Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY.

DI RUANG PERAWATAN ST. BERNADETH II

DISUSUN OLEH :

OFRIANTI OKTAVIA EMBA

C1914201041

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAAN STELLA MARIS

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020-2021

MAKASSAR
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kolelitiasis saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat karena frekuensi
kejadinnya tinggi yang menyebabkan beban finansial maupun beban sosial bagi
masyarakat. Sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di Negara Barat. Angka
kejadian lebih dari 20% populasi dan insiden meningkat dengan bertambahnya usia.
Cholelitiasis sangat banyak ditemukan pada populasi umum dan laporan menunjukkan
bahwa dari 11.840 yang dilakukan otopsi ditemukan 13,1% adalah pria dan 33,7% adalah
wanita yang menderita batu empedu. Di Negara barat penderita Cholelitiasis banyak
ditemukan pada usia 30 tahun, tetapi rata-rata usia tersering adalah 40-50 tahun dan
meningkat saat usia 60 tahun seiring bertambahnya usia, dari 20 juta orang di Negara
barat 20% perempuan dan 8% laki-laki menderita cholelitiasis dengan usia lebih dari 40
tahun (Cahyono, 2014). Sekitar 12% dari total penduduk dewasa di Negara barat
menderita Cholelitiasis, disetiap tahunnya ditemukan pasien cholelitiasis sekitar 1 juta
jiwa dan 500.000 jiwa menjalani operasi pengangkatan batu empedu (choleisistektomi
atau laparoscopy chole). Cholelitiasis merupakan penyakit penting dinegara barat.
(Sudoyo,2006)
Cholelitiasis merupakan kondisi yang paing banyak ditemukan. Kondisi ini
meyebabkan 90% penyakit empedu, dan merupakan penyebab nomor lima perawatan di
rumah sakit pada usia muda. Cholelitiasis biasanya timbul pada orang dewasa, antara usia
20-50 tahun dan sekitar 20% dialami oleh pasien yang berumr diatas 40 tahun. Wanita
berusia muda memiliki resiko 2-6 kali lebih besar mengalami cholelitiasis. Cholelitiasis
mengalami peningkatan seiring meningkatnya usis seseorang. Sedanngkan kejiadn
cholelitiasis di Negara Asia 3%-15% lebih rendah dibandingkan Negara barat. Di
Indonesia, cholelitiasis kurang mendapat perhatian karena sering sekali asimtomatik
sehingga sulit dideteksi atau sering terjadi kesalahan diagnosis.
Kolelitiasis adalah material atau Kristal yang terbentuk di dalam kandung
empedu. Keluhan klinis yang sering ditemukan adalah nyeri pada perut kanan atas, nyeri
epigastrium, demam, ikterus, mual, muntah. Solusi masalah pada pasien dengan
kolelitiasis adalah perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat memberikan
informasi tentang bagaimana tanda gejala, cara pencegahan, cara pengobatan dan
penanganan pasien dengan Kolelitiasis sehingga keluarga juga dapat berperan aktif dalam
pemeliharaan kesehatan baik individu itu sendiri maupun orang lain disekitarnya.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1. Bagaimana konsep penyakit Kolelitiasis?
2. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan Kolelitiasis ?

C. TUJUAN
1) Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif
meliputi aspek bio-psiko-sosial spiritual dengan pendekatan proses keperawtan pada
klien dengan Kolelitiasis.

2) Tujuan Khusus
a. Dapat melaksanakan pengkajian status kesehatan fisik, psikologis, social, kultural
dan spiritual pada klien dengan Kolelitiasis.
b. Dapat menegakan diagnosa keperawatan sesuai dengan permasalahan yang
ditentukan.
c. Membuat rencana asuhan keperawatan pada klien dengan kasus Kolelitiasis.
d. Dapat membuat dokumentasi asuhan keperawatan pada klien Kolelitiasis.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP KEBUTUHAN
1. DEFINISI
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan didalam kandung
empedu atau didalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu
empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk didalam kandung empedu (Lesmana,
2013)
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam
kandung empedu. (Gladen,2009)
Kolelitiasis adalah terdapatnya batu dalam kandung empedu atau saluran empedu.
Kolelitiasis adalah inflamsi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungan dengan batu kandung empedu yang tersangkut pada duktus kistik dan
menyebabkan distensi kandung empedu. (Margareth, 2012)

B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi

a. Anatomi kandung empedu


Bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya sekitar 10
cm, terletak dalam suatu fossa yang menegaskan batas anatomi antara lobus
hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk
bulat lonjong seperti bahan advokat tepat dibawah lobus hati kanan. Kandung
empedu mempunyai fundus, korpus dan kolum. Fundus bentuknya bulat,
ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang diatas tepi hati.
Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kalum adalah
bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan
daerah duktus sistika.
Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk
dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus
hepatikus kanan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus
komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk
duktus koledokus.
b. Fisiologi kandung empedu
Fungsi kandung empedu yaitu:
1. Tempat penyimpanan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu
yang ada didalamnya dengan cara mengabsorbsi air dan elektrolit. Cairan
empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
2. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak
dan vitamin yang larut dalam lemak, sehinga membantu peyerapannya
dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah di
labah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke
dalam empedu.
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu, diluar waktu
makan, empedu disimpang sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati
tidak dapat segra masuk ke duodenum, akan tetapi setelah mlewati duktus
hepatikus, empedu masuk ke dalam duktus sistikus dank e kandung empedu.
Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi
air dari garam organik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira 5x
lebih pekat dibandingkan empedu hati.
Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan
diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. Pengaliran cairan
empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu leh hati, kontraksi kandung
empedu dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang
diproduksi akan dialirkan ke dalam kandung empedu, setelah makan kandung
empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum.
Empedu mempunyai fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan
lemak, berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan
kolesterol, lemak dan vitamin yang dapat larut dalam lemak untuk membantu
proses penyerapan. Garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar
untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu)
dibuang kedalam empedu sebagai dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari
tubuh.

C. KLASIFIKASI
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu
digolongkan atas 3 golongan:
a. Bau kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung >50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan
3 faktor utama:
1) Supersaturasi kolesterol
2) Hipomotilitas kandung empedu
3) Nukleasi/pembentukan nidus tepat
b. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenisa batu empedu yang
mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
1) Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium. Bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen
coklat terbentuk akibat adanya faktor statis dan infeksi saluran empedu
statis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter oddi, striktur,
operasi bilier, dan infeksi parasit.
2) Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau kecoklatan, tidak terbentuk, seperti bubuk dan
kaya akan zat sisa hitam yang tak terdeteksi. Batu pigmen hitam adalah
tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik
atau sirosis hepatis.
Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivate polymeriezed
bilirubin. Patogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu
pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang
steril.
3) Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol (Soderman, 2005)

D. ETIOLOGI
Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan batu empedu, diantaranya:
a. Ekskresi garam empedu
Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi berbagai garam empedu atau
fosfolipid dalam empedu. Garam empedu dihidroksi atau dihydroxy bile acid
adalah kurang polar dari garam terhidroksi. Jadi dengan bertambahnya kadar
asam empedu dihidroksi mungkin menyebabkan terbentuknyabatu empedu.
b. Kolesterol empedu
Kenaikan kolesterol empedu dapat dijumpai pada orang gemuk dan diet kaya
lemak.
c. Substansia mukus
Perubahan dalam banyak dan komposis substansis mukus dalam empedu
mungkin penting dalam pembentukan batu empedu.
d. Pigmen empedu
Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin disebabkan karena
bertambahnya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat terjadi karena
homolisis yang kronis. Ekskresi bilirubin adalah berupa larutan bilirubin
glukorunid.
e. Infeksi
Adanya infeksi menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga
menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan pembentukan
batu.
- Faktor predisposisi:
1) Usia (>40 tahun)
2) Jenis kelamin (perempuan)
- Faktor presipitasi:
1) Obat kontrasepsi
2) Makanan
3) Obesitas
4) Hemolisis
5) Infeksi percabangan bilier

E. PATOFISIOLOGI
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelihan
kolesterol dari tubuh, baik sebegai kolesterol bebas maupu sebegai garam empedu.
Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80% kolesterol yang disintesis
dalam hati diubah menjadi garam empedu, sebaliknya kemudian disekresikan kembali
ke dalam empedu, sisanya diangkut didalam lipoprotein, dibawah oleh darah ke
semua sel jaringan tubuh.
Kolesterol bersifat tidak larut air dan menjadi larut air melalui agregasi garam
empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama kedalam empedu. Jika
konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi),
kolesterol tidak lagi berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi
kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan
menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat
jenuh dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori
dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan
penumpukan didalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk
menghasilkan cairan empedu. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam
kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya.
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di
saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin
kalsium. Bilirubin adalah salah satu produk penguraian sel darah merah.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk
didalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asal empedu, lesitin dan fosfolipid
membantu dalam menjaga stabilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi
oleh substani berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan terkristalisasi dan
membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam kandung
empedu, kemudian lama-kelamaan kristal tersebut bertambah ukuran, beragregasi,
melebar, dan membentuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliary statis, dan
kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu kandung empedu
(Price,2016).

F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik pada pasien Kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang mengalami
gejala asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien kolelitiasis dapat mengalami dua
jenis gejala: gejela yang disebabkan oleh penyakit kandung empedu itu sendiri dan
gejala yang terjadi akibat obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh batu empedu.
Gejalanya bisa bersifat kronik atau akut. Gangguan epigastrium seperti rasa penuh,
distensi abdomen, dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen dapat
terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila individu mengkonsumsi makanan yang
berlemak atau yang digoreng.
Gejala yang mungkin timbul adalah nyeri dan kolik bilier, ikterus, perubahan
warna urin dan feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien yang mengalami nyeri dan
kolik bilier disebabkan karena adanya obstruksi pada duktus sistikus yang tersumbat
oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan menimbulkan infeksi. Kolik bilier
tersebut disertai nyeri hebat pada abdomen kanan atas, pasien akanmengalami mual
dan muntah dalam beberapa jam sesudah mengonsumsi makanan dalam porsi besar.
Gejala kedua yang dijumpai pada psien kolelitiasis adalah ikterus yang biasanya
terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Salah satu gejala khas dari obstruksi
pengaliran getah empedu ke dalam duodenum, yaitu penyerapan empedu oleh darah
yang membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning sehingga terasa gatal-
gatal di kulit. Gejala selanjutnya terlihat dari warna urin yang berwarna sangat gelap
dan feses yang tampak kelabu dan pekat. Kemudian gejala terakhir adalah terjadinya
defisiensi vitamin atau terganggunya proses penyerapan vitamin A, D, E dan K
karena obstruksi aliran empedu, contohnya defisiensi vitamin K dapat menghambat
proses pembentukan darah yang normal.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi untuk kolelitiasis adalah:
a. Kolestitis
Kolestitis adalah peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu
tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung
empedu.
b. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi
yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran menjadi
terhalang oleh sebuah batu empedu.
c. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung
empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang
berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus
sistikus sehingga tidak dapat lagi diisi empedu pada kandung empedu yang
normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.
d. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik biasanya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Kadar bilirubin serum yang tinggi
mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar serum alkali
fosfatase dan mungkin juga amilase serum biasanya meningkat sedang setiap
kali terjadi serangan akut.
b. Pemeriksaan radiologi
1. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang
khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang
mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan
foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang mebesar
atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lemak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus
besar, di fleksura hepatika.
2. Ultrasonografi (USG)
USG mempunyai kadar spesifitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendekteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intra-
hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang
menebal karena fibrosis atau udara yang diakibatkan oleh peradangan
maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan
USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang
ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
3. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontraks cukup
baik karena relatif murah, sederhana dan cukup akurat untuk melihat batu
rasiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesitografi
oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, untah, kadar bilirubin serum
diatas 2 mg/dl, obstruksi pylorus dan hepatitis, karena pada keadaan
tersebut kontraks tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi
oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
I. PENATALAKSANAA N
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang
hilang bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi
makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaan antara lain:
a. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan strandar terbaik untuk penanganan pasien
kolelitiasis simptomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang terjadi
adalah cedera dekubitus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Indikasi yang
paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.
b. Kolesistektomi laparoskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simptomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Secara teoritis ini keuntungan tindakan ini dibandingkan
prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di RS dan biaya
yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan
perbaikan kosinetik
c. Disolusi medis
Masalah yang umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan
adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat
disolusi hanya memrlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol.
Penelitian prospektis acak dari xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa
disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini
dihentikan, kekambuhan baru terjadi pada 50% pasien.
d. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten
(metal-ter-butil-eter(MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui katete yang
diletakkan perkutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada
pasien tertentu.
e. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anastesi local bahkan
disamping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang
bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis,

J. DISCHARGE PLANNING
a. Menganjurkan pasien untuk tidak beraktivitas yang berat-berat, seperti
mengangkat beban/benda yang terlalu berat, dan olahraga seperti jogging,
push up, atau mengangkat bulble dengan beban berat.
b. Menganjurkan pasien untuk tetap menjaga pola gizi, mengurangi makanan
berlemak/bersantan, perbanyak makan berserat atau sayuran.
c. Rutin minum obat sesuai dosis yang sudah dijelaskan oleh dokter atau
perawat.
d. Menjaga kebersihan badan khususnya kebersihan tangan sebelum kontak
dengan area yang terkena luka post operasi. Pastikan luka post operasi tidak
basah/tidak terkena air. Segera kontrol jika terjadi gejala infeksi, seperti:
panas, kemerahan dibagian luka, atau keluar cairan seperti nanah atau darah
dibagian luka post operasi tersebut.
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien kurang mengetahui tentang penyakit yang dideritanya dan kurang
mendapat informasi mengenai penyakitnya.
b. Pola nutrisi dan metabolik
DS:
- Pasien mengatakan tidak nafsu makan
- Pasien mengatakan biasanya mengalami mual
DO:
- Pasien tampak lemah
- Pasien memiliki IMT 20
- Perut pasien tampak distensi
c. Pola eliminasi
DS:
- Pasien mengatakan nyeri abdomen pada epigastrium dan kuadran kanan
atas
DO:
- Perut pasien tampak distensi dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas
abdomen.
- Tampak warna dan urin lebih gelap dan feses memucat.
d. Pola aktivitas dan latihan
DS:
- Pasien mengatakan nyeri abdomen pada epigastrium dan kuadran kanan
atas
DO:
- Aktivitas pasien terganggu karena adanya nyeri yang dirasakan
- Pasien memiliki 380C seteah dilakukan pemeriksaan
e. Pola tidur dan istirahat
DS:
- Pasien mengatakan jam tidur berkurang akibat nyeri yang dirasakan
DO:
- Tampak pasien susah tidur
f. Pola persepsi dan konsep diri
DS:
- Pasien mengatakan cemas terhadap penyakitnya
DO:
- Pasien tampak tidak nyaman

B. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
.
1. DS: Agens cedera Nyeri akut
- Pasien mengatakan nyeri biologis
abdomen pada kuadran
kanan atas dan epigastrium
DO:
- Tampak pasien meringis
dan menahan sakit
- Tampak nyeri tekan pada
kuadran kanan atas
abdomen
2. DS: - Gangguan turgor Kerusakan integritas
DO: kulit kulit
- Sklera dan kulit pasien
tampak ikterik
3. DS: Obstruksi Resiko
- Pasien mengeluh nyeri intestinal dan ketidakseimbangan
abdomen pada epigastrium asites volume cairan
dan kuadran kanan tas
- Pasien mengeluh mual dan
muntah
- Pasien mengeluh cepat
lelah dan kadang-kadang
demam derajat rendah,
DO:
- Perut tampak distensi
- Tampak adanya asites

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
b. Kerusakan integritas kulit b/d gangguan turgor kulit
c. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b/d obstruksi intestinal dan asites.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
. KEPERAWATAAN
1. Nyeri akut b/d agens Setelah dilakukan Manajemen nyeri
cedera biologis perawatan selama 3x24 1. Lakukan
jam diharapkan nyeri pengkajian nyeri
akut dapat teratasi komprehensif
dengan kriteria hasil: yang meliputi
1. Mengenali lokasi,
kapan nyeri karakteristik,
terjadi onset/durasi,
dipertahankan frekuensi,
pada skala 2 kualitas,
ditingkatkan ke intensitas, atau
skala 3 beratnya nyeri dan
2. Mengenali apa faktor pencetus
yang terkait 2. Dukung istirahat/
dengan gejala tidur yang adekuat
nyeri untuk membantu
dipertahankan penurunan nyeri
pada skala 2 3. Ajarkan prinsip-
ditingkatkan ke prinsip
skala 3 manajemen nyeri
3. Nyeri yang 4. Berikan informasi
dilaporkan mengenai nyeri,
dipertahankan seperti penyebab
pada skala 2 nyeri, berapa lama
ditingkatkan ke nyeri akan
skala 3 dirasakan, dan
antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat prosedur
5. Ajarkan metode
farmakologi untuk
menurunkan nyeri
6. Kolaborasi dengan
pasien, orang
terdekat dan tim
kesehatan lainnya
untuk memilih dan
mengimplementas
ikan tindakan
penurun nyeri
nonfarmakologi,
sesuai kebutuhan.
Pemberian analgesik
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas dan
keparahan nyeri
sebelum
mengobati
2. Cek adanya
riwayat alergi obat
3. Berikan
kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang
pat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri
4. Ajarkan tentang
penggunaan
analgesik strategi
untuk menurunkan
efek samping dan
harapan terkait
dengan
keterlibatan dalam
keputusan
pengurangan nyeri
5. Kolaborasikan
dengan dokter
apakah obat,
dosis, rute
pemberian, atau
perubahan interval
dibutuhkan, buat
rekomendasi
khusus
berdasarkan
prinsip analgesic
2. Kerusakan integritas Setelah dilakukan Pengecekan kulit
kulit b/d gangguan perawatan selama 3x24 1. Amati warna,
turgor kulit jam diharapkan kehangatan,
gangguan integritas bengkak, pulsasi,
kulit dapat teratasi tekstur, edema,
dengan kriteria hasil: dan ulserasi pada
Integritas kulit ekstermitas.
dipertahankan pada 2. Monitor warna
skala 2 ditingkatkan ke dan suhu kulit
skala 3 3. Lakukan langkah-
langkah untuk
mencegah
kerusakan lebih
lanjut
4. Ajarkan anggota
keluarga/pemberi
asuhan mengenai
tanda-tanda
kerusakan kulit,
dengan tepat
Manajemen pengobatan
1. Monitor efektifitas
cara pemberian
obat yang tepat
2. Monitor efek
samping obat
3. Tentukan obat apa
yang diperlukan
dan kelola
menurut
resep/protokol
4. Ajarkan pasien
dan/atau anggota
keluarga
mengenai
tindakan dan efek
samping yang
diharapkan dari
obat.
5. Berikan informasi
mengenai
penggunaan obat
bebas dan
bagaimana obat-
obatan tersebut
dapat
mempengaruhi
kondisi saat ini.
3. Resiko Setelah dilakukan Monitor cairan
ketidakseimbangan perawatan selama 3x24 1. Tentukan jumlah
volume cairan b/d jam diharapkanresiko dan jenis
obstruksi intestinal dan ketidakseimbangan intake/asupan
asites volume cairan dapat cairan serta
teratasi dengan kriteria kebiasaan
hasil: eliminasi
1. Turgor kulit 2. Monitor warna,
dipertahankan kuantitas, dan
pada skala 2 berat jenis urin.
ditingkatkan ke 3. Monitor asupan
skala 3 dan pengeluaran
2. Asites 4. Tentukan faktor-
dipertahankan faktor risiko yang
pada skala 2 mungkin
ditingkatkan ke menyebabkan
skala 3 ketidakseimbanga
3. Warna urin n cairan
keruh 5. Berikan cairan
dipertahankan dengan tepat
pada skala 2 6. Batasi dan
ditingkatkan ke alokasikan asupan
skala 3 cairan

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada kasus pasien Kolelitiasis yang dialami oleh pasien dapat disimpulkan bahwa
penyebab kolelitiasis klien adalah usia klien yang berumur 39 tahun, pasien tidak
memiliki riwayat penyakit tertentu serta tidak ada alergi terhadap obat, dan kebiasaan
pasien yang suka mengkonsumsi makanan berlemak seperti opor ayam.

B. SARAN
1. Meningkatkan pengetahuan dengan mencari informasi terkait faktor etiologi
kolelitiasis
2. Merubah perilaku atu gaya hidup kearah yang lebih sehat untuk meningkatkan
derajat kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, C. S & Bare, G. B. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Price A. Sylvia, Lorraine M Wilson. 2005. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-proses


penyakit, edisi 6, volime 1. Jakarta : EGC

Amin, Z 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen ilmu
Penyakit Dalam.

Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah. Bagian 2. Jakarta : EGC

L.A,Lesmana, 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi ketiga. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai