Anda di halaman 1dari 41

-237-

BAB IV
PERMASALAHAN DAN ISU-ISU STRATEGIS DAERAH

4.1. Permasalahan Pembangunan


Permasalahan pembangunan di Kabupaten Tangerang dijabarkan
berdasarkan kondisi umum yang telah disampaikan dalam bab II serta
perkembangan atau evaluasi atas target-target kinerja RPJMD
sebelumnya. Permasalahan yang disampaikan merupakan kondisi yang
masih menjadi fokus pelaksanaan pembangunan periode 2019-2023.
Agar permasalahan kabupaten tereksplorasi secara komprehensif maka
analisis permasalahan pembangunan kabupaten Tangerang di jelaskan
dalam 4 kelompok permasalahan yakni permasalahan pengembangan
sumber daya manusia, permasalahan ekonomi, permasalahan tata kelola
pemerintahan dan permasalahan infrastruktur dan lingkungan hidup.

4.1.1 Permasalahan Pengembangan Sumber Daya Manusia


Analisis atas pengembangan SDM meliputi bidang pendidikan,
kesehatan, sosial serta pemberdayaan perempuan. Berdasar analisis
yang telah dilakukan pada Bab II pada aspek SDM teridentifikasi relatif
tertekannya kinerja pembangunan manusia Tangerang jika
dibandingkan dengan Banten. Terdapat berbagai persoalan yang
menyebabkan kinerja pembangunan manusia Kabupaten Tangerang
tertekan, mulai dari jumlah penduduk miskin, kinerja pendidikan,
kesehatan dan sebagainya. Secara makro analisis permasalahan
pengembangan sumber daya manusia sebagaimana disajikan dalam tabel
4.1 berikut.

Tabel 4.1 Analisis Permasalahan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pokok Masalah Masalah Akar Masalah


Pengembangan Jumlah penduduk Penduduk lokal kalah bersaing
sumber daya miskin yang dengan pendudk pendatang untuk
manusia yang cenderung memperebutkan lapangan kerja
belum optimal meningkat Karakter investasi yang padat
modal
Perempuan sebagai bagian dari
-238-

kelompok miskin yang rentan


masih kurang berdaya
Migrasi yang cukup tinggi dengan
bekal sumber daya terbatas
menjadikan mereka masyarakat
pinggiran
Peningkatan Akses dan kualitas sarana
kinerja pendidikan belum optimal
pendidikan relatif Tidak meratanya ketersediaan
rendah guru
Peningkatan Akses dan kualias sarana
kinerja kesehatan kesehatan belum optimal
yang relatif Masih tingginya tingkat
rendah penyebaran penyakit menular

Pokok permasalahan dalam pengembangan Sumber Daya Manusia di


Kabupaten Tangerang adalah belum optimalnya tingkat keberhasilan
pembangunan manusia yang diukur dengan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), walaupun angka menunjukkan peningkatan setiap
tahunnya akan tetapi IPM Kabupaten Tangerang berada pada angka 70,97
masih dibawah IPM Provinsi Banten yang menunjukkan angka 71,42 pada
tahun 2017. Pertumbuhan capaian angka IPM yang relatif lambat
dibandingkan Banten itu bersumber dari kontribusi daya beli yang
peningkatannya sangat kecil. Pertumbuhan daya beli yang rendah itu
terkait dengan perkembangan sektor yang terjadi. Sektor penyerap tenaga
terbanyak memiliki nilai produktivitas yang relatif rendah, dengan
demikian penduduk yang bekerja pada sektor bersangkutan (pertanian
dan akomodasi, konsumsi) juga memiliki pendapatan per kapita yang
relatif rendah. Inilah alasan mengapa pertumbuhan daya beli yang dicapai
Tangerang juga rendah. Rendahnya daya beli ini teridentifikasi dengan
jelas pada masih stagnannya penduduk miskin.
Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu wilayah mencerminkan
tingkat pendapatan penduduk, semakin banyak jumlah penduduk miskin
mengindikasikan rendahnya tingkat pendapatan penduduk di wilayah
tersebut. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tangerang pada tahun
2017 berjumlah 191.620 jiwa atau mencakup 5,39 persen dari total
-239-

penduduk. Bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Provinsi


Banten maka tingkat kemiskinan Kabupaten Tangerang merupakan
tertinggi keempat. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa tingkat
pendapatan penduduk di Kabupaten Tangerang relatif kurang baik.
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan
persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan
adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus
mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan mengenai
kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman
kemiskinan (P1) dan tingkat keparahan kemiskinan (P2).
Indeks kedalaman kemiskinan (P1) Kabupaten Tangerang pada
tahun 2017 sebesar 0,68 dan merupakan yang terbesar keenam
dibandingkan kabupaten/kota lain di Provinsi Banten meski pada tahun
sebelumnya sempat berada di peringkat ketiga. Hal ini menunjukkan
bahwa di Kabupaten Tangerang tingkat kesenjangan rata-rata
pengeluaran penduduk miskin terhadap batas kemiskinan semakin
menunjukkan ke arah perbaikan, karena angkanya semakin mengecil.
Tingkat kesenjangan rata-rata pengeluaran penduduk miskin Kabupaten
Tangerang terbaik ketiga setelah Kota Tangerang Selatan dan Kota
Cilegon. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya terlihat ketimpangan
sebaran pengeluaran diantara penduduk miskin di Kabupaten Tangerang
sudah menunjukkan ke arah yang lebih baik karena besarannya semakin
mengecil.
Demikian juga bila dilihat dari tingkat keparahan kemiskinan,
dimana Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Kabupaten Tangerang
merupakan yang terkecil kedua bila dibanding kabupaten/kota lain di
Provinsi Banten, yaitu sebesar 0,13. Peringkat terkecil yang pertama
adalah Kota Tangerang Selatan dengan besaran 0,07.
Penyebab dari penduduk miskin itu tentu sangat banyak, dari
analisis yang dilakukan setidaknya teridentifikasi faktor kunci penyebab
kemiskinan itu adalah tingkat pengangguran, pemberdayaan perempuan
dan migrasi. Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten Tangerang selalu
dalam keadaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Banten maupun
angka Nasional. Pada tahun 2017 TPT Kabupaten Tangerang berada
pada 10,57% sedangkan Banten sebesar 9,28% dan Nasional 5,5%. Salah
satu hal yang dapat menjelaskan kondisi ini adalah sifat dan karakter
investasi yang terjadi. Karakter investasi yang padat modal mampu
-240-

menciptakan nilai tambah dengan cepat sehingga menciptakan


pertumbuhan yang tinggi, namun demikian sifat investasi yang demikian
memiliki kemampuan untuk menyerap tenaga kerja yang memiliki
keterampilan dan keahlian khusus. Sedangkan jika dilihat menurut jenis
kelamin, TPT laki-laki sedikit lebih rendah dibandingkan perempuan,
dimana TPT laki-laki sebesar 10,52 persen sedangkan TPT perempuan
sebesar 10,66 persen. Kondisi ini salah satunya diakibatkan oleh relatif
masih rendahnya tingkat pendidikan perempuan dibanding laki-laki,
sehingga kalah bersaing dalam mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
Sektor industri yang merupakan sektor yang memberikan kontribusi
terbesar PDRB memberikan daya tarik luar biasa bagi penduduk diluar
Kabupaten Tangerang untuk migrasi. Hal ini terlihat dari komposisi
penduduk usia produktif yang terbesar, hal ini dapat menjadi potensi
pembangunan, akan tetapi bila kapasitas usia produktif tidak dapat
memenuhi kebutuhan pasar maka akan menjadi beban pembangunan.
Jika ditelusuri lebih dalam maka terlihat bahwa penganggur didiminasi
oleh penduduk lokal, artinya penduduk lokal memiliki daya saing yang
relatif lemah dibandingkan penduduk migran dalam hal memperebutkan
lapangan kerja.
Perempuan adalah kelompok yang paling rentan ketika kita
membahas tentang kemiskinan. Fakta bahwa banyak keluarga miskin
yang berkelapa keluarga perempuan adalah bukti dari kerentanan itu.
pada aspek ini yang dibutuhkan tentu adalah pemberdayaan terhadap
para perempuan, utamanya perempuan miskin.
Rata rata lama sekolah sebagai indikator akhir dari kinerja
pendidikan menunjukkan kinerja yang belum optimal. Capaian kinerja
pendidikan Tangerang lebih rendah diabndingkan Propinsi Banten, yaitu
8,24 tahun dibawah angka RLS Provinsi sebesar 8,53 tahun. Rendahnya
capaian kinerja pendidikan diduga terkait dengan relatif tingginya
penduduk usia kerja yang telah memiliki pendidikan yang relatif rendah.
Sementara itu kinerja pendidikan penduduk muda belum mampu
mengimbangi kondisi pendidikan yang telah berada pada level rendah
itu. Pada aspek teknis pendidikan terdapat dua penyebab yang
teridentifikasi yakni tidak meratanya sarana dan prasarana juga tenag
pendidik. Akibat dari keterbatasan kedua spek ini maka Angka Harapan
Lama Sekolah juga menjadi relatif rendah.
-241-

Pada bidang kesehatan, kinerja yang diukur dari angka harapan


hidup peningkatannya juga rendah dalam lima tahun kebelakang.
Rendahnya capaian kinerja angka harapan hidup terkait dengan kinerja
kesehatan secara keseluruhan. Penyebaran penyakit menular di
Kabupaten Tangerang juga perlu mendapat perhatian seperti karena
distribusinya hampir merata di Kabupaten Tangerang. Puskesmas
sebagai fasilitas kesehatan tingkat I masih harus terus dilengkapi sarana
dan prasarananya karena belum semua Puskesmas memiliki fasilitas
Rawat Inap, sehingga masih harus dirujuk ke Rumah Sakit.

4.1.2 Permasalahan Pembangunan Ekonomi


Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan dalam Bab II,
permasalahan makro pembangunan ekonomi Kabupaten Tangerang
adalah bahwa perekonomian cenderung mengalami tekanan dan
menghasilkan ketimpangan. Analisis Perekonomian Tangerang meliputi
bidang perdagangan, perindustrian, UMKM dan Koperasi, pariwisata
dan penanaman modal. Terdapat berbagai persoalan yang menyebabkan
kinerja Perekonomian cenderung mengalami tekanan dan menghasilkan
ketimpangan. Analisis makro permasalahan pembangunan ekonomi
sebagaimana disajikan dalam tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Analisis Permasalahan Pengembangan Pembangunan Ekonomi

Pokok Masalah Masalah Akar Masalah


Perekonomian Kinerja sektor Daya saing produk dipasar dunia
cenderung perdagangan rendah
mengalami mengalami Kinerja sektor industri terus
tekanan dan penurunan mengalami penurunan, akibat dari:
menghasilkan  Kebijakan relokasi industri ke
ketimpangan wilayah lain
 Ekonomi lokal belum
berkembang
 Kelembagaan ekonomi lokal
yang lemah
Sektor Posisi Tangerang yang menjadi
jasa/property penyangga ibukota menjadi
-242-

melibatkan sedikit limpahan kebutuhan ibu kota


tenaga kerja
meningkat dengan
cepat
Kinerja Sektor Pertanian minim inovasi
pertanian Terjadinya alih fungsi lahan
fluktuatif
Kineja sektor Minimnya inovasi pengembangan
pariwisata pariwisata
stagnan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa selama 5 tahun kebelakang,


pembangunan ekonomi Kabupaten Tangerang cenderung mengalami
tekanan yang berdampak pada ketidak merataan, baik pendapatan,
maupun antar wilayah. Tekanan itu bersumber dari perkembangan sektor
sektor ekonomi yang terus mengalami pergeseran sejalan dengan
perkembangan ekonomi dalam lingkungan Nasional maupun global.
Sektor perdagangan dan industri pengolahan yang menjadi motor dari
perkembangan ekonomi dan menjadi sumber lapangan kerja penduduk
Tangerang perannya semakin turun, demikian juga dengan
pertumbuhannya.
Selama periode 2013-2017, struktur ekonomi masyarakat
Kabupaten Tangerang di dominasi dari kelompok lapangan usaha
sekunder yang terlihat dari besarnya kenaikan/penurunan peranan
masing-masing kelompok lapangan usaha terhadap pembentukan PDRB
Kabupaten Tangerang. Pada tahun 2017, kelompok lapangan usaha
sekunder memberikan sumbangan sebesar 54,54 persen yang mengalami
penurunan dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 57,14 persen.
Kelompok lapangan usaha primer dan tersier memberikan sumbangan
masing-masing sebesar 6,86 persen dan 38,61 persen. Kelompok lapangan
usaha primer dan tersier ini mengalami kenaikan dibandingkan pada
tahun 2013 yang masing-masing sebesar 6,71 persen dan 36,16 persen.
Perekonomian Kabupaten Tangerang pada tahun 2017 mengalami
percepatan dibandingkan dengan pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya.
Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Tangerang tahun 2017 mencapai
5,84 persen, sedangkan tahun 2015 dan 2016 sebesar 5,60 persen dan
5,36 persen. Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh lapangan usaha
-243-

Real Estate sebesar 10,03 persen. Seluruh lapangan usaha ekonomi yang
lain pada tahun 2017 mencatat pertumbuhan yang positif, kecuali
lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas.
Kabupaten Tangerang memiliki daya tarik investasi yang cukup
tinggi, hal ini dapat dilihat dari sisi nilai penanaman modal yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun dan jumlah investor baik PMDN dan PMA
yang terus mengalami peningkatan. Investasi di Kabupaten Tangerang
didominasi oleh sektor industri yang padat modal, akan tetapi dari tahun
ke tahun nilai tambah sektor industri menunjukkan penurunan. Hal ini
memperlihatkan pasar belum mendukung penuh pertumbuhan sektor
industri di Kabupaten Tangerang. Selain daripada itu pendapatan per
kapita penduduk yang bekerja di industri pengolahan dan jasa mampu
menghasilkan pendapatan per kapita lebih dari Rp 70 juta rupiah per
tahun, sementara mereka yang bekerja di sektor akomodasi dan konsumsi
sekitar Rp 4 juta per tahun, atau hampir 20 kali lebih rendah dari yang
dicapai penduduk sektor industri. Hal ini menyebabkan ketimpangan
pendapatan di Tangerang lebih tinggi dibandingkan Banten dan angka
nasional.
Tingkat ketimpangan pengeluaran/pendapatan pendudukan yang
diukur dengan Indeks Gini Ratio menunjukkan bahwa tingkat
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Tangerang masih terdapat
ketimpangan tahun 2016 menunjukkan angka 0,32 dan tahun 2017
sebesar 0,33. Ketimpangan yang tinggi bersumber dari dua aspek,
pertama tidak berkembangnya sektor pertanian. Dilihat dari jumlah
penduduk yang bekerja di sektor pertanian memang tidak banyak namun
nilai tambah sektor ini relatif kecil. Nilai tambah yang kecil bersumber dari
tidak berkembangnya sektor yang bersangkutan. Sebagai daerah yang
berkembang ke arah industri, permintaan lahan untuk industri cukup
tinggi, akibatnya lahan lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan
industri, sedangkan lahan pertanian bergeser ke tanah yang lebih
marginal. Sementara itu posisi Kabupaten Tangerang yang sebagai
penyangga ibukota menyebabkan Kabupaten Tangerang harus
menyiapkan kebutuhan diantaranya akomodasi dan perumahan.
Penyebab lain dari ketimpangan adalah produktivitas tenaga kerja
yang rendah dari sektor rumah makan, hotel dan restoran. Sektor ini
adalah sektor yang memiliki pendapatan per kapita paling rendah. Sektor
ini adalah sektor yang sangat padat tenaga kerja. Sektor ini melayani
-244-

hotel, rumah makan dan restoran dari segala segmen. Sebagai daerah
industri yang berkembang maka, dapat diduga segmen rendah
(penginapan dan rumah makan kecil) adalah yang terbanyak dari sektor
ini. Kebutuhan pekerja pabrik atas akomodasi dan konsumsi
mendominasi sektor ini. Maka tidak mengherankan jika produktivitas
sektor ini jauh lebih rendah dari rata-rata kabupaten.
Pembangunan koperasi dan usaha kecil menengah memiliki
potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Peranan
koperasi sebagai sokoguru perekonomian dan pengembangan usaha
mikro, kecil, dan menengah terbukti lebih mampu bertahan dalam
menghadapi krisis ekonomi. Permasalahan yang kemudian muncul dalam
sektor usaha kecil menengah dan koperasi adalah inovasi dan adopsi
teknologi, pengembangan disain produk, yang berdampak pada
diversifikasi produk masih rendah, keterbatasan jaringan pasar industri
kecil dan kemitraan, serta akses modal.

4.1.3 Permasalahan Bidang Infrastruktur dan Lingkungan Hidup


Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan dalam Bab II,
permasalahan pembangunan bidang infrastruktur dan lingkungan
hidup yang meliputi bidang pekerjaan umum dan penataan ruang,
perumahan dan permukiman, lingkungan hidup, perhubungan, adalah
tidak meratanya pembangunan diwilayah Kabupaten Tangerang.
Adapun analisis permasalahan pembangunan ekonomi
sebagaimana disajikan dalam tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Analisis Permasalahan Infrastruktur dan Lingkungan Hidup


Pokok Masalah Masalah Akar Masalah
Ketimpangan Belum terwujudya Pertumbuhan pemukiman
Wilayah sistem jaringan jalan jauh lebih cepat dari
yang andal kemampuan daerah untuk
menyediakan akses jalan
Ketimpangan Pertumbuhan kendaraan
aksesibilitas dan pribadi yang sangat cepat
transportasi wilayah Ketersedaan transportasi
publik sangat kurang
Kondisi lingkungan Perkembangan transportasi
hidup cenderung dan industri yang
-245-

Pokok Masalah Masalah Akar Masalah


memburuk menciptakan pencemaran
Kemampuan pengelolaan
sampah yang masih terbatas
Masih adanya pelanggaran
pemanfaatan ruang
Belum optimalnya Adanya pemukiman baru
penanganan perumahan yang dibuat oleh migran pada
dan permukiman area yang bukan bukan
pemukiman.
Sarana dan prasarana
lingkungan mengalami
percepatan kerusakan akibat
kelebihan beban dan bencana
banjir
Perilaku masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan
mandiri belum merata di
semau kawasan

Pokok permasalahan bidang infrastruktur dan lingkungan hidup


adalah terdapat ketimpangan wilayah yang diukur dengan Indeks
Wiliamson yang disebabkan oleh kondisi jalan dan jembatan yang belum
mantap. Wilayah Kabupaten Tangerang yang cukup luas dengan jaringan
jalan yang cukup panjang perlu ditangani dengan maksimal terutama
dipusat perekonomian yang volume lalu lintasnya cukup padat dan
menimbulkan kemacetan dibeberapa titik baik dijalan Nasional, Provinsi
dan Kabupaten.
Adapun untuk permasalahan lingkungan hidup penanganan
masalah sampah selain menangani system pengolahan sampah di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tapi juga harus mengurangi volume
sampah yang dibuang ke TPA melalui metoda 3R. Penanganan limbah
rumah tangga juga harus mendapat perhatian mengingat jumlah
penduduk Kabupaten Tangerang yang cukup.tinggi. Selain itu dampak
lingkugan hidup terhadap pertumbuhan sektor industri harus terus
dipantau dan dikendalikan.
-246-

Dalam upaya menurunkan jumlah penduduk miskin Kabupaten


Tangerang yang cukup tinggi, penanganan rumah tidak layak huni
tidakhanya semata-mata memperbaiki rumahnya saja akan tetapi juga
menata kawasan permukiman yang sehat dan pemenuhan sarana
sanitasinya.
Sebagian wilayah Kabupaten Tangerang yang berada di pesisir
pantai dan daerah sekitar aliran sungai memiliki potensi bencana banjir,
selain itu daerah padat penduduk dan kawasan industry juga berpotensi
terhadap bencana kebakaran, sehingga perlu tindakan pencegahan dan
penanganan yang serius.

4.1.4 Permasalahan Bidang Tata Kelola Pemerintahan


Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan dalam Bab II,
permasalahan pokok pembangunan bidang tata kelola pemerintahan
adalah kinerja pemerintahan daerah belum optimal. Walaupun nilai
capaian indeks reformasi birokrasi Kabupaten Tangerang telah berada
pada point 81,95 tahun 2017, namun beberapa variabel komponennya
masih perlu ditingkatkan diantaranya penguatan pengawasan
(53,38%), hasil kapasitas dan akuntabilitas kinerja organisasi (71,05%)
dan hasil kualitas pelayanan publik (75). Kondisi ini menunjukkan
bahwa kinerja pemerintahan daerah secara keseluruhan belum
optimal. Hal ini disebabkan oleh berbagai permasalahan yang dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4 Analisis Permasalahan Tata Kelola Pemerintahan

Pokok Masalah Akar Masalah


Masalah
Kinerja Kinerja akuntabilitas Kinerja Pengawasan belum
pemerintahan pemerintahan maksimal
daerah belum daeerah belum Manajemen SDM belum
optimal optimal optimal
Kinerja Pengelolaan
Keuangan dan Asset Daerah
belum optimal
Kualitas Pelayanan E Government belum
Publik belum optimal terintegrasi
-247-

Pokok Masalah Akar Masalah


Masalah
Adanya potensi Adanya pelanggaran Perda
gangguan keamanan
dan ketertiban
Sumber: Hasil Analisis, 2018

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa ada 3 permasalahan


mendasar yang menyebabkan kinerja pemerintah daerah Kabupaten
Tangerang belum optimal yaitu kinerja akuntabilitas pemerintah daerah
yang belum optimal, rendahnya kualitas pelayanan publik dan adanya
potensi gangguan keamanan dan ketertiban di wilayah Kabupaten
Tangerang. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya capaian
kinerja akuntabilitas pemerintah daerah dalam IRB masih perlu
ditingkatkan. Hal ini konsisten dengan nilai LAKIP Kabupaten
Tangerang tahun 2017 yang masih pada posisi B (61,87), jika
dibandingkan dengan tahun 2016 mengalami penurunan untuk
penilaiannya namun peringkatnya masih tetap pada posisi B.
Komponen penilaian ini meliputi perencanaan, pengukuran, kinerja,
evaluasi dan capaian kinerja. Berdasarkan data perolehan nilai LAKIP
pada bab II, terlihat bahwa unsur evaluasi kinerja memiliki capaian
nilai yang terendah dibandingkan dengan 3 komponen lainnya yaitu
sebesar 42,42%
Penilaian terhadap evaluasi kinerja dikategorikan masih kurang
(42,42%) karena Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang belum
secara optimal dalam melaksanakan evaluasi atas pelaksanaan
Rencana Aksi terhadap unit kerja. Perencanaan kinerja dikategorikan
cukup memadai karena dokumen perencanaan kinerja yang belum
selaras, sehingga target kinerja yang diperjanjikan tidak digunakan
untuk mengukur keberhasilan. Begitu pula dalam penyusunan
perencanaan masih terdapat beberapa kelemahan antara lain:
a. Ketepatan berbagai rumusan unsur-unsur kunci dalam
perencanaan seperti tujuan dan sasaran, indikator kinerja utama
yang digunakan untuk menunjukkan keberhasilan pencapaian
target
b. Ketepatan menentukan target-target jangka pendek dan jangka
panjang
-248-

c. Ketepatan dan keselarasan penjabaran tujuan dan sasaran oleh


setiap satuan kerja ke dalam perjanjian kinerja disertai dengan
target-targetnya serta sistem pengukurannya
Pelaporan kinerja dikategorikan baik, namun dalam
implementasinya, hasil pelaporan kinerja ini belum digunakan sebagai
bahan perbaikan perencanaan berikutnya. Sedangkan untuk pencapaian
sasaran/kinerja organisasi sudah dikategorikan sangat baik.
Sementara itu kinerja pengawasan yang belum maksimal juga
menjadi salah satu penyebab rendahnya kinerja akuntabilitas
pemerintah daerah di Kabupaten Tangerang. Nilai maturitas SPIP pada
tahun 2017 masih pada level rintisan dengan nilai 1,3148. Ini berarti
pemerintah daerah Kabupaten Tangerang telah melaksanakan
pengendalian intern, namun pendekatan resiko dan pengendalian masih
bersifat ad hoc, belum terorganisasi dengan baik serta tidak ada
komunikasi dan pemantauan sehingga kelemahan tidak teridentifikasi.
Disisi lain kapabiltas APIP di Kabupaten Tangerang tahun 2017 masih
berada pada level 2, artinya APIP mampu menjamin proses tata kelola
sesuai dengan peraturan dan mampu mendeteksi level korupsi.
Faktor lain yang juga mempengaruhi kinerja pemerintah daerah
adalah sumber daya manusia. SDM merupakan salah satu motor
penggerak dalam pembangunan bidang tata kelola pemerintah daerah di
Kabupaten Tangerang. Apabila dilihat komposisi kualifikasi pendidikan
ASN di Kabupaten Tangerang yang didominasi oleh aparatur
berpendidikan sarjana sebesar 47%, maka dapat dikatakan sudah cukup
memadai. Secara kualitas dan kuantitas masih dapat memenuhi
tuntutan beban pekerjaan di Kabupaten Tangerang. Namun
permasalahannya adalah penempatan ASN belum sesuai dengan
kompetensi yang dimiliki, sehingga banyak pekerjaan yang tidak dapat
diselesaikan dengan baik. Hasil analisis jabatan, analisis beban kerja,
standar kompetensi jabatan dan evaluasi jabatan belum digunakan
sebagai dasar dalam penataan SDM di lingkungan Pemerintah Daerah
Kabupaten Tangerang. Begitu pula komposisi Jabatan Fungsional
Tertentu (JFT) di Kabupaten Tangerang masih didominasi oleh tenaga
pendidik 55,4% dan tenaga kesehatan 11,67%, sedangkan JFT lainnya
masih sangat rendah. Disisi lain kebutuhan untuk jenis JFT lainnya
sangat diperlukan. Hal ini mengindikasikan bahwa manajemen SDM di
lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang belum optimal,
-249-

yang selanjutnya akan mempengaruhi kinerja akuntabiitas pemerintah


daerah di Kabupaten Tangerang.
Penyebab lain yang mempengaruhi kinerja akuntabilitas
pemerintahan daerah adalah kinerja pengelolaan keuangan dan aset
daerah yang belum optimal. Walaupun laporan lima tahun terakhir ini
BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap
laporan keuangan pemerintah daerah, namun pada tahun 2017 masih
ada 4 catatan yang diberikan oleh BPK yaitu penatausahaan dan
pelaporan penerimaan Lain-Lain PAD yang Sah yang bersumber dari
pengembalian belanja sesuai SAP, pengendalian atas pengelolaan aset
milik Pemerintah Kabupaten Tangerang, joint opname atas seluruh aset
yang akan diserahterimakan kepada Pemerintah Kota Tangerang, serta
pembinaan dan pengawasan pengelolaan Keuangan Desa. Masih adanya
beberapa catatan dari BPK terkait pengelolaan aset daerah
mengindikasikan bahwa kinerja pengelolaan aset di Kabupaten
Tangerang belum optimal khususnya dalam iventarisasi dan sertifikasi
aset. Banyak kendala dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah
daerah Kabupaten Tangerang dalam mengelola aset di Kabupaten
Tangerang.
Sementara itu, kualitas pelayanan publik yang belum optimal juga
sangat mempengaruhi kinerja pemerintah daerah. Selama empat tahun
terakhir rata-rata Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan
publik di Kabupaten Tangerang berada diangka 74,22. Hal ini
memperlihatkan pelayanan publik masih harus lebih ditingkatkan.
Selaras dengan kondisi tersebut, hasil laporan evaluasi Ombudsman
terhadap kepatuhan penyelenggaraan pelayanan tahun 2017 juga
menunjukkan bahwa Kabupaten Tangerang masih masuk zona kuning
atau sedang dengan nilai kepatuhan 59,83. Artinya masih ada beberapa
komponen standar pelayanan publik sebagaimana diamanahkan dalam
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, yang
belum dipenuhi oleh Kabupaten Tangerang. Komponen standar
pelayanan publik yang belum terpenuhi oleh Kabupaten Tangerang
diantaranya terkait hak kelompok disabilitas mendapatkan akses dan
fasilitas yang mudah dan layak khususnya ketersediaan pelayanan
khusus bagi pengguna kebutuhan khusus (disabilitas). Disamping itu
juga jangka waktu penyelesaian yang cepat dengan biaya yang murah
juga belum dapat terealisasikan dengan baik. Kondisi ini semakin
-250-

diperburuk dengan adanya laporan pengaduan terkait pelayanan publik


di Kabupaten Tangerang kepada Ombudsman perwakilan Banten
sebanyak 21 laporan. Laporan paling banyak terkait pelayanan
administrasi kependudukan, infrastruktur, pendidikan dan pertanahan. 1

Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas pelayanan publik di Kabupaten


Tangerang masih belum optimal.
Salah satu penyebab belum optimalnya kualitas pelayanan publik
di Kabupaten Tangerang adalah belum terintegrasinya pelaksanaan e-
government dalam pelayanan publik. Sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam bab II, aplikasi sistem informasi daerah yang dikelola perangkat
daerah di lingkungan Kabupaten Tangerang sebanyak 35 aplikasi,
namun pelaksanaannya masih secara parsial dan belum terintegrasi. Hal
ini disebabkan keterbatasan sumber daya di bidang layanan teknologi
informasi dan infrastruktur. Sementara proses perizinan online juga
belum sepenuhnya dijalankan secara on line, hingga saat ini baru 17
jenis perijinan yang dapat dilakukan secara on line dari jumlah seluruh
perijinan yang diselenggarakan sebanyak 62 perijinan. Kondisi ini
mengakibatkan pelayanan publik tidak berjalan dengan optimal sehingga
kinerja pemerintah daerah menjadi terhambat.
Disisi lain, kondisi masyarakat yang aman dan tenteram juga
sangat mempengaruhi kinerja pemerintah daerah. Adanya potensi
gangguan keamanaan dan ketertiban dapat menyebabkan terhambatnya
proses pelaksanaan pemerintahan daerah. Berdasarkan data di bab II,
terlihat bahwa tahun 2017 masih terdapat kasus tindak pidana sejumlah
1.082 kasus. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2016 yang berada
pada angka 759. Disamping itu resiko penduduk terjadi tindak pidana
per 100.000 penduduk menurut wilayah kepolisian resort di Provinsi
Banten tahun 2016 mencapai 22,52. Sedangkan jumlah pelanggaran
peraturan daerah tahun 2015 mencapai 135 kasus. Hal ini
mengindikasikan bahwa masih terdapat potensi gangguan keamanan dan
ketertiban di Kabupaten Tangerang. Apabila tidak diantisipasi, akan
mengganggu jalannya pelaksanaan pemerintahan daerah di Kabupaten
Tangerang.

1
https://www.kabar-banten.com/2017-aduan-masyarakat-ke-ombudsman-meningkat/, diakses tanggal 12
desember 2018 jam 14.17
-251-

4.2 PERMASALAHAN PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN


DAERAH
Permasalahan pada bagian ini merupakan permasalahan
pembangunan yang dibuat tiap urusan pemerintah untuk bekerjanya
fungsi-fungsi yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan
dan/atau susunan pemerintah untuk mengatur dan mengurus fungsi-
fungsi yang menjadi kewenangannya dalam melindungi, melayani,
memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat.

4.3. ISU STRATEGIS


Isu strategis adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau
dikedepankan dalam perencanaan pembangunan karena dampaknya
yang signifikan bagi entitas (daerah/ masyarakat) dimasa datang. Suatu
kondisi/ kejadian yang menjadi isu strategis adalah keadaan yang
apabila tidak diantisipasi, akan menimbulkan kerugian yang lebih besar
atau sebaliknya, dalam hal tidak dimanfaatkan, akan menghilangkan
peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka
panjang.
Karakteristik suatu isu strategis adalah kondisi atau hal yang
bersifat penting, mendasar, berjangka panjang, mendesak, bersifat
kelembangaan/ keorganisasian dan menentukan tujuan di masa yang
akan datang. Isu-isu strategis di Kabupaten Tangerang dirumuskan
berdasarkan permasalahan pembangunan daerah, tantangan dan
potensi pembangunan daerah ke depan, yang meliputi aspek fisik dan
lingkungan, sosial budaya, ekonomi keuangan, dan aspek
pemerintahan.
Analisis isu-isu strategis merupakan bagian penting dan sangat
menentukan dalam proses penyusunan rencana pembangunan daerah
untuk melengkapi tahapan-tahapan yang telah dilakukan sebelumnya.
Identifikasi isu yang tepat dan bersifat strategis meningkatkan
akseptabilitas prioritas pembangunan, dapat dioperasionalkan dan
secara moral dan etika birokratis dapat dipertanggungjawabkan.
-252-

4.2.1. Isu Strategis Internasional


4.2.1.1 AFTA (ASEAN Free Trade Area)
Isu strategis internasional yang sangat berpengaruh terhadap
Kabupaten Tangerang adalah AFTA (ASEAN Free Trade Area), isu
strategis ini berkaitan langsung dengan isu perdagangan bebas di
kawasan ASEAN yang dilaksanakan tahun 2015 menjadi tantangan
besar bagi daerah. Dengan terbukanya pasar bebas di kawasan ASEAN,
maka aliran perdagangan barang dan jasa, investasi, dan perpindahan
tenaga kerja antar negara ASEAN tak ada lagi hambatannya. Dengan
adanya AFTA ini antara lain peningkatan perdagangan international,
tebukanya peluang kerja lebih banyak, meningkatkan kompetisi antar
pengusaha, terbukanya peluang pengusaha local untuk go international
meningkatkan nilai ekspor, dapat meningkatkan devisa dari sektor
pariwisata, tidak adanya bea cukai sehingga banyaknya produk dari
Negara-negara tetangga masuk dan itu merupakan keuntungan bagi
konsumen, serta kompetisi antar pengusaha, tentu ini akan
menghadirkan peluang sekaligus tantangan tersendiri bagi
pembangunan ekonomi bagi Kabupaten Tangerang.

4.2.1.2 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)


Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah masyarakat yang
masuk dalam kawasan bebas AFTA, atau negara-negara yang masuk
dalam AFTA. Jadi kawasan ekonomi suatu negara yang termasuk dalam
MEA ini akan menjadi lebih luas, adanya perekonomian yang menglobal
diantara para negara-negara ASEAN. Dengan adanya MEA maka
menjadi kesempatan yang baik bagi Kabupaten Tangerang untuk
mengembangkan kualitas dan kuantitas produk daerah serta kualitas
sumber daya manusia.

4.2.1.3 Sustainable Development Goals (SDG’s)


Terkait dengan isu-isu strategis, bahasan isu strategis dimulai
dari isu strategis global, isu strategis nasional, isu strategis Provinis
Banten, dan isu strategis Kabupaten Tangerang. Isu strategis global
khususnya terkait dengan Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs
memiliki 5 pondasi yaitu manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian,
dan kemitraan yang ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030
berupa mengakhiri kemiskinan, mencapai kesetaraan dan mengatasi
-253-

perubahan iklim. Untuk mencapai tiga tujuan mulia tersebut,


disusunlah 17 Tujuan Global berikut ini. SDGs memiliki lima pondasi
yaitu manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian, dan kemitraan yang
ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 berupa mengakhiri
kemiskinan,
mencapai kesetaraan dan mengatasi perubahan iklim. Untuk mencapai
tiga tujuan mulia tersebut, disusunlah 17 Tujuan Global berikut ini:
1. Tanpa Kemiskinan
Tidak ada kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh penjuru
dunia.
2. Tanpa Kelaparan
Tidak ada lagi kelaparan, mencapai ketahanan pangan, perbaikan
nutrisi, serta mendorong budidaya pertanian yang berkelanjutan.
3. Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan
Menjamin kehidupan yang sehat serta mendorong kesejahteraan
hidup untuk seluruh masyarakat di segala umur.
4. Pendidikan Berkualitas
Menjamin pemerataan pendidikan yang berkualitas dan
meningkatkan kesempatan belajar untuk semua orang, menjamin
pendidikan yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong
kesempatan belajar seumur hidup bagi semua orang.
5. Kesetaraan Gender
Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum ibu dan
perempuan.
6. Air Bersih dan Sanitasi
Menjamin ketersediaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan
untuk semua orang.
7. Energi Bersih dan Terjangkau
Menjamin akses terhadap sumber energi yang terjangkau,
terpercaya, berkelanjutan dan modern untuk semua orang.
8. Pertumbuhan Ekonomi dan Pekerjaan yang Layak
Mendukung perkembangan ekonomi yang berkelanjutan dan
inklusif, lapangan kerja yang penuh dan produktif, serta pekerjaan
yang layak untuk semua orang.
-254-

9. Industri, Inovasi dan Infrastruktur


Membangun infrastruktur yang berkualitas, mendorong peningkatan
industri yang inklusif dan berkelanjutan serta mendorong inovasi.
10. Mengurangi Kesenjangan
Mengurangi ketidaksetaraan baik di dalam sebuah negara maupun
di antara negara-negara di dunia.
11. Keberlanjutan Kota dan Komunitas
Membangun kota-kota serta pemukiman yang inklusif, berkualitas,
aman, berketahanan dan bekelanjutan.
12. Konsumsi dan Produksi Bertanggung Jawab
Menjamin keberlangsungan konsumsi dan pola produksi.
13. Aksi Terhadap Iklim
Bertindak cepat untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya.
14. Kehidupan Bawah Laut
Melestarikan dan menjaga keberlangsungan laut dan kehidupan
sumber daya laut untuk perkembangan pembangunan yang
berkelanjutan.
15. Kehidupan di Darat
Melindungi, mengembalikan, dan meningkatkan keberlangsungan
pemakaian ekosistem darat, mengelola hutan secara berkelanjutan,
mengurangi tanah tandus serta tukar guling tanah, memerangi
penggurunan, menghentikan dan memulihkan degradasi tanah,
serta menghentikan kerugian keanekaragaman hayati.
16. Institusi Peradilan yang Kuat dan Kedamaian
Meningkatkan perdamaian termasuk masyarakat untuk
pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses untuk keadilan
bagi semua orang termasuk lembaga dan bertanggung jawab untuk
seluruh kalangan, serta membangun institusi yang efektif,
akuntabel, dan inklusif di seluruh tingkatan.
17. Kemitraan untuk Mencapai Tujuan
Memperkuat implementasi dan menghidupkan kembali kemitraan
global untuk pembangunan yang berkelanjutan.
-255-

Gambar 4.1 Tujuan Sustainable Development Goals

Sumber : UNDP, 2015


4.2.2. Isu Strategis Nasional
4.2.2.1 RPJMN
Secara sektoral, pemerintah pusat memiliki program-program
unggulan yang secara positif atau negatif dapat berpengaruh kepada
daerah, termasuk di Kabupaten Tangerang. Visi dan misi pembangunan
daerah juga harus sinkron dengan visi dan misi pembangunan nasional.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 telah
ditetapkan Visi Pembangunan Nasional.
Visi Pembangunan Nasional adalah:
“Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri, Dan
Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong”
Selanjutnya untuk mewujudkan visi tersebut, dijabarkan dalam 7
(tujuh) misi yaitu:
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan
wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan
sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia
sebagai negara kepulauan.
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis
berlandaskan negara hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri
sebagai negara maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju,
dan sejahtera.
-256-

5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.


6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju,
kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Beberapa program kegiatan yang merupakan program strategis
nasional akan dibangun diwilayah Kabupaten Tangerang. Program strategis
nasional ini diperkirakan akan sangat mempengaruhi pembangunan
wilayah baik pembangunan infrastruktur maupun perekonomian wilayah.
Beberpa program strategis nasional tersebut antara lain adalah:
1. Jalan Tol Serpong-Balaraja (30 Km)
Jalan tol Serpong-Balaraja diharapkan dapat menghidupkan sejumlah
kawasan di Kabupaten Tangerang melalui peningkatan kemudahan
akses untuk kawasan Cisauk, Pagedangan, Legok, Curug, dan
Panongan.
2. Energi asal sampah kota-kota besar (Jakarta, Tangerang, Bandung,
Semarang, Surakarta, Surabaya, Denpasar dan Makassar)
Berlokasi di Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, Surakarta,
Surabaya, Denpasar, dan Makassar. Pemerintah memutuskan akan
mengawali dengan percepatan pembangunan pembangkit listrik
berbasis sampah. Ketujuh kota yang akan dijadikan pilot project itu
adalah: Jakarta, Bandung, kemudian Tangerang, Semarang, Surabaya,
Solo dan Makassar.
3. Percepatan infrastruktur transportasi, listrik, dan air bersih untuk 10
kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) Prioritas Danau Toba,
Pulau Seribu, Tanjung Lesung dan 7 kawasan lainnya.
Lokasi Provinsi Sumatera Utara, Provinsi DKI Jakarta, Provisi Banten,
Provinsi Jawa Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Nusa
Tenggara Barat, Provinsi Maluku Utara, Provinsi DI Yogyakarta, Provisi
Sulawesi Tenggara dan Provinsi Bangka Belitung, Percepatan
infrastruktur transportasi, listrik, dan air bersih untuk mendukung 10
Kawasan Pariwisata Prioritas. Yaitu :
 Tanjung Kelayang
 Tanjung Lesung
 Danau Toba
 Kep. Seribu dan Kota Tua Jakarta
 Mandalika
 Morotai
-257-

 Labuan Bajo
 Wakatobi
 Borobudur
 Bromo Tengger Semeru
4. Pembangunan Terminal 3 dan pengembangan Bandara Soekarno-Hatta

4.2.2.2 Standar Pelayanan Minimal (SPM)


Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah maka
pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018
tentang Standar Pelayanan Minimal menggantikan Peraturan
Pemerintah sebelumnya Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.
Dalam Peraturan ini disebutkan bahwa Standar Pelayanan
Minimal atau disingkat dengan SPM merupakan ketentuan mengenai
Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan
Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara
secara minimal. Pelayanan dasar dimaksud adalah pelayanan publik
untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara.
Pelayanan dasar dalam Standar Pelayanan Minimal merupakan
urusan pemerintahan wajib yang diselenggarakan Pemerintah daerah
baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Daerah. Urusan
Pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang
selanjutnya menjadi jenis SPM terdiri atas :
1. Pendidikan
2. Kesehatan
3. Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
4. Perumahan Rakyat dan Kawasan permukima
5. Ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarkat, dan
6. Sosial
Layanan dasar Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pemerintah
Provinsi dan Kabupaten/Kota
a) SPM Pendidikan
 Pendidikan anak usia dini
 Pendidikan dasar
 Pendidikan kesetaraan
-258-

b) SPM Kesehatan
 pelayanan kesehatan ibu hamil
 pelayanan kesehatan ibu bersalin
 pelayanan kesehatan bayi baru lahir
 pelayanan kesehatan bayi baru lahir
 pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar
c) SPM Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
 pemenuhan kebutuhan pokok air minum sehari-hari
 penyediaan pelayanan pengolahan air limbah domestik
d) SPM Perumahan Rakyat dan Kawasan permukiman
 penyediaan dan rehabilitasi rumah yang layak huni bagi
korban bencana kabupaten/kota
 fasilitasi penyediaan rumah yang layak huni bagi
masyarakat yang terkena relokasi program Pemerintah
Daerah kabupaten/kota
e) SPM Ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarkat
 pelayanan ketenteraman dan ketertiban umum
 pelayanan informasi rawan bencana
 pelayanan pencegahan dan kesiapsiagaanterhadap bencana
 pelayanan penyelamatan dan evakuasi korban bencana
 pelayanan penyelamatan dan evakuasi korban
f) SPM Sosial
 rehabilitasi sosial dasar penyandang disabilitastelantar di
luar panti
 rehabilitasi sosial dasar anak telantar di luar panti
 rehabilitasi sosial dasar lanjut usia telantar diluar panti
 rehabilitasi sosial dasar tuna sosial khususnya gelandangan
dan pengemis di luar panti
 perlindungan dan jaminan sosial pada saat dansetelah
tanggap darurat bencana bagi korbanbencana
kabupaten/kota
Pelaksanaan Pelayanan Dasar pada Urusan Pemerintahan
Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar berpedoman pada
standar pelayanan minimal (SPM) yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat. Berdasarkan pada pedoman SPM tersebut, Pemerintah
Kabupaten Tangerang akan menetapkan kebijakan Percepatan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal yang capaiannya disesuaikan
-259-

dengan kondisi dan kemampuan keuangan daerah. Mengingat SPM


merupakan hal minimal yang harus dilaksanakan oleh Pemda untuk
rakyatnya, maka target SPM harus 100% setiap tahunnya. Untuk itu
dalam penetapan indikator SPM, Kementerian/Lembaga
Pemerintahan Non Kementerian agar melakukan pentahapan pada
jenis pelayanan, mutu pelayanan dan/atau sasaran/lokus tertentu.
Sampai saat ini, pedoman kebijakan tentang Standar Pelayanan
Minimal yang telah mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah baru SPM Bidang Kesehatan
yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.

4.2.2.3 Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan dan Pemenuhan


Hak Anak
Pengarusutamaan gender (PUG) merupakan strategi
mengintegrasikan perspektif gender dalam pembangunan. PUG
ditujukan untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam
pembangunan, yaitu pembangunan yang lebih adil dan merata bagi
seluruh penduduk Indonesia baik laki-laki maupun perempuan.
Kesetaraan gender dapat dicapai dengan mengurangi kesenjangan
antara penduduk laki-laki dan perempuan dalam mengakses dan
mengontrol sumber daya, berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan dan proses pembangunan, serta mendapatkan manfaat dari
kebijakan dan program pembangunan. Upaya yang akan dilakukan
oleh pemerintah daerah yakni dalam meningkatkan perlindungan bagi
perempuan dari berbagai tindak kekerasan, meningkatkan kualitas
hidup dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan,
meningkatkan kapasitas kelembagaan PUG dan kelembagaan
perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan.
Sementara, perlindungan anak meliputi seluruh kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan, diskriminasi, eksploitasi, pelecehan dan
tindakan salah lainnya (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak). Tantangan yang akan dihadapi adalah
meningkatkan berbagai upaya perlindungan anak dari tindak
-260-

kekerasan, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya dengan


mengedepankan upaya pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi
korban secara efektif.

4.2.3 Isu Strategis Regional


4.2.3.1 Isu Strategis Provinsi DKI Jakarta
1) Penyediaan Air Minum
Sumber air di DKI Jakarta yaitu 16 persen berasal dari Air Curah
Olahan dari Tangerang, dengan menyuplai air minum dengan
kapasitas 2.800 liter per detik untuk jangka waktu 20 tahun.
2) Hidrologi
Provinsi DKI Jakarta berada pada Cekungan Air Tanah (CAT) Provinsi
Jawa Barat dan DKI Jakarta yang merupakan cekungan air tanah
lintas Provinsi, yang berada di antara Provinsi Banten, Provinsi DKI
Jakarta, dan Provinsi Jawa Barat dengan luas sekitar 1.439 Km2.
Sebarannya mencakup sebagian Kota Tangerang dan sebagian
Kabupaten Tangerang, seluruh wilayah DKI Jakarta, sebagian
Kabupaten Bogor dan sebagian Kabupaten Bekasi.
3) Rencana pengembangan Elevated Loopline/ Circular Line sebagai
layanan angkutan perkotaan (urban services), dilakukan dengan cara
membuat shortcut dari stasiun Pondok Jati kearah Manggarai. Hal ini
juga merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 83
Tahun 2011 tentang Penugasan kepada PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) Untuk Menyelenggarakan Prasarana dan Sarana Kereta Api
Bandar Udara Soekarno Hatta dan Jalur Lingkar Jakarta-Bogor Depok-
Tangerang-Bekasi. Rencana pengembangan Jalur Lingkar (Circular
Line) Jakarta - Bogor - Depok Tangerang - Bekasi (Jabodetabek) akan
terintegrasi dengan lintas pelayanan kereta Commuterline Jabodetabek
melalui 2 (dua) jalur melingkar.
4) Penerapan online system dalam rangka Peningkatan Pengelolaan Parkir
Tepi Jalan, dari 36 titik menjadi 441 ruas jalan, atau sebesar 8,1% dari
seluruh ruas jalan on street parking.
Untuk pembangunan fasilitas park and ride di Terminal Kalideres,
diharapkan dapat menjadi titik perpindahan moda para pengguna
kendaraan pribadi dari wilayah barat Jakarta dan Tangerang, yang
terintegrasi dengan Transjakarta Koridor 3 (Kalideres – Pasar Baru).
-261-

4.2.3.2 Isu Strategis Provinsi Banten


RPJMD Provinsi Banten Tahun 2017-2022, memuat Visi
pembangunan Provinsi Banten, yaitu: “ BANTEN YANG MAJU,
MANDIRI, BERDAYA SAING, SEJAHTERA DAN BERAKHLAQUL
KARIMAH” . Untuk mewujudkan Visi Provinsi Banten 2017-2022
tersebut akan ditempuh melalui lima misi pembangunan daerah
sebagai berikut :
1. Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (Good
Governance)
2. Membangun dan meningkatkan kualitas infrastruktur;
3. Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan Pendidikan
berkualitas;
4. Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan Kesehatan
berkualitas;
5. Meningkatkan kualitas pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.
a. Program/kegiatan prioritas Provinsi Banten yang berhubungan
dengan Kabupaten Tangerang adalah :
a) Pengembangan jaringan jalan bebas hambatan dalam kota di
daerah meliputi : Serpong-Balaraja, Bojong Gede-Balaraja.
b) Pengembangan jaringan jalan bebas hambatan antar kota di
daerah meliputi : Tangerang-Merak, Semanan-Rajeg-Balaraja,
Kamal-Teluknaga-Rajeg.
c) Rencana Pengembangan jalan Nasional Tangerang-Bandara
Soekarno Hatta
d) Pengembangan jaringan jalan provinsi meliputi : Banten
Lama-Pontang, Pontang-Kronjo, Kronjo-Mauk, Mauk-
Teluknaga, Teluknaga-Dadap, Citeras-Tigaraksa, Tigaraksa-
Malanengah, Sp. Bitung-Curug, Curug-Legok-Parung Panjang,
Cisauk-Jaha.
e) Pengembangan jaringan Kereta Api, Serang-Cikande-Cikupa-
Serpong.
f) Pembangunan jaringan prasarana kereta api baru pada lintas
Parung Panjang-Serpong-Citayam-Nambo-Cikarang; Lintas
Serang-Sepadan tol-Balaraja, Lintas Balaraja-Jakarta-
Cikarang.
-262-

g) Rencana Pembangunan Dryport di Kecamatan Jambe


h) Pengembangan jaringan angkutan sungai, danau, dan
penyebarangan di Provinsi Banten meliputi Cituis-Kep. Seribu,
Dadap-Kep. Seribu.
i) Rencana pengembangan lokasi wilayah kerja pelabuhan
pengumpan lokal di Cituis dan Kresek/Kronjo.
j) Koridor Utara (Koridor Ekonomi Banten) menghubungkan
sentra-sentra pertumbuhan primer Tangerang-Balaraja-
Cikupa-Serang-Clegon-Merak

4.2.3. Analisis Isu Strategis Internal


Dari analisis permasalahan diatas teridentifikasi isu-isu strategis
internal kabupaten tangerang sebagai berikut :
1. Aspek pengembangan sumber daya manusia :
- Peningkatan kualitas dan pemerataan pelayanan pendidikan,
kesehatan dan social
- Peningkatan ketentraman dan kenyamanan dalam kehidupan
bermasyarakat
2. Aspek Pembangunan Ekonomi
- Penanganan Kemiskinan dan Pengangguran
3. Aspek Permasalahan Bidang Infrastruktur dan Lingkungan Hidup
- Pemerataan infrastruktur dan pembangunan berkelanjutan
- Penataan perumahan permukiman berbasis kawasan
- Pengelolaan persampahan dan lingkungan
4. Aspek Tata Kelola Pemerintahan
- Peningkatan Tata Kelola Pemerintahan (Good Governance)

4.2.3.1 RPJPD Kabupaten Tangerang


RPJMD tahun 2019-2023 merupakan penjabaran dari tahapan
keempat (2020-2025) pelaksanaan RPJPD Kabupaten Tangerang
tahun 2005-2025, yaitu Tahap Usaha Peningkatan Berkelanjutan
dengan kemampuan sumber daya Kabupaten Tangerang secara
terfokus ketingkat yang lebih tinggi dalam rangka mewujudkan daya
saing daerah yang berkelanjutan.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Kabupaten Tangerang tahun 2005-2025 sudah dirumuskan visi
Kabupaten Tangerang sampai dengan tahun 2025, adapun Visi
-263-

Pembangunan Kabupaten Tangerang adalah “Kabupaten Tangerang


Berdaya Saing Menuju Masyarakat Madani”. Untuk mewujudkan
Visi tersebut di atas maka ditetapkan Misi Pemerintah Kabupaten
Tangerang 2005-2025 sebagai berikut :
1. Mewujudkan kualitas sumber daya manusia Kabupaten
Tangerang yang mandiri, berdayasaing tinggi dan berakhlak
mulia;
2. Mewujudkan perekonomian daerah yang maju dan berdaya saing
berbasis pada potensi keunggulan lokal;
3. Mewujudkan pelayanan dasar bagi masyarakat secara merata
dan proporsional;
4. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik, demokratis dan
partisipatif; dan
5. Mewujudkan pembangunan yang terpadu dan serasi dengan
pendekatan pengembangan wilayah berbasis ekonomi dan
ekologi.
Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut sudah ditetapkan
tujuan dan sasaran pokok pembangunan, adapun tujuannya adalah
“mewujudkan masyarakat Kabupaten Tangerang adil dan sejahtera
yang beriman dan bertaqwa sebagai landasan bagi tahap
pembangunan berikutnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945”. Sasaran pokok pembangunan Kabupaten
Tangerang yang akan dicapai dalam 20 tahun mendatang sebagai
berikut:
1. Terwujudnya kualitas sumber daya manusia Kabupaten
Tangerang yang mandiri, berdayasaing tinggi dan berakhlak mulia
ditandai oleh hal-hal berikut:
a. Terlaksananya sistem jaminan sosial dan penataan
kependudukan bagi masyarakat Kabupaten Tangerang yang
terpadu, efisien dan efektif.
b. Meningkatnya derajat dan mutu pendidikan masyarakat
KabupatenTangerang.
c. Meningkatnya derajat dan mutu kesehatan masyarakat
Kabupaten Tangerang.
-264-

d. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia yang ditandai


dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM)
dan indeks pembangunan gender (IPG).
e. Berkembangnya karakter masyarakat Kabupaten Tangerang
yang mandiri, berdayasaing, berbudi luhur, bertoleran,
bergotong royong, berjiwa patriotik, dan berorientasi pada ilmu
pengetahuan dan teknologi.
f. Meningkatnya peran pemuda dan perempuan dalam seluruh
bidang pembangunan.
g. Makin kuatnya nilai-nilai keutamaan, berakhlak mulia,
bermoral, beriman dan bertaqawa yang dianut oleh
masyarakat Kabupaten Tangerang.
h. Makin mantapnya budaya dan pemberdayaan masyarakat
serta organisasi masyarakat Kabupaten Tangerang.
2. Terwujudnya perekonomian daerah yang maju dan berdaya saing
berbasis pada potensi keunggulan lokal ditandai oleh hal-hal
berikut:
a. Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan
berkesinambungan sehingga pada tahun 2025 pendapatan
domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Tangerang semakin
meningkat, pengangguran menurun dan penduduk miskin
berkurang.
b. Meningkatnya produktivitas, nilai tambah dan pendapatan
masyarakat Kabupaten Tangerang dari pengembangan sektor
industri pengolahan yang berbasis ilmu pengetahuan dan
teknologi.
c. Meningkatnya produktivitas, nilai tambah dan pendapatan
masyarakat Kabupaten Tangerang dari pengembangan sektor
pertanian modern yang berbasis ilmu pengetahuan dan
teknologi.
d. Meningkatnya produktivitas, nilai tambah dan pendapatan
masyarakat Kabupaten Tangerang dari pengembangan sektor
jasa yang lebih bermutu dan berbasis ilmu pengetahuan dan
teknologi berdayasaing.
-265-

3. Terwujudnya pelayanan dasar bagi masyarakat secara merata dan


proporsional ditandai oleh hal-hal berikut:
a. Terbangunnya jaringan infrastruktur perhubungan di
Kabupaten Tangerang yang terpadu dan merata ke seluruh
wilayah kecamatan.
b. Terpenuhinya pasokan tenaga listrik yang efisien sesuai
kebutuhan termasuk terpenuhinya pasokan listrik bagi hampir
seluruh rumah tangga dan wilayah perdesaan dan
c. Terwujudnya konservasi sumber daya air yang mampu menjaga
keberlanjutan fungsi sumber daya air.
d. Terpenuhinya penyediaan prasarana dan sarana dasar
perumahan, permukiman dan fasilitas umum
e. Terwujudnya efisiensi pemanfaatan dan pembangunan
infrastruktur pos dan telekomunikasi
4. Terwujudnya tata pemerintahan yang baik, demokratis dan
partisipatif ditandai oleh hal-hal berikut:
a. Meningkatnya kapasitas aparat pemerintahan Kabupaten
Tangerang yang profesional, kompeten, bersih, andal,
berwibawa dan bertanggung jawab.
b. Menguatnya peranan masyarakat sipil dan partai politik dalam
kehidupan politik
c. Terciptanya penegakan hukum tanpa memandang kedudukan,
pangkat, dan jabatan seseorang demi supremasi hukum dan
terciptanya penghormatan pada hak-hak asasi manusia.
d. Terwujudnya ketertiban dan keamanan di wilayah Kabupaten
Tangerang yang menjamin martabat kemanusiaan,
keselamatan masyarakat, dan keutuhan wilayah dari ancaman
dan gangguan pertahanan dan keamanan.
5. Terwujudnya pembangunan yang terpadu dan serasi dengan
pendekatan pengembangan wilayah berbasis ekonomi dan
ekologi ditandai oleh hal-hal berikut:
a. Terwujudnya kesejahteraan dan kemajuan yang makin
merata ke seluruh wilayah Kabupaten Tangerang termasuk
wilayah perdesaan.
b. Terwujudnya lingkungan perkotaan dan perdesaan yang
sesuai dengan kehidupan yang baik, berkelanjutan, serta
mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat.
-266-

c. Terwujudnya kualitas kehidupan sosial dan ekonomi


masyarakat Kabupaten Tangerang yang didukung oleh
pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup secara serasi, seimbang, dan lestari.
d. Terpeliharanya keragaman hayati dan kekhasan sumber daya
alam dan lingkungan Kabupaten Tangerang.
e. Meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku
masyarakat Kabupaten Tangerang dalam pengelolaan sumber
daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.

4.2.3.2 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RPJMD


I. Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup
Keterbatasan sumber daya alam serta potensi penurunannya
baik secara kuantitas maupun kualitas mewajibkan pemanfaatan
sumber daya alam agar dilakukan secara bijaksana, yaitu
memperhatikan kemampuan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup. Perlu diperhatikan pula hubungan antar wilayah,
untuk kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh suatu wilayah
tertentu, sehingga dapat dipenuhi dengan penyediaan dari wilayah
lainnya (prinsip ekspor-impor). Hal lain yang menjadi tantangan dalam
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah
mempertahankan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan
manusia dalam jangka pendek dengan keberlanjutan pemanfaatannya
untuk menunjang kehidupan yang keberlanjutan dalam pembangunan
serta memperhatikan kesejahteraan sosial, ekonomi dan kelestarian
fungsi lingkungan hidup hingga masa yang akan datang. Oleh karena
itu kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan
manusia, makhluk hidup lainnya dan keseimbangan antar keduanya
(daya dukung lingkungan hidup) serta kemampuan lingkungan hidup
untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang masuk atau
dimasukan ke dalamnya (daya tampung lingkungan hidup) penting
untuk diketahui, dipahami dan dijadikan dasar dalam perencanaan
pemanfaatan sumber daya alam, perencanaan pembangunan dan
perencanaan pemanfaatan ruang.
-267-

Penentuan daya dukung lingkungan hidup sebagai dasar


pertimbangan dalam pembangunan dan pengembangan suatu wilayah
telah diamanatkan sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 4
Tahun 1984 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup, yang kemudian disempurnakan menjadi Undang-
undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, dan kini Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Amanat daya
dukung lingkungan hidup tertuang dalam sejumlah pasal pada
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009, diantaranya Pasal 12 yang
menyebutkan bahwa apabila Rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (RPPLH) belum tersusun, maka pemanfaatan
sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup. Selain itu, dalam Pasal 15, 16 dan 17
dijelaskan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
merupakan salah satu muatan kajian yang mendasari penyusunan
atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana
pembangunan jangka panjang dan jangka menengah (RPJP dan RPJM)
serta kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, melalui
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup tertuang pula pada Pasal 19, yang
menyatakan bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan
hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang
wilayah wajib didasarkan pada KLHS dan ditetapkan dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Keterkaitan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan
KLHS, RPPLH dan pemanfaatan sumberdaya alam sebagaimana
digambarkan pada diagram di bawah ini.
-268-

Identifikasi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup


Indonesia yang diukur dengan pendekatan jasa ekosistem (ecosystem
services) sebagaimana yang dilakukan dalam Millenium Ecosystem
Assessment –United Nation. Manusia mendapat manfaat dari berbagai
sumber daya dan proses yang disediakan oleh ekosistem alam. Secara
menyeluruh, manfaat ini dikenal dengan istilah jasa ekosistem dan
meliputi produk seperti air minum dan proses seperti pemecahan
(dekomposisi) sampah.
Jasa ekosistem adalah barang atau jasa yang disediakan oleh
ekosistem untuk manusia dan menjadi dasar untuk penilaian
(valuation) suatu ekosistem (Hein et al. 2006). Ketersediaan jasa
ekosistem sering bervariasi dengan berjalannya waktu, seperti
tercantum dalam Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup Nomor 09
Tahun 2011 mengenai Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) ketersediaan baik kuantitas dan kualitas jasa
ekosistem akan berpengaruh dan mempengaruhi daya dukung dan daya
tampung lingkungan sebagai panduan perencanaan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Daya dukung merupakan indikasi kemampuan mendukung
penggunaan tertentu, sedangkan daya tampung adalah indikasi
toleransi mendukung perubahan penggunaan tertentu (atau
pengelolaan tertentu) pada unit spasial tertentu. Untuk menghitung
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, perlu beberapa
pertimbangan. Adapun pertimbangan tersebut adalah (a) ruang dan
-269-

sifatnya, (b) tipe pemanfaatan ruang, (c) ukuran produk lingkungan


hidup utama (udara dan air), (d) penggunaan/penutupan lahan
mendukung publik (hutan), (e) penggunaan tertentu untuk keperluan
pribadi.
Menurut sistem klasifikasi jasa ekosistem yang digunakan dalam
Millenium Ecosystem Assessment (2005), jasa ekosistem dikelompokkan
menjadi empat fungsi layanan, yaitu jasa penyediaan (provisioning), jasa
pengaturan (regulating), jasa pendukung (supporting), dan jasa kultural
(cultural). Penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
dengan pendekatan konsep jasa ekosistem, dengan pengembangan
asumsi dasar sebagai berikut:
a. Semakin tinggi jasa ekosistem suatu wilayah, maka semakin tinggi
kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan
manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya
(lihat jasa penyediaan, Jasa budaya, dan pendukung)
b. Semakin tinggi jasa ekosistem suatu wilayah, maka semakin tinggi
kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi,
dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke
dalamnya (lihat jasa pengaturan).
c. Jasa ekosistem pada habitat bumi ditentukan oleh keberadaan
faktor endogen dan dinamika faktor eksogen yang dicerminkan
dengan dua komponen yaitu kondisi ekoregion dan penutup lahan
(land cover/ land use) sebagai penaksir atau proxy.

II. Daya Dukung Lingkungan


Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pengertian tentang
Daya Dukung Lingkungan Hidup yaitu: “Daya dukung lingkungan hidup
adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan
manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya”. Salah
satu hasil kajian daya dukung lingkungan berbasis jasa ekosistem ini
juga menghasilkan distribusi luasan dari jasa ekosistem tersebut.
Berdasarkan hasil analisis data distribusi luasan jasa ekosistem yang
tersaji pada Tabel jasa ekosistem yang berada dalam kelas tertinggi
dengan luasan terluas adalah jasa ekosistem pendukung biodiversitas
yaitu 46,96%.
-270-

Biodiversitas atau dikenal dengan keanekaragaman hayati adalah


keberagaman tumbuhan, hewan dan makhluk hidup lain yang tumbuh
hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu. Keanekaragaman hayati
pada satu daerah akan berbeda dengan pada daerah lainya, maka selain
penampakan buminya, keanekaragaman hayati bisa dijadikan pembeda
tiap daerah apabila dilihat dari keberagaman makhluk dan tumbuh
tumbuhan yang ada di daerah tersebut. Jenis tumbuhan dan hewan
yang hidup dan mendiami suatu daerah akan berbeda karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor jasa
ekosistem yang dipengaruhi oleh letak geografis, topografi, ekoregion
hingga perbedaan iklim dan cuaca.
Dalam kaitannya dengan jasa ekosistem pendukung biodiversitas,
nilai keanekaragaman hayati mencakup tingkat keragamanan dan
kelimpahan, sehingga dapat menjadi acuan dalam pengelolaan kawasan
untuk mendukung konservasi keanekaragaman hayati yang ada di dalam
wilayah kelola suatu unit pengelolaan atau unit usaha. Ekosistem telah
memberikan jasa keanekaragaman hayati (biodiversity) di antara
makhluk hidup dari semua sumber, termasuk diantaranya, daratan,
lautan dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang
merupakan bagian dari keanekaragamannya; mencakup
keanekaragaman di dalam spesies, antara spesies dan ekosistem yang
menjadi habitat perkembangbiakan flora fauna. Semakin tinggi karakter
biodiversitas maka semakin tinggi fungsi dukungan ekosistem terhadap
perikehidupan.
Tingginya persentase sebaran luas jasa ekosistem pendukung
biodiversitas di Kabupaten Tangerang disebabkan oleh luasan satuan
ecoregion Kabupaten Tangerang berupa dataran fluvial dan dataran fluvio
marin ialah 67.213, 80 atau sekitar 56,5% dari luas wilayah
keseluruhan. Kondisi hidrologi satuan ini dibangun oleh material
alluvium yang mampu membentuk akuifer yang potensial, dengan
dukungan morfologi datar, maka menyebabkan cadangan atau
ketersediaan air tanah dangkal sangat potensial. Selain ketersediaan air
yang melimpah, material alluvium akan berkemabng menjadi tanah
dengan tekstur geluhan, struktur remah dan solum sangat tebal
menjadikan tanah poada daerah ini potensial untuk pengembangan
lahan-lahan pertanian tanaman semusim dengan irigasi intensif. Flora
dominan berupa tanaman budidaya semusim dengan fauna sawah.
-271-

Tabel 4.5 Distribusi Kelas dan Luasan Daya Dukung Lingkungan Hidup
Berbasis Jasa Ekosistem Kabupaten Tangerang
Distribusi Kelas dan Luasan Daya Dukung Hidup Berbasis Jasa Ekosistem
Jenis Jasa
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Ekosistem
Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %
Penyedia
237,62 0,2 14.100,45 11,8 24168,20 20,3 25606,8 21,5 54952,72 46,2
Pangan
Penyedia Air
5.719,24 4,8 6.642,13 5,58 22662,25 19,03 33996,16 28,55 50046,01 42,03
Bersih
Budaya
Fungsi
Tempat 46813,82
25.857,30 21,72 7.403,23 6,22 2074,91 1,74 39,32 36916,52 31,01
Tinggal dan
Ruang
Hidup
Pendukung
14.412,67 12,10 12.393,19 10,51 26355,34 22,14 55914,21 46,96 9990,37 8,39
Biodiversitas
Sumber: Analisis Data Primer, 2018

III. Daya Tampung Lingkungan


Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pengertian tentang
Daya Dukung Lingkungan Hidup yaitu: “Daya tampung lingkungan
hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi,
dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya”.
Salah satu hasil kajian daya tampung lingkungan berbasis jasa
ekosistem ini juga menghasilkan distribusi luasan dari jasa ekosistem
tersebut. Berdasarkan hasil analisis data distribusi luasan jasa
ekosistem yang tersaji pada Tabel jasa ekosistem yang berada pada kelas
tetinggi dengan luasan terluas adalah jasa ekosistem pencegahan dan
perlindungan dari bencana yaitu 21,18%. Ekosistem, didalamnya juga
mengandung unsur pengaturan pada infrastruktur alam untuk
pencegahan dan perlindungan dari tipe bencana khususnya bencana
alam. Beberapa fungsi pencegahan bencana alam dari kebakaran lahan,
erosi, abrasi, longsor, badai dan tsunami berhubungan erat dengan
keberadaan liputan lahan da bentuk lahan. Selain itu bentuk lahan
secara spesifik berdampak langsung terhadap sumber bencana, sebagai
contoh bencana erosi dan longsor umumnya terjadi pada bentuk lahan
structural dan denudasional dengan morfologi perbukitan. Lahan yang
berpotensi tinggi dalam mengatur pencegah dan pelindung bencana alam
memiliki luasan 25218,76 ha atau sekitar 21,18% dari luas seluruh
wilayah Kabupaten Tangerang. Lahan yang berpotensi sangat tinggi
dalam pengaturan dan pelindungan bencana tersebut sebagian besar
terdapat pada satuan ecoregion dataran fluvial. Adapun distribusi kelas
-272-

dan luasan daya tampung lingkungan hidup berbasis jasa ekosistem


Kabupaten Tangerang disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.6 Distribusi Kelas dan Luasan Daya Tampung Lingkungan Hidup
Berbasis Jasa Ekosistem Kabupaten Tangerang
Jenis Jasa Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Ekosistem Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %
Pengaturan
13980,92 11,74 13413,05 11,27 60069,76 50,45 28742,88 24,14 2859,17 2,40
Iklim
Pengaturan
tata aliran
14273,76 11,99 23747,4 19,94 23654,64 19,87 37398,97 31,41 19991,01 16,79
air dan
banjir
Pencegahan
dan
144218,53 11,94 18488,23 15,53 14293,04 12 46847,21 39,35 25218,76 21,18
perlindungan
dari bencana
Pengolahan
dan pengurai 14116,68 11,86 18608,94 15,63 16184,65 13,59 64668,66 54,31 5486,85 4,61
limbah
Pemeliharaan
kualitas 26572,40 22,32 14519,59 12,19 52397,60 44,01 24164,98 20,30 1412,21 1,19
udara

IV. Kualitas Sumber Daya Air


Kabupaten Tangerang dialiri 4 (empat) sungai besar yaitu : Sungai
Cisadane, Sungai Cimanceuri, Sungai Cirarab, dan Sungai Cidurian.
Selain itu dikenal juga sebagai daerah seribu industri, hal ini didukung
dengan adanya data jumlah industri yang beroperasi di Kabupaten
Tangerang. Dari data yang dihimpun tercatat terdapat 4.965 industri
yang tersebar baik di kawasan maupun zona industri. Mayoritas
industri sekitar ± 53,5% merupakan industri pengolahan dengan jumlah
2.657 industri, dan 613 industri ini berada di sepanjang DAS.
Sayangnya. peningkatan penanaman modal/investasi dari sektor
industri juga berimbas pada penurunan kualitas lingkungan dalam hal
ini kualitas air permukaan/sungai. Masih rendahnya ketaatan industri
dalam pengelolaan lingkungan menyebabkan terjadinya pencemaran.
Menurut data yang diperoleh dikatakan bahwa dari 613 industri di
sepanjang DAS, terdapat 276 industri penghasil air limbah dan mirisnya
hanya terdapat 138 industri yang memiliki Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL).
-273-

Tabel 4.7 Data Indeks Pencemaran/Status Mutu Air Sungai


Nama Status
No. Titik Pantau Keterangan
Sungai Mutu
Tercemar
1 Cisadane - Jembatan Cisauk Ringan
ringan
(29 Jembatan PT
- Ringan
industri) Indorama
- Jembatan Gading Ringan
Jembatan
- Ringan
Cikokol
Jembatan
- Ringan
Robinson
Bendungan Pintu
- Ringan
air
Tercemar
2 Cirarab ringan s/d - Jembatan Bitung Berat
berat
(420 Jembatan
- Sedang
industri) Pasarkemis
Jembatan
- Permata Berat
Tangerang
Jembatan
- Berat
Kutabumi
- Cadas Kukun Berat
- Cirarab Hilir Berat
Jembatan
- Ringan
Sarakan
Jembatan
- Ringan
Cirarab
Tercemar
3 Cimanceuri ringan s/d - Jembatan Kutruk Ringan
sedang
(162 Jembatan Ruko
- Ringan
industri) Millenium
Jembatan Surya
- Ringan
Toto
Jembatan
- Ringan
Balaraja
Jembatan Baduk
- Sedang
Anom
- Jembatan Barong Sedang

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa keempat sungai di


Kabupaten Tangerang sudah tercemar mulai dari ringan sampai berat.
Dan kondisi terparah adalah sungai Cirarab.
Kondisi air sungai ini juga mempengaruhi kuantitas air baku bagi
penyediaan air minum untuk masyarakat. dimana saat ini baru 32%
masyarakat yang dapat mengakses air minum dari target minimum 40%.
-274-

Meskipun begitu. pemerintah daerah tidak hanya berpangku tangan.


pembinaan bahkan pelaksanaan penegakan hukum sudah dilakukan
terhadap 1203 industri dan 753 industri sudah ditindaklanjuti mulai dari
pemberian sanksi administrasi s/d paksaan pemerintah. Masih
rendahnya capaian pengawasan industri ini dikarenakan terbatasnya
SDM yang ada dimana jumlah Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup
Daerah (PPLHD) yang dimiliki di DLHK hanya 2 (dua) orang.

V. Sumber Pencemaran Udara


Sumber-sumber utama penyebab pencemaran udara yang
terdapat di Kabupaten Tangerang meliputi 4 (empat) kegiatan meliputi :
1. Kegiatan transportasi
2. Kegiatan industri
3. Kegiatan rumah tangga atau pemukiman
4. Persampahan

Sumber pencemaran udara juga dapat dikategorikan menjadi dua


sumber yaitu :
1. Sumber bergerak yaitu berasal dari pengoperasian kendaraan darat
dan udara.
2. Sumber tidak bergerak yaitu berasal dari kegiatan industri, rumah
tangga, dan persampahan.
Pencemaran udara sebagai akibat kegiatan transportasi
disebabkan oleh pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor yang
menghasilkan gas buang atau emisi, sedang pencemaran udara karena
kegiatan atau proses industri disebabkan oleh penggunaan energi
seperti batu bara dan pembakaran bahan bakar untuk generator dan
penggunaan AC. Pencemaran udara yang berasal dari kegiatan rumah
tangga antara lain berasal dari pembakaran kayu, sedang pencemaran
udara dari kegiatan persampahan disebabkan oleh proses pembakaran
sampah akan menghasilkan partikel debu. Sumber–sumber lain yang
juga akan menyumbang terjadinya pencemaran udara antara lain
adalah kebakaran hutan dan kegiatan pembangunan
-275-

VI. Kondisi Persampahan Daerah


Untuk Rasio tempat pembuangan sampah (TPS) di Kabupaten
Tangerang pada tahun 2015 sebesar 67 % dibandingkan jumlah
penduduk yang ada. secara lebih lengkap dapat dilihat pada tabel
berikut :

Tabel 4.8 Rasio Tempat Pembuangan Sampah terhadap Jumlah Penduduk


di Kabupaten Tangerang Tahun 2016
No Uraian Jumlah
1 Jumlah TPS 16
2 Jumlah Daya Tampung TPS 48

3 Jumlah Penduduk 3.249.328

Rasio Daya Tampung TPS


4 1.47%
thd Jumlah penduduk
Sumber: DLHK Kab. Tangerang, 2017

Berikut adalah persentase penanganan sampah Kabupaten Tangerang


tahunn 2015 hingga 2016.

Tabel 4.9 Jumlah Volume Sampah dan Produksi Sampah Kabupaten


Tangerang Tahun 2015-2016
NO Uraian 2015 2016
Jumlah sampah
1 yang ditangani 945 1.136
(Ton)
Jumlah volume
2 produksi 3.5 4.807
sampah
3 Persentase 27% 23.63%

Jumlah penduduk Kabupaten Tangerang yang sampai dengan tahun


2016 ini sudah mencapai 3.477.495 jiwa (sumber BPS Kab. Tangerang
2017) tentu saja mempengaruhi timbulan sampah yang ada. Dengan
metode pendekatan diasumsikan bahwa volume timbulan sampah di Kab.
Tangerang sebesar 5.216 m3/hari (asumsi : sampah yang dihasilkan =
1.5 liter/org/hari). Satu-satunya tempat pembuangan akhir yang
dimiliki adalah TPA Jatiwaringin dengan luas lahan 18 Ha dan yang sudah
terpakai sekitar 7 Ha. Kondisi ini tidak serta merta mampu menyelesaikan
-276-

masalah atau menampung volume sampah yang ada karena disebabkan


oleh beberapa factor. Diantaranya adalah infrastruktur yang kurang
memadai seperti akses masuk ke TPA, teknologi pengelolaan sampah yang
masih open dumping (yang menyebabkan rendahnya penilaian TPA pada
P1 adipura yaitu 36.27). Berikutnya disebabkan oleh kurangnya armada
sampah. Adapun data armada pengangkut sampah vs volume sampah
dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 4.10 Sampah yang terangkut Tahun 2017


Sampah yang
Jumlah
Armada terangkut
(Unit)
(m3/hari)
Dinas 190 2.28
Kecamatan 46 552
Total 236 2.832
Catatan :
Volume bak : 6 m3
Ritase : 2

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa timbulan sampah


yang terangkut adalah 2.832 m3 atau sekitar 54,29% dari total sampah
yang ada. Hal inilah yang menyebabkan masih banyaknya kawasan
kumuh dan titik-titik sampah liar.
Hal lain yang juga menyumbang permasalahan sampah adalah
kesadaran masyarakat untuk berperilaku budaya 3R belum maksimal.
Kabupaten Tangerang telah membangun dan memfasilitasi masyarakat
dengan pembangunan TPST. dalam kurun waktu tahun 2013 s/d 2017
telah dibangun 14 TPST di beberapa kecamatan. Namun dari sekian
jumlah yang ada. hanya sebagian kecil yang berjalan diantaranya TPST
3R Gemah Ripah yang berlokasi di Kecamatan Tigaraksa. Adapun Bank
Sampah juga sudah mulai dikembangkan dan terdapat 2 (dua) Bank
sampah yang sudah berjalan dengan baik. yaitu Bank Sampah
Kemuning (Binong) dan bank Sampah Puri Permai (Tigaraksa). TPST
dan Bank Sampah inilah yang masih perlu mendapatkan perhatian
serius dari Pemerintah Daerah.
-277-

VII. Kebencanaan Daerah


Wilayah Kabupaten Tangerang memiliki potensi kebencanaan
yang cukup tinggi. Potensi bencana geologi berupa gempa bumi merupa
kan potensi kebencanaan yang relatif sama tingginya dengan daerah
lain di sepanjang pantai utara yang membentang di seluruh wilayah
Pantura.
Potensi kebencanaan ini dapat menimbulkan kerusakan yang parah
karena sebagian besar wilayah perkotaan berkembang di pesisir pantai
barat. Potensi kebencanaan yang ada di wilayah Kabupaten Tangerang
meliputi:
a. Potensi bencana geologi; berupa bencana gempa bumi yang tersebar
di seluruh wilayah Kabupaten Tangerang.
b. Potensi bencana tsunami; umumnya tersebar di sepanjang pesisir
pantai utara yang berjarak 1 km dari bibir pantai. Daerah yang
memiliki resiko dampak parah yaitu pada kecamatan kronjo, Kemeri
dan Mauk
c. Potensi bencana banjir; berupa banjir rob (pasang surut)
d. Potensi kekeringan; terjadi akibat curah hujan di suatu kawasan
jauh dibawah curah hujan normal dalam waktu lama. Bencana ini
dipicu oleh perubahan siklus iklim global yang ditandai dengan
meningkatnya temperatur rata-rata atmosfir, laut, dan daratan

Anda mungkin juga menyukai