845 2137 1 PB
845 2137 1 PB
Abstrak
Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu bentukmalnutrisi, yaitu gizi kurang dan gizi buruk termasuk
marasmus dan kwashiorkor. KEP merupakan keadaan yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan sehari-hari atau disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, sehingga tidak memenuhi angka kecukupan
gizi.PadakasusdilaporkanAn.M,laki- laki,usia5 tahun,dengangizi buruk tipe marasmus dengan tuberkulosa
paru.Dilakukananalisapenyebabberupaunderlyingdiseaseatau faktorrisikolain yangmenyebabkan penyakitpasien. Terdapat
hubungan antara gizi buruk terhadap infeksi (TB paru) maupun sebaliknya. Selanjutnya,
penyakitdiberikanpenatalaksanaan awal gizi buruk, terapi non-medikamentosa berupa diet serta medikamentosa secara
tepat. Selain itu, perlu dilakukan intervensi keluarga untuk perubahan perilaku sehat, intervensi komunitas dan perbaikan
sistem pelayanan kesehatan sepertirevitalisasi posyandu.
Korespondensi:Fadia Nadila, S.Ked.,alamat Kampus Hijau Residen blok G. 19, Kampung Baru - BandarLampung,HP
081273655306, e-mailnadila.fadia@yahoo.com
Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek tiap pemberian serta bubur nasi diberikan
(RSUDAM) pada tanggal 28 Juli 2015. Data 3x/hari sebanyak 100 ml. Pada umur 1 tahun
diambil dari data primer yaitu alloanamnesis pasien diberi makanan yang sama dengan
dari keluarga dan pemeriksaan fisik pasien orang dewasa.
serta data sekunder yaitu pemeriksaan Pada pemeriksaan fisik ditemukan
penunjang pasien. Heart Rate (HR) 61x/menit, Respiration Rate
Pasien laki-laki, usia 5 tahun, BB 10 kg, (RR) 28x/menit, suhu badan 35,5 °C, Berat
datang diantar keluarganya dengan keluhan Badan (BB) 10 kg, Tinggi Badan (TB) 106 cm,
berat badan tidak kunjung naik sejak ±7 bulan BB/U<-3SD (gizi buruk), TB/U -1 SD (pendek),
SMRS. Ibu pasien mengeluhkan bahwa pasien BB/TB<-3SD (sangat kurus). Pada pemeriksaan
tidak nafsu makan,demam sejak ±1 bulan fisik didapatkan mata cekung (+), konjungtiva
yang lalu berlangsung terus menerus anemis (-/-), kelenjar getah bening (KGB)
sepanjang hari, tidak terlalu tinggi, namun submandibular membesar, iga gambang, paru
demam turun dengan pemberian obat dan jantung dalam batas normal, hepar dan
penurun panas tetapi demam akan kembali lien tidak teraba, akral hangat, ekstremitas
muncul jika tidak diberi obat penurun panas. pallor (+). Pada pemeriksaan penunjang
Keluhan mual, muntah, pilek disangkal, laboratorium darah lengkap didapatkan hasil
namun sesekali batuk dengan dahak sulit hemoglobin (Hb) 10,2 gr/dl, hematokrit (Ht)
dikeluarkan sejak 1 bulan yang lalu. Tiga hari 29%, leukosit 20.300 /uL, eritrosit 3,8 juta/uL,
sebelum masuk rumah sakit (SMRS), terlihat laju endap darah (LED) 10%, neutrofil segmen
sangat lemas sehingga keluarga membawa 90%, gula darah sewaktu (GDS) 86 mg/dL.
pasien ke RSUDAM. Sebelum masuk rumah Pemeriksaan tuberkulin atau mantoux
sakit pasien tidak dibawa berobat dan hanya didapatkan negatif. Hasil rontgen dada
diberi obat penurun panas serta istirahat di didapatkan infiltrat perifer dan pericordis
rumah. dengan limfadenopati hillus bilateral sesuai
Riwayat saudara kandung pasien gambaran dengan TB anak.
dengan lemas badan serta riwayat berat
badan yang tidak meningkat disangkal.
Riwayat kontak dengan tetangga pasien yang
sedang menjalani pengobatan tuberkulosis
disangkal.Riwayat kehamilan dan persalinan
pasien normal. Riwayat imunisasi pasien
lengkap.
pertama diberikan 28 ml larutan F75 setiap 30 yang biasanya menyebabkan tuberkulosis pada
menit, kemudian untuk 10 jam berikutnya anak. Pada penelitian tersebut dari 200
setiap 2 jam diberikan 110 ml larutan F75. penderita tuberkulosis anak terdapat 80%
Selama dilakukan pemberian F75, dipantau kontak yang erat dengan pasien dewasa yang
tanda-tanda vital berupa nadi, pernafasan dan menderita tuberkulosis dikarenakan
kesadaran pasien. penyebaran tuberkulosis yang secara langsung
melalui aerosol.12 Beberapa faktor tidak
Pembahasan ditemukannya riwayat kontak, mungkin
KEP merupakan istilah umum yang berkaitan dengan paradigma masyarakat yang
meliputi malnutrition yaitu gizi kurang dan gizi masih salah maupun denial dari keluarga.
buruk termasuk marasmus dan kwashiorkor.2 Pada pemeriksaan fisik ditemukan
Kurang gizi juga akan menyebabkan timbulnya adanya pembesaran KGB submandibula. Dari
infeksi dan sebaliknya penyakit infeksi akan hasil rontgen toraks AP, terlihat adanya
memperburuk kekurangan gizi. Hal ini akan infiltrat perifer dan pericordis
bertambah buruk bila keduanya terjadi dalam sertalimfadenopati hillus bilateral mengarah
waktu yang bersamaan.11 pada gambaran tuberkulosis paru. Hal ini
Penegakkan diagnosis didapatkan dari terjadi karena adanya penyebaran kuman
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tuberkulosis dari fokus primer melalui saluran
penunjang. Pada pasien ini didapatkan pasien limfe menuju ke kelenjar limfe regional, jika
laki-laki, usia 5 tahun datang dengan keluhan fokus primer terletak di lobus bawah atau
berat badan tidak kunjung naik sejak ±7 bulan tengah, kelenjar limfe yang terlibat adalah
SMRS. Keluhan lain seperti tidak nafsu makan, kelenjar limfe parahilus, pembesaran KGB
batuk namun dahak sulit dikeluarkan (+) sejak submandibula akan menyebabkan pembesaran
1 bulan yang lalu dan demam (+) sejak 1 bulan dari KGB (limfadenitis).8
yang lalu.Riwayat kontak dengan tetangga Dari penelitian yang dilakukan
pasien yang sedang menjalani pengobatan Nursyamsi dan Rajid (2011)17-18, didapatkan
tuberkulosis (-). Pada pemeriksaan fisik dari 179 anak gizi buruk dengan gejala klinis
ditemukan HR 61 x/menit, RR 28 x/menit, T tuberkulosis yang dilakukan test mantoux
35,5 °C, BB 10 kg, TB 106 cm, BB/U <-3SD (gizi didapatkan 85,71% test mantoux negatif. Pada
buruk), TB/U -1 SD (pendek), BB/TB <-3SD pasien ini juga didapatkan test mantoux
(sangat kurus). Pada mata: mata cekung (+), negatif, hal ini dikarenakan tubuh pasien
KGB submandibular membesar, iga gambang. mengalami kondisi anergi yaitu keadaan
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium penekanan sistem imun oleh berbagai
darah lengkap didapatkan hasil Leukosit keadaan, sehingga tubuh tidak memberikan
20.300 /uL, LED 10 %, Neutrofil segmen 90%. reaksi terhadap tuberkulin walaupun
Pemeriksaan tuberkulin didapatkan negatif. sebenarnya sudah terinfeksi tuberkulosis.
Hasil rontgen dada didapatkan infiltrat perifer Pada anamnesis
dan pericordis dengan limfadenopati hillus didapatkanriwayatkontakTB (skor0),
bilateral sesuai gambaran dengan TB anak. ujituberkulinnegatif (skor0), statusgizitampak
Hal ini sesuai dengan gejala klinis gejala sangatkurus giziburuk (skor2), demamtanpa
klinis KEP berat/gizi buruk tipe marasmus yaitu sebab jelas ≥2 minggu (skor1), batuk ≥3
tampak sangat kurus, wajah seperti orang tua, minggu (skor1),pembesaran KGB (skor1),
cengeng, kulit keriput, perut cekung, rambut pembengkakan senditidak ditemukan(skor
tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas 0),foto thoraxmenunjukkan gambaran TB
(iga gambang), pantat kendur dan keriput anak (skor1), sehingga didapatkan skor TB : 6.
(baggy pants) serta tekanan darah, detak Hal ini, merupkan indikasi untuk pemberian
jantung dan pernafasan berkurang.1,7 OAT pada anak. Dosis OAT yang diberikan
Pada anamnesis tidak ditemukan adanya sesuai dengan berat badan pasien yaitu 10 kg.
riwayat kontak antara pasien dengan tetangga Dosis isoniazid 5-15 mg/kgBB/hari, dosis
yang sedang menjalani pengobatan maksimal 300 mg/hari; rifampisin 10-20
tuberkulosis. Berdasarkan hasil penelitian dari mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari;
Haq (2010), riwayat antara kontak pasien pirazinamid 15-30 mg/kgBB/hari, dosis
tuberkulosis dewasa merupakan faktor risiko maksimal 2000 mg/hari. Sehingga
menjadi 4 fase yaitu fase stabilisasi, transisi, Pada kasus KEP apabila tidak segera
rehabilitasi dan tindak lanjut. Pada fase ditangani sangat berisiko tinggi dan dapat
stabilisasi, peningkatan jumlah formula berakhir dengan kematian anak.10 Pada kasus
diberikan secara bertahap dengan tujuan KEP anak dengan penyulit seperti TB Paru
memberikanmakananawalsupayaanak dalam seharusnya di tatalaksana secara holistik
dikarenakan TB Paru yang terjadi pada anak Beberapa faktor resiko gizi buruk yaitu
merupakan hasil penularan dari orang dewasa. asupan makanan, status sosial ekonomi,
Oleh karena itu, orang dewasa yang tertular pendidikan ibu, penyakit penyerta,
tersebut sebaiknya diobati agar terputusnya pengetahuan ibu, berat badan lahir rendah
rantai infeksi. (BBLR), kelengkapan imunisasi, ASI (Air Susu
Ibu).26
Asupan makanan yang kurang agarkeluarga mengatur pola makan anak dengan
merupakan faktor resiko gizi buruk dikarenakan gizi yang sesuai serta menjagakebersihan makanan
kebutuhan gizi anak yang tidak tercukupi.26 danlingkungan.
Rendahnya pendidikan Ibu memengaruhi faktor Dari kondisi-kondisitersebut,pasien dapat
resiko dikarenakan kualitas dan kuantitas dikategorikanmenderita gizi buruk dengan TB
pangan yang seadanya dan cenderung tidak Parudan memilikiprognosisquoad vitam:dubia,quo
diperhatikan.27 Rendahnya pengetahuan Ibu adfuntionam:dubia,danquoadsanationam:dubiakare
berpengaruh terhadap kurangnya napasiendapatmenyembuhkan TB
keanekaragaman makanan sehingga pola Parudenganpengobatandanedukasi
konsumsi terbatas dan kurangnya penerapan yangtepat,sedangkan pada gizi buruk dibutuhkan
informasi gizi dalam kehidupan sehari-hari.26 kesabaran, ketelatenan dari orangtua untuk
Berat badan lahir rendah pengaturan diet pasien.
(BBLR)merupakan faktor resiko terjadinya gizi Berdasarkan kasus diatas disarankan bagi
buruk dikarenakan antibodi yang terbentuk pemerintah untuk membuka peluang lapangan
kurang sempurna sehingga lebih besar pekerjaan yang lebih banyak agar pemenuhan
kemungkinan terserang penyakit yang kebutuhan primer di setiap keluarga lebih layak
menyebabkan penurunan nafsu makan.28 serta alokasi anggaran yang relevan untuk pelatihan
Kurang lengkapnya imunisasi, maka balita akan kader dan penyuluhan kepada masyarakat
lebih rentan terkena imunisasi.26 Pada kasus, mengenai penyakit tuberkulosis paru.
pasien tidak BBLR serta riwayat imunisasi Bagi tenaga kesehatan (Nakes) diperlukan
pasien lengkap. adanya revitalisasi posyandu dengan cara
Pada TB Paru anak3,91 kali lebih besar memberdayakan dan melatih kader sebagai upaya
tertular setelah kontak dengan penderita TB deteksi dini untuk kasus gizi kurang/gizi buruk dan
dewasa dibanding yang tidak kontak dengan penyakit menular terlebih pada anak-anak dengan
penderita TB.29 Namun pada pasien ini tidak keadaan sosio-ekonomi rendah, merencanakan
didapatkan riwayat kontak dengan penderita pelatihan Nakes untuk meningkatkan angka
TB. Hal ini mungkin dikarenakan paradigma penemuan kasus batuk lama yang salah satunya
masyarakat mengenai penyakit TB Paru yaitu dengan pemeriksaan dahak.
penyakit yang menular dan berbahaya yang
sangat memalukan sehingga harus Simpulan
dirahasiakan, penyakit yang biasa dan tidak Telah ditegakkandiagnosisKEP tipe
berbahaya atapun sebagai penyakit guna-guna. Marasmus + TB Parupada pasien laki-lakiusia
Hal ini yang menyebabkan masyarakat tidak 5tahun berdasarkananamnesa, pemeriksaanfisik
mau berobat ke fasilitas kesehatan.30 dan penunjangserta telahdiberipenatalaksanaan
Rendahnya status ekonomi, merupakan sesuai dengan evidencebased medicine(EBM).
salah satu faktor yang menyebabakan gizi
buruk, dikarenakan asupan gizi pasien yang Daftar Pustaka
mungkin kurang tercukupi.26 Pemukiman padat, 1. Depkes RI. Pedoman tata laksana KEP pada
tempat tinggal yang belum memenuhi kriteria anak diPuskesmas dan Rumah Tangga. Jakarta;
rumah sehat merupakan faktor resiko 1999.
tersebarnya penyakit infeksi seperti TB paru, 2. Nevin S, Scrimshaw, Fernando E, Viteri.INCAP
dikarenakan semakin sempitnya luang lingkup studies of kwashiorkor and marasmus. Food
yang menyebabkan proses penularan penyakit and Nutrition Bulletin. 2010;31(1):34-41.
3. UNICEF, WHO and the World Bank.An updated
lebih besar.31
joint dataset on child malnutrition indicators
Pada kasus An.M, pengobatan diberikan
(stunting, wasting, severe wasting, overweight
untuk terapi gizi buruk dan pengobatan TB and underweight) and new global & regional
Paru.Sedangkan intervensi pengetahuan kedua estimates for 2013. USA: World Health
orangtua mengenaigizi buruk dan TB Parudi Organization; 2013.
berikan agar terjadi peningkatan pengetahuan 4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
mengenaipenyakitdan perubahanperilaku Riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 17. Nursyamsi, Rasjid. TBC dengan tes mantoux di
2013. bagian ilmu kesehatan anak RSU prof. dr. R.D.
5. Depkes. Profil kesehatan Provinsi Lampung Kandou Manado periode 2001-2006.
tahun 2012. Lampung: Badan Penelitian Inspirasi.2011; 14(1):65-90.
dan Pengembangan Kesehatan; 2012. 18. Jaganath D, Mupere E. Childhood tuberculosis
6. Depkes RI. Petunjuk teknis tatalaksana and malnutrition. J Infect Dis.2012;
anak gizi buruk buku I. Jakarta: Direktorat 206(1):1809-15.
Jenderal Bina Gizi Masyarakat; 2013. 19. Kemenkes RI. Pedoman nasional pelayanan
7. Liansyah TM. Malnutrisi pada anak balita. kedokteran tata laksana tuberkulosis. Jakarta:
STKIP Bina Bangsa Getsempena. 2015; Kementrian Kesehatan Republik Indonesia;
2(1):1-12. 2013.
8. IDAI.Pedoman nasional tuberkulosis anak. 20. WHO. Management of severe malnutrition: a
Jakarta: UKK Pulmonologi PP IDAI; 2005. manual for physicians and others senior health
9. Bernal. Treatment of severe malnutrition care workers. Geneva: World Health
in children: experience in implementing in Organization; 1999.
WHO guideline in Turbo, Colombia. J Ped 21. Dubray. Treatment of severe malnutrition with
Gastroenterol Nutrition. 2009; 46(3):322- 2-day intramuscular ceftriaxone vs 5-day
8. amoxicilin. Annals tropic ped. 2008; 28(13):13-
10. Barakat.Prevalence and determining 22.
factors of anemia and malnutrition among 22. Diniyanti NIL, Panusunan C.Penanganan
egyptian children. Indian J Med Sci.2013; demam pada anak. Sari Pediatri. 2011; 12(6):1-
6(7):168-77. 10.
11. Glader B. Anemia: general consideration. 23. Yosmar R, Andani M, Arifin H.Kajian regimen
Dalam: Greer JP, Foerster J, Lukens JN, dosis penggunaan obat asma pada pasien
Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B, pediatri rawat inap di bangsal anak RSUP dr. M.
editors. Wintrobe's clinical hematology. Djamil Padang. J Sains Farmasi & Klinis. 2015;
Edisi ke-11. Philadelphia: Lippincott 2(1):22-9.
Williams & Wilkins; 2004. 24. Krisnansari D. Nutrisi dan gizi buruk.
12. Haq. Risk Factors of tuberculosis in MandalaofHealth. 2010; 4(1):1-9.
children. Ann Pak Inst Med Sci. 2010; 6(1): 25. Depkes RI. Petunjuk teknis tatalaksana anak
50-4. gizi buruk buku I. Jakarta: Direktorat Jenderal
13. World Health Organization.Global Bina Gizi Masyarakat; 2013.
Tuberculosis Report 2015. Geneva: World 26. Novitasari D. Faktor-faktor resiko kejadian gizi
Health Organization; 2015. buruk pada balita yang dirawat di RSUD dr.
14. Husna CA, Yani FF, Masri M. Gambaran Karyadi Semarang. Semarang: FK UNDIP; 2012.
status gizi pasien tuberkulosis anak di 27. Depkes RI. Analisis situasi dan kesehatan
RSUP dr. M. Djamil Padang. JKes masyarakat. Jakarta: Depkes RI; 2004.
Andalas.2016; 5(1):228-32. 28. Sholeh KM. Buku ajar neonatologi. Edisi ke-I.
15. Chisti MJ, Ahmed T, Shahunja KM, Bardhan Jakarta: IDAI; 2010.
PK, Faruque AS, Das SK, et 29. Yulistyaningrum, Sarwani D. Hubungan rawat
al.Sociodemographic, epidemiological, and kontak penderita tuberkulosis paru dengan
clinical risk factors for childhood keadaan TB paru anak di balai pengobatan
pulmonary tuberculosis in severely penyakit paru-paru (BP4) Purwekerto.KES MAS.
malnourished children presenting 2010; 4(1):1-6.
withpneumonia: observation in an urban 30. Media Y. Pengetahuan, sikap dan perilaku
hospital in Bangladesh. Global Pediatr masyarakat tentang penyakit tuberkulosis paru
Health. 2015; 1(1):1-6. di Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah
16. Payghan BS, Kadam SS, Kotresh M. The Datar Provinsi Sumatera Barat. Media Litbang
prevalence of pulmonary tuberculosis Kesehatan. 2010; 2(21):1-7.
among severely acute malnourished 31. Suharyo.Determinasi penyakit tuberkulosis di
children – a cross sectional study. IJSRP. daerah pedesaan. JKEMAS. 2013; 9(1):85-9.
2013; 3(7):1-5.