Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sejarah lahirnya agama Buddha diawali dengan kisah kepergian
Siddharta Gautama dari istana keluarga sakya. Siddharta meninggalkan segala
bentuk kemewahan serta kenikmatan hidup duniawi dan membawa dirinya
pada perjalanan menuju pencerahan. Dalam usia yang relatif muda ia mencari
"arti hidup" dengan berkelana dan berguru pada orang-orang pintar yang
dijumpai.
Dalam usaha mencari "arti hidup" pertama diawali dengan mencari dua
orang guru Hindu terkemuka untuk mendapatkan pengertian tentang
kebijaksanaan dari tradisi Hindu. Kedua, Siddharta bergabung dengan
sekelompok pertapa dan mencoba mengalami kehidupan mereka secara
langsung. Ketiga setelah meninggalkan kehidupan pertapaan dicobanya
menggabungkan pikiran yang tegar dengan konsentrasi mistik menurut
petunjuk Raya-Yoga. Setelah mengakhiri cara ketiga Siddharta menjadi sang
Buddha. Siddharta lahir kembali sebagai seorang yang mendapatkan
pencerahan rohani. Pencerahan di dapat Siddharta setelah berhasil mengatasi
penderitaan di sekitar kehidupan dan kematian.
Pencerahan bagi para penganut agama Buddha bukan sesuatu yang
asing atau jauh dari pengalaman hidup manusia yang menguasai alam semesta
di dalam kehidupan. Menguasai alam semesta disebut dengan menguasai
seluruh alam hidup yang meliputi 1) Neraka, 2) Kelobaan dan Kelaparan, 3)
Kebinatangan, 4) Amarah, 5) Ketenteraman dan Kemanusiaan, 6)
Kebahagiaan atau Suka Cita, 7) Kecendekiaan atau Kesarjanaan, 8)
Penciptaan, 9) Buddhisattva, 10 Kebudhaan.1 Masing-masing alam
mengandung sembilan alam lain dan semuanya berjumlah seratus alam.
Keseluruhan alam hidup tersebut diberi kualifikasi tiga gagasan mencakup

1
J.A. Dhanu Koesbyanto, Firman Adi Yuwono Pencerahan, suatu Pencarian Makna
Hidup dalam Zen Budhisme, (Yogyakarta : Kanisius, 1997), hlm. 9

1
2

gagasan yang berhubungan dengan sifat jasmani sebagai manifestasi hidup.


Perbedaan manifestasi hidup disebabkan oleh perbedaan individu dan tempat
terjadinya manifestasi hidup.
Mendapatkan pencerahan menunjukkan kekuatan seseorang yang
menguasai "Sepuluh Alam Hidup" dan hadir secara simultan dalam satu saat
hidup. Pencerahan yang dicapai Siddharta merupakan respon timbal balik
yang terjadi antara alam Kebudhaan yang ada di dalam alam semesta dan alam
Kebudhaan yang melekat pada Siddharta.
Siddharta setelah menjadi Sang Buddha mulai menyebarkan agamanya
dan mendapat banyak pengikut, pengikut-pengikut ajaran Buddha tersebar
luas hingga menyeberang jauh sampai ke dataran Cina, meliputi Tiongkok,
Mongolia, Tibet, dan Jepang.2 Seiring dengan penyebaran yang pesat,
perkembangan agama Budha di India terpecah menjadi dua aliran, kedua
aliran tersebut masih survive sampai saat ini, yaitu Buddha aliran Selatan atau
Theravada dan Buddha aliran Utara atau Mahayana. Inti ajarannya adalah
aliran Selatan menganggap, bahwa keselamatan manusia dalam melepaskan
penderitaan (dhukkha) terletak pada individu masing-masing untuk dapat
mencapai nibbhana (nirwana). Sedangkan aliran Utara menganggap, bahwa
keselamatan manusia dalam melepaskan dhukkha adalah terletak pada
kebersamaannya, sehingga bisa mencapai Nirwana. Maksudnya, ada satu saja
atau beberapa orang dari jema'atnya yang masih berbuat aniaya dimuka bumi,
maka semuanya akan terhambat untuk sampai pada Nirwana.3
Sayang di Indonesia di antara kedua aliran besar tersebut masih saling
mengklaim kebenaran (truth-claim) masing-masing sektenya (fenomena ini
tidak hanya terjadi pada Buddha. Semua agama besar yang mempunyai
penganut di Indonesia hampir dapat dipastikan mengalami hal seperti itu).
Semua sekte saling menganggap bahwa aliran yang lain kurang otentik dan

2
Huston Smith, Agama-agama Manusia, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1995), hlm.
164
3
Ryuko Okawa, Hakikat Ajaran Buddha Jalan menuju Pencerahan, Saujana,
(Yogyakarta : 2004, hlm. 124)
3

tidak langsung dari Sang Buddha Shakyamoeni.4 Sebaliknya beberapa


pengikut belakangan ada yang "latah" merasa superior memandang aliran
yang lain tidak beraspirasi maksimal. Tentu saja polemik semacam ini tidaklah
sehat bagi kehidupan dan perkembangan Buddha Dharma di Indonesia.
Berdasarkan beberapa temuan arkeolog di beberapa tempat di
Indonesia, masa perkembangan agama Buddha di Indonesia dimulai sekitar
abad ke-5 M. Pada waktu itu dibuat I'tsing, yang pada tahun 672 M menetap
selama 6 bulan di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta sebelum
mendalami Buddhisme di Nalanda – India.5
Bersamaan dengan kemajuan yang pesat kerajaan Sriwijaya
Buddhisme aliran Mahayana berkembang di Jawa tengah di bawah kekuasaan
Mataram Kuno yang di perintah oleh wangsa Syailendra. Kondisi
keberagaman di Jawa Tengah pada masa itu lebih kompleks, karena dua
agama ditemukan hidup berdampingan yaitu Hindu dan Buddha. Pada tataran
agama, Jawa Tengah tidak berperan sebagaimana halnya Sriwijaya. Antara
lain karena letaknya di luar jalur yang dilewati agama Buddha dalam
penyebaran dan perkembangan internasionalnya.
Sumber-sumber agama Buddha di Jawa Tengah utamanya didasarkan
pada peninggalan beberapa bangunan atau prasasti kuno yang ditemukan di
beberapa tempat. Misalnya, Candi Sewu, Candi Kalasan, Candi Plaosan,
Candi Mendut, dan Candi Borobudur. Sedangkan data filosofis yang dapat
diketemukan dalam kitab-kitab seperti Sang Hyang Kamahayanikan, Sang
Hyang Nagabayu Sutra dan Kalpa Buddha juga merupakan sumber tentang
agama Buddha di Jawa Tengah.6

4
"Asli" itu berarti "langsung" dari ucapan sang Buddha Shakyamoeni sendiri pada
dasarnya tidak ada ajaran Buddhisme yang "asli langsung", karena pada masa hidupnya sang
Buddha mengajarkan Buddhisme secara lesan dengan bahasa Magadhi pencatat dan penerjemah ke
Sutra Pali dilakukan sekitar 400 tahun, dan Kesutta Sansekerta pada abad 1 M setelah sang
Buddha wafat. Ivan Taniputera, Ehipassika Theravada-Mahayana, (Yogyakarta : Suwung, 2003),
hlm. v-vi
5
Abdurrahman dalam Djam'anuri (ed), Agama-agama di Dunia, (Yogyakarta : IAIN
Sunan Kalijaga Press, 1988), hlm. 144
6
Ibid., hlm. 145
4

Lain dulu lain sekarang Jawa Tengah yang pada zaman Mataram Kuno
era Wangsa Syailendra bisa dikatakan merupakan "Budhis-Centre" aliran
Utara (Mahayana) satu-satunya di Indonesia. Setidaknya dibagian Selatan
sekarang aliran Mahayana tidak begitu besar jumlah penganutnya, dibanding
pengikut aliran Theravada. Mungkin ini disebabkan "kesamarannya" karena
umat Buddhisme Mahayana lebih suka "menginduk" ke Tri Dharma sebagai
kepercayaan tertua di Cina.
Salah satu bentuk aliran Buddha Mahayana yang berkembang dan
menemukan tempatnya yang tepat di Jepang adalah Zen. Zen merupakan salah
satu hasil pemikiran Cina setelah bertemu dengan pemikiran India. Karena
kata Zen adalah logat Jepang yang berasal dari perkataan Cina, ch'an dan
merupakan terjemahan lebih lanjut bahasa Sansekerta Dhyana. Dalam bahasa
Jepang disebut sebagai Zenna. Istilah tersebut berarti meditasi yang
menghasilkan wawasan yang mendalam.7
Menurut pandangan umum ajaran-ajaran Zen tampak absurd.
Pandangan ini tidak seluruhnya benar. Dibalik absurditas ajaran Zen
menyimpan segi praktis dan kedekatan dengan aktivitas sehari-hari. Zen dapat
dipandang kosong tetapi sekaligus berisi. Dalam pengertian ini, Zen tidak
melawan kontradiksi-kontradiksi logis seperti menyatakan "ya" dan "tidak"
pada saat yang bersamaan. Bagi penganut Zen, akal manusia tidak mampu
mengatasi kontradiksi-kontradiksi itu. Selama akal masih ikut serta, manusia
tidak akan pernah menemukan esensi Zen kontradiksi-kontradiksi logis tidak
menjadi pokok permasalahan yang harus dipahami Zen Budhisme.
Dalam Zen Buddhisme dikenal istilah Satori, yang dianggap sebagai
esensi Zen Satori bagi para penganut Zen hanya dapat dipahami melalui
pengalaman langsung. Tanpa pengalaman ini yang tidak akan tahu
sepenuhnya apa itu Zen. Dalam pengertian orang Jepang, Satori dipahami pula
sebagai ajaran tentang pencerahan atau penerangan pencapaian pencerahan
adalah pencapaian seperti yang dilalui oleh Sang Buddha Gautama. Oleh
kebanyakan orang pencapaian pencerahan atau satori dalam Zen sering

7
Huston Smith, op.cit., hlm. 165
5

dianggap unik dan aneh. Pengalaman mencapai pencerahan dipercaya sebagai


hal yang tidak dapat diterangkan dan diungkap oleh kata-kata belaka.
Manusia yang mengalami Satori setelah melalui latihan-latihan Zen, hanya
bisa mengalami suatu perubahan dalam dirinya. Ia memandang dunia dan
sekelilingnya dengan lebih lapang, apa adanya dan merasa dirinya dilahirkan
kembali dengan pribadi baru.
Berpijak dari paparan di atas, di Semarang ada sebuah Vihara khusus
umat Buddha Mahayana yaitu Vihara Mahavira Graha Kota Semarang. Vihara
ini terletak di kawasan pariwisata Pantai Marina. Vihara ini juga mendalami
ajaran-ajaran Zen Budhisme. Hal inilah yang menjadi alasan penulis untuk
melakukan penelitian di Vihara Mahavira Graha Kota Semarang. Fokus
penelitian ditekankan pada sejarah dan perkembangan Zen Budhisme serta
ajaran pokok Zen Budhisme di Vihara Mahavira Graha Kota Semarang.

B. Pokok Masalah
Berdasarkan dari selayang pandang deskripsi di atas agar sesuai
dengan tema atau judul dari kegiatan penulisan skripsi ini. Maka
permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah sejarah dan perkembangan Zen Budhisme di Vihara
Mahavira Graha Kota Semarang?
2. Bagaimanakah ajaran pokok Zen Budhisme di Vihara Mahavira Graha
Kota Semarang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Berpijak dari pokok permasalahan sebagaimana penulis sebutkan
di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengungkap sejarah dan perkembangan Zen Buddhisme di
Vihara Mahavira Graha Kota Semarang.
2. Untuk mengungkap seberapa jauh ajaran pokok Zen Buddhisme
dipahami oleh umat Buddha di Vihara Mahavira Graha Kota
Semarang.
6

2. Manfaat Penelitian
a. Sebagai salah satu upaya mewujudkan kerukunan hidup antar umat
beragama di Kota Semarang dan sekitarnya lewat karya tulis ilmiah
yang dapat dijadikan tambahan referensi bagi kalangan akademisi
maupun masyarakat lain yang membutuhkannya.
b. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar kesarjanaan sekaligus
satu bentuk implementasi dari ilmu-ilmu yang telah didapat pada
Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo
Semarang.
c. Sebagai kepuasan intelektual.

D. Tinjauan Pustaka
Hal ini sengaja penulis angkat dengan melihat fenomena yang ada,
langkanya buku-buku ataupun karya-karya ilmiah yang mengetengahkan
perkembangan Zen Buddhisme Mahayana di Kota Semarang mendorong niat
penulis untuk mengadakan kegiatan penelitian ini. Setidaknya dari beberapa
karya-karya ilmiah terdahulu yang telah penulis baca dan dijadikan bahan
rujukan, karya-karya tersebut adalah :
• J.A. Dhanu Koesbyanto, Firman Adi Yuwono, Pencerahan suatu
Pencarian Makna Hidup dalam Zen Budhisme, Kanisius Yogyakarta,
1997. Zen Buddhisme banyak dibicarakan dalam buku ini mulai dari
perkembangannya di Jepang pada masa dinasti Kamakura (1185-1333).
Suatu faham Buddhisme yang dibawa dari Cina. Seperti faham-faham
Buddhisme lainnya tetapi penekanan pada praktek meditasi untuk
mencapai "pencerahan" sesuai dengan paham awal Buddha, Zen
Buddhisme berusaha memperoleh kesadaran penuh kenyataan.
• Jo Priastana, Pokok-pokok Dasar Mahayana, Yasodhana Puteri Jakarta,
Cet. V, 2004. Buku ini menguraikan sejarah dan perkembangan
Buddhisme Mahayana di Nusantara beserta kedalaman ajaran-ajaran
"versi" aliran ini bagian akhir buku ini, mencoba mengingat "memory"
pembaca akan adanya "jejak" Mahayana dalam relief Candi Borobudur.
7

• DR. Mudji Sutrisno, SJ, Zen Buddhis ; Ketimuran dan Paradog


Spiritualitas" Penerbit Obor Jakarta, 2002. Dalam buku ini dijelaskan
tentang Zen dan pengalaman manusia mencari atau menemukan jati
dirinya, apa yang dimaksud dengan Zen Buddhisme serta ajaran-ajaran
pokok Zen Buddhisme yang semuanya itu dikupas tuntas dalam buku ini.
• Djama'nuari (ed), Agama-agama di Dunia, IAIN Sunan Kalijaga Press,
Yogyakarta, 1988. Buku ini adalah kumpulan tulisan dari Sunan Kalijaga
Yogyakarta pembahasan mengenai Buddha diuraikan oleh Abdurrahman.
Pada bagian ini sejarah perkembangan Buddha di tanah kelahirannya
(India) sampai masuknya ke Indonesia dikupas habis. Hanya saja ketika
membahas Indonesia banyak meng-cover- perkembangan Buddhisme
Theravada. Untuk Buddhisme Mahayana hanya sekilas saja.
• Huston Smith, Agama-agama Manusia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
1985. dijelaskan dalam buku ini bahwa orang yang baru mengenal Zen
seakan-akan menyaksikan dunia yang ajaib. Jungkir balik dan terasa
sebagai hidup yang penuh kegilaan Zen merupakan suatu ajaran yang
penuh dengan dialog yang membingungkan tampak jelas pada dialog
koan, yang digunakan sebagai sarana mencapai pencerahan Zen.
Berbeda dengan penelitian yang sudah ada dan sudah dibukukan di
atas. Penelitian ini secara langsung penulis terjun ke lapangan untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan. Selain beberapa buku di atas penulis juga
menggunakan arsip-arsip yang ada di Vihara Mahavira Graha Kota Semarang.

E. Metode Penelitian
Penulisan skripsi ini menggunakan jenis field research yaitu data yang
diperoleh secara langsung di lapangan.8 Yaitu melalui usaha memperoleh data
dengan cara penulis mengadakan penelitian langsung di Vihara Mahavira
Graha kota Semarang untuk mendapatkan sebuah hasil laporan yang valid dan

8
Sumardi Surya Brata, Metode Penelitian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm.
22
8

sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan dengan menggunakan


beberapa sumber sebagai berikut :
1. Sumber Data
a. Data Primer
Adalah sumber data yang langsung di kumpulkan oleh peneliti
atau (petugas-petugasnya) dari sumber pertamanya.9 Peneliti langsung
datang ke tempat penelitian (Vihara Mahavira Graha Kota Semarang)
maksudnya adalah data yang diperoleh secara langsung dari
masyarakat baik yang dilakukan melalui wawancara, observasi, dan
alat lainnya. Data primer diperoleh peneliti secara mentah dari
masyarakat dan masih memerlukan analisa lebih lanjut.
b. Sumber Sekunder
Adalah biasanya telah tersusun dalam bentuk dokumen-
dokumen.10 Biasanya data yang diperoleh berasal dari bahan
kepustakaan. Data ini biasanya digunakan untuk melengkapi data
primer. Mengingat data primer dapat dikatakan sebagai data praktek
yang ada secara langsung dalam praktek di lapangan atau ada di
lapangan karena penerapan suatu teori. Misalnya mengenai buku-buku,
majalah, atau surat kabar yang berhubungan langsung dengan Vihara
Mahavira Graha Kota Semarang.
2. Pengumpulan Data
a. Study Literatur
Adalah cara mengumpulkan data yang dilakukan dengan
mempergunakan bahan-bahan tertulis sebagai dokumen-dokumen
bentuk lainnya seperti buku-buku, koran, majalah, dan sejenisnya.11
Data yang diambil dari beberapa buku dan arsip-arsip Vihara Mahavira
Graha Kota Semarang yang masih berhubungan dengan penelitian

9
Ibid, hlm. 84.
10
Ibid, hlm. 85
11
H. Hadari Nawawi dan H.M. Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial,
Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1995, hlm. 69
9

yang penulis lakukan sebagai masukan atau menambah data yang


diperlukan kemudian penulis deskripsikan.
b. Wawancara
Metode ini adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan pada responden. Wawancara bermakna
berhadapan langsung dengan interviewer (subyek) dengan responden
dan kegiatannya dilakukan secara lisan.12 Metode ini digunakan
dengan cara mengadakan pertemuan langsung bersama responden
yang dijadikan sumber data. Dalam hal ini peneliti mengajukan
pertanyaan untuk memperoleh data yang diperlukan, yang kemudian
dijawab langsung oleh responden. Sedang obyek wawancara dalam hal
ini adalah pengurus Vihara Mahavira Graha Kota Semarang dan
beberapa tokoh masyarakat sekitar.
c. Observasi
Metode ini adalah pengamatan dan pencatatan dengan
sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki.13 Untuk memperoleh
data yang diperlukan sesuai dengan judul skripsi ini akan dikumpulkan
melalui survei langsung ke Vihara Mahavira Graha Kota Semarang.
3. Metode Analisis Data
Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan metode
pengamatan yang dilakukan antara lain sebagai berikut:
a. Deskripsi
Adalah bertujuan untuk membuat pencarian data secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi
atau daerah tertentu.14 Artinya analisis penerapan dan uraian tentang
fakta-fakta yang kemudian diberi komentar dari deskripsi tersebut dan
penyimpulan dari data yang dihasilkan.

12
P. Joko Subagyo, Metode Dalam Teori Dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, Cet. I,
1991, hlm. 39.
13
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta,
Jakarta, 1997, hlm. 234.
14
Sumadi Surya Brata, Op.,cit, hlm. 18.
10

b. Interpretasi
Hasil analisis bisa dikatakan masih faktual dan ini harus diberi
arti oleh peneliti. Hasil ini bisa dibandingkan dengan hipotesis (sesuatu
yang dianggap benar meskipun kebenarannya belum dapat dibuktikan,
anggapan sementara, anggapan dasar) penelitian, dideskripsikan atau
dibahas dan kemudian akhirnya diberi kesimpulan.15 Kesimpulan ini
termasuk interpretasi dari peneliti itu sendiri yang menggambarkan
hasil penelitiannya, supaya hasil penelitiannya tersebut tahan uji dan
bisa dipertanggungjawabkan, yang penting adalah peneliti memberikan
keterangan atau alasan yang jelas dan kuat mengenai hasil penelitian
tersebut.
c. Analisis Kritis
Adalah jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan dengan mengadakan pemerincian terhadap obyek yang
diteliti atau penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan
cara memilah-milah antara pengertian yang satu dengan yang lain,
untuk sekedar memperoleh kejelasan mengenai halnya. Jadi, dalam hal
ini orang akan memperoleh pengetahuan yang sifatnya baru sama
sekali dan biasanya ini diterapkan pada pengertian yang sifatnya
apriori atau hanya mengambil keputusan dan pengertian yang sesuai
dengan yang diinginkan oleh penulis.16
Metode ini peneliti gunakan untuk menganalisis terhadap data
yang telah diinterpretasikan dan dikritisi sehingga ditemukan suatu
kesimpulan yang lebih komprehensif atas keberadaan Zen Budhisme di
Vihara Mahavira Kota Semarang tersebut.

F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang bersifat utuh dan menyeluruh
serta adanya keterkaitan antara bab satu dengan bab yang lain, serta untuk

15
Ibid, hlm. 87.
16
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm.
59.
11

mempermudah proses penelitian ini, maka penulis akan memaparkan


sistematika penelitian sebagai berikut :
BAB I : Merupakan pendahuluan dari skripsi ini yang memuat, latar
belakang masalah, pokok masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan
sistematika penulisan skripsi. Dengan memahami bab ini,
maka akan mencegah kesalahpahaman atau kekeliruan dalam
pembahasan selanjutnya
BAB II : Nantinya akan memuat landasan teori dari kegiatan penelitian
ini yang membahas tentang aliran-aliran dalam Buddha yang
didalamnya memuat Biografi Sang Buddha dan pokok-pokok
ajarannya serta ada dua Madzhab besar dalam buddhisme
yaitu Madzhab Mahayana dan Theravada.
BAB III : Membabar Buddhadharma perspektif Zen Buddhisme dan
kilas baliknya di Kota Semarang yang terdiri atas keberadaan
Vihara Mahavira Graha Kota Semarang beserta aktivitasnya,
sejarah Zen Buddhisme beserta pokok-pokok ajarannya dan
juga disebut pula Zen Buddhisme di Kota Semarang.
BAB IV : Merupakan analisa dari tema Vihara Mahavira Graha Kota
Semarang dan perkembangan Zen Buddhisme Vihara tersebut.
Dalam bab ini juga disebutkan pula pengaruh Zen Buddhisme
di kota semarang. Pada bab ini merupakan pengolahan dari
bahan-bahan yang diambil dari bab sebelumnya (BAB III)
dengan menggunakan "alat peracik" dari apa yang terdapat
dalam BAB II sehingga pokok permasalahan pada kegiatan
penelitian ini bisa ditemukan jawaban.
BAB V : Merupakan penutup sebagai akhir dari keseluruhan proses
penelitian yang berisi kesimpulan, (menerangkan hasil dari
penelitian). Saran-saran dari penulis yang terkait dengan
pembahasan serta kata, penutup sebagai akhir kata sekaligus
mengakhiri proses penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai