Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, RINGKASAN PUSTAKA, DAN KERANGKA


TEORI

2.1. Konsep Dukungan Sosial suami


2.1.1. Pengertian Dukungan Sosial
Definisi dukungan sosial yaitu mengacu pada kenyamanan,
perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau
kelompok kepada individu. Dukungan sosial adalah adanya bantuan
atau dukungan yang diterima individu dari orang lain dalam
kehidupannya sehingga individu tersebut merasa bahwa orang lain
memperhatikan, menghargai, dan mencintainya. Menurut Sarafino
dukungan sosial dapat diperoleh dari lingkungan sekitar, seperti orang
tua, keluarga, rekan kerja, atasan, saudara dan lain sebagainya. (16)
Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari setiap permasalahan.
Permasalahan yang semakin kompleks seringkali menekan individu,
sehingga dalam keadaan demikian individu membutuhkan dukungan
sosial. Adanya dukungan sosial yang tinggi dari lingkungan sekitarnya
membuat individu merasa aman dan dimengerti oleh orang lain,
sehingga mampu memberikan motivasi bagi individu untuk bangkit
kembali dari keadaannya yang buruk. Seringkali dukungan sosial
diartikan sebagai informasi atau nasehat verbal dan nonverbal, bantuan
nyata atau tindakan yang diberikan keakraban sosial atau didapat
karena kehadiran dan mempunyai manfaat emosional atau efek
perilaku yang diperoleh individu ini. Sedangkan menurut Sarafino
dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan,
penghargaan atau kepedulian atau membantu orang menerima bantuan
dari orang-orang atau kelompok-kelompok lain. Sedangkan Rook
mendefinisikan dukungan sosial adalah salah satu fungsi pertalian
(ikatan) sosial. Pendapat lain, Cobb menyatakan bahwa dukungan
sosial dapat berupa informasi yang menuntut seseorang untuk
5

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
menyakini bahwa dirinya ternyata masih diurus dan disayangi.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
dukungan sosial adalah bantuan, kepedulian atau pertolongan yang
didapat dari keakraban social (teman, keluarga, suami, ataupun orang
lain) dan mempunyai efek perilaku bagi penerimanya. Menurut Rodin
dan Salovey perkawinan dan keluarga merupakan sumber dukungan
sosial yang paling penting. Seseorang yang sudah memiliki teman
pendamping (suami-istri) yang dapat dipastikan akan memberikan
dukungan sosial ketika individu dihadapkan pada situasi - situasi yang
menekan.(12)
Pengertian dari suami menurut Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa adalah pria yang menjadi pasangan resmi
seorang wanita. Suami adalah seseorang yang selalu siap menemani
seorang istri dan selalu membantu dan menolong sang istri ketika sang
istri mengalami kesusahan dan selalu memberi semangat pada sang
istri. Berdasarkan uraian diatas penelitian menyimpulkan bahwa
dukungan sosial suami adalah perhatian, dukungan, bantuan baik
bersifat verbal maupun non verbal yang diberikan oleh pria yang
menjadi pasangan resmi kepada seorang wanita sehingga sang wanita
merasa dicintai, berharga, dan dihargai.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan
suami adalah tindakan yang diberikan suami pada istri dimana suami
dapat memberikan kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan
yang diterima istri dari suami, dalam bentuk dukungan emosional,
penghargaan, instrumental, dan informasi.

2.1.2. Bentuk Dukungan Sosial


Dukungan sosial yang paling penting pada periode postpartum
menurut Uban, antara lain (1. dukungan instrumental; (2. dukungan
informasional; (3. dukungan emosional; dan, (4. Dukungan
(12)
penghargaan diri.
6

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
1. Dukungan instrumental (tangible or instrumental support)
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang
dapat memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang,
pemberian barang, makanan serta pelayanan. Bentuk dukungan ini
dapat mengurangi kecemasan karena individu dapat langsung
memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.
Dukungan instrumental sangat diperlukan dalam mengatasi
masalah yang dianggap dapat dikontrol.
2. Dukungan informasional (informational support)
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi,
pengetahuan, petunjuk, saran atau umpan balik tentang situasi dan
kondisi individu. Jenis informasi seperti ini dapat menolong
individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih
mudah.
3. Dukungan emosional (emotional support)
Bentuk dukungan ini melibatkan rasa empati, ada yang
selalu mendampingi, adanya suasanya kehangatan, dan rasa
diperhatikan akan membuat individu memiliki perasaan nyaman,
yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial
sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik.
Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang
dianggap tidak dapat dikontrol.
4. Dukungan pada harga diri (esteem support)
Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada
individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat
individu dan perbandingan yang positif dengan individu lain.
Bentuk dukungan ini membantu individu dalam membangun
harga diri dan kompetensi.

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
2.2. Perubahan masa kehamilan dan persalinan
2.2.1. Adaptasi psikologis kehamilan dan persalinan
Perempuan hamil menjalani perubahan psikologis yang nyata. Sikap
mereka terhadap kehamilan mencerminkan keyakinan yang dirasakan
mendalam mengenai semua aspek reproduksi, termasuk apakah kehamilan
tersebut direncanakan dan apakah bayi tersebut diinginkan. Hubungan dengan
ayah sang bayi, usia ibu, dan rasa identitas ibu juga memengaruhi reaksi
perempuan terhadap pengasuhan ibu yang mendatang. Calon ayah juga
menghadapi tantangan psikologis.(1)
Perempuan yang sehat secara psikologis sering merasakan kehamilan
sebagai suatu cara untuk merealisasikan diri. Banyak perempuan melaporkan
bahwa hamil adalah tindakan kreatif untuk memuaskan kebutuhan
fundamental. Perempuan lainnya menggunakan kehamilan untuk
menghilangkan keraguan diri mengenai feminitas atau untuk meyakinkan diri
mereka bahwa mereka dapat berfungsi sebagai perempuan dalam hal yang
paling mendasar. Yang lainnya memandang kehamilan dengan negatif;
mereka dapat takut terhadap persalinan atau merasa tidak adekuat menjadi ibu.
Perkembangan psikologis selama kehamilan bervariasi menurut tahap
kehamilan. Saat trimester pertama hal utama yang terjadi adalah usaha untuk
menggabungkan janin, yang merupakan kesatuan ari dirinya dan pasangan.
Pada trimester kedua, dengan mengendalikan gerakan janin, ibu akan
menyadari bahwa janin adalah individu yang berdiri sendiri, yang mempunyai
kebutuhan kadang-kadang ibu merasa khawatir bahwa bayinya akan lahir
sewaktu-waktu. Ini menyebabkan ibu meningkatkan kewaspadaannya akan
timbulnya tanda dan gejala persalinan. Ibu sering kali merasa khawatir atau
takut jika bayinya yang akan dilahirkan tidak normal. Kebanyankan ibu juga
akan bersikap melindungi bayinya dan akan menghindari orang atau benda
apa saja yang dianggapnya membahayakan bayinya, sampai dia sulit untuk
tidur. Seorang ibu mungkin mulai merasa takut akan rasa sakit dan bahaya
fisik yang akan timbul pada saat melahirkan. Rasa tidak nyaman akibat
kehamilan timbul kembali pada trimester ketiga dn banyak ibu yang merasa
8

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
dirinya aneh dan jelek. Disamping itu, ibu mulai merasa sedih karena akan
berpisah dengan bayinya dan kehilangan perhatian khusus yang diterima
selama hamil. Pada trimester inilah ibu memerlukan ketenangan dan dukungan
dari suami, keluarga, dan bidan. Di saat persalinan terjadilah perjuangan fisik
dan psikis untuk melahirkan bayinya dengan segala kemampuan yang ada
pada dirinya. Semua perjuangan ini akan dirasakan puas atau tidak menjadi
beban lagi bila telah melahirkan bayinya dengan hasil baik. Pada masa
nifas/pascapersalinan perempuan menerima kenyataan bahwa dirinya telah
menjadi seorang ibu dan harus selalu menjaga hubungan yang baik dengan
bayinya. Perubaha psikis yang terjadi selama kehamilan sanggat menentukan.
Hal ini dapat mengubah perilaku saat dan sesudah melahirkan. (18)
Rasa takut yang berkaitan dengan rasa sakit dan nyeri tubuh selama
persalinan bersifat universal, dan untuk tingkat tertentu, dibenarkan. Persiapan
untuk persalinan memberikan rasa keakraban dan dapat meredakan ansietas,
yang memudahkan persalinan. Dukungan emosi yang berkelanjutan selama
persalinan mengurangi angka operasi sesar dan persalinan dengan
menggunakan forcep, kebutuhan akan anastesi, penggunaan oksitosin, dan
lamanya persalinan. Meskipun demikian, persalinan yang secara teknis sulit
atau bahkan menyakitkan tidak tampak memengaruhi keputusan untuk
mngandung lagi.(1)
Masalah psikologis yang dirasakan ibu pada masa persalinan adalah
kecemasan. Kecemasan itu adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik
yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara langsung.
Kecemasan dapat diekspresikan secara fisiologis dan psikologis. Secara
psikologis kecemasan akan mempengaruhi aspek interpesonal, mengganggu
koordinasi, kesulitan mendengar, atau mengganggu hubungan dengan orang
lain. Kecemasan dapat membuat individu menarik diri dan menurunkan
keterlibatan dengan orang lain.

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
2.2.2. Adaptasi fisiologis kehamilan dan persalinan
Pada periode gestasi atau kehamilan, janin terus tumbuh dan
berkembang sampai ketahap pada saat dia dapat meninggalkan sistem
penunjang kehidupan ibunya. Sementara itu terjadi sejumlah
perubahan fisik pada ibu untuk memenuhi segala kebutuhan
kehamilan. Perubahan yang paling mencolok adalah pembesaran
uterus yang dapat berkembang lebih dari 20 kali.
Pertambahan berat yang dialami selama kehamilan sebagian
ditentukan oleh berat janin sisanya terutama oleh peningkatan berat
uteru, termasuk plasenta dan peningkatan volume darah.
Perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan dan persalinan.

Gambar 1. Tingkat sekresi hormon plasenta.(17)

Persalinan dibutuhkan dilatasi kanalis servikalis untuk


mengakomodasi lewatnya janin dan kontraksi miometrium yang
cukup kuat untuk mendorong janin. Pada persalinan juga terjadi
perlunakan serviks yang disebabkan oleh hormon relaksin.

10

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
Gambar 2. Perubahan hormonal saat persalinan. (18)

Adaptasi fisiologis terhadap kecemasan pada saat persalinan adalah


hiperaktifitas saraf otonom, seperti keringat berlebihan, jantung
berdebar-debar, rasa dingin ditelapak tangan dan kaki, sering miksi,
diare, flashing, denyut nadi dan nafas cepat.

2.3. Postpartum
2.3.1. Pengertian
Postpartum atau masa nifas secara klinis didefinisikan sebagai
"waktu dari pengeluaran plasenta dan selaput sampai saluran
reproduksi wanita kembali dalam kondisi tidak hamil nya ". (19)
Sedangkan menurut Cunningham menyebutkan bahwa pengertian
postpartum adalah periode setelah kelahiran, mencakup enam minggu
berikutnya saat terjadi involusi uterus.(20)

2.3.2. Adaptasi fisiologis postpartum


Adaptasi fisiologis yang terjadi pada ibu postpartum meliputi
perubahan tanda-tanda vital, hematologi, sistem kardiovaskuler,

11

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
perkemihan, pencernaan, sistem musculoskeletal, sistem endokrin dan
organ reproduksi.
Perubahan yang terjadi pada tanda-tanda vital adalah denyut
nadi biasanya mengalami penurunan menjadi 50-70 kali/menit.(21,22)
Pengeluaran cairan yang banyak pada saat persalinan dan adanya fase
dieresis postpartum menyebabkan suhu badan ibu mengalami
peningkatan sekitar 0,5oC. Jika peningkatan suhu badan melebihi
38oC menunjukkan adanya infeksi pada ibu postpartum. Sedangkan
tekanan sistolik darah ibu akan mengalami penurunan 15-20 mmHg
saat ibu melakukan perubahan posisi dari tidur ke posisi duduk atau
sering disebut hipotensi orthostatik. (21,22)
Perubahan fisiologis yang terjadi pada sistem hematologi yaitu
peningkatan jumlah sel darah putih sampai 15.000 selama proses
persalinan, sedangkan kenaikan sel darah putih pada ibu yang
mengalami persalinan lama dapat mencapai 25.000-30.000.
perubahan yang terjadi selanjutnya adalah perubahan pada sistem
kardiovaskuler yaitu adanya penurunan kerja jantung dan volume
plasma secara berangsur-angsur akan kembali normal dalam dua
minggu masa postpartum. Penurunan volume plasma dan cairan
ekstra sel akan mempengaruhi penurunan berat badan ibu.
Perubahan fisiologis pada ibu postpartum yang terjadi pada
sistem perkemihan karenan otot-otot yang bekerja pada kandung
kemih dan uretra tertekan oleh bagian terdepan janin pada saat
persalinan. Disamping itu ibu juga akan mengalami dieresis pada 24
jam pertama, hal ini disebabkan karena pengaruh peningkatan hormon
estrogen pada saat hamil yang bersifat retensi dan akan dikeluarkan
kembali bersama urine pada periode postpartum.
Perubahan fisiologis pada sistem pencernaan yaitu gangguan
saat defekasi karena penurunan hormon progesteron dan rasa sakit
pada daerah perineum sehingga ibu takut buang air besar. Keinginan
buang air besar akan tertunda sampai 2-3 hari postpartum.
12

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
Perubahan fisiologis yang terjadi pada sistem reproduksi
antara lain perubahan pada servik dan uterus. Perubahan yang terjadi
pada servik adalah setelah plasenta lahir, servik bentuknya menganga
seperti corong, lunak, setelah dua jam postpartum servik dapat dilalui
2-3 jari dan setelah tujuh jam hanya dapat dilalui oleh satu jari.
Dengan demikian apabila persalinan mengalami permasalahan
retensio plasenta dan diketahui sejak awal, maka dapat dilakukan
pembersihan rahim secara manual plasenta. Sedangkan perubahan
yang terjadi pada uterus adalah proses involusi uterus yaitu
kembalinya uterus ke keadaan semula seperti sebelum hamil yang
dimulai setelah plasenta lahir.
Bagi kebanyakan wanita, kelahiran bayi mereka adalah salah
satu hari paling bahagia yang paling berat tapi juga dalam kehidupan
mereka. Sehingga sangat sulit untuk memahami mengapa hampir tiga-
perempat dari semua wanita merasa tak lama setelah melahirkan.
Mereka dapat menderita kesedihan ekstrim, perubahan suasana hati,
kecemasan, sulit tidur, kehilangan nafsu makan, dan mudah
tersinggung. Untuk waktu yang lama, alasan untuk ini telah jelas. Apa
yang telah diketahui adalah bahwa dalam tiga sampai empat hari
setelah melahirkan, kadar estrogen turun 100 sampai 1000 kali lipat.
Dalam peneliti studi saat ini telah menemukan bahwa
sebanding dengan ini estrogen-rugi, tingkat enzim monoamine
oxidase A (MAO-A) meningkat secara dramatis di seluruh otak
perempuan. Enzim ini dapat ditemukan dalam konsentrasi tinggi
dalam sel glial dan neuron monoamine-releasing, dimana ia memecah
neurotransmitter serotonin, dopamine, dan norepinephrine. Serta
bertanggung jawab untuk sinyal antara sel-sel saraf transmisi,
neurotransmiter ini juga mempengaruhi suasana hati kita. Jika mereka
kekurangan, kita awalnya merasa sedih, dan kemudian memiliki
risiko tinggi menjadi depresi.

13

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
Menggunakan tomografi emisi positron (PET) - metode
pencitraan yang menciptakan gambar distribusi zat radioaktif berumur
pendek dalam suatu organisme - para peneliti mengukur distribusi
radioactively- ditandai ligan di otak yang mengikat secara khusus dan
dengan afinitas tinggi dengan enzim monoamine oxidase A. Mereka
menemukan bahwa kadar MAO-A adalah, rata-rata, 43 persen lebih
tinggi pada wanita yang baru saja punya bayi dibandingkan kelompok
kontrol yang terdiri dari wanita yang baik memiliki anak lama atau
tidak anak anak. The MAO-A meningkat dapat ditampilkan di semua
wilayah otak yang diselidiki, dengan tingkat MAO-A yang tertinggi
pada hari kelima setelah melahirkan.(23)
2.3.3. Adaptasi psikologis postpartum
Teori Rubin mengatakan, Ada tiga fase penyesuaian ibu
terhadap perannya sebagai orangtua, yaitu fase dependen, fase
dependen-mandiri dan fase interdependen
Fase dependen dimulai selama satu hari sampai dua hari
pertama setelah melahirkan, ketergantungan ibu terhadap orang lain
sangat menonjol. Ibu mengharapkan segala kebutuhannya dapat
dipenuhi oranglain, ibu memindahkan energi psikologisnya kepada
anaknya. Rubin menyebutkan fase ini sebagai fase taking in.(22)
Periode ini adalah suatu waktu yang penuh kegembiraan dan
kebanyakan orangtua sangat suka mengkomunikasikannya (periode
pink). Mereka merasa perlu menyampaikan pengalaman mereka
tentang kehamilan dan kelahiran dengan kata-kata. Kecemasan dan
keasyikan terhadap peran barunya sering mempersempit lapang
persepsi ibu. Oleh karena itu, informasi yang diberikan pada waktu ini
mungkin perlu diulang. Pada fase ini ibu memerlukan dukungan
sosial dari suami, keluarga, teman maupun tenaga kesehatan. Jika
pada fase ini ibu tidak mendapatkan dukungan, maka periode pink ini
akan menjadi periode blues pada fase berikutnya.(22)

14

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
Fase dependen-mandiri, pada fase ini ibu menjadi sangat
sensitive, sehingga mudah tersinggung. Oleh karena itu, ibu
membutuhkan sekali dukungan dari orang-orang terdekat. Saat ini
merupakan saat yang baik bagi ibu untuk menerima berbagai
penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya. Dengan begitu, ibu
dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya. Pada periode ini ibu
berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang
air kecil atau buang air besar, mulai belajar mengubah posisi seperti
duduk atau jalan, serta belajar tentang perawatan bagi diri dan
bayinya.(1) Rubin menjelaskan keadaan ini sebagai fase taking hold
yang berlangsung kira-kira 3-10 hari.(22)
Fase interdependen yaitu ketika ibu dan keluarga bergerak
maju sebagai sistem dengan para anggota yang saling berinteraksi.
Fase ini merupakan fase yang penuh stress bagi orangtua. Kesenangan
dan kebutuhan sering terbagi dalam masa ini. Ibu dan pasangan harus
menyesuaikan perannya masing-masing dalam mengasuh anak,
mengatur rumah dan membina karier. (22) Rubin menjelaskan keadaan
ini sebagai fase letting go yang berlangsung 10 hari setelah
melahirkan. Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke
rumah. Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan memulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk
merwat bayi meningkat. Ada kalanya, ibu mengalami perasaan sedih
yang berkaitan dengan bayinya.(1)

2.4. Jenis gangguan psikologis pada masa postpartum


Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-
IV TR) Ada tiga derajat depresi postpartum yang dapat dialami oleh seorang
wanita setelah melahirkan: 1) "baby blues" yang mengklasifikasikan DSM
sebagai Gangguan Penyesuaian dengan mood depresi (309,0) atau dengan
campuran kecemasan dan mood depresi (309,28) dan yang sembuh tanpa
konsekuensi yang signifikan; 2) depresi postpartum atau Major Depressive
15

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
Disorder, dan; 3) psikosis postpartum, gangguan mood dengan fitur psikotik
(296.x4) atau gangguan psikotik tidak disebutkan secara spesifik (298,9).
2.4.1. Postpartum blues
Postpartum blues adalah bentuk dari suatu depresi ringan dan
sementara dengan durasi 3-7 hari setelah melahirkan. (4)
Menurut Sadock, postpartum blues atau baby blues adalah suatu
keadaan normal yang terjadi pada hampir 50% perempuan setelah
melahirkan, berlangsung hanya beberapa hari, dan ditandai dengan
rasa takut, lelah, ansietas, dan iritabilitas yang memulai segera setelah
kelahiran anak dan berkurang keparahannya setelah berlangsung
seminggu. Perasaan ini dapat dikaitkan dengan perubahan cepat kadar
hormon perempuan, stress saat melahirkan anak, dan kesadaran adanya
peningkatan tanggung jawab sebagai ibu.(1)
Menurut Robertson et al postpartum blues (PPB) dimengerti
sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak
dalam minggu pertama setelah persalinan atau pada saat fase taking in,
cenderung akan memburuk pada hari ke-tiga sampai ke-lima dan
berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu pastpartum
yang ditandai dengan tangisan singkat, perasaan kesepian atau ditolak,
cemas, bingung, gelisah, letih, pelupa dan tidak dapat tidur. (5,6)
Postpartum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan
mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga
tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya,
akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak
menyenangkan dan dapat membuat perasaan-perasaan tidak nyaman
bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan
ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi
dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk,
terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan
perkembangan anak, karena stres dan sikap ibu yang tidak tulus terus-
menerus bisa membuat bayi tumbuh menjadi anak yang mudah
16

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
menangis, cenderung rewel, pencemas, pemurung dan mudah sakit.
Keadaan ini sering disebut puerperium atau trimester keempat
kehamilan.(1)

2.4.1.1. Etiologi dan faktor risiko


Etiologi dari postpartum blues belum diketahui secara pasti,
tetapi diduga disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :
1). Perubahan hormonal, 2). Riwayat premenstrual syndrome atau
depresi sebelum hamil, 3). Pengalaman kehamilan dan persalinan
yang meliputi komplikasi dan persalinan dengan tindakan,(13) 4).
Faktor sosiodemografi, 5). Keadaan bayi yang dilahirkan, 6). Latar
belakang psikologi wanita tersebut, 7). Metode pemberian makanan
bayi, 8). Dukungan sosial keluarga (suami atau orangtua), 9).
Penyesuaian yang buruk terhadap peran maternal.(6,26,27) Faktor-
faktor yang mempengaruhi postpartum blues biasanya tidak berdiri
sendiri sehingga gejala dan tanda postpartum blues sebenarnya
adalah suatu mekanisme multifaktorial. (13)

Individu yang berisiko mengalami postpartum blues antara lain :


1. Mempunyai riwayat premenstrual syndrome atau depresi
sebelum hamil.
Bloch mengidentifikasi faktor risiko yang menyebabkan
gangguan mood pada ibu postpartum adalah gangguan mood
pada trimester tiga, adanya premenstrual dysphoric syndrome,
adanya postpartum depresi sebelumnya, riwayat depresi mayor
atau gangguan psikiatrik lainnya dan riwayat keluarga dengan
depresi atau gangguan affective.(22) Selain itu riwayat depresi
pada masa anak-anak atau remaja juga dapat merupakan faktor
yang berperan terhadap kejadian postpartum blues. (28)
2. Stressor psikologis selama kehamilan atau persalinan.

17

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
Stressor psikologis adalah suatu peristiwa atau kejadian
yang mengakibatkan seseorang harus melakukan penyesuaian
atau adaptasi terhadap kondisi yang dialami tersebut. Peristiwa
yang terjadi tersebut menyebabkan keadaan yang semula stabil
selama bertahun-tahun, kini harus diubah atau disesuaikan.
Setiap orang mempunyai ketahanan tertentu terhadap stressor
yang dialaminya, ada yang lebih kuat dan sebaliknya ada yang
lebih rentan dibandingkan orang kebanyakan. Ketahanan
terhadap stressor ini mengakibatkan perbedaan reaksi yang
berbeda pada setiap orang. Demikian juga yang terjadi pada ibu
yang melahirkan, bagaimana persepsi seorang ibu terhadap
proses kehamilan dan kelahiran, tergantung dari ketahanannya
atau kekuatan pribadinya yang didapat sejak kecil. (28)
3. Keadaan atau kualitas kesehatan bayi (termasuk problem
kehamilan dan persalinan).
Problem yang dialami bayi menyebabkan ibu kehilangan
minat untuk mengurus bayi. Masalah pada bayi tersebut antara
lain adanya komplikasi kelahiran atau lahir dengan jenis
kelamin tidak sesuai dengan harapan atau lahir dengan cacat
bawaan.(28) Kondisi kesehatan bayi juga akan menjadi tambahan
stressor bagi ibu, bayi menjadi lebih membutuhkan perhatian,
perawatan dan juga lebih banyak membutuhkan biaya. Hal ini
banyak dialami oleh ibu yang melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah. Bobak mengatakan bahwa salah satu
penyebab gangguan psikologis pada maternal adalah kondisi
bayi baru lahir, antara lain gangguan iritabilitas dan berat badan
lahir rendah.(29)
4. Melahirkan dibawah usia 20 tahun.
Kehamilan dan persalinan pada remaja menjadi salah satu
faktor pendukung terjadinya postpartum blues. Hal ini dikaitkan
dengan kesiapan remaja dalam perubahan perannya sebagai ibu,
18

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
antara lain kesiapan fisik, mental, financial dan sosial. Remaja
yang hamil lebih berisiko mengalami anemia, hipertensi
kehamilan dan disproporsi sefalopelvis dan berisiko melahirkan
dengan berat badan lahir rendah. Remaja yang hamil juga sulit
menerima terhadap kehamilan mereka, sehingga mereka
berusaha menutupi kehamilannya. Hal ini menyebabkan remaja
tidak mendapatkan perawatan prenatal sebelum trimester ketiga.
Remaja hanya dapat berfantasi tentang bayi yang lucu, sehat
seperti boneka, tetapi tidak dapat menerima bahwa bayi mereka
butuh perawatan untuk menjadi tumbuh dan berkembang
menjadi anak yang lebih besar.(22)
5. Kehamilan yang tidak direncanakan.
Pada perempuan yang hamil tidak direncanakan, misalnya
karena belum menikah atau pada ibu yang sudah tidak
menginginkan anak lagi, kejadian depresi postpartum lebih
tinggi dibandingkan dengan perempuan yang siap dan sangat
menantikan kelahiran bayinya.(28) Perencanaan kehamilan terkait
dengan kesiapan ibu baik fisik, mental maupun ekonomi. Jika
ibu mempunyai kesiapan fisik dan mental yang adekuat, maka
dapat mengurangi stress, rasa cemas dan rasa takut tentang
kehamilan dan persalinan serta dapat memudahkan ibu dalam
beradaptasi dengan peran barunya. Rasa takut dan cemas tentang
persalinan dan penyesuaian sosial yang buruk dapat merupakan
faktor predisposisi gangguan psikologis pada ibu postpartum. (25)
6. Dukungan sosial (suami atau keluarga).
Dukungan suami yang dimaksud disini berupa perhatian
komunikasi dan hubungan emosional yang intim, merupakan
faktor yang paling bermakna menadi pemicu terjadinya
postpartum blues dan postpartum depresi. Adapun dukungan
keluarga yang dimaksud adalah komunikasi dan hubungan
emosional yang baik dan hangat dengan orang tua, terutama ibu.
19

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
Dari penelitian didapatkan data bahwa rendahnya atau
ketidakpastian dukungan suami dan keluarga akan
meningkatkan kejadian depresi postpartum. (13,28) Buruknya
hubungan perkawinan dan tidak adekuatnya dukungan sosial
mempengaruhi kejadian postpartum blues.(8,11,12)
7. Pendapatan.
Jumlah pendapatan seringkali membuat psikologi ibu
terganggu. Menurut Bobak, pada keluarga yang mampu
mengatasi pengeluaran untuk biaya perawatan ibu selama
persalinan, serta tambahan dengan hadirnya bayi baru ini
mungkin hamper tidak merasakan beban keuangan, akan tetapi
keluarga yang menerima kelahiran seorang bayi dengan suatu
beban financial dapat mengalami peningkatan stress, stress ini
bisa menggangu perilaku orang tua sehingga membuat masa
transisi untuk memasuki pada peran menjadi orang tua akan
menjadi lebih sulit.(22) Cury dan kawan-kawan menjelaskan
bahwa postpartum blues banyak terjadi pada ibu yang tidak
mempunyai penghasilan atau tidak bekerja (65%), atau pada ibu
yang bekerja dan mempunyai penghasilan kurang dari satu juta
rupiah (86%).(8)
8. Pendidikan.
Ada hubungan antara jumlah dan riwayat kelahiran dengan
tingkat pendidikan. Ibu yang tingkat pendidikannya rendah akan
mempunyai jumlah anak yang banyak dan kualitas dalam
perawatan bayi juga tidak baik. Kehamilan yang terjadi pada
usia muda, biasanya terjadi pada perempuan yang putus sekolah.
Cury dan kawan-kawan menjelaskan dalam penelitiannya bahwa
ibu yang mempunyai pendidikan pada tingkat dasar, mempunyai
kecenderungan mengalami maternity blues sebanyak satu kali.
Sedangkan ibu yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi

20

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
mempunyai kecenderungan untuk mengalami maternity blues
sebanyak 0,84.(8)

2.4.2. Depresi postpartum


Depresi postpartum (PPD) kondisi ini termasuk sindroma klinis
depresi nonpsikotik sedang sampai berat gejala depresinya, yang
bertahan lebih lama daripada postpartum blues dan memiliki dampak
yang besar pada keluarga. Diagnosis PPD menurut DSM-IV TR
dimulai antara satu bulan sampai tiga bulan pascamelahirkan. Onsetnya
dalam 4 minggu sampai 6 bulan setelah persalinan dan memiliki 5 atau
lebih gejala ini dalam waktu 2 minggu : konsisten mood depresi,
kehilangan ketertarikan atau kesenangan, kurang konsentrasi, merasa
tidak dihargai atau perasaan atau rasa bersalah, berulang memikirkan
kematian, psikomototor agitasi, kelelahan atau kehilangan energi,
insomnia dan penurunan atau peningkatan nafsu makan.
Beck mengidentifikasi 13 faktor pencetus terjadinya postpartum
depresi, antara lain: 1) Depresi selama kehamilan. 2) Stress selama
perawatan anak. 3) Life stress, misalnya perceraian, perubahan status
pekerjaan, krisis keuangan atau adanya perubahan pada status
kesehatan. 4) Dukungan sosial dan emosional. 5) Kecemasan selama
kehamilan. 6) Kepuasan hubungan dengan pasangan atau terhadap
perkawinan, misalnya terkait dengan status keuangan, perawatan anak,
jalinan komunikasi dan kasih saying dengan pasangan. 7) Riwayat
adanya depresi sebelum kehamilan. 8) Temperamen bayi, bayi yang
rewel dan tidak responsive akan membuat ibu merasa tidak berdaya. 9)
Adanya riwayat postpartum blues. 10) Harga diri, ibu yang mempunyai
mekanisme koping yang negative, merasa dirinya jelek/negative dan
merasa dirinya tidak mampu mengurus anak. 11) Status sosial ekonomi.
12) Status perkawianan. 13) Kehamilan yang tidak diinginkan atau
tidak direncanakan.(24,25)

21

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
2.4.2.1. Patofisiologi depresi
1. Hipotesis biogenic amine
Depresi diakibatkan oleh penurunan dari mono amin
terutama noradrenalindan serotonin.
2. Hipotesis sensitifitas reseptor
Depresi diakibatkan oleh neuron post sinaps yang sangat
sensitif.
3. Hipotesis permisif
Depresi disebabkan oleh ketidak seimbangan serotonin dan
noradrenalin. Penurunan jumlah serotonin menjadikan
jumlah yang abnornal pada adrenalin
4. Hipotesis neuroendrokin
Depresi disebabkan gangguan fungsi endrokrin. Teori ini
berkembang setelah didapatkan gangguan mood pada tiroid
atau chushing disease.(5,6)

2.4.3. Psikosis pascapartus


Psikosis pascapartus adalah suatu gangguan psikotik yang tidak
tergolongkan yang terjadi pada perempuan yang baru saja melahirkan
bayi. Sindrom ini paling sering ditandai dengan depresi ibu, waham,
dan pikiran membahayakan diri sendiri atau bayinya. Ide bunuh diri
atau pembunuhan bayinya tersebut harus dipantau secara ketat,
beberapa ibu bertindak berdasarkan ide tersebut. Biasanya dimulai
dalam waktu 2 sampai 4 minggu setelah melahirkan. Onsetnya dapat
terjadi dramatis atau tiba-tiba.(1)

2.5. Hubungan antara dukungan suami dengan kejadian postpartum


blues
Menurut Thio dan Elliot, kurangnya dukungan sosial merupakan faktor
risiko penting untuk postpartum blues, sedangkan kuatnya ikatan sosial
melayani sebagai faktor penghambat terhadap terjadinya depresi pada
22

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
postpartum. Depresi setelah melahirkan disebabkan ketidakpuasan antara
harapan terhadap dukungan yang akan diterima dengan tingkat dukungan
yang diterima, baik dari pasangan, orangtua dan mertua. Sumbur
dukungan sosial yang paling penting adalah suami dan keluarga.
Dukungan ini diperlukan sejak antenatal, prenatal sampai dengan postnatal
untuk mencegah berkembangnya gejala depresi setelah melahirkan. Tetapi
dukungan sosial pada saat postnatal lebih kuat pengaruhnya terhadap
terjadinya depresi postpartum. Dukungan sosial yang dibutuhkan meliputi
dukungan emosional berupa keakraban, menghibur, dan dapat
menggunakan isi hati; dukungan instrumental/ nyata berupa pemberian
hadiah, membantu pekerjaan rumah; dan dukungan informasi berupa
memberikan informasi dan saran, serta umpan balik pada saat diskusi. (28)
Menurut Xie et al, hubungan antara dukungan sosial setelah melahirkan
dengan postpartum blues ini jauh lebih kuat daripada dukungan sosial
sebelum melahirkan. (30)

Table 1 Perbedaan gangguan psikologis postpartum menurut DSM-IV TR.(1)


Postpartum blues Depresi postpartum Psikosis

Insiden 75-80 % 10-20 % 3-5%

Gejala gangguan depresi Cemas, rasa kehilangan Semua gejala


ringan dan harapan, sedih, yang ada pada
sementara. menyalahkan diri PPD, ditambah
Gejalanya sendiri, gangguan gejala:
Kesedihan,disfori percaya diri, kehilangan halusinasi,
a, sering tenaga, lemah, gangguan delusi, dan
menangis, rasa nafsu makan, berat agitasi.
takut, cemas, badan menurun,
lelah, ansietas, insomnia, rasa khawatir
dan iritabilitas. yang berlebihan,
Sedikitnya 2 dari perasaan bersalah ,
gejala depresi. pikiran untuk
mencederai bayi, dan
ada ide bunuh diri.
Memiliki 5 gejala diatas.

23

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
Kejadian Durasi 3-7 hari , 1-6 bulan pasca Umumnya terjadi
dalam batas melahirkan pada bulan
waktu 2 minggu pertama setelah
pasca melahirkan melahirkan

Penyebab Perubahan Ada riwayat depresi, Ada riwayat


hormonal, respon hormonal, penyakit mental,
adanya stressor kurangnya dukungan perubahan
dalam hidup, dan sosial. hormon, ada
kurangnya riwayat keluarga
dukungan sosial. dengan penyakit
bipolar.

Penatalaksa Akan hilang Antidepresan dan Antidepresan,


naan sendiri, dukungan dukungan keluarga antipsikotik.
keluarga Mencegah usahan
bunuh diri

2.6. Pencegahan gangguan psikologis postpartum


Pencegahan terjadinya gangguan psikologis selama periode postpartum
adalah dengan mengurangi faktor risiko terjadinya gangguan tersebut,
yaitu :
1) Pemberian dukungan dari pasangan, keluarga, lingkungan maupun
professional selama kehamilan, persalinan dan pasca persalinan.
2) Mengkaji riwayat adanya gangguan psikologis pada ibu hamil dan
ibu postpartum, sehingga jika terjadi gejala dapat dikenali dan
ditangani dengan segera.
3) Mengkonsumsi makanan sehat, istirahat dan berolah raga minimal
15 menit setiap hari dapat menjaga suasana hati tetap baik.
4) Mempersiapkan diri secara mental terkait dengan perubahan fisik
dan psikis kehamilan dan persalinan.
5) Menyiapkan seseorang untuk membantu pekerjaan dirumah.
6) Jika ada risiko mengalami gangguan psikologis, lakukan
pengobatan profilaksis dan terapi psikologis selama kehamilan
untuk mencegah dan menghilangkan gejala.

24

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
2.7. Pengukuran postpartum blues dengan Edinburgh Postpartum
Depression Scale (EPDS)
EPDS ialah salah satu metode untuk mendeteksi depresi pasca
persalinan. EPDS dapat dengan muah digunakan selama 6 minggu pasca
persalinan.(24,25,26,27,28) Kusumadewi dkk dalam studi validitas EPDS di
Indonesia mendapatkan validitas instrument 87,5% dan realibilitas
0,76%.(31)
Hasmi dkk juga pernah menggunakan instrument EPDS ini untuk
melakukan penelitian tentang hubungan antara citra tubuh saat hamil dan
kestabilan emosi dengan postpartum blues di puskesmas Grogol
sukoharjo.(10)
Penelitian lain yang menggunakan instrument EPDS ini adalah
Machmudah, dengan judul penelitian : pengaruh persalinan dengan
komplikasi terhadap terjadinya postpartum blues di kota Semarang. (9)
2.8. Pengukuran dukungan sosial suami dengan Postpartum Sosial Support
Questionnaire (PSSQ)
PSSQ adalah kuesioner yang dirancang untuk mengukur dukungan
sosial yang diterima oleh ibu baru.(32) Pengukuran ini menggunakan skala
yang sama dengan seperti skala likert yaitu suatu skala psikometrik yang
umum digunakan dalam kuesioner. Skala ini merupakan skala pengukuran
interval dan memiliki skor total butir pertanyaan dan skor masing-masing
butir pertanyaan. Dukungan sosial suami responden diukur dari skor yang
didapatkan, diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yakni dukungan sosial
suami kurang, dukungan sosial suami sedang, dan dukungan sosial suami
tinggi.

25

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
2.9. Ringkasan pustaka
Peneliti Lokasi Studi desain Subjek studi Variabel yang Lama Hasil
penelitian diteliti waktu studi

Takahashi Jepang Cross-sectional Wanita dengan Demografi, obstetri, Januari- o Dukungan sosial dari orang
Y, et al. (11) partus normal dukungan soaial oktober tua dan suami berhubungan
keluarga (suami), 2009 dengan PPB dan PPD.
maternity blues, o Status obstetri tidak
postpartum depresi berpengaruh terhadap
kejadian PPB dan PPD.
o 15% ibu mengalami PPB
dan 10% suspect ke dalam
PPD.
Kazmi SF, Pakistan Cross-sectional Ibu melahirkan di Dukungan sosial, 2013 Dukungan sosial yang tinggi
(12)
et al. Hazra Division depresi postpartum, menurunkan kejadian
sistem keluarga inti postpartum depresi.
dan sistem keluarga
gabungan

26

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
Peneliti Lokasi Studi desain Subjek studi Variabel yang Lama Hasil
penelitian diteliti waktu studi

Irawati D, Indonesia Cross-sectional ibu melahirkan di Sosiodemografi 7 Juni-18  Kejadian PPB sebesar
(13)
et al. RSUD status obstetri, Oktober 59,5%
dukungan suami, 2013  Ibu yang tidak mendapat
dan postpartum dukungan suami 68,2%
blues. mengalami PPB.
 72,7% ibu dengan
pengetahuan rendah
mengalami PPB.
 Primipara 63,6% mengalami
PPB.
 Usia <20 atau >35 tahun,
81,8% mengalami PPB.
Jung MH, Korea Cross-sectional wanita postpartum2 Pendapatan bulanan, Januari – ◦ Pendapatan Bulanan
et al.(33) sampai 8 minggu Status prenatal Maret 2005 berkorelasi negatif dengan
pasca persalinan emosional, postpartum blues
dukungan sosial

27

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
postpartum, dan ◦ Status emosional selama
postpartum blues kehamilan memiliki
hubungan yang signifikan
dan positif

◦ Dukungan suami dan


dukungan sosial memiliki
kecenderungan untuk
memiliki korelasi negative

Manjunath India Cross-sectional Wanita postpartum Pendapatan bulanan, 2010  Prevalensi PPB 58,5 %.
NG, et al.(33) hari pertama dukungan emotional  69% PPB dengan
sampai 14 hari. dan fisik, jenis kelahiran anak berjenis
kelamin anak, tipe kelamin perempuan.
keluarga dan PPB
 62 % PPB dengan
pendapatan yang kurang.

 79 % PPB dengan
dukungan suami yang
kurang

28

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi
2.10 Kerangka teori

• Riwayat Depresi
• Pengalaman dalam
proses persalinan
Perubahan • Dukungan sosial
Hormonal keluarga (orang tua
dan suami)

Adaptasi (-) Adaptasi Psikologis Postpartum


1. Fase taking in
2. Fase taking hold
Adaptasi (+)
3. Fase letting go

29

Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian postpartum blues pada usia reproduktif
Anggi Calapi

Anda mungkin juga menyukai