Anda di halaman 1dari 8

Ishma Yasmin Nabilla

2008020183

TUTORIAL 4 BLOK PELAYANAN

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN

1. Korelasi penyakit dengan tanda gejala, faktor resiko, dan patofisiologi pasien
 Tanda dan gejala
- Demam berulang tanpa sebab yang jelas
- Lesu
- Nafas berbunyi mengi
- Batuk jarang
- Muntah 5x/24 jm
- Kejang 2x selama 1 menit
- Malnutrisi
2. Data laboratorium klinik yang abnormal

Warna urin merah Warna merah coklat menunjukkan urin mengandung


hemoglobin, myoglobin, pigmen empedu, darah atau
pewarna. Dapat juga karena pemakaian klorpromazin,
haloperidol, rifampisin, doksorubisin, fenitoin,
ibuprofen. Warna merah coklat dapat berarti urin
bersifat asam (karena metronidazol) atau alkali (karena
laksatif, metildopa) (Kemenkes RI, 2011)

Urin keruh Urin yang keruh merupakan tanda adanya urat, fosfat
atau sel darah putih (pyuria), polymorphonuclear
(PMNs), bakteriuria, obat kontras radiografi (Kemenkes
RI, 2011)

Jumlah eritrosit dalam urin Jumlah eritrosit melebihi nilai rujukan dalam urin dapat
meningkat menunjukan terjadi pendarahan di saluran kemih bagian
bawah. Diagnosis hematuria mikroskopik ditegakkan
apabila didapatkan lebih dari 5 eritrosit /LPB (Noer,
M.S., 2005)

Nilai leukosit tinggi Fungsi utama leukosit adalah melawan infeksi,


melindungi tubuh dengan memfagosit organisme asing
dan memproduksi atau mengangkut/ mendistribusikan
antibodi. Peningkatan nilai leukosit disebut leukositosis.
Nilai leukosit yang sangat tinggi dapat menandakan
adanya infeksi ataupun leukomia (Kemenkes RI, 2011).

3. Tujuan terapi pada pasien


 Tujuan terapi TBC (Kemenkes RI, 2016)
- Menyembuhkan pasien TB
- Mencegah kematian akibat TB atau efek jangka panjangnya
- Mencegah TB relaps
- Mencegah terjadinya dan transmisi resistensi obat
- Menurunkan transmisi TB
- Mencapai tujuan pengobatan dengan toksisitas seminimal mungkin
- Mencegah reservasi sumber infeksi di masa yang akan datang
 Tujuan terapi Epilepsi (PERDOSISI, 2014)
Bebas bangkitan dengan efek samping seminimal mungkin

4. Terapi farmakologi dan non farmakologi beserta algoritmanya


5. Permasalahan terapi pasien berdasarkan DRP, ESO Naranjo, Alur Gyssens dan
rekonsiliasi obat pasien
 DRP
 ESO Naranj
 Alur Gyssens
Evaluasi dengan bagan alur gyssens untuk menilai peresepan antibiotik kategori hasil
sebagai berikut :
- Kategori 0 = penggunaan antibiotic tepat
- Kategori I = penggunaan tidak tepat waktu
- Kategori IIA = penggunaan antibiotic tidak tepat dosis
- Kategori IIB = penggunaan antibiotic tidak tepat interval pemberian
- Kategori IIC = penggunaan antibiotic tidak tepat cara/rute pemberian
- Kategori IIIA = penggunaan antibiotic terlalu lama
- Kategori IIIB = penggunaan antibiotic terlalu singkat
- Kategori IVA = ada antibiotic lain yang lebih efektif
- Kategori IVB = ada antibiotic lain yang kurang toksik/lebih aman
- Kategori IVC = ada antibiotic yang lebih murah
- Kategori IVD = ada antibiotic lain yang spektrumnya lebih sempit
- Kategori V = ada indikasi penggunaan antibotik
- Kategori VI = data rekam medik lengkap dievaluasi

Penilaian antibiotik menggunakan analisis alur gyssens:

1. Rifampisin
- Kelengkapan data: ada diagnosa (KDT-OAT), ada data keterangan infeksi (hasil
radiologi dan terdapat leukositosis), ada keterangan dosis, interval, cara pemberian,
dan lama pemberian (Rifampisin 75 mg 1 x 2 tablet)
- Penggunaan sesuai indikasi
- Tidak ada pilihan antibitotik lain yang lebih efektif
- Tidak ada pilihan antibiotik lain yang kurang toksik
- Tidak ada pilihan antibiotik lain yang lebih murah
- Tidak ada pilihan antibiotik lain yang lebih sempit spektrumnya
- Durasi pemberian tidak terlalu lama
- Durasi pemberian tidak terlalu singkat
- Tepat dosis
- Tepat rute pemberian
- Tepat waktu
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pemberian rifampisin pada pasien tepat (kategori
0)

2. Cefotaxime
- Kelengkapan data: ada diagnosa(HAP), ada data keterangan infeksi (hasil radiologi
dan terdapat leukositosis), ada keterangan dosis, interval, cara pemberian, dan lama
pemberian (Cefotaxim 500 mg/6 jam)
- Penggunaan sesuai indikasi (Cefotaxim merupakan sefalosporin generasi ketiga dan
merupakan salah satu antibiotik yang direkomendasikan sebagai terapi antibiotik
awal secara empirik untuk HAP ) (PDPI, 2003).

Untuk step selanjutnya tidak dapat dilanjutkan karena tidak ada data laboratorium
klinik tes kultur bakteri.
- Tidak ada pilihan antibitotik lain yang lebih efektif
- Tidak ada pilihan antibiotik lain yang kurang toksik
- Tidak ada pilihan antibiotik lain yang lebih murah
- Tidak ada pilihan antibiotik lain yang lebih sempit spektrumnya
- Durasi pemberian tidak terlalu lama
- Durasi pemberian tidak terlalu singkat
- Tepat dosis
- Tepat rute pemberian
- Tepat waktu

6. Monitoring, evaluasi dan konseling


DAFTAR PUSTAKA

Gyssens IC. Antibiotic Policy. International Journal of Antimicrobial Agents 38S 2011 11– 20.

Kemenkes RI. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia

Kemenkes RI. 2016. Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana TB Anak. Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Noer, M.S. 2005. Long Version Standard Intrial Steroid theraphy for Children witg Idiopathic
Nephrotic syndrome. Falio Medica Indonesia

PDPI. 2003. Pneumonia Nosokomial: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia,


Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai