Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

“HALUSINASI”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas Praktik Keperawatan Mata
Kuliah Keperawatan Jiwa II
Dosen Pengampu : Saryomo.,S,kep,Ners.,M.Si

Disusun oleh :
3A/S1 Keperawatan
SINTIA HAYATUNNISA (C1814201006)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Kasus
Halusinasi
B. Proses Terjadinya Masalah
Proses Terjadinya Halusinasi Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan
menggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi
dan presipitasi.
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari
a. Faktor Biologis
Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (herediter),
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).
b. Faktor Psikologis
Memiliki riwayat kegagalan yang berulang.Menjadi korban, pelaku maupun
saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang dari orang-orang
disekitar atau overprotektif.
c. Sosiobudaya dan lingkungan
Sebagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi
rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari lingkungan pada usia
perkembangan anak, pasien halusinasi seringkali memiliki tingkat pendidikan yang
rendah serta pernah mengalami kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian,
hidup sendiri), serta tidak bekerja.
2. Faktor Presifitasi
Faktor Presipitasi Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi
ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur
otak, adanya riwayat kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan
dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan di keluarga atau masyarakat
yang sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar masyarakat.
3. Jenis – jenis halusinasi Jenis – jenis halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Halusinasi pendengaran
Yaitu mendengarkan suara atau kebisingan yang kurang jelas ataupun yang
jelas, dimana terkadang suara – suara tersebut seperti mengajak berbicara klien dan
kadang memerintahkan klien untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan atau cahaya, gambar atau bayangan yang
rumit dan kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidung
Membau – bauan tertentu seperti bau darah, urine, feses, parfum, atau bau yang
lainnya. Ini sering terjadi pada seseorang pasca serangan stroke, kejang, atau
demensia.
4. Halusinasi pengecapan
Merasa mengecap seperti darah, urine, feses, atau yang lainnya.
5. Halusinasi perabaan
Merasa mengalami nyeri, rasa tersetrum atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas.
6. Halusinansi cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makanan atau pembentukan urine.
7. Halusinasi kinestetika
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
4. Fase – fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya.
Fase halusinasi terbagi empat:
1. Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong
untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarannya dan mengenal
pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
2. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran
internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien
merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan
halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang
lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan
dan rasa aman sementara.
4. Fase Keempat.
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia
yang menakutkan dalam ibuaktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses
ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
5. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapistress(Prabowo, 2014).
6. Mekanisme Koping
Mekanisme Koping penderita gangguan halusinasi Sumber koping
mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor: pada halusinasi terdapat
3 mekanisme koping yaitu
a. With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asik dengan pelaman internalnya
b. Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang membingungkan
c. Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari hari untuk memproses masalah dan
mengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi cemas
7. Rentang Respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra ibualaupun sebenarnya
stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang
karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan
stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika
interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai
stimulus yang diterima.
Rentang respon  :

Respon  Adaptif                                                                    Respon  Maladptif


Pikiran logis                            Distorsi pikiran                        gangguan
pikir/delusi
Persepsi akurat                        ilusi                                          Halusinasi
Emosi konsisten dengan         Reaksi emosi berlebihan          Sulit berespon emosi
Pengalaman                             atau kurang                             perilaku disorganisasi
Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak biasa     isolasi sosial
Berhubungan sosial                 Menarik diri
C. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Tuk 1 Mengontrol  Latih cara mengontrol halusinasi.
halusinasi dengan  Latih cara menghardik halusinasi.
menghardik  Diskusikan cara baru untuk memutus atau
mengontrol halusinasi
 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus
halusinasi secara bertahap
Tuk 2 Mengendalikan  Sarankan untuk mengajak bercakap-cakap bila
Halusinasi dengan halusinasi muncul.
bercakap-cakap
dengan orang lain
Tuk 3 Membuat Kegiatan  Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur
Secara Terjadwal untuk mengatasi halusinasi.
 Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan
pasien.
 Melatih pasien melakukan aktivitas.
 Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai
dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan
pasien mempunyai aktivitas mulai dari bangun
pagi sampai tidur malam.
 Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan;
memberikan Penguatan terhadap prilaku pasien
yang positif
Tuk 4 Penggunaan Obat  Jelaskan kegunaan obat.
Secara Teratur  Jelaskan akibat jika putus obat
 Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat.
 Jelaskan cara minum obat dengan prinsip 5
benar (benar obat,benar pasien, benar cara, benar
waktu ,dan benar dosis).

Anda mungkin juga menyukai