Disusun oleh:
160112150015
Pembimbing:
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
2.1.2 Anamnesis..........................................................................................3
2.1.10 Diagnosis............................................................................................6
2.1.12 Prognosa.............................................................................................7
2.2.1 Anamnesis..........................................................................................8
2.2.5 Diagnosis..........................................................................................10
ii
iii
3.1.3 Patofisiologi.....................................................................................17
3.1.5 Diagnosa...........................................................................................21
3.1.7 Terapi...............................................................................................26
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................28
BAB V SIMPULAN..............................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32
BAB I
PENDAHULUAN
Ulcer merupakan defek epitel yang berbatas tegas dan tertutupi oleh suatu
patologik yang ditandai dengan ulser yang berulang, sakit, kecil, ulser bulat atau
oval, dikelilingi oleh pinggiran yang eritematus dengan dasar kuning keabu-abuan
(Scully, et al., 2008). RAS merupakan lesi mukosa rongga mulut yang sering
terjadi pada mukosa oral, mengenai 5-25% dari populasi. RAS dapat terjadi
penyakit ini berkurang seiring bertambahnya usia. Sekitar 80% pasien dengan
kasus RAS, onset penyakit terjadi ketika mereka memasuki usia dekade ke-2.
Pada kasus RAS dengan onset usia lebih dari 30 tahun, diketahui terdapat faktor
predisposisi yang mengawalinya atau ulser tersebut bukanlah kasus RAS yang
(Scully, et al., 2008). Lokasi lesi umumnya terdapat pada area mukosa rongga
mulut yang tidak berkeratin seperti bibir, pipi, dasar mulut dan vestibulum, serta
sendirinya (self-limiting disease) pada hampir semua kasus (Slebioda et al, 2013).
Pada saat makan dan berbicara, pasien dengan RAS sering mengalami rasa sakit
1
2
RAS tidak memiliki penyebab secara pasti, akan tetapi terdapat beberapa
faktor predisposisi yang dapat mengawali terjadinya RAS, seperti genetik, trauma,
alergi terhadap suatu jenis makanan, hormonal (saat siklus menstruasi), stress dan
cemas, kebiasaan merokok, produk kimia, dan infeksi mikroba (Guallar, et al.,
2014).
(RAS) pada pasien wanita berusia 23 tahun yang datang ke RSGM Unpad. Pasien
tersebut mengeluhkan terdapat sariawan di gusi rahang bawah dekat lidah terasa
sakit saat makan, berbicara, dan tersentuh lidah sehingga mengganggu aktivitas.
BAB II
LAPORAN KASUS
Umur : 23 tahun
Alamat : Bandung
Pekerjaan : Mahasiswa
2.1.2 Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan terdapat sariawan di gusi dekat lidah sejak 1
hari yang lalu. Pasien tidak nyaman dengan sariawannya karena terasa sakit. Sakit
Pasien mengaku bahwa ibunya juga sering terjadi sariawan setiap bulannya.
3
4
sariawannya diobati.
Hipertensi : YA/TIDAK
Asma/alergi : YA/TIDAK
Hamil : YA/TIDAK
Kontrasepsi : YA/TIDAK
Lain-lain : YA/TIDAK
Kelenjar Limfe
TMJ : TAK
Wajah : Simetris
Lain-lain :-
Frenulum : TAK
BUKAL
UE CS UE
LINGUAL
UE CS PE
Radiologi : TDL
Darah : TDL
Mikrobiologi : TDL
2.1.10 Diagnosis
D/ Recurrent aphtosus stomatitis minor a.r. gingival lingual gigi 43 ec. hormonal
DD/ Candidiasis
Non Farmakologis: Instruksi dan edukasi pola hidup sehat dan OHI
Vit.B12, Fe, As.folat, dan protein seperti sayur bayam, kangkung, kuning telur,
Farmakologis
1. Pemberian multivitamin
S 3 dd 1 part doi
2.1.12 Prognosa
Ad bonam
8
Gambar 2.1 Recurrent apthous stomatitis pada pasien pada gingival lingual gigi 43
2.2.1 Anamnesis
acetonide 0,1% selama 6 hari dan pasien sudah tidak merasakan sakit lagi. Pasien
mengaku rutin meminum banyak air putih dan banyak konsumsi buah-buahan
Kelenjar Limfe
Wajah : Simetris
Lain-lain :-
9
Kebersihan Mulut
16 11 26
0 0 0
46 31 36
0 1 0
DI = 1/6 = 0,2 CI = 0/6= 0
Stain (-)
Frenulum : TAK
TDL
10
2.2.5 Diagnosis
DD/ Candidiasis
Non Farmakologis : Instruksi dan edukasi pola hidup sehat, serta OHI
Gambar 2.4 Hasil kontrol setelah 6 hari pemakaian triamcinolone acetonide 0,1%, tampak RAS
sudah sembuh
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ditandai dengan ulser yang berulang, sakit, kecil, ulser bulat atau oval, dikelilingi
oleh pinggiran yang eritematus dengan dasar kuning keabu-abuan (Greenberg dan
Glick, 2008). Ulser ini biasanya terjadi pada mukosa rongga mulut tidak
berkeratin, seperti bibir, pipi, vestibulum, dasar mulut, serta palatum lunak dan
dikarakteristikkan dengan lesi ulser yang berbentuk bulat atau oval, berdiameter
kurang dari 1 sentimeter, dengan tepi eritem dan jaringan nekrotik di tengahnya.
Ulser ini sering diikuti rasa sakit yang memberikan dampak negatif terhadap
bertambahnya usia. Sekitar 80% pasien dengan kasus RAS, onset penyakit terjadi
Etiologi RAS belum diketahui secara pasti, akan tetapi terdapat beberapa
11
12
3.1.2.1 Genetik
Prevalensi terjadinya RAS akan lebih tinggi pada pasien dengan riwayat
keluarga, khususnya kedua orang tua, positif memiliki riwayat RAS. Hal ini
ditunjukan oleh sepertiga pasien yang mengalami RAS memiliki riwayat keluarga
HLA spesifik, terutama pada beberapa etnis (HLA-A2, A11, B12, dan DR2)
(Scully, 2008).
strawberi, keju, tomat, dan gandum (mengandung gluten) pada beberapa orang
yang sensitif, mukosa akan meradang dan edematous, disertai rasa panas, kadang-
kadang timbul gatal-gatal, sehingga dapat terbentuk vesikel kecil. Vesikel ini
bersifat sementara dan akan pecah membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang
Trauma merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan ulser pada
pasien RAS (Scully, 2008). Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat berbicara,
makanan atau minuman yang terlalu panas, dan trauma akibat penyikatan gigi
Salah satu faktor predisposisi RAS adalah faktor hormonal. Faktor ini lebih
sering terjadi pada wanita berkaitan dengan kadar progesteron yang rendah saat
fase luteal pada siklus menstruasi atau saat pemakaian pil kontrasepsi. RAS juga
dapat terjadi secara temporal saat wanita sedang mengandung (Scully, 2008).
Individu yang memiliki kadar progesteron lebih rendah dari kadar normal
memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena RAS. Efek progesteron terhadap
RAS dengan kadar progesteron yang rendah, maka polimorfonuklear leukosit dan
terkena infeksi. Hal-hal tersebut diduga dapat menyebabkan lesi RAS yang
pasien dengan stres tingkat tinggi sering kali ditemukan RAS (Nasution, 2011).
terjadi, dan apabila telah terjadi luka atau ulser RAS penyembuhannya akan
Kortisol inilah yang akan menyebabkan sistem imun menjadi berkurang (Scully,
2013).
RAS. Isolat bakteri inisial pada RAS adalah Streptococcus sanguinis, akan tetapi
analisis terbaru mengungkapkan bahwa bakteri yang berperan dalam RAS adalah
strain Streptococcus mitis. Analisis lain juga mengatakan bahwa adenovirus juga
dapat menyebabkan terjadinya RAS akan tetapi perlu konfirmasi lebih lanjut
subpopulasi sel limfosit, dan perubahan ratio limfosit CD4 hingga CD8. Penelitian
terakhir telah terfokus pada disfungsi interaksi antara sitokin dengan mukosa yang
dihubungkan dengan RAS. Suatu kondisi yang abnormal dari limfosit akan
mengakibatkan lisis atau rusaknya lapisan keratin oleh sitokin sehingga dapat
2008).
Faktor nutrisi yang berpengaruh pada RAS adalah zat besi, vit. B12, dan
asam folat. Pada penelitian, pasien RAS yang diterapi dengan sediaan zat besi,
vitamin B12, dan asam folat menunjukkan adanya perbaikan. Faktor nutrisi lain
yang penting adalah vitamin B1, B2, dan B6. Terapi dengan pemberian vitamin
tersebut selama 3 bulan memberikan hasil yang cukup baik, yaitu ulserasi sembuh
(apthous-like ulcers atau ALU) yang dapat terlihat pada pasien yang memiliki
secara keseluruhan harus dilakukan terhadap beberapa penyakit yang terjadi pada
1. Defisiensi imun seperti HIV, neutropenial siklik, dan defek imun lainnya.
2. Behcet Syndrome, dimana ulser terdapat pada rongga mulut juga organ
genital.
rongga mulut yang rekuren mengidap celiac (alergi terhadap gluten yang
yang sehat.
usus kecil yang menyebabkan protein tidak dapat diserap oleh tubuh.
faringitis dan servikal adenitis (PFAPA) yang sering terjadi pada anak-
anak.
6. Sweet Syndrome, yaitu kondisi dimana terdapat ulser pada rongga mulut
3.1.2.10 Obat-obatan
Beberapa jenis obat seperti obat anti inflamasi non steroid (NSAID) seperti
asam propionat, asam fenilasetik, dan diklofenak dapat memicu terjadinya ulser di
rongga mulut. Beberapa ulser biasanya terjadi sebagai efek samping dan dapat
RAS juga dapat meningkat pada penggunaan sodium lauryl sulfate yang
3.1.3 Patofisiologi
kehidupan dan dapat dipercepat oleh trauma minor, menstruasi, infeksi saluran
pernapasan atas, dan kontak dengan makanan. Lesi terbentuk pada mukosa rongga
mulut dan dimulai dengan adanya predromal burning 2-48 jam sebelum ulser
muncul. Selama periode inisial ini, terbentuk area eritem yang terlokalisasi.
Selama beberapa jam, terbentuk papula kecil berwarna putih, kemudian berubah
menjadi ulser dan membesar lebih dari 48-72 jam (Greenberg dan Glick, 2008).
Karakteristik ulser pada RAS adalah berbatas jelas, simetris, terasa sakit,
minor aphtae ulcer, major aphtae ulcer, dan ulser herpetiform (Scully, et al.,
2003).
Ulser aftosa minor (Minor aphtae ulcer) dikenal juga sebagai Miculiz
aphthous atau ulser aftosa ringan. Ulser ini merupakan jenis RAS yang paling
sering terjadi, yaitu 75-85% dari seluruh kasus (Scully, 2013). Minor aphtae ulcer
dapat terjadi pada seluruh mukosa yang tidak berkeratin (mukosa bibir, mukosa
bukal, dasar lidah, vestibulum, dan permukaan ventral atau lateral lidah). Ukuran
lesi ini kurang dari 1 cm (biasanya 2-4 mm), berbentuk bulat atau ovoid, dan
banyaknya ulser berjumlah 1-6 buah pada saat kambuh. Pada awalnya dasar ulser
ditutupi oleh selaput berwarna kekuningan yang dikelilingi halo eritematus dan
odema, akan tetapi selaput tersebut akan berubah warna menjadi keabu-abuan
ketika proses epitelisasi terjadi, dapat sembuh 7-10 hari dengan sedikit
meninggalkan jaringan parut atau tidak sama sekali. Interval untuk terjadinya
Ulser aftosa mayor (Major aphtae ulcer) dikenal juga sebagai Sutton
mempunyai durasi lebih lama dan lebih menyakitkan dibandingkan ulser minor.
Major aphtae ulcer biasanya muncul setelah masa pubertas dan insidensinya
sekitar 10-15% kasus. Karakteristiknya berbentuk bulat atau ovoid dengan batas
yang jelas, lebih dalam dan lebih besar daripada minor aphtae. RAS tipe ini dapat
berkembang menjadi ulser dengan batas yang ireguler dan membesar hingga 1
cm, terasa nyeri, dan dapat terjadi pada bibir, palatum lunak, dan tenggorokan.
Ulser dapat bertahan dalam hitungan minggu atau bulan dan meninggalkan
jaringan parut setelah proses penyembuhan. Demam, disfagia, serta rasa lemas
Ulser herpetiform hanya terjadi 5-10% dari total kasus RAS dan jarang
terjadi. Karakteristiknya adalah ulser yang multipel (5-100 buah), berukuran 1-3
mm, bulat, dan terasa nyeri. Ulser jenis ini dapat terjadi di seluruh mukosa rongga
mulut, baik yang berkeratin ataupun tidak. Ulser diawali dengan vesikel yang
berkembang cepat menjadi beberapa ulser kecil seukuran jarum (1-3 mm),
menjadi ulser besar yang bulat tidak beraturan. Ulser ini dapat sembuh dalam 10
hari atau lebih, tanpa meninggalkan jaringan parut, sering menimbulkan rasa sakit,
dan berulang. RAS jenis ini lebih sering terjadi pada wanita (Scully, et al.,2013).
21
3.1.5 Diagnosa
saat anamnesis operator harus menggali informasi tentang ada atau tidaknya
kalainan darah, kelainan sistemik, dan ada atau tidak adanya lesi pada daerah lain,
seperti kulit, mata, genital, atau rektal. Pemeriksaan laboratorium diperlukan saat
ulser bertambah parah atau terjadi setelah umur 25 tahun. Biopsi hanya
diindikasikan apabila dicurigai adanya penyakit lain (Greenberg dan Glick, 2008).
Dokter gigi harus mencari tahu faktor yang dapat berkaitan dengan
timbulnya RAS jenis minor aphtae yang parah atau major aphtae, seperti penyakit
jaringan ikat, kadar serum zat besi, folat, vitamin B12, dan ferritin yang abnormal.
Pasien dengan kelaianan seperti di atas harus dirujuk ke spesialis penyakit dalam
untuk diberikan penanganan lebih lanjut. Operator juga harus selalu waspada
terhadap beberapa bentuk penyakit yang berkaitan dengan timbulnya RAS seperti
alergi makanan, sensitive terhadap makanan yang mengandung gluten, atau HIV
Ulser traumatik dapat disebabkan oleh trauma fisik, termal, ataupun kimia.
Ulser yang dihasilkan dari luka traumatik merupakan tipe ulser yang paling sering
tertusuk makanan yang tajam seperti duri ikan dapat menyebabkan ulser traumatik
yang akut. Pada umumnya ulser akan sembuh dalam beberapa hari tanpa
komplikasi. Namun, trauma yang terus menerus dari tepi gigi yang tajam,
restorasi ataupun gigi tiruan yang tidak beradaptasi dengan baik dapat
menyebabkan ulser yang kronis sehingga perlu penanganan lebih lanjut pada gigi
dilaporkan bahwa prevalensi ulser traumatik sebesar 13,2% dan 12,4%. Pada
penelitian lain menyebutkan bahwa 15.6% dari populasi penelitian dengan gigi
tiruan yang buruk, restorasi yang fraktur, dan tepi gigi yang tajam dapat
Ulser traumatik kronik biasa ditemukan pada mukosa yang sering terkena
trauma karena gigitam seperti mukosa bukal, tepi lateral lidah, atau bibir. Lesi
pada area lain termasuk mucobuccal fold dan gingiva biasanya disertai dengan
sumber iritasi lain seperti trauma saat menggosok gigi ataupun terkena makanan
(Anura,2014).
Tampilan klinis ulser traumatik adalah soliter, bisa dangkal ataupun dalam
disertai dengan variasi derajat keratosis peripheral. Dasar ulser ditutupi oleh
23
gumpalan fibrin berwarna putih atau kekuningan. Ulser yang dihasilkan dari
peninggian tepi ulser yang teraba saat palpasi. Ulser dapat sembuh dengan
Gambar 3.4 Ulser traumatik pada lateral lidah. Ulser ditandai dengan adanya eritema dan dasar
ulser yang ditutupi gumpalan fibrin berwarna kuning dengan ketebalan yang bervariasi, dan
sekeliling ulser terdapat hiperkeratosis (Wood, 2014)
herpes simplex intraoral rekuren) terjadi pada pasien dengan riwayat infeksi
herpes simplex dan memiliki serum antibodi proteksi untuk melawan infeksi
primer eksogen. Pada orang yang sehat, infeksi rekuren ini terlokalisasi pada kulit
aktivasi berulang dari virus yang laten pada jaringan saraf antara episode pada
tahap non replikasi. Herpes rekuren dapat diaktivasi ketika terdapat trauma pada
bibir, demam, kulit terbakar, imunosupresi, dan menstruasi. Virus akan berjalan
24
dari batang saraf dan menginfaksi sel epitel, meluas dari satu sel ke sel lainnya
pada penderita AIDS atau transplantasi serta kemoterapi kanker dapat membentuk
Rekuren herpes labialis (RHL) biasa ditandai dengan cold sore atau
fever blister, timbulnya penyakit ini dapat dipercepat dengan adanya demam,
menstruasi, cahaya ultraviolet, dan stress emosional. Lesi didahului dengan masa
prodromal, yaitu adanya rasa seperti tersengat atau terbakar, disertai juga dengan
edema pada daerah lesi, diikuti dengan pembentukan sekelompok vesikel kecil.
Setiap vesikel berukuran 1-3 mm dan setiap kelompok vesikel memiliki diameter
sama seperti pada lesi RHL, akan tetapi vesikel pecah lebih cepat untuk
membentuk ulser. Lesi terdiri atas sekelompok vesikel kecil berukuran 1-2 mm,
terjadi pada mukosa berkeratin seperti gingival, palatum, dan alveolar ridge,
walaupun kadang dapat juga ditemukan pada mukosa lainnya. Perbedaan RHL
25
dengan RAS ialah lesi RAS dapat berkembang menjadi lesi yang lebih besar dan
biasa ditemukan pada permukaan mukosa dengan keratin rendah seperti mukosa
(a) (b)
Gambar 3.5 Lesi herpetik gingivostomatitis primer yang disebabkan oleh HSV tipe 1 (a) ulser
pada mukosa labial rahang bawah disertai krusta pada rahang atas (b) ulser pada mukosa rahang
bawah dan lidah. Keduanya menunjukan adanya inflamasi pada gingiva (Usatine dan Tinitigan,
2010)
(a) (b)
Gambar 3.6 Lesi herpes simplex labialis (a) ulser yang terbentuk akibat vesikel yang pecah (b)
lesi rekuren herpes simplex tipe 1 pada stase krusta di tepi vermilion bibir (Usatine dan Tinitigan,
2010)
ulser oral rekuren, ulser genital rekuren, dan lesi mata. Behcet’s syndrome
pembuluh darah kecil dan sedang dan inflamasi dari epitel yang disebabkan
oleh limfosit T dan plasma sel yang imunokompeten. Ulser oral rekuren
muncul pada lebih dari 90% pasien; lesi ini tidak dapat dibedakan dari RAS.
terkena. Lesi oral dapat ditangani dengan steroid topikal atau intralesional
Yang dapat membedakan lesi ulser RAS dan lesi ulser Behcet’s
syndrome adalah keberadaan lesi ulser pada daerah genital dan lesi pada mata
Gambar 3.7 Gambaran lesi ulser mukosa oral pada Behcet’s syndrome (Scully, 2013)
3.1.7 Terapi
ukuran ulser, serta meningkatkan periode bebas ulser. Pada pasien dengan RAS
penyakit dapat sesuai, sebelum memberikan terapi lain yang spesifik. Obat yang
27
dapat mengurangi keparahan dan durasi ulser RAS diantaranya obat kumur
ringan dengan 2-3 buah ulser kecil dapat menggunakan obat pereda rasa sakit
protektif seperti orabase (Bristol-Myers Squibb, Princeton, NJ) atau Zilactin (Zila
Pharmaceutions, Phoenix, AZ). Pereda nyeri pada lesi minor pun dapat diterapi
dengan agen anestesi topikal atau diclofenac topikal, yaitu NSAID yang sering
dipakai secara topikal setelah operasi mata (Greenberg dan Glick, 2008)
Pada kasus yang lebih parah dapat diterapi dengan topikal steroid berpotensi
langsung pada lesi setelah makan dan sebelum tidur, 2-3 kali sehari. Pada lesi
yang besar dapat menggunakan gauze sponge yang mengandung steroid topikal,
diletakan di atas ulser, biarkan 15-30 menit. Obat lainnya yang diketahui dapat
jumlah ulser, operator harus tetap memperhatikan indikasi dan kontraindikasi dari
setiap obat. Thalidomide tidak boleh diberikan kepada wanita yang sedang hamil
muda karena dapat mengancam nyawa dan menyebabkan cacat lahir. Selain itu,
efek samping obat ini adalah neuropati, gangguan pencernaan, dan mengantuk
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien wanita berusia 23 tahun datang ke bagian Ilmu
ketika dipakai untuk mengunyah makanan, berbicara terlalu cepat, dan saat
terkena lidah. Pasien sering mengalami sariawan kira-kira satu bulan sekali
setelah menstruasi. Pasien juga jarang makan sayur dan buah, serta jarang
pemeriksaan intraoral, ditemukan satu lesi ulser pada gingiva lingual gigi 43
berbentuk ovoid, berwarna putih, dangkal, regular, dikelilingi tepi kemerahan, dan
berdiameter 2 mm. RAS pada pasien ini merupakan RAS tipe minor, karena
diameternya yang kurang dari 1 cm, dasar ulser dangkal, dan sembuh tanpa
ulser traumatik, sindrom Behcet, infeksi Herpes Simpleks Virus. Pada kasus ini,
ulser ini bukan merupakan ulser traumatic karena ulser traumatik biasanya
ditemukan pada mukosa yang sering terkena trauma gigitan seperti mukosa bukal,
tepi lateral lidah, atau bibir. Sindrom Behcet memiliki trias gejala, yaitu ulser pada
mulut, uveitis, dan ulser pada daerah genital. Pada kasus ini tidak ditemukan
uveitis dan ulser pada daerah genital, sehingga ulser pada pasien ini bukan
28
29
merupakan gejala dari sindrom Behcet. Ulser pada mukosa oral yang merupakan
ruptur, disertai dengan rasa sakit seperti terbakar dan gatal. Umumnya lesi
herpetik ditemukan pada mukosa mulut berkeratin seperti gingival, palatum, dan
alveolar ridge. Selain itu, ditemukan pula krusta pada vermilion bibir. Pada kasus
ini tidak terdapat vesikel dan krusta pada pasien, sehingga ulser pada pasien ini
akan tetapi terdapat beberapa faktor predisposisi yang dapat memicu timbulnya
RAS. Berdasarkan hasil anamnesis di atas, dapat diduga faktor predisposisi yang
menimbulkan RAS pada kasus ini adalah defisiensi nutrisi serta faktor hormonal
yaitu menstruasi.
Faktor nutrisi yang berpengaruh pada RAS adalah zat besi, vit. B, dan
asam folat. Defisiensi hematinic (besi, asam folat, vitamin B1, B2, B6, B12)
kemungkinan dua kali lebih besar terkena SAR dibandingkan orang yang sehat.
asupan makanan yang mengandung zat besi dan vitamin B1. Pada penelitian lain,
pasien RAS yang diterapi dengan sediaan zat besi, vitamin B12, dan asam folat
menunjukkan adanya perbaikan. Mekanisme kerja asam folat didalam tubuh ialah
mensintesis purin dan timin yang dibutuhkan untuk pembentukan DNA. Hal ini
dapat menjelaskan fungsi penting dari asam folat untuk menunjang pertumbuhan.
Sama halnya dengan asam folat, vitamin B12 memiliki fungsi untuk
Jika kedua zat gizi tersebut kurang, dapat menyebabkan abnormalitas dan
pembelahan sel.
berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga
diaplikasikan tiga kali sehari. Selain itu, pasien juga diinstruksikan untuk
memperbanyak konsumsi sayur dan buah, meminum banyak air putih, juga
memperbaiki kebersihan mulut dengan sikat gigi dua kali sehari dan membiasakan
untuk sikat lidah. Perawatan yang diberikan pada pasien tersebut adalah bertujuan
Pada kontrol hari ke-10 sejak timbulnya ulser, ulser tersebut sembuh
secara sempurna. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
waktu penyembuhan sendiri (self limiting desease) RAS berkisar antara 7-14 hari.
BAB V
SIMPULAN
menderita RAS. RAS yang dialami pasien berasal dari faktor hormonal dan
defisiensi nutrisi. Pasien mengaku bahwa setiap bulan setelah menstruasi akan
mendapatkan sariawan. Selain itu pasien juga sangat jarang mengkonsumsi buah
dan sayur. Hal ini sesuai dengan faktor predisposisi RAS yaitu adanya faktor
meningkatkan konsumsi air putih, sayur, dan buah, serta kontrol 7 hari kemudian.
oles triamcinolone dengan cara dioleskan pada daerah luka tersebut 3 kali dalam
sehari.
31
DAFTAR PUSTAKA
Anura, A. 2014. Traumatic oral mucosal lesions: a mini review and clinical
update. OHDM - Vol. 13 - No. 2 - June, 2014. School of Medicine and
Dentistry, James Cook University: Australia.
Delong, L. dan N. Burkhart. 2013.General and Oral Pathology for The Dental
Hygienist 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Greenberg, M.S. and M, Glick. 2008. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and
Treatment. 11th ed. United States: BC Decker Inc.
Guyton, A.C. & J.E. Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. EGC:
Jakarta.
Jurge, S., et al. 2006. Recurrent aphthous stomatitis. Blackwell Munksgaard: UK.
Nisa, R. 2011. Stomatitis aftosa rekuren (sar) yang dipicu oleh stress pada
mahasiswa kedokteran gigi Universitas Sumatera Utara. Skripsi pada
fakultas kedokteran gigi, Universitas Sumatera Utara: Medan.
Scully, C., et al. 2003. The diagnosis and management of recurrent aphthous
stomatitis. A consensus approach. JADA, vol 134.
32
33
Scully, C. 2008. Oral and Maxillofacial Medicine: The Basis of Diagnosis and
Treatment 2nd ed. Elsevier: Philadelphia.
Soetiarto, F., et al. 2009. Hubungan antara recurrent aphthae stomatitis dan kadar
hormon reproduksi wanita. Bul. Penelit. Kesehat. Vol . 37, no. 2, 79-86.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia.
Suganda, K.D. 2014. Tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013. Medan.
Usatine, R.P. dan R. Tinitigan. 2010. Nongenital herpes simplex virus. University
of Texas Health Science Center, San Antonio, Texas.