Disusun oleh:
Kelompok II
Nama :
1. Bowo Winarto
2. Cici Deviyani
3. Deny Anjarwati
4. Dian Ika Muliawati
5. Djunaira Andina Ishak
6. Eko Budiantoro
7. Fajar Surismanto
8. Wiwin Wulandari
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas penyertaan
dan tuntunanNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul “JUVENILE
DIABETES” dapat terselesaikan seperti yang kami harapkan.
Mungkin dalam menyusun makalah ini kami belum menyusunya secara terstruktur
atau tersusun dengan baik, karena kami sadar kami manusia yang mempunyai keterbatasan
dan kekurangan, untuk itu kami mengharapkan kritikan maupun saran yang membangun dari
dosen mata kuliah untuk melengkapi makalah ini.
Akhir dari kata ini saya dari penyaji mengucapkan terima kasih
Penulis
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia
kronik.Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya
adalah gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon insulin
atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup
pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan
perubahan dalam masyarakat, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, pola hidup,
perilaku, dan sebagainya. Namun, perubahan-perubahan ini juga tak luput dari efek
negatif. Salah satu efek negatif yang timbul dari perubahan gaya hidup masyakarat
modern di Indonesia antara lain adalah semakin meningkatnya angka kejadian
Diabetes Mellitus(DM) yang lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai kencing
manis.
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik.Oleh karena
itu, onset Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan peranan penting
dalam kehidupan penderita. Setelah melakukan pendataan pasien di seluruh Indonesia
selama 2 tahun, Unit Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI) mendapatkan 674 data penyandang Diabetes Mellitustipe 1 di
Indonesia. Data ini diperoleh melalui kerjasama berbagai pihak di seluruh Indonesia
mulai dari para dokter anak, endokrinolog anak, spesialis penyakit dalam, perawat
edukator Diabetes Mellitus, data Ikatan Keluarga Penyandang Diabetes MellitusAnak
dan Remaja (IKADAR), penelusuran dari catatan medis pasien, dan juga kerjasama
dengan perawat edukator National University HospitalSingapura untuk memperoleh
data penyandang Diabetes Mellitusanak Indonesia yang menjalani pengobatannya di
Singapura.Data lain dari sebuah penelitian unit kerja koordinasi endokrinologi anak di
seluruhwilayah Indonesia pada awal Maret tahun 2012 menunjukkan jumlah penderita
Diabetes Mellitususia anak-anak juga usia remaja dibawah 20 tahun terdata sebanyak
731 anak. Ilmu Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)
melansir, jumlah anak yang terkena Diabetes Mellituscenderung naik dalam beberapa
tahun terakhir ini. Tahun 2011 tercatat 65 anak menderita Diabetes Mellitus, naik
40% dibandingkan tahun 2009. Tiga puluh duaanak diantaranya terkena Diabetes
Mellitus tipe 2 (Pulungan, 2010)
Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus yang cukup signifikan di
Indonesia ini perlu mendapatkan perhatian seiring dengan meningkatnya risiko anak
terkena Diabetes Mellitus.Deteksi dini pada Diabetes Mellitus merupakan hal penting
yang harus dilakukan untuk menghindari kesalahan atau keterlambatan diagnosis
yang dapat mengakibatkan kematian.Diabetes Mellitus tipe 1 yang menyerang anak-
anak sering tidak terdiagnosis oleh dokter karena gejala awalnya yang tidak begitu
jelas dan pada akhirnya sampai pada gejala lanjut dan traumatis seperti mual, muntah,
nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma. Dengan deteksi dini, pengobatan dapat
dilakukan sesegera mungkin terhadap penyandang Diabetes Mellitus sehingga dapat
menurunkan risiko kecacatan dan kematian (Pulungan, 2010)
International Society of Pediatric and Adolescence Diabetesdan WHO
merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1).DM tipe 1 terjadi
disebabkan oleh karena kerusakan sel β-pankreas. Kerusakan yang terjadi dapat
disebabkan oleh proses autoimun maupun idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin
berkurang atau terhenti.Sedangkan DM tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin.Pada
DM tipe 2 produksi insulin dalam jumlah normal atau bahkan meningkat.DM tipe 2
biasanya dikaitkan dengan sindrom resistensi insulin lainnya seperti
obesitas,hiperlipidemia, kantosis nigrikans, hipertensi ataupun hiperandrogenisme
ovarium (Rustama DS, dkk. 2010).
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009).
1. DM Tipe-1 (destruksi sel-β)
a. Immune mediated
b. Idiopatik
2. DM tipe-2
3. DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Kelainan eksokrin pankreas
Pankreatitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasia; Kistik fibrosis;
Haemokhromatosis; Fibrokalkulus pankreatopati; dll.
d. Gangguan endokrin
Akromegali; Sindrom Cushing; Glukagonoma; Feokromositoma;
Hipertiroidisme; Somatostatinoma; Aldosteronoma; dll.
e. Terinduksi obat dan kimia
Vakor; Pentamidin; Asam Nikotinik; Glukokortikoid; Hormon tiroid;
Diazoxid; Agonis -adrenergik; Tiazid; Dilantin; -interferon; dll.
4. Diabetes mellitus kehamilan
Sumber: ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm,
lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90
gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada
lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian
badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan
bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan
embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel
yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi
insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di
seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans
berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 –
225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang menjadi
faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan
banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beta sering ada tetapi
berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan
untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia.
Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B.
Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida.
Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat
larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia
harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Sekresi insulin umumnya dipacu oleh asupan glukosa dan disfosforisasi dalam sel beta
pankreas.Karena insulin adalah protein, degradasi pada saluran cerna jika diberikan
peroral.Karena itu perparat insulin umumnya diberikan secara suntikan subkutan.Gejala
hipoglikemia merupakan reaksi samping insulin yang paling serius dan umum dari kelebihan
dosis insulin, reaksi samping lainnya berupa lipodistropi dan reaksi alergi. Manfaat insulin :
Menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan
Menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif
Menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian
glikogen
Menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran
berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek
umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas
100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau
rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon
gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme
utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke
jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak. ( Brunner and Suddarth, 2002 )
C. KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS
Berdasarkan Perkeni (2006) diabetes, diklasifikasikan menjadi:
a. Diabetes Mellitus Tipe-1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut,
yangdisebabkan oleh: autoimun dan idiopatik
b. Diabetes Mellitus Tipe-2
Penderita diabetes mellitus tipe-2 memiliki satu atau lebih keabnormalan di
bawah ini, antara lain:
Defisiensi insulin relatif: insulinyang disekresi oleh sel-β pankreas untuk
memetabolisme tidak mencukupi (Kumar et al, 2005).
Resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif (Perkeni, 2006).
c. DM Gestational (Gestational Diabetes Mellitus - GDM)Kehamilan normal yang
disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu hamil gagal mempertahankan
euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan, dan
glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia,
ikterus, polisitemia, dan makrosomia.Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM
mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan
makrosomia.Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat
risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.
d. Diabetes Melitus tipe lain :
1) Defek genetik fungsi sel beta :
Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.
DNA mitokondria
2) Defek genetik kerja insulin
3) Penyakit endokrin pankreas :
pankreatitis
tumor pankreas /pankreatektomi
pankreatopati fibrokalkulus
4) Endokrinopati :
akromegali
sindrom Cushing
feokromositoma
hipertiroidisme
5) Karena obat/zat kimia :
vacor, pentamidin, asam nikotinat
glukokortikoid, hormon tiroid
tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain
6) Infeksi :
Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)
7) Sebab imunologi yang jarang :
antibodi anti insulin
8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM :
sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom Turner, dan lain-lain.
D. ETIOLOGI
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe-
1.Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik/keturunan.
Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik.
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu
autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan sering kencing terutama
malam hari, banyak makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu
kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar,
gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada
ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg.Kadang-kadang ada pasien yang sama
sekali tidak merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui adanya diabetes karena
pada saat periksa kesehatan diemukan kadar glukosa darahnya tinggi.
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang
mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak
kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien
banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh
darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak
dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan
memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot
dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak
jauh berbeda.
a. Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e. Elektrolit :
· Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
· Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun.
· Fosfor : lebih sering menurun
f. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama
hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA
dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden
( mis, ISK baru)
g. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan
fungsi ginjal)
j. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten
insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody ( auto
antibody )
l. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
n. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan gejala
(polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah abnormal satu kali
sudah dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa gejala, maka
diperlukan paling tidak 2 kali pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang
berbeda (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines
2009).
Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah:
1. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau
2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau
3. Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl.
Untuk menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang, yaitu C-peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini merupakan salah satu
penanda banyaknya sel β-pankreas yang masih berfungsi. Pemeriksaan lain
adalah adanya autoantibodi, yaitu Islet cell autoantibodies (ICA), Glutamic acid
decarboxylase autoantibodies (65K GAD), IA2 (dikenal sebagai ICA 512 atau
tyrosine posphatase) autoantibodiesdan Insulin autoantibodies (IAA). Adanya
autoantibodi mengkonfirmasi DM tipe 1 karena proses autoimun. Sayangnya
pemeriksaan autoantibodi ini relatif mahal (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
Reaksi Autoimun
Definisi insulin
fleksibilitas
darah merah Intake tidak Resiko nutrisi
adekuat kurang
pelepasan O2
Poliuria deficit volume cairan
hipoksia perifer
Perfusi jaringan
Perifer tidak efektif
Nyeri
H. PENATALAKSANAAN
a. Terapi farmakologi
1) InsulinInsulin tergolong hormon polipeptida yang awalnya diekstraksi dari pankreas
babi maupun sapi, tetapi kini telah dapat disintesis dengan teknologi rekombinan
DNA menggunakan E. Coli. Hormon ini dimetabolisme terutama di hati, ginjal, dan
otot (DEPKES RI, 2000).
2) Obat hipoglikemia oral (OHO) Secara umum DM dapat diatasi dengan obat-obat
antidiabetes yang secara medis disebut obat hipoglikemia oral (OHO). Obat ini tidak
boleh sembarangan dikonsumsi karena dikhawatirkan penderita menjadi
hipoglikemia. Pasien yang mungkin berespon terhadap obat hipoglikemik oral adalah
mereka yang diabetesnya berkembang kurang dari 5 tahun. Pasien yang sudah lama
menderita diabetes mungkin memerlukan suatu kombinasi obat hipoglikemik dan
insulin untuk mengontrol hiperglikemiknya. Obat-obat hipoglikemik oral dibagi atas 5
golongan:
Golongan sulfonilurea
Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari pulau Langerhans, sehingga sekresi insulin
ditingkatkan. Di samping itu kepekaan selsel beta bagi kadar glukosa darah juga diperbesar
melalui pengaruhnya atas protein transpor glukosa. Obat ini hanya efektif pada penderita
diabetes mellitus tipe II yang tidak begitu berat, yang sel-sel betanya masih bekerja cukup
baik. Ada indikasi bahwa obat-obat ini juga memperbaiki kepekaan organ tujuan bagi insulin
dan menurunkan absorbsi insulin oleh hati
Golongan Biguanide
Metformin adalah satu-satunya golongan biguanid yang tersedia, bekerja menghambat
glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan. Obat ini hanya efektif
bila terdapat insulin endogen. Kelebihan dari golongan biguanid adalah tidak menaikkan
berat badan, dapat menurunkan kadar insulin plasma, dan tidak menimbulkan masalah
hipoglikemia (DEPKES RI, 2000).
Golongan penghambat alfa glukosida
Obat ini merupakan obat oral yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600 mg/ hari yang
menghambat alfa-glukosidase, suatu enzim pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti
sukrosedan karbohidrat kompleks. Obat ini efektif pada pasien dengan diet tinggi karbohidrat
dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl. Akarbose bekerja menghambat alfa-
glukosidase sehingga memperlambat dan menghambat penyerapan karbohidrat (DEPKES RI,
2000).
Thiazolidindion
Thiazolidindion merupakan obat baru yang efek farmakologinya dan berupa penurunan kadar
glukosa darah dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan insulin dari otot, jaringan
lemak, dan hati. Zat ini tidak mendorong pankreas untuk meningkatkan pelepasan insulin
seperti pada sulfonilurea
Meglitinida
Kelompok obat terbaru ini bekerja menurunkan suatu mekanisme khusus, yaitu mencetuskan
pelepasan insulin dari pankreas segera sesudah makan. Meglitinida harus diminum cepat
sebelum makan, dan karena reabsorpsinya cepat maka mencapai kadar puncak dalam satu
jam. Insulin yang dilepaskan menurunkan glukosa darah secukupnya. Ekskresinya juga cepat,
dalam 1 jamsudah dikeluarkan tubuh
b. Terapi Non-Farmakologi
1) Pencegahan komplikasi
2) Berhenti merokok
3) Mengoptimalkan kadar kolesterol
4) Menjaga berat tubuh yang stabil
5) Mengontrol tekanan darah tinggi
6) Olahraga teratur dapat bermanfaat :
Mengendalikan kadar glukosa darah
Menurunkan kelebihan berat badan (mencegah kegemukan)
Membantu mengurangi stres
Memperkuat otot dan jantung
Meningkatkan kadar kolesterol ‘baik’ (HDL)
Membantu menurunkan tekanan darah
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes (Brunner and Suddarth, 2002) :
1) Diet
Prinsip penatalaksanaan diet pada diabetes mellitus adalah:
Jumlah kalori sesuai kebutuhan
Cara menentukan kebutuhan kalori:
Kurus : BBx 40-60 kal/ hari
Normal : BBx 30 kal/ hari
Gemuk : BBx 20 kal/ hari
Obesitas : BBx 10-15 kal/ hari
Jadwal makan (6 kali) makan pagi- selingan pagi- makan siang- selingan sore- makan
malam- menjelang tidur. Jenis makanan, karbohidrat 60- 70% kebutuhan kalori, protein 10-
15%, lemak 20- 25%, dan unsure kelumit atau vitamin sesuai kebutuhan.
2) Latihan
3) Pemantauan
4) Terapi (jika diperlukan)
5) Pendidikan
Tujuannya untuk mendidik pengidap/ keluarganya mengenai pengetahuan dan ketrampilan
praktis diabetes mellitus sehingga ketaatan dan peran sertanya meningkat, dan memiliki gaya
hidup yang baik
I. KOMPLIKASI
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan yang
terkontrol. Tanpa didukung oleh pengelolaan yang tepat, diabetes dapat menyebabkan
beberapa komplikasi (IDF, 2007). Komplikasi yang disebabkandapat berupa:
a. Komplikasi Akut
1) Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai <60 mg/dL.
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa
lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma)
(PERKENI, 2006).
2) Ketoasidosis diabetik
Keadaan ini berhubungan dengan defisiensi insulin, jumlah insulin yangterbatas dalam tubuh
menyebabkan glukosa tidak dapat digunakan sebagaisumber energi, sehingga tubuh
melakukan penyeimbangan dengan;. memetabolisme lemak. Hasil dari metabolisme ini
adalah asam lemak bebasdan senyawa keton. Akumulasi keton dalam tubuh inilah yang
menyebabkanterjadinya asidosis atau ketoasidosis (Gale, 2004).Gejala klinisnya dapat berupa
kesadaran menurun, nafas cepat dan dalam(kussmaul) serta tanda-tanda dehidrasi. Selain itu,
sesorang dikatakanmengalami ketoasidosis diabetik jika hasil pemeriksaan laboratoriumnya:
Hiperglikemia (glukosa darah >250 mg/dL)
Na serum <140 meq/L
Asidosis metabolik (pH <7,3; bikarbonat <15 meq/L)
Ketosis (ketonemia dan atau ketonuria
3) Hiperosmolar non ketotik
Riwayat penyakitnya sama dengan ketoasidosis diabetik, biasanya berusia > 40 tahun.
Terdapat hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang tinggi >320.
b. Komplikasi Kronis (Menahun)
1) Makroangiopati: pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak
2) Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik) dan Pembuluh
darah kapiler ginjal (nefropati diabetik)
3) Neuropatid : suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di mana serat-serat saraf
menjadi rusak sebagai akibat dari cedera atau penyakit
4) Komplikasi dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi, contohnya tuberkolusis paru,
infeksi saluran kemih,infeksi kulit dan infeksi kaki. dan disfungsi ereksi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum pasien, tanda-tanda
vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
a.Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa
medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis
kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat
keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Ds yg mungkin timbul :
Klien mengeluh sering kesemutan.
Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari
Klien mengeluh sering merasa haus
Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)
Klien mengeluh merasa lemah
Klien mengeluh pandangannya kabur
Do :
Klien tampak lemas.
Terjadi penurunan berat badan
Tonus otot menurun
Terjadi atropi otot
Kulit dan membrane mukosa tampak kering
Tampak adanya luka ganggren
Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
c. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS
dan respon verbal klien.
d.Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan
kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki TD yang meningkat/
tinggi/ hipertensi.
Pulse rate
Respiratory rate
Suhu
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :
Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi otot,
adanya luka ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya retinopati,
kekaburan pandangan.
Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru.
Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah.
f. Pemeriksaan penunjang
Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
.- Elektrolit :
Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun
Fosfor : lebih sering menurun
- Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan
karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat
versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
- Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
(asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
- Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
- Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal)
- Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis
akut sebagai penyebab dari DKA.
- Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/
gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody .( autoantibody)
- Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
- Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
- Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.
g. Riwayat Kesehatan
· Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
· Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin
jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
Hal – hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus :
1. Aktivitas/ Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus
padA kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
3. Integritas Ego
Stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1 meliputi:
1. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan Volume Cairan Secara
Aktif
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi (defisiensi insulin)
ditandai dengan lemas, berat badan pasien menurun walaupun intake makanan
adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah, GDS
>200 mg/dl
3. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan Perubahan Sirkulasi, Kurang
Pengetahuan, Faktor Mekanik (tekanan, benturan, gesekan)
4. Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan Asupan
Makanan, Ketidakadekuatan Monitor Glukosa Darah, Kurangan Ketaatan Dalam
Manajemen Diabetes
3. RENCANA INTERVENSI
1. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan Volume Cairan Secara
Aktif
NOC :
a) Keseimbangan cairan
Defenisi : keseimbangan cairan di intraselluler dan ekstraselluler di dalam tubuh
Indikator :
· Tekanan darah dalam batas normal
· Keseimbangan intake dan output selama 24 jam
· Turgor kulit baik
· Membran mukosa lembab
· Hematokrit dalam batas normal
b) Hidrasi
Definisi : kecukupan cairan di intraselluler dan ekstraselluler di dalam tubuh
Indikator :
· Turgor kulit baik
· Membran mukosa lembab
· Intake cairan dalam batas normal
· Pengeluaran Urin dalam batas normal
NIC :
1) Manajemen Cairan
Aktivitas :
· Mempertahankan keakuratan catatan intake dan output
· Memonitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi, tekanan darah ortostatik ),
jika diperlukan
· Memonitor vital sign
· Memonitor hasil labor yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Ht, osmolalitas urin)
· Memonitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian
· Berkolaborasi untuk pemberian cairan IV
2) Monitor Cairan
Aktivitas :
· Menentukan faktor resiko dari ketidakseimbangan cairan (polyuria, muntah, hipertermi)
· Memonitor intake dan output
· Memonitor serum dan jumlah elektrolit dalam urin
· Memonitor serum albumin dan jumlah protein total
· Memonitor serum dan osmolaritas urin
· Mempertahankan keakuratan catatan intake dan output
· Memonitor warna, jumlah dan berat jenis urin.
3) Terapi Intravena
Aktivitas :
· Periksa tipe, jumlah, expire date, karakter dari cairan dan kerusakan botol
· Tentukan dan persiapkan pompa infuse IV
· Hubungkan botol dengan selang yang tepat
· Atur cairan IV sesuai suhu ruangan
· Kenali apakah pasien sedang penjalani pengobatan lain yang bertentangan dengan
pengobatan ini
· Atur pemberian IV, sesuai resep, dan pantau hasilnya
· Pantau jumlah tetes IV dan tempat infus intravena
· Pantau terjadinya kelebihan cairan dan reaksi yang timbul
· Pantau kepatenan IV sebelum pemberian medikasi intravena
· Ganti kanula IV, apparatus, dan infusate setiap 48 jam, tergantung pada protocol
· Perhatikan adanya kemacetan aliran
· Periksa IV secara teratur
· Pantau tanda-tanda vital
· Batas kalium intravena adalah 20 meq per jam atau 200 meq per 24 jam
· Catat intake dan output
· Pantau tanda dan gejala yang berhubungan dengan infusion phlebitis dan infeksi lokal
Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010).Diabetes in children and adolescents, basic
training manual for healthcare professionals in developing countries, 1sted. Argentina:
ISPAD, h 20-21.
Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam: Moshang T Jr.
Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18.
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N (2010).Diabetes
Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B. Pulungan, editor.
Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h 124-161.
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf (Diakses pada tanggal 1
Maret 2015)