Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Retinitis pigmentosa (RP) adalah nama yang diberikan pada kelompok


kelainan mata pada retina bersifat herediter. 1 Retinitis Pigmentosa (RP) adalah
sekelompok kelainan bawaan yang ditandai dengan kehilangan penglihatan perifer
progresif dan kesulitan penglihatan pada malam hari (nyctalopia) yang dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan sentral.2
Dengan kemajuan dalam penelitian molekuler, kini diketahui bahwa RP
merupakan distrofi retina dan distrofi epitel pigmen retina (RP) yang disebabkan
oleh kerusakan molekul pada lebih dari 40 gen yang berbeda untuk RP terisolasi
dan lebih dari 50 gen yang  berbeda  berbeda untuk RP sindromik. Tidak hanya
genotipe genotipe heterogen, heterogen, tetapi pasien dengan mutasi yang sama
dapat memiliki manifestasi penyakit yang berbeda secara fenotip.2
Retinitis Pigmentosa (RP) adalah degenerasi retina progresif herediter yang
paling umum dan merupakan penyebab utama kebutaan ireversibel di negara maju
di antara orang-orang dibawah usia 70 tahun. Hal ini ditandai dengan degenerasi
progresif fotoreseptor retina. Keluhan yang ditimbulkan yaitu kesulitan dengan
penglihatan dalam cahaya redup atau kegelapan dan hilangnya penglihatan tepi.
Gambaran klinis retina pada funduskopi terdapat bone spicules yaitu
hiperpigmentasi retina midperifer dengan pola yang khas. Seorang pria usia 35
tahun datang dengan keluhan pandangan kabur pada kedua mata terutama pada
senja hari dan kehilangan penglihatan bagian tepi (tunnel vision). Pasien juga
sering tersandung saat berjalan. Pada pemeriksaan mata didapatkan visus mata
kanan dan kiri 1/60. Pemeriksaan segmen anterior pada mata kanan dan kiri dalam
batas normal. Pemeriksaan segmen posterior pada mata kanan dan kiri terlihat
kumpulan bintik pigmen kehitaman pada daerah perifer retina. Diagnosis pasien
Retinitis Pigmentosa dengan penatalaksanaan farmakologinya seperti Vitamin A/
Beta Karoten. Pasien diberikan edukasi mengenai pentingnya meminum obat
secara rutin. Dukungan keluarga diperlukan untuk memberikan semangat kepada
pasien. Pasien dianjurkan untuk berkunjung secara teratur kepada spesialis mata
untuk memantau kelainan ini. Masalah klinis yang kompleks membutuhkan waktu
yang lama dan kerjasama antara dokter dan keluarga pasien.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Retina
Retina atau selaput jara, merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya.3
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola
mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus
siliari dan berakhir di tepi ora serata. Pada orang dewasa, ora serata berada
sekitar 6,5 mm di belakang garis schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di
belakang garis ini pada sisi nasal. Di sebagian besar tempat retina dan
epitelium  pigmen retina mudah berpisah hingga membentuk suatu ruang
subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus dan ora
serata, retina dan eiptelium pigmen retina saling melekat kuat, sehingga
membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina.4
Retina mempunyai tebal 0,1 & mm pada ora serata dan 0,56 mm pada
beberapa bagian posterior. Di tengah kutub posteri kutub posterior terdapat
makula dengan diameter 5,5- 6,0 mm yang mengandung  xanthophylls
(pigmen kuning). Secara histologis makula terdiri dari dua atau lebih lapisan
sel ganglion dengan diameter 3 mm. Macula berwarna kuning akibat
akumulasi dari karotenoid teroksidasi khususnya lutein dan zeaxthantine di
tengah-tengah macula. Karotenoid ini berperan sebagai antioksidan dan
berfungsi untuk memfilter gelombang sinar biru yang berperan dalam retinitis
solar.4
Di tengah-tengah makula terdapat fovea (fovea sentralis) dengan
diameter 1,5 mm dan di dalamnya terdapat fotoreseptor yang berperan dalam
ketajaman pengihatan dan penglihatan warna. Di dalam fovea terdapat
terdapat foveal avascular avascular zone. Di tengah-tengah fovea foveola
dengan diameter 0,35 dan di dalamnya tersusun padat sel kerucut. Di sekitar
fovea terdapat lingkaran yang disebut parafoveal dimana tersusun dari lapisan
sel ganglion, lapisan inti dalam dan lapisan pleksiformis luar yang tebal.4
Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina dan terdiri atas
lapisan :
1. Membrane limitans interna
2. Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan
menuju nervus opticus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiformis dalam yang mengandung sambungan-sambungan sel
ganglion dngan sal amakrin dans el bipolar.
5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
6. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan ssel
bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Membrane limitans ekstrena
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
10. Epitelium pigmen retina

Gambar 1. Lapisan-lapisan Retina


Lapisan dalam retina (mulai dari lapisan membran limitans interna sampai
lapisan inti dalam) divaskularisasi oleh arteri retina sentralis yang berasal dari
arteri optalmika. Lapisan retina sisanya tidak mempunyai pembuluh darah dan
memperoleh nutrisi secara difusi dari lapisan koroid yang kaya akan kapiler.
Arteri retina sentralis memasuki orbita bersama dengan nervus optikus dan
bercabang menjadi empat percabangan yaitu cabang superior nasal, superior
temporal, inferior nasal, inferior temporal. Arteri-arteri ini tidak mempunyai
anastomosis sehingga apabila terjadi sumbatan akan menyebabkan infark retina.
Retina tidak mempunyai persyarafan sensoris sehingga kerusakan pada retina
tidak akan menyebabkan nyeri.

B. Fisiologi Retina

Retina terdiri atas fotoreseptor yang berperan dalam proses penglihatan yaitu
fotoreseptor batang dan kerucut. Kedua fotoreseptor ini mengandung komponen
kimia yang sensitif terhadap cahaya yang berperan dalam proses penglihatan.
Pada sel batang dikenal dengan rodopsin dan pada sel kerucut dikenal dengan
pigmen warna yang mempunyai susunan yang sedikit berbeda dengan rodopsin.5
Segmen terluar dari sel batang yang mendekati lapisan pigmen retina
mengandung rodopsin sekitar 40%. Rodopsin merupakan kombinasi dari protein
scotopsin dengan pigmen karotenoid retina. Retina mempunyai bentuk rantai 11-
cis. Bentuk cis ini penting karena hanya bentuk ini yang dapat mengikat
scotopsin untuk membentuk rodopsin.5
Ketika energi cahaya diabsorpsi oleh rodopsin, maka akan terjadi dekomposisi
rodopsin menjadi fraksi yang sangat kecil menjadi barthorhodopsin. Kemudian
barthorhodopsin  berubah   menjadi lumirhodopsin lumirhodopsin kemudian
menjadi menjadi metarhodopsin I dan terakhir menjadi metarhodopsin II.
Bentuk akhir ini, metarhodopsin, dikenal juga sebagai rodopsin yang teraktivasi
yang mengeksitasi perubahan impuls listrik di dalam sel batang melalui proses
hiperpolarisasi sel batang yang kemudian menyampaikan impuls visual ke system
saraf pusat.5
Gambar 2. Aktivasi Rhodopsin

Pembentukan rodopsin diawali dengan isomerisa rantai si rantai all-trans


retinal menjadi rantai 11-cis retina dengan bantuan enzim retinal isomerase.
Setelah 11-cis retina terbentuk  secara otomomatis akan berikatan dengan
skotopsin dan membentuk rodopsin yang akan tetap stabil sampai terjadi
dekomposisi kembali yang dipicu oleh absorbsi energy cahaya.5
Rantai all-trans retinal yang terbentuk dalam proses aktivasi rodopsin dapat
dikonversi menjadi bentuk all trans retinol yang merupakan salah satu bentuk
vitamin A. Dengan bantuan enzim isomerase all-trans retinol akan dikonversi
menjadi bentuk 11-cis retinol yang kemudian berubah menjadi 11-cis retinal yang
kemudian berikatan dengan skotopsin membentuk rodopsin. Vitamin A yang
terdapat pada sel batang dapat diubah menjadi bentuk retina apabila dibutuhkan,
dan sebaliknya retinal yang berlebih di retina dapat diubah menjadi vitamin A.
Hal ini penting, karena berhubungan dengan proses penglihatan, seperti yang
terjadi pada rabun senja. Pada rabun senja terjadi defisiensi Vitamin A yang berat
dan tanpa vitamin A jumlah retinal dan rodopsin yang terbentuk juga semakin
berkurang. 5
Komponen fotokimia pada sel kerucut mempunyai struktur yang mirip
dengan komponen kimia rodopsin pada sel batang. Perbedaannya berada pada
komponen protein atau opsin, disebut dengan photopsin pada sel  pada sel
kerucut, sedikit kerucut, sedikit berbeda dengan berbeda dengan skotopsin pada
skotopsin pada sel  batang. Komponen retinal pada pigmen retina sama pada sel
kerucut dan sel batang. 5
Sel kerucut sensitif terhadap pigmen warna yang berbeda. Pigmen warna ini
dikenal dengan pigmen sensitif warna biru, pigmen sensitif warna hijau dan
pigmen sensitif warna merah. 5

Gambar 3. Absorbsi cahaya oleh pigmen retina sel batang dan sel kerucut

Jalur penghantaran sinyal visual dari sel kerucut ke sel ganglion berbeda
dengan jalur   penghantaran  sinyal visual dari sel batang ke sel ganglion. Neuron
dan serabut serabut saraf yang menghantar sinyal visual dari penglihatan sel
kerucut lebih besar dan dua kali lebih cepat menghantarkan sinyal visual
dibandingkan dengan penglihatan sel kerucut. 5
Gambar 4. Organisasi Neural Retina

Dari gambar di atas terlihat jalur penghantaran sinyal visual dari fotoreseptor
menuju ke sel ganglion. Fotoreseptor baik sel kerucut maupun sel batang akan
menghantarkan sinyal Visual menuju lapisan pleksiformis eksterna yang ak
formis eksterna yang akan bersinaps dengan sel bipolar dan sel horizontal. Sel
bipolar akan menghantarkan sinyal visual akan meneruskan sinyak visual menuju
lapisan pleksiformis interna yang akan bersinaps dengan sel ganglion dan sel
amakrin. Sel amakrin akan menghantarkan sinyal visual melalui dua arah yaitu
secara langsung dari sel bipolar menuju sel ganglion atau secara horizontal di
dalam lapisan  pleksiformis   interna dari akson sel bipolar lalu ke dendrite sel
ganglion atau sel amakrin yang lainnya. Sel ganglion kemudian akan
menghantarkan sinyal dari retina menuju nervus optikus dan kemudian menuju
otak. 5
RETINITIS PIGMENTOSA

A. Definisi

Retinitis Pigmentosa (RP) adalah sekelompok kelainan bawaan yang


ditandai dengan kehilangan penglihatan perifer progresif dan kesulitan
penglihatan pada malam hari (nyctalopia) yang dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan sentral.2
Retinitis pigmentosa merupakan kelainan autosomal resesif, autosomal
domina, X liked resesif atau simpleks. Kebanyakan pasien tanpa riwayat penyakit
pada keluarga sebelumnya. Retinitis pigmentosa ditandai dengan tanda
karakteristik degenerative sel epittel retina terutama sel batang dan atrofi saraf
optic, menyebar tanpa gejala peradangan. Retina mempunyai bercak dan pita
halus yang berwarna hitam. Merupakan kelainan yang berjalan progresif yang
onset bermula sejak masa kanak-kanak.3

B. Epidemiologi6,1
1. Terjadi pada 5 orang per 1000 populasi dunia.
2. Age. Muncul pada masa kanak-kanank dan berkembang lambat, dan sering
terjadi. kebutaan setelah usia dewasa. Gejala klinis umumnya timbul pada
masa dewasa muda usia 20-30 tahun, meskipun dapat juga ditemukan pada
masa kanak-kanak hingga pertengahan usia 30-an sampai 50-an. Sebuah
multicenter studi oleh Grover et al menunjukkan pasien dengan RP yang
setidaknya 45 tahun atau lebih ditemukan temuan sebagai berikut: 52%
memiliki visi 20/40 atau lebih baik dalam setidaknya satu mata, 25%
memiliki visi 20/200 atau lebih buruk, dan 0,5% tidak punya persepsi cahaya.
3. Race. Dapat terjadi pada semua ras.
4. Sex. Pada umumnya pria lebih sering terkena dari pada wanita dengan
perbandingan 3:2.
5. Laterality. Penyakit ini hampir terjadi secara bilateral.
C. Etiologi
RP merupakan penyakit yang terkait dengan gen resesif, gen yang
diwariskan harus dari kedua orang tua untuk menyebabkan penyakit. Tapi gen
dominan dan gen pada kromosom X juga telah dikaitkan dengan retinitis
pigmentosa. Retinitis pigmentosa merupakan penyakit genetik yang
diturunkan secara mendel yang terjadi pada beberapa kasus. Beberapa kasus
retinitis pigmentosa disebabkan oleh mutasi DNA mitokondria. Pada tahun
1990 gen pertama yang menunjukkan kelainan pada retinitis pigmentosa yaitu
rhodopsin, yang merupakan pengkodean rod visual pigmen. Sejak saat itu,
banyak kelainan gen yang bisa mengakibatkan terjadinya retinitis
pigmentosa.1,7
RP terjadi sebagai gangguan isolated sporadic, atau kelainan genetik
autosomal dominant (AD), autosomal recessive (AR), atau Xlinked recessive
(XL). Bentuk terbanyak kelainan gen pada retinitis pigmentosa yaitu
autosomal recessive, diikuti oleh autosom dominan. Sedangkan bentuk yang
sedikit yaitu X-linked resesif.1,7

D. Bentuk-bentuk Retinitis Pigmentosa

Adapun bentuk- bentuk retinitis pimentosa yaitu :

1. Rod cone dystrophy (retinitis pigmentosa klasik)


2. Cone rod dystrophy
3. Sectoral retinitis pigmentosa
4. Retinitis pigmentosa sine pigmento (bentuk tanpa pigmen)
5. Unilateral retinitis pigmentosa
6. Leber’s amaurosis (terjadi pada early childhood )
7. Retinopathy punctata albescens (punctate retinitis)
8. Kombinasi dengan gangguan sindrome yang lain dan ganguan
metabolik seperti   mukopolysakaridosis, fanconi’s sindrom, sindrom,
mukolipidosis, peroxisomal disorder ,   cockayne’s sindrome,
mitokondrial myopati, usher’s syndrome, renal tubuler defect
syndrome.

Retinitis pigmentosa kebanyakan hampir terjadi dalam bentuk rod-cone


dystrophy.8

E. Patofisiologi

Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina herediter yang


ditandai oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel
secara progresif dan akhirnya atrofi beberapa lapisan retina. Atau sekelompok
gangguan retina yang menyebabkan hilangnya ketajaman penglihatan secara
progresif, defek lapangan penglihatan, dan kebutaan pada malam hari (night
blindness). Sebutan retinitis pigmentosa berasal dari deposit pigmen yang
merupakan karakteristik penyakit ini.1
Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari)
mengalami apoptosis akibat proses degenerative sehingga secara bertahap
mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau penglihatan
pada malam hari menurun. Lama-lama terjadi kehilangan fungsi penglihatan tepi
yang progresif dan bisa menyebabkan kebutaan. Sedangkan pada stadium lanjut,
terjadi penurunan fungsi penglihatan sentral. Retinitis pigmentosa biasanya
terkena bilateral pada kedua mata dengan penurunan fungsi rod photoreceptors.
Retinitis pigmentosa dapat respon terhadap fotoreseptor yang atrofi dengan
proliferasi kedalam retina. Sel-sel pigmen berkumpul disekitar pembuluh darah
retina yang atrofi, yang dapat diketahui dengan fundus sebagai bentuk klasik
“bone spicule”1

F. Gejala Klinis
Gejala klinis yang biasa dialami pada penderita retinitis pigmentosa
adalah :2,4,6
1. Simptom visual
a. Night blindless (nyctalopia), merupakan gejala khas dan dapat muncul
beberapa tahun sebelum perubahan yang terlihat pada retina muncul. Ini
terjadi karena degenerasi cone cell.
b. Adapatasi penglihatan gelap. Ambang cahaya retina perifer meningkat;
meskipun proses adaptasi gelap itu sendiri tidak terpengaruh sampai
sangat terlambat.
c. Penurunan penglihatan perifer, akibat dari densitas sel batang yang lebih
besar terhadap perifer.
d. Tubular vision, terjadi pada kasus lanjut.
2. Perubahan fundus
a. Perubahan pigmen retina. Ini adalah jenis perivaskular dan berbentuk
seperti bone  spicules. Pada awalnya perubahan ini ditemukan hanya pada
bagian equatorial dan kemudian berlanjut ke bagian anterior dan
posterior.
b. Arteriol retina berkurang dan menjadi seperti benang pada tingkat yang
lanjut
c. Optic disc menjadi pucat pada tingkat lanjut dan terjadi atrofi
d. Perubahan yang lain yang dapat terlihat adalah colloid bodies, choroidal   
sclerosis, cystoid macular oedema, atrophic or cellophane maculopathy.

Gambar 5. Gambaran fundus pada retinitis pigmentosa


3. Perubahan lapangan pandang penglihatan

Annular atau ring-shaped scotoma adalah gambaran adanya degenerasi pada


bagian equator pada retina. Seperti progres dari suatu penyakit, scotoma
meningkat  pada bagian  pada bagian anterior dan anterior dan posterior d
utamanya hanya penglihatan central berada disebelah kiri (tubular vision).
Biasanya hal ini hilang dan pasien menjadi buta.

4. Perubahan elektrofisiologi

Perubahan secara elektrofisiologi ini muncul diawal sebelum gejala subjektif


dan tanda-tanda objektif muncul.
a. Electro-retinogram (ERG) subnormal atau terhapus (abolished )  
b. Electro-oculogram (EOG) menunjukkan tidak adanya puncak cahaya.

G. Diagnosis

Adapun untuk menegakkan diagnosis dari retinitis pigmentosa berdasarkan


temuan klinis retinitis pigmentosa (lihat gejala klinis) yaitu berdasarkan simptom
visual, perubahan  pada fundus, perubahan lapangan pandang penglihata andang
penglihatan, perubahan elektrofisiologi.7
Dari riwayat keluarga, diketahui kakek pasien memiliki keluhan serupa
dengan pasien, sehingga memungkinkan gangguan yang dialami pasien adalah
suatu kelainan yang diturunkan (bersifat genetik) dan kemungkinan berperan
dalam menunjang diagnosis retinitis pigmentosa pada pasien.1
Pada pemeriksaan mata, tidak didapatkan kelainan pada segmen anterior
mata. Pada retinitis pigmentosa dapat terjadi buta senja didahului penglihatan
terowong untuk beberapa tahun atau dekade. Disusul dengan berkurangnya
lapang penglihatan perifer yang berakhir dengan hilangnya penglihatan sentral. 1
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis RP adalah funduskopi
dan electroretinogram (ERG). Pada funduskopi, dapat terjadi perubahan pigmen
retina. Ini adalah jenis perivaskular dan berbentuk seperti bone spicules. Pada
awalnya perubahan ini ditemukan hanya pada bagian equatorial dan kemudian
berlanjut ke bagian anterior dan posterior. Mekanisme pasti dari degenerasi
fotoreseptor belum diketahui, tetapi akhirnya dapat terjadi apoptosis degeneratif
fotoreseptor batang dengan fotoreseptor kerucut pada tingkat yang lanjut.
Retinitis pigmentosa dapat respon terhadap fotoreseptor yang atrofi dengan
proliferasi kedalam retina. Sel-sel pigmen berkumpul disekitar pembuluh darah
retina yang atrofi, yang dapat diketahui dengan fundus sebagai bentuk klasik
“bone spicule”. 1
Electroretinogram (ERG) merupakan pengukuran objektif fungsi sel batang
(rod) dan kerucut (cone) di retina yang berfokus pada evaluasi amplitudo (jumlah
refleks sel yang merespon) dan waktu implisit (seberapa baik respon sel). Pada
ERG menunjukkan penurunan amplitudo gelombang-b yang mendominasi dalam
kondisi skotopik. 1

H. Penatalaksanaan

Farmakoterapi RP bertujuan untuk mengurangi morbiditas dan mencegah


komplikasi. Sebagian besar pengobatan tidak berhasil, sampai saat ini belum ada
pengobatan yang efektif untuk penyakit ini. Tujuan terapi antara lain :1

1. Evaluasi terhadap penghentian progresifitas perjalanan penyakit yang


telah dicoba dari tahaun ke tahun, termasuk: vasodilar, ekstrak plasenta,
tranplantasi otot rektus ke dalam rongga suprakoroid, light exclusion
therapi, terapi ultrasonik, terapi akupuntur. Belum lama ini, Vitamin A
dan E telah direkomendasikan untuk mengontrol progresifitas.
2. Low vision aids (LVA) dalam bentuk magnifying glasses, dan night
vision device, mungkin dapat membantu.
3. Rehabilitasi pasien yang berpengaruh terhadap dirinya seperti latar
belakang sosial ekonomi.
4. Profilaksis, konseling genetik untuk tidak menikah dengan keturunan
yang sama untuk menghindari diturunkannya insiden penyakit ini.
Selanjutnya bagi yang sudah menikah dianjurkan untuk tidak mempunyai
anak.
Pada pasien glaucoma dapat diberikan kacamata gelap untuk menghindari
paparan sinar ultaviolet yang dapat memperburuk penglihatan pasien. Pengobatan
yang efektif untuk retinitis pigmentosa masih belum diketahui. Pada pasien
diberikan vitamin A karena vitamin A berperan dalam pembentukan rhodopsin
untuk penglihatan gelap. Dalam literatur dikatakan apabila pasien rutin
mengkonsumsi vitamin A, akan dapat menunda terjadinya kebutaan untuk 10
tahun

a) Vitamin A
Tatalaksana farmakologi Retinitis Pigmentosa, seperti Vitamin A/ Beta
Karoten. Antioksidan dapat bermanfaat dalam mengobati pasien dengan
retinitis pigmentosa, tetapi belum ada bukti, yang jelas pada saat ini. Sebuah
studi komprehensif terbaru epidemiologi menyimpulkan bahwa dosis harian
yang sangat tinggi dari vitamin A palmitat (15.000 U / d) memperlambat
kemajuan RP sekitar 2% per tahun.
b) Docosahexaenoic acid (DHA)
DHA adalah asam lemak tak jenuh ganda omega-3 dan antioksidan.
Penelitian telah menunjukkan korelasi ERG (electroretinogram) amplitudo
dengan konsentrasi DHA eritrosit-pasien. Studi lainnya melaporkan adanya
perubahan ERG kurang pada pasien dengan tingkat yang lebih tinggi kadar
DHA.
c) Acetazolamide
Edema makula dapat mengurangi penglihatan dalam tahap lanjut dari
retinitis pigmentosa. Dari banyak terapis mencoba, acetazolamide oral telah
menunjukkan hasil yang paling menggembirakan dengan beberapa perbaikan
dalam fungsi visual. Studi yang dilakukan oleh Fishman dkk dan Cox et al
telah menunjukkan perbaikan dalam ketajaman visual snelling dengan
acetazolamide oral untuk pasien yang memiliki retinitis pigmentosa dengan
edema makula.
d) Lutein / zeaxanthin
Lutein dan zeaxanthin merupakan makula pigmen yang tubuh tidak
dapat membuat melainkan berasal dari sumber makanan. Lutein berfungsi
untuk melindungi macula dari kerusakan oksidatif, dan suplementasi oral
telah terbukti meningkatkan pigmen makula. Dosis 20 mg / hari telah
direkomendasikan.
e) Transplantasi
Transplantasi sel epitelium pigmen retina telah dittranspalntasikan ke
dalam ruang subretinal untuk menyelamatkan fotoreseptor pada hewan model
retinitis pigmentosa. Salah satu pendekatan yang mungkin berguna adalah
modifikasi ex vivo pada sel-sel yang terdapat faktor - faktor trofik.
f) Prostesis retina
Sebuah chip prostesis atau phototransducing retina ditanamkan pada
permukaan retina dan telah diteliti selama beberapa tahun. Lapisan sel
ganglion retina yang sehat dapat dirangsang, dan implan pada hewan model
memiliki stabilitas jangka panjang. Dalam sebuah studi oleh Humayun et al,
ini telah terbukti bermanfaat pada manusia.
g) Terapi gen
Terapi gen masih dalam penelitian, dengan harapan untuk
menggantikan protein yang rusak dengan menggunakan vektor DNA
(misalnya, adenovirus, Lentivirus).

I. Prognosis

Prognosis untuk pasien retinitis pigmentosa tergantung pada usia onset, dan
pola pewarisan. Gejala awal dan kehilangan penglihatan yang parah dan night
blindless terjadi pada bentuk resesif autosomal RP. Ekspresi autosom dominan
adalah yang paling parah dan terkait dengan timbulnya gejala yang lebih bertahap
di kemudian hari. Hilangnya penglihatan yang paling parah terjadi dengan resesif
terkait-X.. Untungnya, kehilangan penglihatan total jarang terjadi, karena fungsi
makula umumnya akan memungkinkan persepsi cahaya, bahkan setelah
ketajaman hilang.9

Anda mungkin juga menyukai