BAB III
PRAKIRAAN DAMPAK PENTING
Metode penentuan sifat penting dampak mengacu pada kriteria dampak penting
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
(Penjelasan pasal 3 Ayat 1), yaitu:
1. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana Usaha dan/atau
Kegiatan;
2. luas wilayah penyebaran dampak;
3. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
4. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
5. sifat kumulatif dampak;
6. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
7. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
1Prakiraan dampak penting dilakukan terhadap komponen lingkungan yang akan terkena
dampak oleh kegiatan pada tahap kontruksi dan operasi.
Faktor Emisi
No Jenis Alat Berat CO NO2 SO2
Kg/jam μg/m³ Kg/jam μg/m³ Kg/jam μg/m³
1 Tractor 0,976 7,81 0,451 3,61 0,313 2,50
2 Buldozer 0,360 2,88 2,293 18,34 0,174 1,39
3 Scapper 0,663 5,30 2,824 22,59 0,210 1,68
4 Motor Grader 4,184 33,47 0,477 3,82 0,039 0,31
5 Truck 0,608 4,86 3,464 27,71 0,206 1,65
6 Lain-lain 0,188 1,50 1,031 8,25 0,065 0,52
Total Emisi (Kg/jam) 6,979 - 10,54 - 1,008 -
Konsentrasi Ambien (μg/m³) 55,83 84,31 8,063
12,77- 1,26-
Rona Lingkugan Awal 1) <102
13,11 12,24
Baku mutu 2) 30.000 400 900
Sumber: Environmental Data Book, 1992
Keterangan: 1) = Hasil Analisis LPKL – BINALAB, 2013
2) = Baku Mutu Udara Ambien Nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999
Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa besarnya konsentrasi polutan yang dihasilkan
dari 1 kendaraan alat berat adalah gas CO sebesar 55,83 μg/m³, SO2 sebesar 8,06 μg/m³
dan NO2 sebesar 84,31 μg/m³. Apabila memperhitungkan data rona lingkungan kualitas
udara ambien, maka besaran dampak kondisi rona akhir adalah cukup kecil pada saat
kegiatan berlangsung karena masih jauh di bawah baku mutu.
Sedangkan parameter debu akan menyebar pada saat kendaraan bergerak dan akan
menempel pada permukaan bangunan di area permukiman terdekat dari lokasi kegiatan
serta pada tanaman, sehingga akan mudah terlihat dan secara estetika lingkungan kurang
nyaman. Dampak turunan lainnya adalah terhadap gangguan kesehatan (ISPA) akibat debu
terhirup dan masuk ke dalam sistem pernafasan, dengan demikian dampak tergolong besar.
Sebaran debu lokal dari lokasi kegiatan dipengaruhi oleh beberapa parameter yaitu
temperatur udara, kecepatan angin, laju/pergerakan kendaraan, jenis kendaraan, jumlah
ritasi dan kelayakan kendaraan.
Data rona lingkungan menunjukkan bahwa temperatur udara di wilayah studi adalah 29,6 –
30,6 oC, sedangkan kecepatan angin sesaat adalah 0,4 – 1,7 m/detik serta kadar debu
102,98 – 108,27 µg/m3 (BML = 230 µg/m3). Alat berat yang akan digunakan rata-rata
memiliki tekanan gandar seberat 10 - 30 ton.
Untuk memperkirakan berapa jauh jarak sebaran partikel debu tersebut digunakan
persamaan dinamika fluida-partikel dari Hukum Stoke. Kecepatan partikel jatuh ke
permukaan tanah ditentukan dengan persamaan:
V = gρp(dp)2/18μa
Dengan menggunakan persamaan di atas, maka kecepatan partikel jatuh adalah 0,3665
ft/det.
Waktu yang diperlukan untuk partikel jatuh dengan beda ketinggian dengan permukaan
tanah adalah 3 meter (9,84 ft) adalah:
Berdasarkan hasil perhitungan matematika tersebut di atas, maka radius sebaran partikel
debu dari lokasi kegiatan dapat mencapai jarak 45 m.
Untuk memprediksi resuspensi debu yang diakibatkan oleh pergerakan alat berat di areal
kerja pematangan/penyiapan lahan digunakan persamaan:
Bila diketahui silt content 6%, kecepatan alat berat pada saat manuver adalah 10 km/jam,
berat alat berat adalah 30 ton, jumlah roda 4 buah, jumlah hari hujan dalam 1 tahun 207
hari, sehingga kecepatan sebaran debu yang akan terangkat ke udara akibat pergerakan
roda kendaraan ke udara adalah:
Apabila lebar area kerja alat berat adalah 100 m dan tinggi pengadukan (kepulan debu) 3
m, maka konsentrasi sebaran debu dari lahan yang dimatangkan adalah:
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas terlihat bahwa konsentrasi debu di udara
ambien pada saat alat berat bekerja untuk mematangkan lahan mencapai 695,52 µg/m3.
Sedangkan konsentrasi debu di lokasi kegiatan paling tinggi pada saat ini (rona awal)
mencapai 108,27 µg/m3, sehingga terjadi peningkatan sekitar 6,4 kali, maka besaran
dampaknya tergolong besar.
Tabel 3.2. Konsentrasi Debu (TSS) Sebelum dan Pada Saat Pematangan/Penyiapan Lahan
Dampak yang diakibatkan oleh kegiatan mobilisasi alat berat dan material konstruksi
terhadap peningkatan kebisingan bersumber dari kendaraan yang digunakan. Sumber
kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan tersebut termasuk jenis intermittent. Untuk
memprediksi pola sebaran kebisingan dari kendaraan yang melaju di jalur mobilisasi alat
berat dan material terhadap lingkungan sekitarnya dibantu melalui perhitungan matematika
berikut ini.
Sumber bergerak
Pendekatan yang dilakukan adalah suara yang diemisikan kendaraan diambil rata-rata yaitu
90 dBA pada sumbernya, jumlah ritasi pada saat kegiatan mencapai puncaknya adalah 20
rit/hari, serta kecepatan kendaraan rata-rata adalah 40 km/jam, sedangkan rona lingkungan
awal rata-rata kebisingan sekitar wilayah studi adalah 31,04 - 44,76 dBA, maka prakiraan
sebaran kebisingan pada saat kegiatan mobilisasi alat berat dan material ditampilkan pada
Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Hasil Perhitungan Sebaran Kebisingan yang Bersumber dari Kendaraan
Mobilisasi Alat Berat dan Material
Kebisingan
Jarak
Kontribusi Rona Akhir
(m)
Kendaraan (dBA) (dBA)
10 70,61 70,65
25 64,64 64,79
50 60,13 60,53
75 57,48 58,20
100 55,61 56,66
125 54,16 55,57
150 52,97 54,74
175 51,96 54,10
200 51,10 53,59
225 50,33 53,18
250 49,64 52,83
500 45,13 51,22
Sumber: Hasil Perhitungan, 2014
Ket.: Baku mutu tingkat kebisingan berdasarkan KEPMENLH No. KEP-48/
MENLH/11/1996, Peruntukan Jalan & Industri 70 dBA, Permukiman 55 dBA &
ruang terbuka hijau 50 dBA.
Berdasarkan Tabel 3.3, terlihat bahwa radius sebaran kebisingan terhadap reseptor,
khususnya penduduk (lingkungan permukiman), akan terjadi dalam radius 125 m (melebihi
baku mutu) dari sumber suara, sedangkan setelah radius 125 m telah memenuhi baku mutu.
Kondisi kebisingan pada saat ini di permukiman penduduk terdekat ke lokasi kegiatan
adalah 31,04 - 44,76 dBA, sehingga besaran dampak sebaran kebisingan terhadap
lingkungan permukiman tergolong besar.
B. Pematangan/Penyiapan Lahan
Untuk memberikan gambaran sebaran kebisingan sekitar alat-alat berat yang beroperasi
maka dibuatkan pemodelan sebaran kebisingan melalui perhitungan matematika, yaitu
melalui beberapa pendekatan sebagai berikut :
Tabel 3.4. Hasil Perhitungan Sebaran Kebisingan yang Bersumber dari Alat Berat pada
Kegiatan Pematangan Lahan
10 84 84
25 76 76
50 70 70
75 66 67
100 64 64
125 62 62
150 60 61
175 59 60
200 58 59
225 57 58
250 56 57
275 55 56
300 54 56
325 54 55
350 53 55
400 52 54
450 51 54
500 50 53
Sumber: Hasil Perhitungan, 2014
Ket.: Baku mutu tingkat kebisingan berdasarkan KEPMENLH No. KEP-
48/MENLH/11/1996, Lingkungan Permukiman 55 dBA
Berdasarkan Tabel 3.4, terlihat bahwa radius sebaran kebisingan terhadap reseptor,
khususnya penduduk (lingkungan permukiman), akan terjadi hingga radius 300 m
(melebihi baku mutu) dari sumber suara, sedangkan setelah radius 300 m atau lebih telah
memenuhi baku mutu. Kondisi kebisingan pada saat ini di permukiman penduduk terdekat
ke lokasi kegiatan adalah 31,04 - 44,76 dBA, sehingga besaran dampak sebaran kebisingan
terhadap lingkungan permukiman tergolong besar.
r2
L P2 =L P1 - 20 log
r1
Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Sebaran Kebisingan di Lingkungan Sekitar Lokasi Kegiatan
Berdasarkan Tabel 3.5, terlihat bahwa radius sebaran kebisingan terhadap reseptor,
khususnya penduduk (lingkungan permukiman), akan terjadi dalam radius kurang dari 100
m (melebihi baku mutu) dari sumber suara, sedangkan dalam radius 100 m atau lebih telah
memenuhi baku mutu. Kondisi kebisingan pada saat ini di permukiman penduduk terdekat
ke lokasi kegiatan adalah 31,04 - 44,76 dBA, sehingga besaran dampak sebaran kebisingan
terhadap lingkungan permukiman tergolong besar.
Q=0,2778.C . I . A
Berdasarkan U.S. Forest Service (1980), angka koefisien air larian (run off) menurut
keadaan lahan penutupnya adalah sebagai berikut :
Pemukiman : 0,30-0,70
Area pemadatan yang kedap air : 0,70
Area yang bersifat tidak kedap air : 0,45
Bangunan yang bersifat kedap : 1,00
Kondisi pada saat ini di lokasi rencana kegiatan berupa lahan terbuka bekas bangunan
pasar yang terbakar seluas 10.160 m2 (0.010160 km2), sehingga diasumsikan untuk nilai C
adalah 0,45 dan akan berubah pada saat konstruksi menjadi bangunan kedap air seluas
5.312,02 m2 (nilai C = 1,0), area yang bersifat kedap air/jalan dan tempat parkir seluas
3.841,00 m2 (nilai C = 0,7) serta taman/RTH seluas 1.186,98 m2 (nilai C = 0,30),
sedangkan rata-rata curah hujan tertinggi di wilayah studi berdasarkan data adalah 355,90
mm dengan hari hujan 26 hari yang terjadi pada bulan Desember, maka nilai Intensitas
curah hujan 13,69 mm/hari hujan atau 0,57 mm/jam atau 0,00057 m/jam. Berdasarkan data
tersebut, sebelum dan setelah adanya kegiatan pembangunan infrastruktur pasar, debit air
larian (run off) dapat diperkirakan seperti pada tabel berikut.
Tabel 3.6. Hasil Perhitungan Air Larian (Run Off) Tanpa dan dengan Adanya Proyek
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa jumlah air larian sebelum ada kegiatan adalah 0,72
m3/jam atau 0,00020 m3/detik, sedangkan setelah ada kegiatan jumlah air larian menjadi
1,32 m3/jam atau 0,00037 m3/detik, sehingga ada peningkatan debit air larian sebesar 0,60
m3/jam atau 0,00017 m3/detik. Air larian tersebut akan dialirkan ke dalam sumur resapan,
maka dampaknya tergolong kecil.
Pekerjaan galian tanah untuk membuat basement cukup besar, yaitu dalamnya mencapai 4
m dengan luas 5.132,02 m2, sehingga material hasil galian tersebut apabila tercecer dan
terbawa hanyut (tererosi) ke badan air pada saat hujan turun, akan menyebabkan
pelumpuran dan peningkatan kandungan padatan tersuspensi (TSS) sehingga akan
mempengaruhi kualitas air. Demikian pula pada saat pembangunan infrastruktur pasar,
ceceran material seperti pasir dan semen apabila terbawa air hujan dan masuk ke badan air
penerima akan meningkatkan kandungan padatan tersuspensi (TSS).
Perkiraan besarnya potensi erosi pada saat kegiatan pematangan lahan adalah sebagai
berikut:
A=RKLSCP
Dimana :
R = indeks erosivitas hujan dihitung dengan rumus R = 0,41 x H 1,09 dimana H adalah
curah hujan (mm/tahun)
Lo
L = dihitung dengan rumus
L=
√ 22 dengan Lo = panjang lereng (m)
( s )1,4
S=
S = dihitung dengan rumus 9 dengan s = kemiringan lereng (%)
= 51,18 ton/ha/tahun
Tingginya laju erosi serta meningkatnya jumlah air larian akan menyebabkan penurunan
kualitas air badan air penerima. Penurunan kualitas air tersebut akibat meningkatnya
parameter total padatan tersuspensi (TSS). Besaran TSS yang terkandung dalam air larian
adalah:
Maka:
Kandungan TSS di saluran irigasi saat ini pada musim hujan (rona) berkisar 56,29 mg/L,
pada saat ini telah melewati baku mutu, sehingga masuknya TSS yang terbawa oleh air
larian dari lokasi pembangunan pasar sebesar 0,90 mg/L akan menambah beban
pencemaran terhadap saluran irigasi tersebut.
Untuk memprakirakan dampak getaran dari tiang pancang digunakan data empiris dari
Puslitbang Permukiman (2008), yaitu pada Jurnal Permukiman Vol. 3 No.1 Mei 2008
tentang Pengaruh Getaran Pemasangan Pondasi Tiang Pancang Terhadap Lingkungan
Permukiman. Dampak getaran dari kegiatan pemancangan pondasi gedung dengan panjang
tiang pancang 12 m disajikan pada tabel berikut.
Dari data empiris tersebut, kemudian dibandingkan dengan standar getaran menurut
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 49 Tahun 1996. Berdasarkan standar
tersebut, dampak getaran dibagi dua, yaitu terhadap kenyamanan manusia dan terhadap
kerusakan fisik bangunan.
Dampak getaran terhadap kerusakan fisik bangunan dibagi menjadi empat kategori
berdasarkan besaran frekuensi dan cepat rambat gelombang seperti terlihat pada tabel
berikut ini.
Berdasarkan data pada Tabel 3.5 hingga Tabel 3.7, maka dampak terhadap kenyamanan
manusia sampai radius 75 m termasuk menimbulkan rasa tidak nyaman, sedangkan
pengaruh terhadap komponen bangunan termasuk kategori B, yaitu dapat menimbulkan
retakan pada plesteran dinding bangunan sampai jarak 200 m. Oleh karena itu, dampak
tergolong besar.
Untuk memprakirakan dampak dari kegiatan mobilisasi alat berat dan material terhadap
terganggunya kelancaran lalu lintas digunakan hasil dari Studi Analisis Dampak Lalu
Lintas Pembangunan Pasar Cicalengka (Dinas Perhubungan Kabupaten Bandung, 2013).
Hal yang harus diwaspadai dalam masa konstruksi adalah aktivitas mobil barang
pengangkut material bangunan. Walaupun volumenya tidak terlalu banyak, namun aspek
keselamatan dan keamanan operasionalnya menjadi penting untuk diperhatikan, baik di
sepanjang perjalanan maupun pada saat kendaraan melakukan manuver keluar masuk
kawasan pembangunan. Selain itu, jumlah pegawai yang terlibat dalam kegiatan konstruksi
juga pastinya akan menimbulkan pergerakan perjalanan baru. Tercampurnya arus keluar
masuk lokasi pembangunan antara angkutan barang dengan angkutan orang berpotensi
menimbulkan konflik lalu lintas.
Kondisi pada saat ini pada Jalan Raya Cicalengka memiliki kapasitas sebesar 2.229,98
smp/jam dengan volume tertinggi 1.050,20 smp/jam dan VCR 0,47. Pada saat dilakukan
kegiatan mobilisasi akan terjadi penambahan sekitar 13 smp yang dihasilkan dari 10 truk
pengangkut alat berat dan material dengan ritasi pada saat puncaknya mencapai 20 rit/hari
(2 rit/hari/truk), oleh karena itu dampaknya tergolong kecil.
Kegiatan pematangan/penyiapan lahan berupa pekerjaan galian tanah untuk basement serta
kegiatan pembangunan infrastruktur pasar berpotensi menimbulkan peningkatan TSS di
perairan dan akan menimbulkan dampak lanjutan terganggunya biota air.
Pekerjaan galian tanah dalamnya mencapai 4 m dan seluas ± 5.132,02 m2, sehingga
material hasil galian yang tercecer, apabila terkena air hujan akan masuk ke perairan.
Masuknya material galian ke perairan akan meningkatkan TSS dan dapat mengganggu
biota air.
TSS yang masuk ke perairan diperkirakan sebesar 1,047 mg/L, adapun data rona
lingkungan untuk TSS di badan air penerima (saluran irigasi) adalah 56,29 mg/L atau telah
melebihi baku mutu yang dipersyaratkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun
2001 tentang Baku Mutu Air Kelas II yaitu sebesar 50 mg/L, sehingga dengan masuknya
TSS sebesar 1,047 mg/L dari lokasi kegiatan, akan meningkat dan menambah beban
pencemar di badan air penerima tersebut.
Pengadaan tenaga kerja dan aktivitasnya aktivitas untuk kegiatan konstruksi menjadi
sumber mata pencaharian baru bagi masyarakat setempat. Dampak ini adalah dampak
langsung (primer). Tenaga kerja konstruksi yang direncanakan direkrut sekitar 41 orang,
dimana sebagian besar (80% atau ± 33 orang) akan dipenuhi dari tenaga kerja setempat.
Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk usia produktif (15 – 64 th) di Kecamatan
Cicalengka, yaitu 71.620 jiwa, maka jumlah tenaga kerja yang direkrut tergolong kecil
(0,05%), sehingga dampaknya tergolong kecil.
Sedikitnya tenaga kerja yang direkrut untuk konstruksi, yaitu 33 orang dari 41 tenaga kerja
total, diprakirakan akan mengakibatkan timbulnya keresahan masyarakat.
Keresahan masyarakat juga akan timbul akibat terjadinya peningkatan debu lokal pada
kegiatan pematangan/penyiapan lahan; peningkatan kebisingan pada kegiatan mobiliasi
alat berat dan material, pematangan/penyiapan lahan dan pembangunan infrastruktur pasar;
penurunan kuantitas air tanah dangkal pada kegiatan pematangan/penyiapan lahan;
penurunan kualitas air pada kegiatan pematangan/penyiapan lahan serta pembangunan
infrastruktur pasar; serta terganggunya kelancaran lalu lintas pada kegiatan mobilisasi alat
berat dan material. Oleh karena itu dampaknya tergolong besar.
Sedikitnya tenaga kerja yang direkrut untuk konstruksi, yaitu 33 orang dari 41 tenaga kerja
total, diprakirakan dapat menimbulkan ketidak-puasan masyarakat sehingga dapat
menimbulkan potensi terjadinya konflik sosial.
Tenaga kerja konstruksi yang direncanakan direkrut sekitar 41 orang, dimana sebagian
besar (80% atau ± 33 orang) akan dipenuhi dari tenaga kerja setempat. Jika dibandingkan
dengan jumlah penduduk usia produktif (15 – 64 th) di Kecamatan Cicalengka, yaitu
71.620 jiwa, maka jumlah tenaga kerja yang direkrut tergolong kecil (0,05%), sehingga
dapat menimbulkan ketidak-puasan sebagian masyarakat yang ingin dilibatkan. Namun
pengadaan tenaga kerja tidak menjadi isu pokok pada saat konsultasi publik, sehingga
dampaknya tergolong kecil.
Dampak terhadap kesehatan lingkungan dari kegiatan pematangan lahan dan pembangunan
infrastruktur pasar merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas udara, peningkatan
kebisingan dan penurunan kualitas air. Gangguan kesehatan lingkungan akibat dari
penurunan kualitas udara, yaitu akibat paparan debu pada saat dilakukan kegiatan
pematangan lahan dan pembangunan infrastruktur pasar. Paparan debu sebanyak 695,52
µg/m3 diprakirakan akan menyebar hingga radius 45 m, debu tersebut dapat menempel
pada permukaan bangunan, jalan hingga permukaan daun. Banyaknya debu yang
menempel tersebut, khususnya pada saat kemarau akan mengganggu kesehatan
lingkungan.
Gangguan kesehatan lingkungan akibat dari penurunan kualitas air yaitu dari sedimen hasil
kegiatan pematangan lahan dan pembangunan infrastruktur pasar yang terbawa oleh run
off menuju ke saluran drainase/irigasi di sekitar pemukiman warga, dan dapat menurunkan
nilai estetika lingkungan. Selain itu, sedimen yang terbawa ke saluran irigasi bisa
menimbulkan banjir sehingga akan menyebabkan sanitasi buruk dan dapat juga
menimbulkan habitat vektor penyakit di sekitar lokasi kegiatan.
Dampak terhadap kesehatan akibat masuknya partikel debu ke saluran pernafasan sehingga
berpotensi menyebabkan penyakit asma, common cold, infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA), dan gangguan paru-paru, tetapi tidak semua debu yang masuk ke saluran napas
akan mengendap di paru. Pengendapan debu di paru dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya jenis dan karakteristik debu itu sendiri, lamanya paparan serta daya tahan tubuh
seseorang. Semakin tinggi konsentrasi partikel debu dalam udara dan semakin lama
paparan berlangsung, kemungkinan jumlah partikel yang mengendap di paru juga semakin
banyak. Paparan debu dari lokasi kegiatan diperkirakan hingga radius 45 m.
Dampak terhadap kesehatan akibat peningkatan kebisingan hingga radius 350 m dari lokasi
kegiatan, secara berulang-ulang terpapar kebisingan besar resiko untuk mengalami
gangguan kesehatan terutama pada bagian pendengarannya. Dan tidak menutup
kemungkinan akan mengalami gangguan kesehatan mental apabila terus-menerus berada
dalam keadaan tersebut dalam kurun waktu yang lama. Pengaruh kebisingan terhadap
kesehatan tergantung pada frekuensi, intesitas, lama paparan, jenis bising dan sesitivitas
individu. Dalam kegiatan pematangan/penyiapan lahan pekerja yang kesehariannya
berhadapan dengan mesin akan lebih beresiko mengalami gangguan kesehatan yang
ditimbulkan karena adanya suara bising dari mesin. Selain gangguan fisiologis dan
pendengaran, kebisingan juga akan menimbulkan gangguan psikologis berupa stress,
insomnia, depresi dan sebagainya. Disamping itu, kebisingan juga dapat menggaggu
komunikasi. Seseorang yang sudah terbiasa berkerja dalam keadaan bising biasanya
berkomunikasi dengan yang lainnya dengan cara berteriak agar suaranya terdengar. Oleh
karena sudah terbiasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat dari lingkungan
kerja yang bising. Maka kebiasaan ini akan terbawa ke dalam lingkungan luar.
Demikian pula dampak akibat penurunan kualitas air yang tidak memenuhi syarat
kesehatan merupakan media penularan penyakit karena air merupakan salah satu media
dari berbagai macam penularan tertama penyakit perut (Diare). Mauknya limbah/cemaran
ke badan air penerima pada saat kegiatan pematangan/penyiapan lahan dapat meurunkan
kualitas air, sehingga dapat menimbulkan habitat vektor penyakit disekitar tapak proyek.
Pengoperasian Pasar Cicalengka akan meningkatkan mobilitas kendaraan, baik itu mobil
penumpang, truk maupun sepeda motor yang masuk dan keluar area pasar sehingga
dampaknya akan meningkatkan debu lokal dan gas buang dari kendaraan (CO, NO 2, SO2 &
Pb). Peningkatan debu dan gas buang kendaraan akan menurunkan kualitas udara di lokasi
pasar dan menyebar ke lingkungan sekitarnya. Dampak yang terjadi akan berlangsung
terus menerus selama pengoperasian pasar, dan akan mengganggu terhadap semua
pengunjung pasar yang cukup banyak, selain itu sebaran debu dan gas buang akan
dirasakan pula oleh penduduk sekitar lokasi pasar. Dampak lanjutannya adalah adalah
terhadap gangguan kesehatan khususnya sistem pernafasan serta penurunan estetika
lingkungan karena debu menempel pada tanaman dan bangunan sehingga terlihat kotor.
Tabel 3.10. Emisi Gas dari Kendaraan Bermotor pada Saat Pengoperasian Pasar
Faktor Emisi
No Jenis Alat Berat CO NO2 SO2
Kg/jam μg/m³ Kg/jam μg/m³ Kg/jam μg/m³
1 Truck 0,608 8,712 3,464 27,712 0,206 1,660
2 Kendaraan Lain-lain 0,188 2,694 1,031 8,248 0,065 0,524
Total Emisi (Kg/jam) 0,796 - 1,031 - 0,065 -
Δ Konsentrasi Ambien (μg/m³) 11,406 35,960 2,184
Rona Lingkugan Awal <102 12,77- 13,11 1,26- 12,24
Baku mutu 30 400 900
Sumber: Environmental Data Book, 1992
Keterangan: 1) = Hasil Analisis LPKL – BINALAB, 2013
2) = Baku Mutu Udara Ambien Nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999
Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa besarnya peningkatan konsentrasi kualitas udara
ambien pada saat kendaraan bermotor melewati reseptor adalah gas CO sebesar 11,406
μg/m³, NO2 sebesar 35,960 μg/m³ dan SO2 sebesar 2,184 μg/m³. Apabila
memperhitungkan data rona lingkungan kualitas udara ambien, maka besaran
dampak kondisi rona akhir adalah cukup kecil pada saat kegiatan berlangsung
karena masih jauh di bawah baku mutu.
Adapun untuk memprediksi resuspensi debu lokal yang diakibatkan oleh pergerakan roda
kendaraan, khususnya pada saat musim kemarau, akan dihitung dengan dengan
menggunakan persamaan seperti yang diuraikan pada sub bab 3.1.1, yaitu:
Bila diketahui silt content 6%, kecepatan kendaraan 25 km/jam, berat kendaraan rata-rata
1,4 ton, jumlah roda 4 buah, jumlah hari hujan dalam 1 tahun 207 hari, sehingga kecepatan
sebaran debu yang akan terangkat ke udara akibat pergerakan roda kendaraan ke udara
adalah:
Apabila lebar jalan yang dilalui adalah 7 m dan tinggi kepulan debu 3 m, maka konsentrasi
sebaran debu sepanjang jalan yang dilalui adalah:
= 2.872,8 µg/m3
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas terlihat bahwa konsentrasi debu di udara
ambien pada saat kendaraan lewat mencapai 2.872,8 µg/m 3. Sedangkan konsentrasi debu di
sekitar lokasi kegiatan pada saat ini (rona awal) 102,98 – 108,27 µg/m3, sehingga terjadi
peningkatan sekitar 26,5 kali, maka besaran dampaknya tergolong besar.
Nilai ISPU untuk debu di sekitar lokasi kegiatan pada saat ini masuk kategori tidak sehat,
sehingga akan meningkat pada saat pengoperasian pasar menjadi berbahaya. Peningkatan
debu lokal di area pasar dan sekitarnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan (ISPA),
serta menurunkan estetika lingkungan.
Banyaknya aktivitas di lokasi pasar seperti mobilitas kendaraan yang masuk dan ke luar
pasar, aktivitas pembeli dan pedagang, dan lain-lain akan menimbulkan peningkatan
kebisingan. Kebisingan terutama bersumber dari mobilitas kendaraan.
Untuk memprediksi pola sebaran kebisingan dari pengoperasian Pasar Cicalengka terhadap
lingkungan sekitarnya dibantu melalui perhitungan matematika berikut ini:
Pendekatan yang dilakukan adalah suara yang diemisikan kendaraan diambil rata-rata yaitu
85 dBA pada sumbernya, jumlah kendaraan yang bergerak secara bersamaan rata-rata 5
kendaraan serta kecepatan kendaraan rata-rata adalah 35 km/jam. Berdasarkan berbagai
asumsi tersebut maka hasil pemodelan kebisingan di lingkungan secara akumulasi
ditampilkan pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11. Hasil Perhitungan Sebaran Kebisingan di Lingkungan Sekitar Pasar Cicalengka
Berdasarkan hasil perhitungan sebaran kebisingan pada Tabel 3.11 terlihat bahwa
kebisingan melebihi baku mutu lingkungan permukiman hingga radius 125 m dari lokasi
pasar, sedangkan setelah jarak 125 m telah memenuhi baku mutu. Adapun sebaran
kebisingan untuk area perdagangan dan jasa akan melebihi baku mutu dalam radius 20 m.
Lokasi pasar berbatasan langsung dengan permukiman masyarakat Desa Cicalengka Wetan
dan Desa Cicalengka Kulon, sehingga kebisingan ini dapat menyebabkan gangguan
kenyamanan bagi masyarakat di sekitar lokasi pasar. Kondisi kebisingan pada saat ini di
permukiman penduduk terdekat ke lokasi kegiatan adalah 31,04 - 44,76 dBA, sehingga
besaran dampak sebaran kebisingan terhadap lingkungan permukiman tergolong besar.
Perubahan perubahan kondisi lahan yang tadinya berupa lahan terbuka menjadi areal
tertutup bangunan akan menyebabkan perubahan laju aliran air larian (run off), perubahan
laju infiltrasi air hujan ke dalam tanah, perubahan pola aliran permukaan, perubahan laju
erosi serta perubahan laju sedimen dalam perairan.
Areal yang tertutup bangunan adalah seluas 5.312,02 m2 yang berupa bangunan/gedung
pasar, jalan dan tempat parkir (terbuat dari paving block) seluas 3.841,00 m2 dan taman
seluas 1.186,98 m2. Besarnya air larian di lokasi kegiatan dihitung dengan menggunakan
Rumus Chow, 1964 (Soemarwoto, 1998).
Q=0,2778.C . I . A
Berdasarkan U.S. Forest Service (1980), angka koefisien air larian (run off) menurut
keadaan lahan penutupnya adalah sebagai berikut :
Pendekatan yang dilakukan untuk menghitung besarnya air larian (run off) dari lokasi pasar
yaitu koefisien air larian dari bangunan kedap air seluas 5.312,02 m2 (nilai C = 1,0), area
yang bersifat kedap air/jalan dan tempat parkir seluas 3.841,00 m2 (nilai C = 0,7) serta
taman/RTH seluas 1.186,98 m2 (nilai C = 0,30), sedangkan rata-rata curah hujan tertinggi
di wilayah studi berdasarkan data adalah 355,90 mm dengan hari hujan 26 hari yang terjadi
pada bulan Desember, maka nilai Intensitas curah hujan 13,69 mm/hari hujan atau 0,57
mm/jam atau 0,00057 m/jam. Berdasarkan data tersebut besarnya air larian dapat
diperkirakan seperti pada tabel berikut.
Tabel 3.12. Hasil Perhitungan Air Larian (Run Off) pada Saat Pengoperasian Pasar
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa jumlah air larian pada saat pengoperasian pasar
adalah 1,32 m3/jam atau 0,00037 m3/detik, adapun jumlah air larian sebelum ada bangunan
pasar dan infrastrukturnya (seperti telah diuraikan pada sub Bab 3.1.3) adalah 0,72 m3/jam
atau 0,00020 m3/detik, sehingga ada peningkatan debit air larian sebesar 0,60 m3/jam atau
0,00017 m3/detik. Air larian tersebut akan dialirkan ke dalam sumur resapan dan
diprakirakan sebanyak 80% dari total run off yang dihasilkan atau sebesar 1,06 m3/jam
akan meresap, sehingga air yang kemumngkinan masuk ke badan air penerima adalah kecil
(0,26 m3/jam), maka dampaknya tergolong kecil.
Berbagai buangan limbah dari kegiatan pasar diperkirakan dapat mencemari badan air di
sekitar lokasi kegiatan dan daerah hilirnya. Jenis limbah yang dihasilkan meliputi limbah
cair dan padat. Limbah cair bersumber dari kegiatan pedagang dan pengunjung (MCK)
yang antara lain mengandung zat organik yang tinggi. Limbah dan bahan pencemar
tersebut apabila masuk ke badan air penerima (saluran Ciseureuh) akan menambah beban
pencemaran yang akan menurunkan kualitas air akibat meningkatnya kadar BOD, total
padatan terlarut (TDS), total padatan tersuspensi (TSS), serta minyak dan lemak, sehingga
menurunkan kualitas air saluran Ciseureuh. Jumlah grey water yang berpotensi masuk ke
badan air penerima terdekat yang akan dihasilkan adalah dari pedagang dan pengelola
sebesar 132.780 L/hari (32,780 m3/hari), pengunjung sebesar 41.487 L/hari (41,487
m3/hari), lapak basah dan RPU 39.000 L/hari (39.00 m 3/hari) serta utiliti 5.000 L/hari (5,00
m3/hari), sehingga jumlah air limbah yang berpotensi menuju badan air penerima (saluran
Ciseureuh apabila tidak dialirkan ke septic tank dan IPAL adalah sebesar 174,00 m3/hari.
Untuk menghitung beban pencemaran akibat buangan limbah cair domestik, digunakan
persamaan berikut:
Jika konsentrasi outlet dikonversi berdasarkan beban maksimum, maka akan diperoleh:
BPS = (Cs)j x Qs x f
BPA = (Σ Qw x Cw) x f
Berdasarkan hasil perhitungan konsentrasi kualitas air saluran irigasi setelah masuknya
limbah cair domestik diketahui bahwa kandungan parameter kualitas air yang diukur
Untuk memprakirakan dampak dari kegiatan mobilisasi alat berat dan material terhadap
terganggunya kelancaran lalu lintas digunakan hasil dari Studi Analisis Dampak Lalu
Lintas Pembangunan Pasar Cicalengka (Dinas Perhubungan Kabupaten Bandung, 2013).
Jenis peruntukkan Pasar Cicalengka adalah pusat perdagangan dan perkantoran. Berikut
adalah perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas sebagai dampak pengoperasian Pasar
Cicalengka:
Sehingga diketahui:
Y = volume perjalanan atau volume lalu lintas yang ditimbulkan oleh Pasar
Cicalengka
Dari data tersebut kemudian diprediksikan dan disajikan pada tabel berikut:
b) Prediksi di atas pada dasarnya merupakan model bangkitan dan tarikan bagi kawasan
perkantoran, sehingga total bangkitan dan tarikan perjalanan sangat berpotensi
melebihi dari yang diprediksikan model, mengingat Pasar Cicalengka selain memiliki
bangunan perkantoran juga memiliki fungsi utama sebagai pusat perbelanjaan.
e) Prediksi di atas belum mengadopsi faktor satuan mobil penumpang, sehingga jika
dominasi perjalanan dilakukan oleh sepeda motor, maka total bangkitan dan tarikan
perjalanan dalam smp/jam akan menjadi lebih kecil dari prediksi model.
Berdasarkan prediksi bangkitan dan tarikan perjalanan seperti yang tertera pada Tabel
3.14, maka Jalan Raya Cicalengka akan mendapatkan tambahan beban arus lalu lintas
(traffic assignment). Perubahan traffic assigment di Jalan Raya Cicalengka disajikan pada
tabel berikut.
Kondisi lalu lintas Jalan Raya Cicalengka pada saat ini berdasarkan rona memiliki VCR
0,47 dan setelah pasar beroperasi menjadi 0,54. Dengan perubahan VCR tersebut, Jalan
Raya Cicalengka tidak mengalami perubahan tingkat pelayanan yang signifikan (LoS tetap
berada pada level C), sehingga dampaknya tergolong kecil. Namun demikian, tindakan
manajemen dan rekayasa lalu lintas yang optimal di pintu keluar masuk Pasar Cicalengka
tetap perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya hambatan lalu lintas dan untuk
mengakomodir pertumbuhan arus lalu lintas di tahun-tahun mendatang, termasuk sebagai
antisipasi sering munculnya terminal bayangan di depan area pasar yang ditimbulkan oleh
angkutan umum yang menunggu penumpang juga kebiasaan PKL yang selalu berjualan di
dekat jalan bahkan cenderung ke bahu jalan.
Berbagai buangan limbah dari kegiatan pasar diperkirakan dapat mencemari badan air di
sekitar lokasi kegiatan dan daerah hilirnya. Jenis limbah yang dihasilkan meliputi limbah
cair dan padat. Limbah cair bersumber dari kegiatan pedagang dan pengunjung (MCK)
yang antara lain mengandung zat organik yang tinggi. Limbah dan bahan pencemar
tersebut apabila masuk ke badan air penerima akan menambah beban pencemaran yang
akan menurunkan kualitas air akibat meningkatnya kadar BOD, total padatan terlarut
(TDS), total padatan tersuspensi (TSS), serta minyak dan lemak, sehingga menurunkan
kualitas air saluran irigasi tersebut sampai ke Sungai Cibodas. Jumlah grey water yang
yang akan dihasilkan adalah dari pedagang dan pengelola sebesar 119.502 L/hari (119,502
m3/hari), Pengunjung sebesar 37.388,6 L/hari (37,388 m 3/hari), jumlah air limbah tersebut
akan menuju saluran irigasi apabila tidak dialirkan ke IPAL sebesar 156,89 m3/hari.
kondisi sedang hingga tidak stabil, sehingga adanya penambahan beban pencemar akan
semakin membuat biota air tertekan, maka dampaknya tergolong besar.
Kegiatan pengoperasian Pasar akan membuka peluang untuk berusaha (berjualan) bagi
masyarakat dari luar wilayah Kecamatan Cicalengka. Pasar Cicalengka direncanakan
memiliki kapasitas tempat dagang sebanyak 2.213 unit, yang terdiri dari IPK 687 unit, IPL
427 unit dan PKL 1.099 unit, adapun jumlah pedagang lama adalah sebanyak 1.968 (IPK
684 unit, IPL 484 unit dan PKL 800 unit), sehingga terdapat penambahan sebanyak 245
unit tempat dagang. Adanya tambahan 245 unit tempat dagang yang baru membuka
peluang bagi masyarakat dari luar wilayah Kecamatan Cicalengka untuk berjualan di Pasar
Cicalengka, sehingga dapat mempengaruhi jumlah penduduk Kecamatan Cicalengka.
Kondisi saat ini sebelum pasar beroperasi berdasarkan data dalam Kabupaten Bandung
Dalam Angka 2012, Kecamatan Cicalengka dengan luas 35,99 Km 2 memiliki jumlah
penduduk sebanyak 111.374 jiwa dengan kepadatan penduduk 3.095 jiwa/Km 2 dan laju
pertumbuhan penduduk 2,25%.
Po (1+r tp )t
Dtp = orang / Km2
Ltot
111374(1+2,25)5
Dtp = jiwa/ Km2
35,99
= 3458.75 jiwa/Km2
Po (1+r dp)t 2
D dp= orang/ Km
Ltot −Li
111374(1+ 4,5)5
Ddp= jiwa/ Km2
35,98
= 3857.50 jiwa/Km2
Hasil perhitungan kepadatan penduduk tanpa proyek dan dengan proyek menunjukkan
bahwa kepadatan penduduk di Kecamatan Cicalengka dalam jangka waktu 5 tahun ke
depan mengalami peningkatan sebesar 10,34%.
Disamping dampak negatif, timbul juga dampak positif, yaitu dengan terbukanya
kesempatan kerja dan berusaha yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta
kegiatan pemeliharaan pasar yang dapat meminimalkan penurunan tingkat kenyamanan
lingkungan di kawasan sekitar lokasi pasar. Namun dampaknya dapat berbalik menjadi
negatif masyarakat yang ingin memanfaatkan kesempatan kerja dan berusaha tidak
terakomodir serta ketika kegiatan pemeliharaan telah selesai dilakukan.
Banyaknya dampak yang ditimbulkan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik akan
menimbulkan keresahan masyarakat.
Untuk memprakirakan kepadatan lalat, tikus, kecoa dan jentik nyamuk di pasar mengacu
pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No.519/MENKES/SK/VI/2008 tentang
penyelenggaraan Pasar Sehat.
21 / > : Populasinya sangat padat dan perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-
tempat berkembangbiaknya dan tindakan pengendalian lalat (Sangat tinggi/
sangat padat).
Berdasarkan data empiris dari hasil penelitian di lokasi pasar di tempat lain (Studi
Kepadatan Lalat di Pasar Randudongkal Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang
Tahun 2010, Politeknik Kesehatan Semarang), kepadatan lalat, kecoa, dan tikus adalah
sebagai berikut:
b) Angka kepadatan Kecoa maksimal 2 per plate dititik pengukuran sesuai dengan area
pasar dan untuk tikus kepadatannya nol.
Status kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor
lingkungan. Lingkungan yang kurang memenuhi syarat sanitasi dapat mengundang
berbagai macam penyakit menular. Upaya untuk mencegah dan memberantas penyakit
menular dengan cara meningkatkan atau memperbaiki sanitasi lingkungan dan telah
diketahui bahwa salah satu sebab penyebaran penyakit menular adalah melalui serangga
(Arthropoda). Vektor mempunyai peranan yaitu sebagai pengganggu dan penular penyakit.
Vektor yang berperan sebagai pengganggu yaitu nyamuk, kecoa/lipas, lalat, pinjal, dll.
Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai
arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases.
Agen penyebab penyakit infeksi yang ditularkan pada manusia yang rentan dapat melalui
beberapa cara yaitu :
b) Melalui udara
d) Melalui hewan
Vektor penyakit dari arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit dikenal sebagai
arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases.
Konstruksi Operasi
Komponen Kegiatan
Pematangan/Penyiapan Lahan
Pengoperasian/Aktivitas Pasar
Pemeliharaan Pasar
Komponen Lingkungan
1 2 3 4 5 6
A. Fisik - Kimia
1. Kualitas Udara
2. Kebisingan
3. Hidrologi (Run Off)
4. Kuantitas Air Permukaan
5. Kuantitas Air Tanah Dangkal
6. Kualitas Air
7. Getaran
8. Lalu Lintas
B. Biologi
9. Biota Air
C. Sosial, Ekonomi & Budaya
10. Kesempatan Kerja & Berusaha
11. Keresahan Masyarakat
12. Konflik Sosial
D. Kesehatan Masyarakat
13. Kesehatan Lingkungan
14. Morbiditas
Keterangan: DP = Dampak Penting; DTP = Dampak Tidak Penting
Tabel 3.2. Konsentrasi Debu (TSS) Sebelum dan Pada Saat Pematangan/Penyiapan Lahan5
Tabel 3.3. Hasil Perhitungan Sebaran Kebisingan yang Bersumber dari Kendaraan
Mobilisasi Alat Berat dan Material........................................................................................7
Tabel 3.4. Hasil Perhitungan Sebaran Kebisingan yang Bersumber dari Alat Berat pada
Kegiatan Pematangan Lahan................................................................................................10
Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Sebaran Kebisingan di Lingkungan Sekitar Lokasi Kegiatan
..............................................................................................................................................13
Tabel 3.6. Hasil Perhitungan Air Larian (Run Off) Tanpa dan dengan Adanya Proyek......16
Tabel 3.10. Emisi Gas dari Kendaraan Bermotor pada Saat Pengoperasian Pasar..............38
Tabel 3.11. Hasil Perhitungan Sebaran Kebisingan di Lingkungan Sekitar Pasar Cicalengka
..............................................................................................................................................41
Tabel 3.12. Hasil Perhitungan Air Larian (Run Off) pada Saat Pengoperasian Pasar.........44