sering percakapan ibuku dengan Susan kurang aku
pahami.
“kalau mau, kamu bisa ikut mandi di kali. Disini sudah biasa waktu pagi dan sore
hari,anak-anak muda seperti mu mandi bersama. Orang tua seperti ku sesekali ikut. Tapi
sering terlalu banyak pekerjaan yang harus ku bereskan,jadinya tak sempat ikut. kalea bisa
mengerti pertanyaan nya setelah itu ”hanya perempuan sajakan yang mandi di kali?”.
“Tentu saja tidak. Pada dasarnya bisa ikut mandi bersama. Bukankan tadi aku
Yang lebih membuat kami bingung, meihat reaksi Susan setelah itu matanaya
terbeliak. Mulutnya ternganga. Seperti oarang yang barusaja dikageti” gila! Mandi bersama
“Porno itu apa? Kenapa kamu biilang gila? Kami bukan orang gila!” kataku.
“Aku baru sadar kalo aku terdampar ditempat aneh,” ujarnya setengah bergumam.
“lelaki dan perempuan tidak seharunya mandi bersama. Ituh terlarang. kalau sudah kawin sih
tidak masalah. Tapi kalo belum sih ituh tidak boleh, dosa, tabu,” tambahnya.
Aku dan ibu langsung menggeleng-geleng kepala. kami sama-sama menghela napas.
“sudah bertahun-tahun kami melakukan nya.makannya kami tidak tahu yang aneh dari mandi
bersama.mungkin hal ini takbiasa ditempat mu berasal. Tapi sekarang kamu ada di sini.
Ibu langsung berbalik kedapur seperti orang marah. Aku juga ingin marah. Tapi aku
Untuk menghilangkan kebingungan susan, seharian itu Aku ajak dia jalan-jalan. Di tepi
kali, ia tak bisa menahan diri sekali berteriak kaget saat mendapati para perempuan di
desa kami mandi di kali. Waktu kuajak dia menanti giliran para lelaki mandi, susan langsung
tak kuketahui persisnya, kata jardin, penghuni kampung ini semuanya pendatang yang tiba-
tiba masuk dari perbatasan. Selebihnya anak-anak sepertiku, lahir dikampung ini. Tidak ada
yang tahu perbatasan itu seperti apa. Menurut yang kudengar , baik ibuku maupun orang-
orang dewasa dikampung ini, tiba-tiba saja muncul diperbatasan dalam keadaan tak sadar
Setelah dikampung ini, biasanya orang-orang dewasa itu perlahan-lahan akan lupa akan
tempat asalnya. Kalaupun tidak lupa, mereka tidak bisa lagi kembali. Aku sendiri belum
pernah keperbatasan, tapi kata orang-orang, perbatasan kampung ini berupa hutan yang tak
berujung. Mungkin karena itulah, mereka tidak ada yang pernah mencoba untuk kembali,
Entah karena malas saking lebat dan luasnya hutan tersebut, atau mereka sudah betah
tinggal di kampung ini. Aku pikir alasan utamanya karena mereka betah. Soalnya, sebagian
besar dari mereka tak pernah mencoba datang ke perbatasan. Kata mereka, kehidupan di
Lihat saja Susan. Meski ia terkaget-kaget melihat cara mandi orang-orang di kampung
ini, dalam waktu seminggu, ia sudah bergabung dengan mereka. Bahkan paling semangat.
SEBULAN setelah susan ditemukan, entah kenapa banyak sekali orang yang ditemukan
di perbatasan. Hal ini membuat jardin menyuruh membuat lebih banyak rumah. Banyaknya
orang yang datang membuat sebagian besar orang dewasa mulai mengadakan banyak
pembicaraan rahasia.
Kata jardin, akan makin banyak orang yang ditemukan di perbatasan. Kita harus siap-
Mereka mengira aku sudah tidur. Makanya mereka tidak lagi bicara sambil berbisik-
bisik.
Aku tahu saat seperti ini akan datang. Mereka semakin terhimpit, tersedak, saat
Kita sudah beruntung berada di tempat ini. Masih banyak orang-orang tertinggal di
daerah sana. Aku dengar dari mereka yang baru tiba, situasi makin tak karuan. Banyak
aturan yang semakin menjauhkan manusia dari naluri mereka. Perempuan dilarang keluar
malam. Bergandengan tangan juga dihukum. Bahkan mereka mulai menangkapi lelaki yang
tinggal bersama dengan teman lelakinya, juga perempuan-perempuan yang hidup satu
rumah.
Aku tersentak. Tak dapat kubayangkan betapa mengerikannya daerah asal ibuku.
Bagaimana mungkin bergandengan tangan pun dilarang. Padahal di kampung ini, setiap orang
Setiap bertemu, kami berciuman. Baik itu sesama perempuan, sesama lelaki, atau lelaki
dan perempuan. Tak ada yang salah dari semua itu. Aku bahkan tak habis pikir kenapa
Saat kuceritakan semua ini kepada Vadi, dia begitu marah. Sambil membawa rotan, ia
mengajakku pergi ke perbatasan. Aku menolak. Tapi Vadi menarik keras tanganku. Kami
akhirnya berlari menuju batas desa. Pohon-pohon begitu tinggi dan lebat. Aku ragu
melangkah. Tapi Vadi semakin keras menggenggam tanganku. Sebelah tangannya yang lain
memegang sebilah rotan dengan kuat. Aku tahu ia sangat marah sekali. Jika sudah seperti
Sia-sia. Ujung-ujungnya seolah menyatu dengan langit. Aku tak dapat melihatnya. Sinar
matahari membuatku silau. Saat menunduk, baru kusadar langkah kami sudah memasuki
hutan. Anehnya, saat melewati pohon demi pohon, kami seolah melewati udara. Batang-
satu demi satu. Tak kurasakan lagi cahaya matahari. Aku ingin kembali. Tapi entah kenapa
Tapi kami tak dapat berhenti. Semakin jauh kami berjalan, kegelapan semakindatang.
Hingga akhirnya kami mendapati kegelapan itu dipenuhi titik-titik cahaya seperti kunang-
kunang. Hanya saja kunang-kunang itu berukuran besar dan menempel di semacam kayu
berwarna putih. Saat kuketuk batangnya. Terdengar bunyi tang. Keras sekali. Tanganku
sampai sakit.
Tempat kami berpijak bukan tanah. Aku tak tahu apa namanya. Berwarna abu-abu
dan berbentuk kotak-kotak panjang yang ditempel berjajar. Di depan kami, melintas benda-
benda seperti kardus berukuran besar dengan orang duduk di dalamnya. Benda-benda itu
bergerak begitu cepat. Melebihi lari seorang manusia. Refleks, kugenggam telapak tangan
Tiba-tiba, sebuah kardus berhenti. Dari dalam keluar laki-laki berseragam membawa
tongkat. Mereka melihat kami. Spontan kami berbalik dan lari. Mereka mengejar. Aku tak
tahu mengapamereka meneriaki kami. Tapi sambil berlari, kulihat mereka juga mengejar
beberapa perempuan. Keadaan begitu kacau balau. Teriakan perempuan terdengar di mana-
Kutarik tangan Vadi. Kami mencoba mencari hutan yang kai lalui tadi. Tapi kami tidak
menemukannya. Kami terus berlari. Bercampur bersama para perempuan yang dikejar para
lelaki berseragam itu. Entah sampai kapan kami harus berlari. Perbatasan itu tak kami
temukan lagi.
“PERBATASA”
Alur cerita ini merupakan peristiwa yang jalin-menjalin berdasar atas urutan, urutan
kejadian, Jalin-menjalinnya berbagai peristiwa waktu, sehingga alur cerita ini alur maju
Aku→ yang menjadi tokoh Aku dalam cerpen perbatasan meruapakan seorang anak kecil
yang tinggal di suatu desa. Wataknya yang menjadi tokoh “aku” adalah orang yang selalu
ingin tau segala sesuatu kejadian dan permasalahan. Beperan sebagai peran prontagonis.
Ibu → yang menjadi tokoh Ibu dalam cepen perbatasan adalah seorang Ibu rumah
tangga yang sama dengan anaknya yang tinggal di desa. Watak tokoh Ibu dalam cerpen
perbatasan adalah selalu berhati-hati dalam memutuskan suatu hal dan baik hati, ramah
tamah, dan mudah bersosialisasi terhadap orang yang belum ia kenal. Berperan sebagai
peran prontagonis.
vadi→temannya yang menjadi Tokoh aku dan wataknya sama dengan yang menjadi tokoh
aku, yaitu selalu ingin tau terhadap suatu hal kejadian. Berperan sebagai peran prontagonis
Jardin→ adalah seorang pemimpin desa. Watak Jardin dalam cerita ini sifatnya baik
hati dan selalu bisa mengatur warganya yang baru dan yang lama. Berperan sebagai peran
prontagonis
Susan→adalah seorang perempuan yang berumur kira-kira 22 tahun yang tersesat di
suatu tempat yang disebut perbatasan. Wataknya tidak mudah bersosialisasi dengan orang
D. Menurut Nurgiyantoro (2004:227—233) unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur
Latar yang terjadi dalam cerpen perbatasan adalah di sebuah kampung, perbatasan, hutan,
o Masyarakat yang tinggal di kampung dekat perbatasan masyarakatnya tidak mengenal
agama, perilakunya bebas tidak ada aturan, tidak mengetahui soaial budaya yang baik dan
o Latar sosial yang menjadi tokoh Susan, orangnya beragama, mengetahui yang benar dan
Pengarang mengungkapkan gagasanya dan pikiranya kedalam cerita ini mengungkapakan
kurangnya peradaban manusia terhadap hal-hal yang ber agama, modern, budaya dan soial.
Posisi cerita ini berganti-ganti, karena banyak kejadiannya sehingga diceritakan secara satu
persatu tetapi tersusun ceritanya dari kejsdian yang satu ke kejadian yang lainnya.
berikut berdasarkan pembedaan yang telah umum dilakukan orang yaitu bentuk persona
persona yang pertama “dia”, yaitu yang menjadi tokoh utama dalam cerita
perbatasan yang bernama Suasan dan yang menjadi persona yang ketiga yaitu yang menjadi
tokoh aku yaitu sorang anak kecil yang berperan banyak membantu Susan.
Citra/imaji. Citra/imaji adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas
atau memperkonkret apa yang dinyatakan pengarang sehingga apa yang digambarkan itu
dicium ( citraan penciuman), dirasa (citraan taktil), diraba (citraan perabaan), dicecap
Kutu yang memang usil itu selalu mengejek sapi dengan angkuhnya. “Hai sapi … betapa
bodohnya dirimu, setiap hari kau selalu bekerja keras untuk tuanmu si petani itu, tapi apa
balasannya terhadapmu!” Mendengar ocehan kutu itu sapi hanya diam saja ia tetap asyik
menikmati rumput segar yang diberikan si petani. Melihat sapi hanya diam kutupun semakin
berani “Balasannya untukmu hanya setumpuk jerami atau rumput segar saja dan tentu dengan
tepukan-tepukan tangan si petani di kepalamu yang membuatmu menjadi semakin bodoh!”
Begitulah kehidupan si sapi di dalam kandangnya, ia harus terus bersabar dengan celoteh kutu
dan gigitannya yang membuatnya gatal. Sapi hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala setiap
kali rasa gatal akibat ulah si kutu itu menyerang. Setiap hari juga kutu merasa senang
mengganggu dan menggoda si sapi yang tidak pernah bisa membalas kelakuannya.
Suatu hari tiba waktunya untuk petani memberi makan kepada sapi di dalam kandangnya. Kutu
yang sudah biasa melihat rutinitas itu ingin sekali melihat dengan lebih jelas dan tidak mau
ketinggalan sedikitpun apa yang akan dilakukan petani kepada sapi. Kutu berdiri di atas kepala
sapi dengan congkaknya.
Setelah memberi makan kepada sapinya seperti biasa petani itupun menepuk-nepuk kepala si
sapi. Dan kutu yang sejak tadi berada di atas kepala sapi itu tidak bisa menghindar terkena
tepukan tangan si petani. Akirnya kutupun mati terpelanting jatuh ke tanah karena
kesombongannya sendiri. Ia lupa rutinitas petani yang selalu menepuk-nepuk kepala sapi,
sehingga kutupun mati.
Sapi yang melihat kejadian itu hanya bergumam “Sekarang kau sudah merasakan sendiri tepukan
tangan petani di kepalaku yang selalu kau ejek itu kutu.” Dan hari-hari berikutnya sapi hidup
lebih tenang dan nyaman tanpa gangguan dari kutu.