Anda di halaman 1dari 2

Konstruk Teoritik Tekhnologi Pendidikan

Ada asumsi bahwa seakan-akan metode untuk mengonstruksi teori itu


mengikuti rumus yang direncanakan secara hati-hati dan disetujui secara
universal. Walaupun memang ada aturan-aturan bagaimana mengonstruksi suatu
teori, tidak disangsikan bahwa untuk mengonstruksi teori itu merupakan suatu
proses yang sifatnya sangat individual dan tidak dapat dimasukkan dalam satu pun
klasifikasi. Pada umumnya dimufakati bahwa ada dua metode konstruksi teori,
yaitu metode deduktif dan metode induktif.
1.                  Konstruksi teori secara deduktif
Teoretikus deduktif bekerja dari atas ke bawah. Ia membangun suatu teori
yang kelihatannya logis dengan dasar apriori. Kemudian, teori itu diuji melalui
eksperimen-eksperimen yang sifatnya ditentukan oleh teori tersebut. Dalam teori
ini mula-mula dirumuskan sekumpulan asumsi dasar atau postulat-postulat dengan
memperhatikan faktor-faktor tertentu yang telah dikenal. Dari postulat-postulat ini
dikeluarkan hipotesis-hipotesis atau teorema-teorema. Hipotesis-hipotesis ini
kemudian diuji, lalu hipotesis yang terbukti benar, dipertahankan. Dengan cara
yang sama postulat-postulat yang menghasilkan teorema atau hipotesis yang benar
dipertahankan sehingga selama periode tertentu, teori itu mengalami koreksi
sendiri. Pada umumnya inilah ciri-ciri teori deduktif. Teori deduktif selalu berada
dalam proses koreksi sehingga menuntut banyak dilakukan penelitian-penelitian.
Hal yang menjadi masalah dengan teori semacam ini ialah andaikata sebagian
besat postulat itu tidak benar, akan menyebabkan dilakukannya penelitian-
penelitian yang kurang begitu berguna.
2.                  Konstruksi teori secara induktif
Teoritis induktif bekerja dari bawah ke atas, menyusun sistem-sistem (dapat
disebut teori-teori mini) yang memperhatikan hasil-hasil penelitian yang telah 
berkali-kali diuji. Lalu menyusun sistem-sistem yang lebih tinggi tingkatannya
sebagai generalisasi teori mini itu, dan akhirnya merumuskan suatu teori yang
dapat mencakup semua pernyataan yang lebih rendah tingkatannya. Pendekatan
semacam ini mempunyai satu keuntungan, yaitu orang yang mengonstruksi teori
itu tidak pernah jauh dari pernyataan-pernyataan yang “kebenarannya” cukup
tinggi. Akan tetapi, ada masalah yang dihadapinya, yaitu cara ini kerap kali
menyebabkan timbulnya teori yang rendah tingkatannya. Diantaranya ada yang
tidak khas, fungsinya bertumpang tindih satu dengan yang lain.
3.                  Keadaan sekarang
Dua cara konstruksi teori yang telah dikemukakan di atas sebenarnya
merupakan dua hal yang ekstrem. Ada teoritikus yang pada kenyataannya lebih
suka pada cara yang satu, tetapi ada pula yang suka pada cara yang lain, walaupun
setiap teoretikus itu akan menggunakan strategi yang mengandung unsur-unsur
kedua pendekatan itu. Pilihan antara metode deduktif atau cara induktif mungkin
didasarkan atas keyakinan seorang teoretikus terhadap “hal-hal yang telah
diketahui” dalam bidangnya.bila seseorang merasa bahwa dalam psikologi ada
fakta-fakta tertentu yang sudah mantap sekali difahami dan sudah ada cukup
pemahaman tentang bekerjanya proses-proses dasar psikologi, penggunakan
metode deduktif dibenarkan. Sebaliknya, bila seseorang kurang yakin akan nilai-
nilai ilmiah data psikologi yang ada, metode induktiflah yang lebih baik. Dalam
psikologi, ada teoretikus-teoretikus yang secara sengaja menggunakan kedua
metode ini dalam penelitian mereka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
tertentu. Mereka ini disebut para fungsionalis. Pendekatan fungsioanlis dalam
konstruksi teori merupakan ciri khas psikologi dewasa ini.[1]

Anda mungkin juga menyukai