Anda di halaman 1dari 8

RANGKUMAN

MATA KULIAH HUKUM ADAT

Tugas ini disusun sebagai tugas akhir mata kuliah Hukum Adat

Disusun oleh :

Asep Rosyidin Kanny

NIM : 1811131030

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BHAYANGKARA SURABAYA

2019
A. Pendahuluan

Hukum adat di Indonesia adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada
perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkahlaku
manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis,senantiasa
ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi).Hukum adat pada
umumnya belum atau tidak tertulis. Oleh karena itu, dilihat dari perspektifahli hukum yang
memegang teguh kitab undang-undang, seorang sarjana hukum yang berprespektif berdasar Kitab
Undang-Undang, memang hukum keseluruhannya di Indonesiadi Indonesia ini tidak teratur dan
tidak tegas.

Tidak semua adat adalah hukum. Menurut Ter Haar untuk melihat apakah sesuatuadat istiadat
itu sudah merupakan hukum adat, maka kita wajib melihat sikap penguasamasyarakat hukum yang
bersangkutan terhadap si pelanggar peraturan adat-istiadat yang bersangkutan. Jika penguasa
menjatuhkan hukuman pada si pelanggar, maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat.
Hukum adat berurat-akar pada kebuyaan tradisional. Hukumadat adalah suatu hukum yang hidup
karena ia menjelmakan perasaan hukum rakyat yang nyata. Karena hukum adat menjelmakan
perasaan hukum rakyat yang nyata, untuk itu hokum adat terus-menerus dalam keadaan tumbuh
dan berkembang seperti hidup itu sendiri sesuaidengan perkembangan masyarakat.

Peraturan hukum adat yang terus berkembang inilah membuat hukum adat selalu mengalami
perubahan. Tiap peraturan hukum adat adalah timbul, berkembang danselanjutnya lenyap dengan
lahirnya peraturan baru, sedang peraturan baru itu berkembang juga, akan tetapi kemudian akan
lenyap dengan perubahan perasaan keadilan yang hidupdalam hati nurani rakyat yang menimbulkan
perubahan peraturan. Hal ini berlaku secara terusmenerus seperti yang diungkapkan Prof. Soepomo
yang condong pada pendapat Ter Haar dimana sikap petugas hukum haruslah bertindak untuk
mempertahankannya.

Oleh karena sifat hukum adat yang tidak statis atau dengan kata lain fleksibel, maka didalam
peraturan hukum adat perlu disepakati suatu penetapan agar menjadi hukum positif. Hal ini sudah
barang tentu bertujuan untuk mempertahankan eksisensinya sekaligus menjadikan peraturan
tersebut menjadi peraturan hukum yang tertulis dan memiliki kekuatan hukum yang tetap.

Istilah Hukum Adat tidak begitu dikenal dalam pergaulan masyarakat sehari-hari. Istilah ini
adalah terjemahan dari bahasa Belanda, ‘Adat-recht” yang pertama-tama dikenalkan oleh Snouck
Hurgronje yang kemudian dikutip dan dipakai oleh Van vollenhoven sebagai istilah teknis yuridis
untuk menunjukkan kepada apa yang sebelumnya disebut dengan Undang-Undang agama, lembaga
rakyat, kebiasaan, lembaga asli dan sebagainya. Istilah ini kemudian sering dipakai dalam literatur di
kalangan Perguruan Tinggi Hukum. Di dalam perundang-undangan istilah “adat-recht” itu baru
muncul pada tahun 1920 dalam UU mengenai perguruan tinggi di negeri Belanda. Di kalangan
masyarakat atau dalam pergaulan rakyat umum hanya dikenal istilah “adat” saja.

Di dalam Pengantar Ilmu Hukum kita ketahui bahwa adat dan kebiasaan adalah merupakan
salah satu dari sumber hukum. Dengan diterimanya dan dipakainya istilah Hukum Adat yang
kemudian menjadi salah satu cabang ilmu hukum, maka timbul beberapa defenisi yang merumuskan
istilah tersebut. Antara lain sebagai berikut:
1) Ter Haar

Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusandari


kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat. Ter Haar terkenal dengan teori
“Keputusan” artinya bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan hukum
adat, maka perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum terhadap si pelanggar peraturan
adat-istiadat. Apabila penguasa menjatuhkan putusan hukuman terhadap si pelanggar maka adat-
istiadat itu sudah merupakan hukum adat.

2) Van Djik

Hukum adat adalah istilah untuk menunjukkan hukum yang tidak dikodifikasikan dalam
kalangan orang Indonesia asli dan kalangan timur asing (tionghoa, arab dll). Dengan istilah ini juga
dimaksudkan bahwa semua kesusilaan di semua lapangan hidup. Van Djik juga membedakan antara
Adat dan Hukum Adat yang keduanya berjalan bergandengan tangan dan tidak dapat dipisahkan,
yaitu segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang Indonesia yangmenjadi tingkah laku sehari-hari.

3) Soepomo

Hukum adat adalah hukum tidak tertulis didalam peraturan tidak tertulis, meliputi peraturan-
peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib tetapi ditaatidan didukung oleh
rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturantersebut mempunyai kekuatan
hukum. Menunjuk kepada pasal 32 UUDS yang menyatakan, “….istilah Hukum Adat ini dipakai
sebagai sinonim dari hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislatif, hukumyang hidup
sebagai konvensi di badan-badan negara, hukum yang timbul karena putusan- putusan hakim,
hukum yang hidup sebagai peraturan, kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup di
kota-kota maupun di desa-desa.

4) Soekanto

Hukum adat adalah keseluruhan adat yang tidak tertulis dan hidup dalam masyarakat berupa
kesusilaan, kebiasaan dan kelaziman serta mempunyai akibat hukum.

5) Mr. J.H.P. Bellefroit

Hukum adat sebagai peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh
penguasa, tetapi tetap dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-
peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.

6) Prof. Dr. Hazairin

Hukum adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat yaitu kaidah kaidah kesusialaan
yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu.

7) Soeroyo Wignyodipuro, S.H.

Hukum adat adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan
rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan peraturan tingkah laku manusia dalam
kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagaian besar tidak tertulis,senantiasa ditaati dan
dihormati oleh rakyat karena mempunyai akibat hukum ( sanksi ).

8) Prof. Soeripto

Hukum adat adalah semua aturan-aturan/ peraturan-peraturan adat tingkah laku yang
bersifat hukum di segala kehidupan orang Indonesia, yang pada umumnya tidak tertulis yang oleh
masyarakat dianggap patut dan mengikat para anggota masyarakat, yang bersifat hukum oleh
karena ada kesadaran keadilan umum, bahwa aturan-aturan/ peraturan itu harus dipertahankan
oleh petugas hukum dan petugas masyarakat dengan upaya paksa atau ancaman hukuman (sanksi).

9) Hardjito Notopuro

Hukum Adat adalah hukum tidak tertulis, hukum kebiasaan dengan ciri khas yangmerupakan
pedoman kehidupan rakyat dalam menyelenggarakan tata kedilan dankesejahteran masyarakat dan
bersifat kekeluargaan.

10) Kusumasi Pudjosewojo

Adat adalah tingkah laku yang oleh dan dalam suatu masyarakat sudah, sedang akan
diadatkan. Hukum adat ialah keseluruhan aturan tingkah laku yang adat dan sekaligus hukum pula.
Dengan kata lain hukum adat ialah keseluruhan aturan hukum yang tak tertulis.

B. Ruang lingkup hukum adat di Indonesia

Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19 lingkungan hukumadat
(rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya seragam
disebutnya sebagai rechtskring. Setiap lingkungan hukum adat tersebut dibagi lagi dalam beberapa
bagian yang disebut kukuban hukum (Rechtsgouw). Lingkungan hukum adat tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu);
2. Tanah Gayo (Gayo lueus)
3. Tanah Alas
4. Tapanuli Utara; Batak Pakpak (Barus), Batak karo, Batak Simelungun, Batak Toba
(Samosir,Balige, Laguboti, Lumbun Julu)
5. Tapanuli Selatan; Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola, Mandailing (Sayurmatinggi)
6. Nias (Nias Selatan)
7. Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah Kampar, Kerinci)
8. Mentawai (Orang Pagai)
9. Bengkulu (Renjang)
10. Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, Tulang Bawang)
11. Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
12. Jambi (Batin dan Penghulu)
13. Enggano
14. Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar)
15. Bangka dan Belitung
16. Kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya, Dayak Klemanten,
Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, LongGlatt, Dayat
Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, DayakPenyambung Punan)
17. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Suwawa, Boilohuto, Paguyaman)
18. Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali,Toraja
Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)
19. Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar,Muna)
20. Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Kao, Tobelo, Kep. Sula)
21. Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei, Kep.Aru,
Kisar)
22. Irian
23. Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah,Sumba
Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)
24. Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng,
Jembrana,Lombok, Sumbawa)
25. Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo, Tulungagung,
JawaTimur, Surabaya, Madura)
26. Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)
27. Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Hukum Adat

Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan hukum adat, disamping kemajuan


zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, kondisi alam, juga faktor-faktor yang bersifat
tradisional adalah sebagai berikut :

1. Magis dan Animisme

Alam pikiran magis dan animisme pada dasarnya dialami oleh setiap bangsa di dunia. Di
Indonesia faktor magis dan animisme cukup besar pengaruhnya. Hal ini dapat dilihat dalam
upacara-upacara adat yang bersumber pada kekuasaan-kekuasaan serta kekuatan-kekuatan
gaib.
a. Kepercayaan kepada mahkluk-mahkluk halus, roh-roh, dan hantuhantu yang menempati
seluruh alam semesta dan juga gejala-gejala alam, semua benda yang ada di alam
bernyawa.
b. Kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan sakti dan adanya roh-roh yang baik dan yang
jahat.
c. Adanya orang-orang tertentu yang dapat berhubungan dengan dunia gaib dab atau sakti.
d. Takut adanya hukuman/ pembalasan oleh kekuatan-kekuatan gaib. Hal ini dapat dilihat
adanya kebiasaan mengadakan siaran-siaran, sesajen di tempat-tempat yang dianggap
keramat.
Animisme yaitu percaya bahwa segala sesuatu dalam alam semesta ini bernyawa.
Animisme ada dua macam yaitu :
1. Fetisisme :
Yaitu memuja jiwa-jiwa yang ada pada alam semesta, yang mempunyai kemampuan jauh
lebih besar dari pada kemampuan manusia, seperti halilintar, taufan, matahari, samudra,
tanah, pohon besar, gua dan lain-lain.
2. Spiritisme :

Yaitu memuja roh-roh leluhur dan roh-roh lainnya yang baik dan yang jahat.

2. Faktor Agama

Masuknya agama-agama di Indonesia cukup banyak memberikan pengaruh terhadap


perkembangan hukum adat misalnya :
Agama Hindu :
Pada abad ke 8 masuknya orang India ke Indonesia dengan membawa agamanya,
pengaruhnya dapat dilihat di Bali. Hukum-hukum Hindu berpengaruh pada bidang
pemerintahan Raja dan pembagian kasta-kasta.
Agama Islam :
Pada abad ke 14 dan awal abad 15 oleh pedagang-pedagang dari Malaka, Iran. Pengarush
Agama Islam terlihat dalam hukum perkawinan yaitu dalam cara melangsungkan dan
memutuskan perkawinan dan juga dalam bidang wakaf. Pengaruh hukum perkawinan Islam
didalam hukum adat di beberapa daerah di Indonesia tidak sama kuatnya misalnya daerah
Jawa dan Madura, Aceh pengaruh Agama Islam sangat kuat, namun beberapa daerah
tertentu walaupun sudah diadakan menurut hukum perkawinan Islam, tetapi tetap
dilakukan upacara-upacara perkawinan menurut hukum adat, missal di Lampung, Tapanuli.
Agama Kristen :
Agama Kristen dibawa oleh pedagang-pedagang Barat. Aturan-aturan hukum Kristen di
Indonesia cukup memberikan pengaruh pada hukum keluarga, hukum perkawinan.

Agama Kristen juga telah memberikan pengaruh besar dalam bidang social khususnya dalam
bidang pendidikan dan kesehatan, dengan didirikannya beberapa lembaga Pendidikan dan
rumah-rumah sakit.

3. Faktor kekuasaan yang lebih tinggi

Kekuasaan-kekuasaan yang lebih tinggi yang dimaksud adalah kekuasaankekuasaan Raja-


raja, kepala Kuria, Nagari dan lain-lain. Tidak semua Raja-raja yang pernah bertahta di negeri
ini baik, ada juga Raja yang bertindak sewenang-wenang bahkan tidak jarang terjadi keluarga
dan lingkungan kerajaan ikut serta dalam menentukan kebijaksanaan kerajaan misalnya
penggantian kepala-kepala adat banyak diganti oleh orang-orang yang dengan kerajaan
tanpa menghiraukan adat istiadat bahkan menginjak-injak hukum adat yang ada dan berlaku
didalam masyarakat tersebut.

4. Adanya kekuasaan asing

Yaitu kekuasaan penjajahan Belanda, dimana orang-orang Belanda dengan alam pikiran
baratnya yang individualisme. Hal ini jelas bertentangan dengan alam pikiran adat yang
bersifat kebersamaan.
D. Perbedaan antara Hukum Adat dengan adat dan kebiasaan

1. Ter Haar

Suatu adat akan menjadi hukum adat, apabila ada keputusan dari kepala adat danapabila
tidak ada keputusan maka itu tetap merupakan tingkah laku/ adat.

2. Van Vollen Hoven

Yang pertama kali menyebut hukum adat memberikan definisi hukum adat sebagai :
“Himpunan peraturan tentang perilaku yang berlaku bagi orang pribumi dan timur asing
pada satu pihak yang mempunyai sanksi (karena bersifat hukum) dan pada pihak lain berada
dalam keadaan tidak dikodifikasikan (karena adat). Suatu kebiasaan/ adat akan menjadi
hukum adat,apabila kebiasaan itu diberi sanksi.

3. Van Dijk

Membedakan antara Adat dan Hukum Adat yang keduanya berjalan bergandengan tangan
dan tidak dapat dipisahkan, yaitu segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan orangIndonesia
yang menjadi tingkah laku sehari-hari.

4. C.S Hurgronje

Pertama sekali secara sistematis menggunakan istilah Adat Recht dialih bahasakan menjadi
hukum Adat ketika melakukan penelitian di aceh dalam buku “De Atjeherds” dan het
gajoland (1891-1892). Istilah ini diakui Van volen Hoven dan ter Haar. Snouck Hurgronje
memahami adat sebagai kebiaaan (custom) dan Hukum adat (customary law), dengan
penekanan adat lebih banyak digunakan dari pada syaria’ah yang dikenal sebagai hukum.
Bentuk-bentuk adat yang mempunyai konsekuensi hukum disebut dengan hukum adat.

5. Pendapat L. Pospisil

Untuk membedakan antara adat dengan hukum adat maka harus dilihat dari atribut-atribut
hukumnya yaitu :
a. Atribut authority, yaitu adanya keputusan dari penguasa masyarakat dan mereka yang
berpengaruh dalam masyarakat.
b. Intention of Universal Application : Bahwa putusan-putusan kepala adat mempunyai
jangka waktu panjang dan harusdianggap berlaku juga dikemudian hari terhadap suatu
peristiwa yang sama.
c. Obligation (rumusan hak dan kewajiban) : Yaitu dan rumusan hak-hak dan kewajiban
dari kedua belah pihak yang masih hidup.Dan apabila salah satu pihak sudah meninggal
dunia missal nenek moyangnya, makahanyalah putusan yang merumuskan mengeani
kewajiban saja yang bersifat keagamaan.

d. Adanya sanksi/ imbalan : Putusan dari pihak yang berkuasa harus dikuatkan dengan
sanksi/imbalan yang berupasanksi jasmani maupun sanksi rohani berupa rasa takut, rasa
malu, rasa benci dan sebagainya.
6. Adat/ kebiasaan mencakup aspek yang sangat luas sedangkan hukum adat
hanyalahsebagian kecil yang telah diputuskan untuk menjadi hukum adat.

7. Hukum adat mempunyai nilai-nilai yang dianggap sakral/suci sedangkan adat tidak
mempunyai nilai/ biasa.

Hukum Adat dan Hukum Kebiasaan Di Eropa (Belanda) Hukum kebiasaan dan hukum adat
memiliki arti yang sama, disebut “gewoonte recht”, yaitu adat atau kebiasaan yang bersifat
hukum yang berhadapan dengan hukum perundangan (wettenrecht). Jika kebiasaan
disamakan dengan adat di Belanda, Indonesia sendiri membedakan antara adat dengan
kebisaan sehingga Hukum Adat tidak sama dengan Hukum Kebiasaan. Kebiasaan yang
dibenarkan (diakui) di dalam perundang-undangan merupakan hukum kebiasaan, sedangkan
Hukum Adat adalah hukum kebiasaan di luar perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai