Anda di halaman 1dari 15

Laporan Penentuan Kadar Besi dengan UV-VIS

BAB I
PENDAHULUAN
A. L atar Belakang 

Air merupakan zat kimia yang penting bagi semua makhluk hidup yang ada di bumi.
Air dapat berwujud padatan (es), cairan (air) dan gas (uap air). Air merupakan satu-satunya
zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut. Air
adalah substansi kimia dengan rumus kimia H 2O, satu molekul air tersusun atas dua atom
hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna,
tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar 
Besi (Fe) adalah satu dari lebih unsur-unsur penting dalam air permukaan dan air
tanah. Besi (Fe) merupakan salah satu mikroelemen yang dibutuhkan oleh tubuh, besi (Fe)
 banyak berperan dalam proses metabolisme tubuh. Namun, kelebihan kadar besi (Fe) dalam
tubuh dapat mengakibatkan rusaknya organ-organ penting, seperti pankreas, otot jantung dan
ginjal. Air yang mengandung besi (Fe) sangat tidak diinginkan dalam keperluan rumah
tangga karena dapat menyebabkan bekas karat pada pakaian, porselin dan alat-alat lainnya
serta menimbulkan rasa yang tidak enak pada air minum.
1
Kadar besi (Fe) dalam air dapat ditentukan dengan metode spektrofotometer UV-Vis yang
didasarkan pada cahaya yang diabsorbsi atau ditransmisikan oleh sampel. Larutan besi (Fe)
yang tidak berwarna harus dikomplekskan terlebih dahulu sehingga larutan menjadi berwarna
agar dapat dianalisa menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Berdasarkan latar belakang ini,
maka dilakukanlah percobaan untuk menentukan kadar besi (Fe) sebagai kompleks tiosianat
dalam sampel air sumur dengan metode spektrofotometri UV-Vis.

B. Rumu san M asalah 

Rumusan masalah dari percobaan ini adalah berapa kadar besi (Fe) sebagai kompleks
tiosianat dalam sampel air sumur dengan metode spektrofotometri UV-Vis?

C. Tuj uan 

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar besi (Fe) sebagai kompleks
tiosianat dalam sampel air sumur dengan spektrofotometri UV-Vis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Air Sumur 

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan
makhluk hidup lainnya dan fungsinya bagi kehidupan tersebut tidak akan tergantikan dengan
oleh senyawa lainnya. Hampir semua kegiatan yang dilakukan manusia membutuhkan air.
Air yang digunakan manusia adalah air permukaan tawar dan air tanah murni.[1]
Menurut Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990, penggolongan air menurut
 peruntukkannya ditetapkan sebagai berikut :
1. Golongan A: Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan
terlebih dahulu.
2. Golongan B : Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.
3. Golongan C : Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.
4. Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan
untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air.
3
Untuk keperluan air minum, rumah tangga dan industri, secara umum dapat digunakan
sumber air yang berasal dari air sungai, mata air, danau, sumur, dan air hujan yang telah
dihilangkan zat-zat kimianya, gas racun, atau kuman-kuman yang berbahaya bagi kesehatan.
Salah satu sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga adalah air
tanah.[2]
Menurut Berkat Putra (2010), air tanah terbagi atas 3 yaitu :
a. Air tanah dangkal
Terjadi karena daya proses peresapan air permukaan tanah, lumpur akan tertahan
demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih. Air tanah dangkal
akan terdapat pada kedalaman 15 meter. Air tanah ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber air
minum melalui sumur-sumur dangkal. Dari segi kualitas agak baik sedangkan kuantitasnya
kurang cukup dan tergantung pada musim.
 b. Air tanah dalam
Terdapat pada lapisan rapat air pertama dan kedalaman 100-300 meter. Ditinjau dari
segi kualitas pada umumnya lebih baik dari air tanah dangkal, sedangkan kuantitasnya
mencukupi tergantung pada keadaan tanah dan sedikit dipengaruhi oleh perubahan musim.
c. Mata air 
Mata air adalah tempat dimana air tanah keluar kepemukaan tanah, keluarnya air
tanah tersebut secara alami dan biasanya terletak di lereng- lereng gunung atau sepanjang tepi
sungai.
Sumur merupakan tanah yang digali untuk mendapatkan air yang berasal dari dalam
tanah, digunakan untuk keperluan rumah tangga. Sumur dapat dibagi menjadi dua, yaitu
sumur gali dan sumur bor. Sumur gali adalah satu konstruksi sumur yang paling umum dan
meluas dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan rumah- rumah
 perorangan sebagai air minum dengan kedalaman 7-10 meter dari permukaan tanah. Sumur
gali menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat dari permukaan tanah,
oleh karena itu dengan mudah terkena kontaminasi melalui rembesan. Umumnya rembesan
 berasal dari tempat buangan kotoran manusia kakus/jamban dan hewan, juga dari limbah
sumur itu sendiri, baik karena lantainya maupun saluran air limbahnya yang tidak kedap air .
[3]
Dari segi kesehatan sebenarnya penggunaan sumur gali ini kurang baik bila cara
 pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan, tetapi untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya pencemaran dapat diupayakan pencegahannya. Pencegahan ini dapat dipenuhi
dengan memperhatikan syarat-syarat fisik dari sumur tersebut yang didasarkan atas
kesimpulan dari pendapat beberapa pakar di bidang ini, diantaranya lokasi sumur tidak
kurang dari 10 meter dari sumber pencemar, lantai sumur sekurang-kurang berdiameter 1
meter jaraknya dari dinding sumur dan kedap air, saluran pembuangan air limbah (SPAL)
minimal 10 meter dan permanen, tinggi bibir sumur 0,8 meter, memililki cincin (dinding)
sumur minimal 3 meter dan memiliki tutup sumur yang kuat dan rapat.[4]
Sumur bor adalah sumur yang diperoleh dengan cara pengeboran, lapisan air tanah
yang lebih dalam ataupun lapisan tanah yang jauh dari tanah permukaan dapat dicapai
sehingga sedikit dipengaruhi kontaminasi. Umumnya air ini bebas dari pengotoran
mikrobiologi dan secara langsung dapat dipergunakan sebagai air minum. Air tanah ini dapat
diambil dengan pompa tangan maupun pompa mesin.[5]

B. Besi 
Besi lebih reaktif daripada kedua anggota yang lain seperti halnya golongan triad-triad
lainnya, misalnya reaksi dengan asam non-oksidator maupun asam oksidator. Ion besi(III)
 berukuran relatif kecil dengan rapatan muatan 349 mm -3untuk low-spin dan 232 C mm- 3 untuk
high-spin, hingga mempunyai daya mempolarisasi yang cukup untuk menghasilkan ikatan
berkarakter kovalen. Semua garam besi(III) larut dalam air menghasilkan larutan asam.
Rapatan muatan kation yang relatif tinggi (232 C mm-1) mampu mempolarisasi cukup kuat
terhadap molekul air sebagai ligan yang berakibat lanjut molekul air yang lain sebagai
 pelarut dapat berfungsi sebagai basa dan memisahkan proton.[6]
Besi (Fe) adalah satu dari lebih unsur-unsur penting dalam air permukaan dan air
tanah. Perairan yang mengandung besi (Fe) sangat tidak diinginkan untuk keperluan rumah
tangga karena dapat menyebabkan bekas karat pada pakaian, porselin dan alat-alat lainnya
serta menimbulkan rasa yang tidak enak pada air minum pada konsentrasi di atas kurang
lebih 0,31 mg/L. Besi(II) (Fe) sebagai ion berhidrat yang dapat larut (Fe2+) merpakan jenis
 besi (Fe) yang terdapat dalam air tanah karena air tanah tidak berhubungan dengan oksigen
dari atmosfer, konsumsi oksigen bahan organik dalam media mikroorganisme sehingga
menghasilkan keadaan reduksi dalam air tanah. Oleh karena itu, besi (Fe) dengan bilangan
oksidasi rendah, yaitu besi(II) (Fe) umum ditemukan dalam air tanah dibandingkan besi(III)
(Fe).[7]
Secara umum besi(II) (Fe) terdapat dalam air tanah berkisar antara 1,0  –  10 mg/L,
namun demikian tingkat kandungan besi (Fe) sampai sebesar 50 mg/L dapat juga ditemukan
dalam air tanah di tempat-tempat tanah. Besi(II) (Fe) dapat terjadi sebagai jenis stabil yang
larut dalam dasar danau dan sumber air yang kekurangan oksigen.[8]
Sumber besi (Fe) antara lain berasal dari hematit ataupun magnetit. Mineral yang
sering berada dalam air dengan jumlah besar adalah kandungan besi (Fe). Apabila besi (Fe)
tersebut berada dalam jumlah yang banyak akan muncul berbagai gangguan lingkungan.[9]
Menurut Wahyu Widowati, Astiana Sastiono dan Raymond Jusuf R., besi (Fe)
memiliki berbagai fungsi esensial dalam tubuh, yaitu :
1. Sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.
2. Sebagai alat angkut elektron dalam sel.
3. Sebagai bagian terpadu dari berbagai reaksi enzim.
Kadar besi (Fe) yang terlalu tinggi bisa mengakibatkan kerusakan seluler akibat
radikal bebas. Dosis yang melebihi 20 mg/kg berat pada manusia menyebabkan toksisitas.
mengakibatkan idiopatik hemokromatosis dikarenakan tidak normalnya absorbsi besi (Fe)
dari alat pencernaan.[10]
Salah satu cara penurunan kadar besi (Fe) dalam air adalah menggunakan saringan
 pasir aktif. Daya kerja saringan pasir aktif tersebut di antaranya dipengaruhi oleh jenis pasir
dan ketebalan lapisan pasir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada air sumur yang
memiliki kadar besi (Fe) 3,0 μg/L, suhu 24,5 oC dan pH sebesar 7,5 setelah disaring dengan
saringan pasir aktif (kali dan kuarsa). Pasir kali aktif pada ketebalan 60 cm mampu
menurunkan kadar besi (Fe) sebesar 63,7%, sedangkan pasir kuarsa aktif pada ketebalan 60
cm dapat menurunkan kadar besi (Fe) air sumur hingga sebesar 94,9%.[11]

C. Spektr ofotometr i U V-V is 

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer
dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi
tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi fungsi dari panjang
gelombang.[12]
Panjang gelombang cahaya ultraviolet dan tampak jauh lebih pendek daripada
 panjang gelombang inframerah. Satuan yang digunakan untuk memberikan panjang
gelombang ini adalah nanometer (1 nm = 10-9 m). Spektrum tampak terentang dari 400 nm
(ungu) ke 750 nm (merah), sedangkan ultraviolet berjangka dari 200-400 nm. Baik radiasi
ultraviolet maupun tampak berenergi lebih tinggi daripada radiasi inframerah. Panjang
gelombang cahaya ultraviolet atau tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron.
Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron, akan
menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul-molekul yang memerlukan
energi yang lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang.
Senyawa yang tak menyerap cahaya dalam daerah tampak (yakni senyawa berwarna)
mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang tak menyerap

 pada panjang gelombang ultraviolet.[13]


Penyerapan sinar UV-tampak oleh suatu molekul akan menyebabkan transisi di antara
tingkat energi elektronik dari molekul. Atas dasar ini, spektroskopi UV-tampak juga dikenal
sebagai spektroskopi (spektrometri) elektronik. Transisi ini dapat terjadi antarorbital ikatan
(bonding) atau orbital anti ikatan (anti bonding). Panjang gelombang sinar yang diserap
sebanding dengan perbedaan tingkat energi orbital (∆E). Untuk eksitasi elektron ikatan σ
 perlu energi yang tinggi dengan nilai λ = 120 -200 nm (UV hampa). Hal ini berarti
 pengukuran harus dilakukan dalam hampa sehingga sukar dilakukan. Di atas λ = 200 nm,
daerah eksitasi elektron dari orbital p, d, ᴨ terutama sistem n terkonjugasi, pengukuran mudah
dilakukan sehingga spektrometri UV tampak diukur pada λ ˃ 200 nm.[14]
Penyerapan panjang gelombang nampak menyebabkan perpindahan elektron yang
reversibel dan relatif rendah energinya dalam molekul. Pada umumnya zat berwarna
mempunyai elektron-elektron yang mudah tereksitasi. Terutama senyawaan organik tertentu
merupakan sumber warna yang berguna untuk zat warna. Molekul-molekul senyawaan-
senyawaan organik yang tak mempunyai ikatan rangkap ataupun cincin benzena, tidak
menyerap secara selektif dalam bagian nampak dari suatu spektrum, oleh karena itu
senyawaan ini tak berwarna. Sebaliknya molekul dengan ikatan rangkap atau inti benzena
dapat menyerap beberapa panjang gelombang nampak dan meneruskan cahaya berwarna.
Elektron yang mudah dieksitasi oleh cahaya nampak biasanya terdapat dalam sebuah molekul
yang beberapa atomnya dihubungkan oleh ikatan rangkap dan tunggal secara berselang-
seling. Gugus atom semacam itu disebut kromofor (pengemban warna).[15]

Warna khusus yang dimiliki suatu zat ditentukan tidak hanya oleh macamnya
kromofor yang ada, tetapi juga oleh struktur molekul yang mengandung kromofor itu.
Banyak zat warna yang berlainan dapat dibuat dengan memasukkan substituen, seperti  –O 
H,
-NH2, -NHCH3 dan –  N(CH3)2 ke dalam molekul yang mengandung suatu gugus pembentuk
warna tertentu. Gugus yang mengubah ataupun menyumbangkan sesuatu kepada warna suatu
zat warna dirujuk sebagai auksokrom (penghasil warna pembantu). Umumnya auksokrom
mempunyai fungsi tambahan untuk membuat zat warna itu tidak luntur pada pakaian atau
 benda lain dengan cara pembentukan garam.[16]
dibuat dahulu sederetan larutan standar, diukur serapannya, kemudian tentukan
konsentrasinya dengan menggunakan cara kalibrasi. Cara yang kedua dilakukan dengan
menambahjkan sejumlah larutan contoh yang sama kedalam larutan standar .
(Hendayana, S, dkk,2001 : 12)

Instrumen pada spektrofotometri UV-Vis terdiri dari 6 komponen pokok, yaitu :


1. sumber radiasi
 Lampu deuterium (λ= 190nm-380nm, umur pemakaian 500 jam)
 Lampu tungsten, merupakan campuran dari flamen tungsten dan gas iodine. Pengukurannya
pada daerah visible 380-900nm.
 Lampu merkuri, untuk mengecek atau kalibrasi panjang gelombang pada spectra UV-VIS pada
365 nm.
2. Monokromator
 Alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan satu panjang
gelombang. Monokromator untuk UV-VIS dan IR serupa, yaitu mempunyai celah, lensa, cermin dan
prisma atau grating.

1. wadah sampel (sel atau kuvet)


Wadah sampel umumnya disebut kuvet. Berikut jenis-jenis kuvet yang bisa digunakan:
(a) Gelas
Umum digunakan (pada 340-1000 nm) Biasanya memiliki panjang 1 cm (atau 0,1, 0,2 , 0,5 , 2 atau 4
cm)
(b) Kwarsa
Mahal, range (190-1000nm) (c) Cell otomatis (flow through
cells) (d) Matched cells
(e) Polystyrene range ( 340-1000nm) throw away type (f)
Micro cells.

2. detektor
Radiasi yang melewati sampel akan ditangkap oleh detektor yang akan mengubahnya
menjadi besaran terukur. Berikut jenis-jenis detektor dalam sperktrofotometer UV-VIS.
(a) Barrier layer cell (photo cell atau photo voltaic cell)
(b) Photo tube, lebih sensitif daripada photo cell, memerlukan power suplai yang stabil dan amplifier
(c) Photo multipliers, Sangat sensitif, respons cepat digunakan pada instrumen double beam penguatan
internal
5. Recorder
Radiasi yang ditangkap detektor kemudian diubah menjadi arus listrik oleh recorder dan
terbaca dalam bentuk transmitansi.
6. Read out
(a) Null balance, menggunakan prinsip null balance potentiometer , tidak nyaman, banyak diganti dengan
pembacaan langsung dan pembacaan digital
(b) Direct readers, %T, A atau C dibaca langsung dari skala
(c) Pembacaan digital, mengubah sinyal analog ke digital dan menampilkan peraga angka Light emitting
diode (LED) sebagai A, %T atau C. Dengan pembacaan meter seperti gambar, akan lebih mudah
dibaca skala transmitannya, kemudian menentukan absorbansi dengan A = - log T.
(sumber:http://tjahkimiaunnes.blogspot.com/2010/03/instrumentasi-pada-spektrofotometer-uv.html 

Sumber radiasi untuk spektroskopi UV-Vis adalah lampu tungsten. Cahaya yang dipancarkan
sumber radiasi adalah cahaya polikromatik. Cahaya polikromatik UV akan melewati monokromator
yaitu suatu alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan satu panjang
gelombang (monokromator). Monokromator radiasi UV, sinar tampak dan infra merah adalah serupa
yaitu mempunyai celah (slit), lensa, cermin dan perisai atau grating.
Wadah sampel umumnya disebut sel/kuvet. Kuvet yang terbuat dari kuarsa baik untuk
spektrosokopi UV dan juga untuk spektroskopi sinar tampak. Kuvet plastik dapat digunakan untuk
spektroskopi sinar tampak.
Radiasi yang melewati sampel akan ditangkap oleh detektor yang berguna untuk mendeteksi
cahaya yang melewati sampel tersebut. Cahaya yang melewati detektor diubah enjadi arus listrik
yang dapat dibaca melalui recorder dalam bentuk transmitansi absorbansi atau konsentrasi.
(Hendayana, S, dkk,2001 : 67)

Reaksi reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ adalah :


2 Fe3+  + 4NH2OH + 2OH- 2Fe2+ + N2 + 4H2O
Prinsip dasar yang digunakan adalah hukum Lambert-Beer
 A=-Log T = a.b.c
Keterangan :
 A= absorbansi (A)
T = transmitan ( %T)
ε = absorbtivitas molar (L/cm.mol
b = panjang sel (cm)
c = konsentrasi zat penyerap sinar (mol/L)
Syarat hukum Lambert-Beer dapat digunakan , apabila :
1. larutan yang hendak dianalisis encer
2. sifat kimia, yaitu : zat pengabsorbsi tidak terdisosiasi, berasosiasi/ bereaksi dengan pelarut,
sehingga menghasilkan suatu produk pengabsorbsi spectra yang berbeda dari zat yang dianalisis.
3. sumber cahaya : monokromatis
4. syarat kejernihan : kekeruhan larutan yang disebabkan oleh partikel-partikel dapat menyebabkan
penyimpangan hokum lambert beer.
C. Alat Dan Bahan
1. Alat-alat yang digunakan
Spektronik -20 1 set
Labu takar 100 mL 1 buah
Labu takar 25 mL 5 buah
Gelas kimia 100 mL 1 buah
Botol semprot 250 mL 1 buah
Spatula 1 buah
Corong pendek 1 buah
Kuvet 3 buah
Batang pengaduk 1 buah

2. Bahan-bahan yang digunakan


Garam Fe(NH4OH)2SO4 0,03 gram
Hidroksilamina-HCl 5% 2,5 gram
Fenantrolin 0,1% 0,1 gram
Natrium asetat 5% 5 gram
 Aquades Secukupnya
H2SO4 5 mL

D. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Larutan Baku Fe(II) 100 ppm
Untuk membuat larutan baku diawali dengan menimbang garam Fe(NH 4OH)2SO4 sebanyak
0,03 gram, kemudian dilarutkan dalam labu takar 100mL dengan menggunakan corong pendek dan
batang pengaduk. Lalu ditambahkan 5 mL larutan asam sulfat 2M untuk menghindari terjadinya
proses hidrolisis. Selanjutnya ditambahkan aquades hingga tanda batas.

2. Pembuatan Larutan 1,10-Fenantrolin 0,1% dalam 100 mL air


Untuk membuat larutan 1,10-Fenantrolin 0,1% dalam 100 mL air dibutuhkan 0,105 gram
fenantrolin, kemudian dilarutkan dengan menambahkan aquades. Setelah larutan homogen,
dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Dikeringkan bagian atas labu takar sebelum ditanda batasi,
kemudian diaduk. Larutan siap dipakai.

3. Pembuatan larutan hidroksilamina-HCl 5% dalam 100 mL air


Ditimbang 2,5 gram kemudian larutkan dengan menggunakan aquades dimasukkan kedalam
labu takar 50 mL. Dikeringkan bagian atas labu takar sebelum ditanda batasi. Setelah ditanda batasi,
kemudian diaduk. Larutan siap dipakai.

. Pembuatan larutan hidroksilamina-HCl 5% dalam 100mL air


2,5 g hidroksilamina-HCl dilarutkan dengan aquades, lalu dimasukka dalam labu takar 50mL.
gelombang yang diberikan semakin besar pula absorbansinya, namun pada keadaan tertentu nilai
absorbansi kembali menurun dengan bertambahnya panjang gelombang. Jika dilihat dari data
percobaan, pada panjang gelombang 400 nm molekul-molekul dalam larutan standar hanya mampu
memperoleh absorbansi sebesar 0,125 atau hanya 12,5% cahaya yang diserap pada panjang
gelombang tersebut. Nilai absorbansi ini terus meningkat hingga pada panjang gelombang 520 nm
dengan absorbansi 0,453 atau 45,3 % cahaya diserap. Kemudian absorbansi kembali menurun
dengan meningkatnya panjang gelombang. Hal ini berarti pada panjang gelombang tersebut
kemampuan molekul-molekul menyerap cahaya kembali menurun. Dari hasil percobaan ini dapat
disimpulkan bahwa larutan standar tersebut menyerap cahay secara naksimal terjadi pada panjang
gelombang 520 nm.
Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi pengukuran deret standar pada panjang
gelombang maksimum 520 nm. Sesuai hukum Lambert beer, A = ε b c, dimana absorbansi
sebanding dengan konsentrasi larutan. Semakin besar konsentrasi larutan, maka absorbansi
yang diperoleh
 juga akan semakin besar. Dari data absorbansi deret standar ini dibuat kurva kalibrasi dengan
persamaan garis y = 0,207x (persamaan garis y = ax karena melalui titik (0,0)).
Selanjutnya dilakukaan pengukuran absorbansi sampel. Dari percobaan, diperoleh absorbansi
sampel yaitu 0,119. Dari data ini diketahui bahwa konsentrasi sampel sebesar 0,572 ppm dengan
persen kesalahan 43,03%. Kesalahan ini terjadi karena penambahan natrium asetat setelah orto-
fenantrolin, sehingga pembentukan kompleks tidak maksimal dikarenakan larutan tidak terjaga pH
nya. Hal ini membuat larutan tersebut bisa bersifat asam atau basa, sehingga absorbansi larutan
juga ikut terpengaruh.
Dari pengukuran deret larutan standar diperoleh data konsentrasi dan % transmitansi.
Nilai %transmitansi, kemudian dikonversikan dalam nilai absorbansi yaitu A= -log T. Dari data
tersebut dibuat kurva kalibrasi yaitu plot kedalam grafik hubungan antara konsentrasi dan
transmitansi sehingga grafik yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

Dari grafik tersebut diperoleh nilai persamaan garis y = 0.207x. Persamaan garis tersebut digunakan
untuk menghitung kadar besi dalam sample air sumur. Secara analisis kualitatif dan data yang
diperoleh, data absorbansi sample air sample dibanding dengan larutan deret standar. Jika ada salah
satu deret larutan standar mempunyai nilai absorbansi yang sama dengan nilai absorbansi sample
air sumur, maka kemungkinan konsentrasi sample tersebut mengandung kadar besi yang sama
dengan konsentrasi salah satu larutan deret standard tersebut.
Untuk memastikan hasil analisis kualitatif tersebut, maka dilakukan analisis kuantitatif, dengan
menggunakan persamaan garis y = 0.207x. Melalui perhitungan, diperoleh hasil bahwa konsentrasi
besi dalam sample air sumur yang dianalisis adalah 0,57488 ppm.
D. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sampel air sumur
yang dianalisa memiliki konsentrasi sebesar 0,57488 ppm.

Daftar pustaka
Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen.Semarang:Semarang Press.
Hendayana, Sumar (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bamdung:Jurusan Pendidikan
Kimia FPMIPA UPI.
Tim kimia analitik instrumen. (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung : Jurusan
Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Wiryawan, A, dkk. (2008). Kimia Analitik SMK E-Book . Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan.
Lampiran
1.Perhitungan
a. Pembuatan larutan baku Fe(II) 100 mL air dari garam Fe (NH  4OH)2S  O4
Diketahui:
Mm Fe = 56 g/mol
Mm (NH4)2.Fe(SO4)2.6H2O = 392 g/mol
Konsentrasi = 100 ppm
V = 100 mL = 0,1 L
Ditanya:
Massa (NH4)2.Fe(SO4)2.6H2O?
Jawab:
mg Fe = 10 mg = 0,01 g
maka garam yg ditimbang adalah:

b. Pembuatan larutan 1,10-fenantrolin 0,1% dalam 100 mL


Massa fenantrolin = 0,1 % x 100 mL = 0,1 gram

c. Pembuatan larutan hidroksilamina-HCl 5% dalam 50


mL
Massa hidroksilamin-HCl 5% = 5 % x 50 mL = 2,5 gram

d. Pembuatan larutan Natrium asetat 5%. dalam 100 mL


massa CH3COONa = 5% x 50 mL = 2,5 gram

e. Pembuatan larutan standar Fe (II) dalam 25 mL


Konsentrasi larutan baku Fe(II):
Massa (NH4)2.Fe(SO4)2.6H2O yang ditimbang sebesar 0,0706 g, sehingga konsentrasi
larutan Fe (II) menjadi

M1 = konsentrasi larutan baku Fe (II) = 10,0857 ppm


M2= konsentrasi larutan standar (1, 1,5, 2, 2,5 dan 3, ppm)
V1= volume larutan baku Fe (II)
V2= volume larutan standar Fe(II) =25 mL
Untuk menentukan V1 yang akan digunakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus
pengenceran, yaitu :
M1 x V1 = M2 x V2, maka V1 =( M2 x V2)/M1

 V1 untuk larutan M2= 1,00857 ppm


V1 =( M2 x V2)/M1 , maka V1= (1 ppm x 25 mL) / 10,0857 ppm
V1 = 2,5 mL

 V1 untuk larutan M2= 1,512855 ppm


V1 =( M2 x V2)/M1 , maka V1= (1,5 ppm x 25 mL) / 10,0857 ppm
V1 = 3,75 mL

 V1 untuk larutan M2= 2,10714 ppm


V1 =( M2 x V2)/M1 , maka V1= (2 ppm x 25 mL) / 10,0857 ppm
spektrofotometri visibel perlu dibuat larutan standar. Tujuannya adalah untuk membuat kurva
kalibrasi yang nantinya akan digunakan untuk menghitung kadar besi dalam sampel air.

Pada percobaan, mula-mula diukur absoransi larutan standar (FeCl 3) dengan panjang
gelombang sebesar 495 nm. Larutan standar tersebut dimasukkan dalam lima tabung berbeda
dengan konsentrasi yang berbeda pula, yakni pada konsentrasi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, dan
5 ppm. Setelah absorbansi pada kelima larutan standar tersebut, dapat dilihat bahwa semakin
besar konsentrasi larutan standar, maka semakin besar pula absorbansinya.

Selanjutnya, dilakukan pengukuran absorbansi sampel air dengan panjang gelombang sebesar
495 nm. Pada percobaan yang telah dilakukan, diambil tiga sampel air berbeda dengan masing-
masing sampel sebanyak 25ml, yakni air sungai, air PAM, dan air selokan. Setelah dilakukan
pengukuran, diperoleh data bahwa air sungai memiliki nilai absorbansi sebesar -0,026, air
PAM memiliki nilai absorbansi sebesar -0,042, sedangkan air selokan memiliki nilai
absorbansi sebesar 0,584. Dari data tersebut dibuat kurva kalibrasi yaitu plot kedalam grafik
hubungan antara konsentrasi dan transmitansi sehingga grafik yang dihasilkan adalah
sebagai berikut :

Dari grafik tersebut diperoleh nilai persamaan garis y = 0,094x + 0,125. Persamaan garis
tersebut digunakan untuk menghitung kadar besi dalam sample air sumur. Dari persamaan agris
tersebut y menyatakan absorbansi sampel, sedangkan x menyatakan kadar Fe yang
dikandungnya. Melalui perhitungan diperoleh data kandungan besi pada ketiga sampel air yang
telah diuji.

G. Kesimpulan

Melalui percobaan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa sampel air
sungai memiliki kadar besi sebesar -1,606. Sampel air PAM memiliki kadar besi sebesar -0,776.
Sedangkan sampel air selokan, memiliki kadar besi sebesar 4,883.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Penuntun Praktikum Kimia Analitik  . Universitas Haluoleo. Kendari.

Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar  . PT Gramedia. Jakarta.

Kartasasmita, E., Tuslinah, L., Fawaz, M. 2009. ‘Penentuan Kadar Besi(II) dalam Sediaan Tablet Besi(II)
Sulfat Menggunakan Metode Orto-Fenantrolin’.Jurnal Kesehatan Vol (1) No.1. Hal:69-78.
Jurusan Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada. Tasikmalaya.

Khopkar, S.M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.

Trianjaya, Zunaidi. 2009. ‘Penentuan Kadar Besi pada Soft Water secara Spektrofotometri di PT.
Cocacola Bottling di Indonesia’. Karya Ilmiah. Universitas Sumatera Utara. Medan.

http://astridlifiany.blogspot.com/2013/03/laporan-penentuan-kadar-besi-secara_28.html

Anda mungkin juga menyukai