Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN AKHIR

TUTORIAL II BLOK PEMBUATAN SEDIAAN FARMASI


PENERIMAAN BAHAN DAN PRODUKSI STERIL

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
FATIMAH NUR P 2008020112
AHMAD WILDAN M.R 2008020115
RETNO FARDILA SARI 2008020122
R. PRASETYO FAJAR R 2008020124
VEGGA DWI FADILLA 2008020137
NOOR SABELLA A 2008020142
NUR KHASANAH 2008020146
SHERLI MELINDA 2008020156
HESTI RATNASARI 2008020160
ISHMA YASMIN N 2008020183
QORI DESWARA 2008020184
NARENDRA ISTIA P 2008020194
ANISA 2008020201
SUSTIAWATI 2008020213
BAGUS MUSTOFA 2008020214

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
TOPIK TUTORIAL II

PENERIMAAN BAHAN DAN PRODUKSI STERIL

I. TOPIK TUTORIAL
Topik tutorial yang akan dibahas adalah Penerimaan Bahan dan Produksi
Steril (PPIC, produksi, evaluasi).

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


Tujuan tutorial ini adalah adalah diharapkan mahasiswa:
1. Mampu menguraikan tentang manajemen material (Flow of Material)
dalam produksi sediaan steril yang dilakukan oleh bagian PPIC.
2. Mampu menguraikan studi praformulasi dan menetapkan formulasi
sediaan farmasi dengan memperhatikan aspek mutu, efektivitas,
keamanan maupun stabilitas sediaan.
3. Mampu merancang prosedur pembuatan sediaan farmasi steril
dengan mematuhi ketentuan Cara Pembuatan Sediaan Farmasi Yang
Baik (GMP).
4. Mampu menguraikan ruang untuk pembuatan sediaan farmasi dengan
memperhatikan prinsip manajemen mutu (QA & QC)
5. Mampu menguraikan pembuatan sediaan farmasi steril menggunakan
teknik yang tepat sesuai prosedur yang telah ditetapkan dan
rancangan yang ditetapkan dengan memperhatikan prinsip
manajemen mutu (QA & QC).
6. Mampu menguraikan pengujian mutu selama proses produksi,
produk antara dan produk akhir.

III. SKENARIO KASUS


Suatu industri farmasi akan memproduksi injeksi atropine sulfat. Bagian
RnD menyiapkan dokumen produksi induk (Master Formula Record)
injeksi atropine sulfat, yang kemudian dirujuk oleh bagian Produksi untuk
membuat prosedur produksi induk (PPI, master batch record). Proses
terbit, pemeliharaan, hingga pengarsipan prosedur tersebut melibatkan
beberapa bagian dari industry farmasi. Bagaimanakah saling keterkaitan
antar bagian tersebut, dan bagaimana Anda membuat prosedur produksi
induk injeksi atropine?

IV. TERMINOLOGI
1. PPI
Prosedur Produksi Induk, terdiri dari Prosedur Pengolahan Induk dan
Prosedur Pengemasan Induk, yang masing-masing berisi prosedur
pengolahan dan prosedur pengemasan yang rinci untuk suatu produk
dengan bentuk sediaan, kekuatan dan ukuran bets spesifik (BPOM,
2006).
2. GMP
GMP singkatan dari Good Manufacturing Practice atau di Indonesia
dikenal dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik merupakan suatu
pedoman cara pembuatan obat yang bertjuan untuk memastikan agar
mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan
penggunaan (BPOM, 2012).
3. Injeksi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi umumnya berupa
larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena dan
dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Sediaan steril injeksi dapat
berupa ampul, ataupun berupa vial. Adapun syarat sediaan steril adalah
sterilitas, bebas kontaminasi pirogenik dan endotoksin, bebas
partikulat, stabil secara fisika, kimia, dan mikrobiologi, isotonis, dan
isohidris (Depkes RI, 1995).
4. Industri Farmasi
Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
(MenKes, 2010)
5. Preformulasi
Menurut Majalah Farmasetika (2019) Preformulasi terdiri dari
kata pre yang artinya sebelum dan formulasi yang artinya perumusan
atau penyusunan. Preformulasi merupakan tahap awal dalam ranhkaian
pembuatan sediaan farmasi yang berpusat pada sifat fisika kimia zat
yang digunakan yang berpengaruh pada obat.
6. Atropine Sulfat
Merupakan antidotum yang digunakan untuk inhibitor kolinesterase
antikolinergik, midriatika, preanestetik medikasi, antispasmodik, dan
antidotum untuk insektisida golongan organofosfat (Badan POM RI,
2012). Atropin Sulfat mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak
lebih dari 101,0%, (C17H23NO3)2.H2SO4, dihitung terhadap zat
anhidrat (DEPKES RI, 2020).
7. RnD
Research and Development (R&D) merupakan salah satu
departemen dalam industri farmasi yang berperan dalam
pengembangan produk baru, pengatasan masalah produksi, proyek
penelitian khusus, penentuan spesifikasi bahan baku untuk
manufacturing, penyusunan metode analisa, penentuan shelf- life
produk, dan penunjang data untuk penyusunan dossier registrasi
(formula, data stabilitas, dan kemasan) (Fatmawati, 2014).
8. QA
Quality Assurance merupakan personil kunci industri farmasi yang
bertugas memastikan peralatan dan mesin ditempatkan, dirawat, dan
bekerja sesuai fungsinya sehingga meminimalkan masalah sebelum
proses produksi harus terqualifikasi dan kalibrasi sebelum digunakan
(qualifikasi peralatan) (Fatmawati, 2015).
9. Proses Terbit
Proses Terbit merupakan langkah langkah awal dalam produksi suatu
obat.
10. Manajemen Material
Untuk memungkinkan pelaksanaan manajeman material secara efektif,
seperti pengendalian raw material dan meterial untuk kegiatan mainten
menciptakan sistem pasok perlu dilakukannya sistem audit yang harus di
laksanakan secara teratur.(Widana,I kwtut 2020)
11. Produksi
Produksi yaitu proses menghasilkan sesuatu yang mengendalikasn
kualitas, optimasi, perencanaan, realisasi, sanitasi, dan laporan
produksi. (lesmana,ending 2020)
12. Prosedur Produksi
Prosedur produksi yaitu menjelaskan bagaimana cara tugas secara
umum menguraikan Langkah-langkah kunci dalam penyelesaian suatu
proses produksi berlangsung (lesmana,ending 2020)
13. Master Batch Record
Dokumen tertulis (dapat hardkopi atau softkopi) dari batch yang
disiapkan selama proses pembuatan produk farmasi. Dalam batch
record tertuang data aktual dari proses pembuatan batch produk, detail
langkah demi langkahnya. Batch record merupakan salah satu
dokumen penting dalam pembuatan obat dan dokumen penting dalam
suatu industri farmasi, kalau boleh saya bilang ini merupakan dokumen
utama dalam pembuatan obat di industri farmasi.
14. Dokumen Produksi Induk
Dokumen Produksi Induk merupakan dokumen yang berisi formula
produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan
tertentu, tidak tergantung dari ukuran bets. (Badan Pengawasan Obat
dan Makanan, 2006)
15. QC
QC atau Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang mencakup
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta mencakup
organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan
bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan. Bahan
tidak boleh diluluskan untuk digunakan dan produk tidak boleh
diluluskan untuk dijual atau didistribusi sampai mutunya dinilai
memuaskan. (BPOM RI, 2012)
16. Kelas Kebersihan Ruangan
Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat hendaklah
diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara
yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai tabel di bawah
ini:

Klasifikasi Tingkat Kebersihan Industri:


Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk
pembuatan produk steril. Kelas E adalah kelas kebersihan ruang
untuk pembuatan produk nonsteril. (CPOB 2012).
17. Proses Sterilisasi
Proses yang secara efektif membunuh atau menghilangkan
mikroorganisme yang dapat berpindah (seperti jamur, bakteri, virus)
dari permukaan peralatan (Hardono dan Supriyadi, 2020).
18. In Proses Control
Pengawasan selama proses produksi (in process control) merupakan
hal yang yang penting dalam pemastian mutu produk. Untuk
memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis
yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan
yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah
dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala
bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat.
Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan
memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi
penyebab variasi karakteristik produk selama proses berjalan
(Bambang, 2007).
19. Spesifikasi
Spesifikasi: menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi
produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan.
Hendaklah tersedia spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan
produk jadi yang disahkan dengan benar dan diberi tanggal (BPOM,
2018).

V. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja yang harus tercantum dalam prosedur produksi induk?
Jawaban:
Prosedur Produksi Induk, terdiri dari Prosedur Pengolahan Induk
dan Prosedur Pengemasan Induk, yang masing-masing berisi prosedur
pengolahan dan prosedur pengemasan yang rinci untuk suatu produk
dengan bentuk sediaan, kekuatan dan ukuran bets spesifik. Prosedur
Produksi Induk dipersyaratkan divalidasi sebelum mendapat
pengesahan untuk digunakan.
Prosedur Pengolahan Induk yang disahkan secara formal
hendaklah tersedia untuk tiap produk dan ukuran bets yang akan
dibuat. Prosedur Pengolahan Induk hendaklah mencakup:
a. Nama produk dengan kode referen produk yang merujuk pada
spesifikasinya;
b. Deskripsi bentuk sediaan, kekuatan produk dan ukuran bets;
c. Daftar dari semua bahan awal yang harus digunakan, dengan
menyebutkan masing-masing jumlahnya, dinyatakan dengan
menggunakan nama dan referen (kode produk) yang khusus bagi
bahan itu; hendaklah dicantumkan apabila ada bahan yang hilang
selama proses;
d. Pernyataan mengenai hasil akhir yang diharapkan dengan batas
penerimaan, dan bila perlu, tiap hasil antara yang relevan;
e. Pernyataan mengenai lokasi pengolahan dan peralatan utama yang
harus digunakan;
f. Metode atau rujukan metode yang harus digunakan untuk
mempersiapkan peralatan kritis (misalnya pembersihan, perakitan,
kalibrasi, sterilisasi);
g. Instruksi rinci tahap proses (misalnya pemeriksaan bahan,
perlakuan awal, urutan penambahan bahan, waktu pencampuran,
suhu);
h. Instruksi untuk semua pengawasan selama proses dengan batas
penerimaannya;
i. Bila perlu, syarat penyimpanan produk ruahan; termasuk wadah,
pelabelan dan kondisi penyimpanan khusus, di mana perlu; dan
j. Semua tindakan khusus yang harus diperhatikan.
Prosedur Pengemasan Induk yang disahkan secara formal
hendaklah tersedia untuk tiap produk dan ukuran bets serta ukuran dan
jenis kemasan. Dokumen ini umumnya mencakup, atau merujuk, pada
hal berikut:
a. Nama produk;
b. Deskripsi bentuk sediaan dan kekuatannya, di mana perlu;
c. Ukuran kemasan yang dinyatakan dalam angka, berat atau volume
produk dalam wadah akhir;
d. Daftar lengkap semua bahan pengemas yang diperlukan untuk satu
bets standar, termasuk jumlah, ukuran dan jenis bersama kode atau
nomor referen yang berkaitan dengan spesifikasi tiap bahan
pengemas;
e. Di mana sesuai, contoh atau reproduksi dari bahan pengemas
cetak yang relevan dan spesimenyang menunjukkan tempat untuk
mencetak nomor bets dan tanggal daluwarsa bets;
f. Tindakan khusus yang harus diperhatikan, termasuk pemeriksaan
secara cermat area dan peralatan untuk memastikan kesiapan jalur
(line clearance) sebelum kegiatandimulai;
g. Uraian kegiatan pengemasan, termasuk segala kegiatan tambahan
yang signifikan serta peralatan yang harus digunakan; dan
h. Pengawasan-selama-proses yang rinci termasuk pengambilan
sampel dan batas penerimaan (BPOM, 2006).
2. Bagaimana alur/tahapan penerbitan proses produksi induk dan
pihak mana saja yang terkait dengan proses penerbitanya?
Jawaban:
Contoh proses dokumentasi SOP di DC sebagaimana di atas adalah
sebagai berikut:

a. Rancangan SOP yang telah disusun oleh bagian yang


bersangkutan dikirimkan ke DC, mensirkulasi rancangan tersebut
ke bagian- bagian yag terkait utuk dievaluasi
b. Bagian-bagian terkait mengevaluasi, memberikan komentar dan
mengembalikan rancangan SOP ke DC
c. Bagian DC mengembalikan rancangan tersebut ke bagian pembuat
utuk direvisi
d. Setelah dilakukan revisi oleh pembuat SOP, dokumen tersebut
dikirimkan ke bagian DC untuk diminta persetujuan dari bagian-
bagian terkait
e. Dokumen yang telah disetujui oleh bagian bagian yang terkait
akan disimpan oleh bagian DC beserta Back up data elektroniknya
dan bagian-bagian yang terkait mendapatkan salinan dari
dokumen tersebut. Dokumen tersebut akan dilakukan review scara
periodic setiap 3 atau 5 tahun, apabila terjadi perubahan maka
akan dapat diminta untuk perbaikan

3. Bagaimana formula sediaan injeksi atropin sufat?


Jawaban:
Setiap ml injeksi atropine sulfat mengandung
- Atropin sulfate 0,4 mg
- Sodium chloride 9 mg
- Benzyl alcohol 9 mg
- Water for injection q.s
(ATROPINE SULFATE- atropine sulfate injection West-Ward
Pharmaceuticals Corp.)

4. Bagaimana proses produksi dari sediaan injeksi atropin sulfat?


Menurut Dhadhang (2009) tahapan produksi sediaan injeksi cair, yaitu:
Penyiapan bahan pengemas
a. Pencucian dan Sterilisasi wadah
Botol/ampul dicuci dan disterilkan dalam satu rangkaian
alat/mesin otomatis dengan ban berjalan. Sedangkan untuk tutup
karet (vial) dicuci dengan pengocokkan mekanik dalam suatu tangki
yang berisi larutan deterjen panas yang dilanjutkan dengan
pembilasan menggunakan air untuk injeksi dan disterilkan dalam
autoklaf.
b. Penyiapan bahan baku
c. Sterilisasi bahan baku
Sterilisasi bahan baku harus disesuaikan dengan sifat dan
stabilitas dari bahan baku yang akan dilakukan sterilisasi. Hal ini
sangat penting karena untuk menjamin bahwa sediaan yang akan
dibuat bersih dari kontaminasi mikroorganisme.
d. Pencampuran produk
Produk dicampur pada kondisi lingkungan tertentu. Preparat
steril dibuat dengan persyaratan khusus agar memperkecil resiko
pencemaran mikroba. Personil yang bekerja di area bersih dan steril
harus dipilih dengan seksama untuk memastikan bahwa personil
tersebut dapat bekerja dengan disiplin, tidak menderita penyakit
atau dalam kondisi kesehatan yang dapat menimbulkan bahaya bagi
produk.
e. Penyaringan larutan
f. Pengisian
Pengisian larutan steril dilakukan secara otomatis dengan
menggunakan mesin pengisi. Mesin ini harus di desain secara
khusus agar dapat memberikan ketepatan/keakuratan volume
larutan yang akan diisi ke dalam wadah.
g. Penyegelan wadah
Penyegelan ampul dilakukan dengan menggunakan mesin
filling and sealing. Cara penyegelan ampul yaitu dengan
melelehkan leher gelas, sehingga membentuk segel dengan nyala
api gas oksigen bersuhu tinggi. Sedangkan penyegelan vial
dilakukan secara manual dengan menggunakan pinset steril secara
cermat dan hati-hati. Tutup karet pada vial harus cocok dengan
mulut wadah kemudian di-seal dengan alumunium.
h. Pengamatan visual
Pengamatan visual merupakan suatu pengamatan yang
menggunakan indra penglihatan. Pengamatan visual bertujuan
untuk mengamati produk jadi dari suatu sediaan. Hal-hal yang dapat
diamati secara visual yaitu kelarutan, kejernihan serta warna.
i. Pelabelan dan pengemasan
Pelabelan berfungsi untuk menandakan suatu produk agar
tidak tertukar dan memudahkan dalam proses dokumentasi suatu
produk. Sedangkan pengemasan berfungsi untuk membagi dan
mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan aseptis
harus memenuhi pernyaratan: produk harus steril, wadah pengemas
harus steril, lingkungan tempat pengisian produk ke dalam wadah
harus steril dan wadah pengepak harus rapat agar mencegah
terjadinya kontaminasi. Vial/ampul dimasukkan dalam dus kecil
dan dilengkapi dengan brosur. kemudian dimasukkan dalam
individual box, diberi kartu kontrol, dimasukkan ke dalam master
box dan disegel.
j. Produk akhir.
5. Bagaimana spesifikasi bahan, alat, teknik yang akan dilaksanakan
selama proses produksi?
Jawaban:

Spesifikasi
Hendaklah tersedia spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan
produk jadi yang disahkan dengan benar dan diberi tanggal; di mana
perlu, hendaklah juga tersedia spesifikasi bagi produk antara dan
produk ruahan.
a. Spesifikasi Bahan Awal
Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup, di mana diperlukan:
1) Deskripsi bahan, termasuk:
a) nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk)
internal;
b) rujukan monografi farmakope, bila ada;
c) pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen
bahan;
d) standar mikrobiologis, bila ada;
2) petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur
rujukan;
3) Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas
penerimaan;
4) kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan; dan
5) batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian
kembali.
b. Spesifikasi Bahan Pengemas
Spesifikasi bahan pengemas hendaklah mencakup, di mana
diperlukan:
1) Deskripsi bahan, termasuk
a) nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk)
internal;
b) rujukan monografi farmakope, bila ada;
c) pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen bahan;
d) standar mikrobiologis, bila ada;
e) spesimen bahan pengemas cetak, termasuk warna;
2) petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur
rujukan;
3) persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan;
4) kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan; dan
5) batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian
kembali.
c. Spesifikasi Produk Antara dan Produk Ruahan
Spesifikasi produk antara dan produk ruahan hendaklah tersedia,
apabila produk tersebut dibeli atau dikirim, atau apabila data dari
produk antara digunakan untuk mengevaluasi produk jadi.
Spesifikasi hendaklah mirip dengan spesifikasi bahan awal atau
produk jadi, sesuai keperluan.
d. Spesifikasi Produk Jadi
Spesifikasi produk jadi hendaklah mencakup:
1) nama produk yang ditentukan dan kode referen (kode
produk);
2) formula/komposisi atau rujukan;
3) deskripsi bentuk sediaan dan uraian mengenai kemasan,
termasuk ukuran kemasan;
4) petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur
rujukan;
5) persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas
penerimaan;
6) kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan khusus, bila
diperlukan; dan masa edar/simpan. (CPOB, 2018)

6. Apa saja in proses control yang dilakukan selama proses


produksi?
Jawaban:
Menurut Badan POM tentang CPOB (2018), aspek yang saling
berkaitan untuk membangun manajemen mutu terdiri dari pemastian
mutu, CPOB, pengawasan mutu, dan pengkajian mutu produk.
Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan
tujuan untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan memenuhi
persyaratan mutu dan tujuan pemakaiannya. Oleh karena itu
pengawasan selama proses (in-process control) produksi sangat perlu
dilakukan untuk menjaga kualitas dari sediaan farmasi yang dibuat.
Kondisi selama proses produksi tersebut harus dikendalikan
dengan hati-hati untuk memastikan kualitas produk. Setiap proses
berbeda dan membutuhkan perhatian secara rinci. Sterilisasi,
fermentasi, ekstraksi, netralisasi, penyaringan, pengeringan beku, dan
pengadukan adalah proses khas yang ditemukan dalam industri (HP,
1997).
Menurut CPOB (2018) Pengawasan selama proses produksi (in
process control) merupakan hal yang yang penting dalam pemastian
mutu produk. Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat,
prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian
atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets
produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah
disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan
hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau
hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin
menjadi penyebab variasi karakteristik produk selama proses berjalan.
Prosedur tertulis untuk pengawasan selama proses hendaklah
dipatuhi. Prosedur tersebut hendaklah menjelaskan:
a. Titik pengambilan sampel,
b. Frekuensi pengambilan sampel,
c. Jumlah sampel yang diambil,
d. Spesifikasi yang harus diperiksa,
e. Dan batas penerimaan untuk tiap spesifikasi.
Di samping itu, pengawasan-selama proses hendaklah
mencakup, tapi tidak terbatas pada atau jumlah isi produk hendaklah
prosedur umum sebagai berikut:
a. Semua parameter produk, volume diperiksa pada saat awal dan
selama proses pengolahan atau pengemasan; dan kemasan akhir
hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan selang
waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan
spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang
ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk.
b. Selama proses pengolahan dan pengemasan bets hendaklah diambil
sampel pada awal, tengah dan akhir proses oleh personil yang
ditunjuk. Hasil pengujian/inspeksi selama proses hendaklah dicatat,
dan dokumen tersebut hendaklah menjadi bagian dari catatan bets.
c. Spesifikasi pengawasan selama proses hendaklah konsisten dengan
spesifikasi produk.

7. Apa saja ruangan produksi yang di gunakan dalam pembuatan


sediaan steril?
Jawaban:
Area bersih untuk pembuatan produk steril digolongkan
berdasarkan karakteristik lingkungan yang dipersyaratkan. Tiap
kegiatan pembuatan membutuhkan tingkat kebersihan ruangan yang
sesuai dalam keadaan operasional untuk meminimalkan risiko
kontaminasi oleh partikulat dan/atau mikroba pada produk dan/atau
bahan yang ditangani.
Agar tercapai kondisi “operasional” maka area tersebut
hendaklah didesain untuk mencapai tingkat kebersihan udara tertentu
pada kondisi “nonoperasional”. Pada pembuatan produk steril
dibedakan 4 Kelas kebersihan:

 Kelas A:
Zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misal zona pengisian,
wadah tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan secara
aseptis. Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit
aliran udara laminar (laminar air flow) di tempat kerja. Sistem
udara laminar hendaklah mengalirkan udara dengan kecepatan
merata berkisar 0,36 – 0,54 m/detik (nilai acuan) pada posisi kerja
dalam ruang bersih terbuka. Keadaan laminar yang selalu terjaga
hendaklah dibuktikan dan divalidasi. Aliran udara searah
berkecepatan lebih rendah dapat digunakan pada isolator tertutup
dan kotak bersarung tangan.
 Kelas B:
Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptis, Kelas ini adalah
lingkungan latar belakang untuk zona Kelas A.
 Kelas C dan D:
Area bersih untuk melakukan tahap proses pembuatan yang
mengandung risiko lebih rendah.
Jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk
tiap kelas kebersihan adalah sebagai berikut:
Kegiatan yang dapat dilakukan di berbagai kelas:
(Permenkes RI. 2018).

8. Apa yang perlu diperhatikan saat pembuatan sediaan steril?


Jawaban:
Prinsipnya: Produk steril hendaklah dibuat dengan persyaratan khusus
dengan tujuan memperkecil risiko kontaminasi mikroba, partikulat dan
pirogen, yang sangat tergantung dari keterampilan, pelatihan dan sikap
personel yang terlibat. Pemastian Mutu sangatlah penting dan
pembuatan produk steril harus sepenuhnya mengikuti secara ketat
metode pembuatan dan prosedur yang ditetapkan dengan seksama dan
tervalidasi.

1. Pembuatan produk steril hendaklah dilakukan di area bersih,


memasuki area ini hendaklah melalui ruang penyangga udara
untuk personel dan/atau peralatan dan bahan. Area bersih
hendaklah dijaga tingkat kebersihannya sesuai standar kebersihan
yang ditetapkan dan dipasok dengan udara yang telah melewati
filter dengan efisiensi yang sesuai.
2. Berbagai kegiatan persiapan komponen, pembuatan produk dan
pengisian hendaklah dilakukan di ruang terpisah di dalam area
bersih. Kegiatan pembuatan produk steril dapat digolongkan dalam
dua kategori; pertama produk yang disterilkan dalam wadah akhir
dan disebut juga sterilisasi akhir, kedua produk yang diproses
secara aseptis pada sebagian atau semua tahap.
3. Area bersih untuk pembuatan produk steril digolongkan
berdasarkan karakteristik lingkungan yang dipersyaratkan. Tiap
kegiatan pembuatan membutuhkan tingkat kebersihan ruangan
yang sesuai dalam keadaan operasional untuk meminimalkan
risiko kontaminasi oleh partikulat dan/atau mikroba pada produk
dan/atau bahan yang ditangani.
4. Kondisi “operasional” dan “nonoperasional” hendaklah ditetapkan
untuk tiap ruang bersih. Keadaan “nonoperasional” adalah kondisi
di mana fasilitas telah terpasang dan beroperasi, lengkap dengan
peralatan produksi tetapi tidak ada personel. Kondisi “operasional”
adalah kondisi di mana fasilitas dalam keadaan berjalan sesuai
modus pengoperasian yang ditetapkan dengan sejumlah tertentu
personel yang sedang bekerja.

(Permenkes RI. 2018).

9. Apa saja yang harus ada di dalam dokumen produksi induk?


Jawaban:

Dokumen Produksi Induk yang disahkan secara formal hendaklah


mencakup nama, bentuk sediaan, kekuatan dan deskripsi produk, nama
penyusun dan bagiannya, nama pemeriksa serta daftar distribusi
dokumen dan berisi hal sebagai berikut:
a. Informasi bersifat umum yang menguraikan jenis bahan pengemas
primer yang harus digunakan atau alternatifnya, pernyataan
mengenai stabilitas produk, tindakan pengamanan selama
penyimpanan dan tindakan pengamanan lain yang harus dilakukan
selama pengolahan dan pengemasan produk;
b. komposisi atau formula produk untuk tiap satuan dosis dan untuk
satu sampel ukuran bets;
c. daftar lengkap bahan awal, baik yang tidak akan berubah maupun
yang akan mengalami perubahan selama proses;
d. spesifikasi bahan awal;
e. daftar lengkap bahan pengemas;
f. spesifikasi bahan pengemas primer;
g. prosedur pengolahan dan pengemasan;
h. daftar peralatan yang dapat digunakan untuk pengolahan dan
pengemasan;
i. pengawasan selama-proses pengolahan dan pengemasan; dan
j. masa edar/simpan.
(Permenkes RI. 2018).

10. Apa saja tugas dan kegiatan utama manajemen material?


Jawaban:

Tugas pokok Material Management adalah mengubah ramalan


penjualan (forecasting) menjadi perencanaan produksi dan kemudian
menjadi perencanaan bahan baku, persediaan akhir, hasil antara,
peralatan pengangkutan, dan jam kerja. Kegiatan utama dalam material
management adalah Perencanaan Produksi (production planning) dan
pengendalian persediaan (inventory control) sehingga di banyak
perusahaan, bagian/departemen ini disebut dengan Departemen
Production Planning and Inventory Control (PPIC) (Santoso. dkk,
2004).

11. Apa saja fungsi dan tugas seorang PPIC?


Jawaban:

Departemen PPIC (Production Plan and Inventory Control) Sesuai


dengan namanya, Departemen PPIC (Production Plan and Inventory
Control) mempunyai dua tugas utama, yaitu merencanakan produksi
dan mengontrol inventaris pabrik. Tugas tersebut meliputi perencanaan
produksi, perencanaan pengadaan bahan baku dan bahan kemas dan
pengendalian inventaris. (Susanti, 2013)

Fungsi departemen PPIC adalah :

a. Untuk mensinergikan kepentingan marketing dan manufacturing.


b. Untuk mensinergikan atau memadukan pihak-pihak dalam
organisasi (pemasaran, produksi, personalia, dan keuangan) agar
dapat bekerja dengan baik.

Tugas Departemen PPIC adalah sebagai berikut:

a. Membuat rencana produksi berdasarkan ramalan penjualan dari


departemen pemasaran.
b. Membuat rencana pengadaan bahan berdasarkan rencana dan
kondisi stok dengan menghitung kebutuhan material produksi
menurut standar stok yang ideal (ada batasan jumlah minimal dan
maksimal bahan).
c. Memantau semua inventory baik untuk proses produksi, stok yang
ada di gudang, maupun barang yang didatangkan, sehingga
pelaksanaan proses dan pemasukan tetap berjalan lancar dan
seimbang.
d. Membuat evaluasi hasil produksi, hasil penjualan, maupun kondisi
inventory.
e. Mengolah data dan menganalisa mengenai rencana dan realisasi
produksi dan penjualan serta data inventory.
f. Menghitung standar kerja karyawan tiap tahun berdasarkan
masukan dari bagian produksi atas pengamatan langsung.
g. Menghitung standar yield berdasarkan realisasi produksi tiap
tahun.
h. Aktif berkomunikasi dengan semua pihak yang terkait sehingga
diperoleh data yang akurat dan up to date.
i. Sebagai juru bicara perusahaan dalam bekerja sama dengan
perusahaan lain, seperti toll manufacturing.

12. Bagaiamana prinsip manajemen mutu untuk ruang yang tepat


pada pembuatan sediaan farmasi steril ?
Jawaban:
Pembuatan produk steril hendaklah dibuat dengan persyaratan
khusus dengan tujuan memperkecil risiko pencemaran mikroba,
partikulat, dan pirogen yang sangat ergantung dari keterampilan,
pelatihan, dan sikap personel yang terlibat. Pemastian Mutu sangatlah
penting dan pembuatan produk steril harus sepenuhnya mengikuti
secara ketat metode pembuatan dan prosedur yang ditetapkan dengan
seksama dan tervalidasi. Pelaksanaan proses akhir atau pengujian
produk jadi tidak dapat dijadikan sebagai satu-satunya andalan untuk
menjamin sterilitas atau aspek mutu. Berbagai kegiatan persiapan
komponen, pembuatan produk, dan pengisian hendaklah dilakukan di
ruang terpisah di dalam area bersih. Kegiatan pembuatan produk steril
dapat digolongkan dalam dua kategori; pertama produk yang
disterilkan dalam wadah akhir dan disebut juga sterilisasi akhir, kedua
produk yang diproses secara aseptis pada sebagian atau semua tahap.
Area bersih untuk pembuatan produk steril digolongkan
berdasarkan karakteristik lingkungan yang dipersyaratkan. Tiap
kegiatan pembuatan membutuhkan tingkat kebersihan ruangan yang
sesuai dalam keadaan operasional untuk meminimalkan risiko
pencemaran oleh partikulat dan/atau mikroba pada produk dan/atau
bahan yang ditangani. Kondisi “operasional” dan “non operasional”
hendaklah ditetapkan untuk tiap ruang bersih. Keadaan “non
operasional” adalah kondisi dimana fasilitas telah terpasang dan
beroperasi, lengkap dengan peralatan produksi tetapi tidak ada
personel. Kondisi “operasional” adalah kondisi di mana fasilitas dalam
keadaan berjalan sesuai modus pengoperasian yang ditetapkan dengan
sejumlah tertentu personel yang sedang bekerja.
Pada pembuatan produk steril dibedakan menjadi empat kelas
kebersihan, antara lain:
 Kelas A
Kelas A merupakan zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misal
zona pengisian, wadah tutup karet, ampul dan vial terbuka,
penyambungan secara aseptis. Umumnya kondisi ini dicapai dengan
memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) di tempat
kerja. Sistem udara laminar hendaklah mengalirkan udara dengan
kecepatan merata berkisar 0,36-0,54 m/detik pada posisi kerja
dalam ruang bersih terbuka.
 Kelas B
Kelas B merupakan zona untuk pengolahan dan pengisian secara
aseptis. Kelas ini adalah lingkungan latar belakang untuk zona kelas
A.
 Kelas C dan D
Area bersih untuk melakukan tahap proses pembuatan yang
mengandung risiko lebih rendah. Kelas C merupakan zona untuk
pembuatan larutan bila ada risiko diluar kebiasan, pengisian produk
yang akan mengalami sterilisasi akhir, dan pembuatan larutan yang
akan disaring kemudian pengisian secara aseptis dilakukan di kelas
A dengan latar belakang kelas B. Pertukaran udara per jam minimal
20 kali. Kelas D merupakan area bersih untuk pembuatan sediaan
steril dengan sterilisasi akhir. (Aneks 1, CPOB 2012).

13. Dokumen apa saja yang termasuk ke dalam dokumen produksi?


 Dokumen spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi.
 Dokumen produksi induk
 Dokumen formula pembuatan dan prosedur produksi
 Prosedur pengemasan induk
 Catatan pengolahan bets
 Catatan pengemasan bets (BPOM, 2018)

14. Apa yang membedakan antara QA dan QC ?


Jawaban:
Pemastian mutu / Quality Assurance (QA) adalah totalitas semua
pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat
yang dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Sistem pemastian mutu yang benar dan tepat bagi
industri farmasi hendaklah memastikan bahwa:
 Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan memperhatikan
persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan semua
langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas.
 Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian
jabatan.
 Pengaturan disiapkan untuk pembuatan pasokan dan penggunaan
bahan awal dan pengemas yang benar.
 Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan
selama proses (In Process Control/IPC) lain memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.
 Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses
pengemasan dan pengujian Bets (Batch) dilakukan sebelum
memberikan pengesahan pelulusan untuk distribusi. Penilaian
hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk kondisi
pembuatan, hasil dan Pengawasan Selama Proses (In Process
Control/IPC), pengkajian dokumen produksi termasuk
pengemasan, pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah
ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari spesifikasi produk jadi
dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir.
 Obat tidak dijual atau dipasok sebelum Kepala Bagian Manajemen
Mutu (pemastian mutu) menyatakan bahwa tiap bets (Batch)
produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang
tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan
dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk.
 Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa
sedapat mungkin produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya
ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa
edar atau masa simpan obat.
 Tersedia prosedur inspeksi diri dan audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu.
 Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui
untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh
perusahaan.
 Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat (Badan POM RI,
2018).
Pengawasan mutu / Quality Control (QC) adalah bagian dari CPOB
yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian
serta organisasi, dokumentasi, prosedur pelulusan (Badan POM RI,
2012).
 Bagian Pengawasan Mutu secara keseluruhan mempunyai
tanggung jawab, antara lain adalah:
a. Membuat, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur
pengawasan mutu,
b. Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk,
c. Memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan
produk,
d. Memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk,
e. Ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan
mutu produk.
 Kegiatan bagian Pengawasan Mutu yang dipersyaratkan dalam
CPOB adalah sebagai berikut:
a. Penanganan baku pembanding
b. Penyusunan spesifikasi dan prosedur pengujian
c. Penanganan contoh pertinggal
d. Validasi
e. Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk
ruahan, dan obat jadi meliputi spesifikasi, pengambilan contoh,
pengujian untuk bahan-bahan tersebut, serta in process control
f. Pengujian ulang bahan yang diluluskan
g. Pengujian stabilitas
h. Penanganan terhadap keluhan produk dan produk kembalian.
(Badan POM RI, 2018).

VI. PEMETAAN KONSEP

CPOB
Prosedur
Spesifikasi Formulasi
produksi induk

Proses produksi

Evaluasi

VII. LEARNING OBJECTIVE


1. Mampu mengetahui pre formulasi, formulasi, proses produksi,
serta mengetahui in proses control injeksi atropin sulfat
PRE FORMULASI
a. Preformulasi zat aktif (FI ed VI, 2020)
Pemerian Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih;
tidak berbau; mengembang di udara kering:
perlahan-lahan terpengaruh oleh cahaya.
Kelarutan Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam
etanol, terlebih dalam etanol mendidih; mudah larut
dalam gliserin.
Stabilitas
- pH 3 – 6,5
- Penyimpanan Dalam wadah dosis tunggal atau ganda, sebaiknya
dari kaca tipe 1. Wadah tertutup rapat.

b. Preformulasi Zat Eksipien


Natrium Klorida (HOPE ed 6, 2009)
Pemerian Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk
hablur putih; rasa asin.
Kelarutan Mudah larut dalam air; larut dalam gliserin; sukar
larut dalam etanol.
Stabilitas
- pH 6,7 – 7,3
- Suhu 38°C
- Titik didih 1413°C
- Penyimpanan Wadah tertutup rapat.
Konsetrasi 0,9% (untuk larutan isotonis)
Kegunaan Pengisotonis

Benzil Alkohol (HOPE ed 6, 2009)


Pemerian Cairan tidak berwarna; bau aromatik lemah; rasa
membakar tajam. Mendidih pada suhu 206º tanpa
peruraian. Netral terhadap lakmus.
Kelarutan Agak sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol
50%; bercampur dengan etanol, dengan eter dan dengan
kloroform.
Stabilitas
- Titik 204,7°C
didih -15°C
- Titik
beku
Konsentrasi 2 %
Kegunaan Pengawet

Asam Sulfat (HOPE ed 6, 2009)


Pemerian Cairan jernih seperti minyak; tidak berwarna; bau
sangat tajam dan korosif, Bobot jenis lebih kurang
1,84.
Kelarutan Bercampur dengan air dan dengan etanol, dengan
menimbulkan panas.
Stabilitas
- Titik didih 0,1 (10% v/v aqueous solution)
- Suhu 290-330°C
- Penyimpanan Wadah tertutup rapat.
Kegunaan Penstabil pH

Aqua Pro Injeksi (HOPE ed 6, 2009)


Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau.
Titik didih 100°C
Penyimpanan Wadah tertutup rapat.
Kegunaan Pelarut Injeksi.

FORMULASI
Setiap ml injeksi atropine sulfat mengandung

Atropine sulfat 0,4 mg


Benzyl alcohol 2%
Natrium Klorida 0,9%
Asam sulfat q.s
Aqua p.i ad 20 ml
(ATROPINE SULFATE- atropine sulfate injection West-Ward Pharmaceuticals Corp.)

Perhitungan tonisitas
Atropine sulfat 0,4 mg E NaCl = 0,14

Benzyl alcohol 2% E NaCl = 0,16

Total tonisitas = ∑ (kadar zat x E NaCl)


= (0,2 x 0,14) + (2 x 0,16)

= 0,56 + 0,32
= 0,376

NaCl yang dibutuhkan agar isotonis


= 0,9% - total tonisitas
= 0,9 - 0,376
= 0,524 gr
= 524 mg
Penimbangan bahan

 Untuk 20 ml / 1 vial =
- Atropine sulfat =

- Benzyl alcohol =

= 40 mg
- Natrium klorida =

PROSES PRODUKSI
Menurut Dhadhang (2009) tahapan produksi sediaan injeksi cair, yaitu:
Penyiapan bahan pengemas
a. Pencucian dan Sterilisasi wadah
Botol/ampul dicuci dan disterilkan dalam satu rangkaian
alat/mesin otomatis dengan ban berjalan. Sedangkan untuk tutup
karet (vial) dicuci dengan pengocokkan mekanik dalam suatu tangki
yang berisi larutan deterjen panas yang dilanjutkan dengan
pembilasan menggunakan air untuk injeksi dan disterilkan dalam
autoklaf.
b. Penyiapan bahan baku
c. Sterilisasi bahan baku
Sterilisasi bahan baku harus disesuaikan dengan sifat dan
stabilitas dari bahan baku yang akan dilakukan sterilisasi. Hal ini
sangat penting karena untuk menjamin bahwa sediaan yang akan
dibuat bersih dari kontaminasi mikroorganisme.
d. Pencampuran produk
Produk dicampur pada kondisi lingkungan tertentu. Preparat
steril dibuat dengan persyaratan khusus agar memperkecil resiko
pencemaran mikroba. Personil yang bekerja di area bersih dan steril
harus dipilih dengan seksama untuk memastikan bahwa personil
tersebut dapat bekerja dengan disiplin, tidak menderita penyakit
atau dalam kondisi kesehatan yang dapat menimbulkan bahaya bagi
produk.
e. Penyaringan larutan
f. Pengisian
Pengisian larutan steril dilakukan secara otomatis dengan
menggunakan mesin pengisi. Mesin ini harus di desain secara
khusus agar dapat memberikan ketepatan/keakuratan volume
larutan yang akan diisi ke dalam wadah.
g. Penyegelan wadah
Penyegelan ampul dilakukan dengan menggunakan mesin
filling and sealing. Cara penyegelan ampul yaitu dengan
melelehkan leher gelas, sehingga membentuk segel dengan nyala
api gas oksigen bersuhu tinggi. Sedangkan penyegelan vial
dilakukan secara manual dengan menggunakan pinset steril secara
cermat dan hati-hati. Tutup karet pada vial harus cocok dengan
mulut wadah kemudian di-seal dengan alumunium.
h. Pengamatan visual
Pengamatan visual merupakan suatu pengamatan yang
menggunakan indra penglihatan. Pengamatan visual bertujuan
untuk mengamati produk jadi dari suatu sediaan. Hal-hal yang dapat
diamati secara visual yaitu kelarutan, kejernihan serta warna.
i. Pelabelan dan pengemasan
Pelabelan berfungsi untuk menandakan suatu produk agar
tidak tertukar dan memudahkan dalam proses dokumentasi suatu
produk. Sedangkan pengemasan berfungsi untuk membagi dan
mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan aseptis
harus memenuhi pernyaratan: produk harus steril, wadah pengemas
harus steril, lingkungan tempat pengisian produk ke dalam wadah
harus steril dan wadah pengepak harus rapat agar mencegah
terjadinya kontaminasi. Vial/ampul dimasukkan dalam dus kecil
dan dilengkapi dengan brosur. kemudian dimasukkan dalam
individual box, diberi kartu kontrol, dimasukkan ke dalam master
box dan disegel.
j. Produk akhir.

IN PROCESS CONTROL SEDIAAN INJEKSI


Menurut Badan POM tentang CPOB (2018), aspek yang saling
berkaitan untuk membangun manajemen mutu terdiri dari pemastian
mutu, CPOB, pengawasan mutu, dan pengkajian mutu produk.
Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan
tujuan untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan memenuhi
persyaratan mutu dan tujuan pemakaiannya. Oleh karena itu
pengawasan selama proses (in-process control) produksi sangat perlu
dilakukan untuk menjaga kualitas dari sediaan farmasi yang dibuat.
Kondisi selama proses produksi tersebut harus dikendalikan
dengan hati-hati untuk memastikan kualitas produk. Setiap proses
berbeda dan membutuhkan perhatian secara rinci. Sterilisasi,
fermentasi, ekstraksi, netralisasi, penyaringan, pengeringan beku, dan
pengadukan adalah proses khas yang ditemukan dalam industri (HP,
1997).
Menurut CPOB (2018) Pengawasan selama proses produksi (in
process control) merupakan hal yang yang penting dalam pemastian
mutu produk. Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat,
prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian
atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets
produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah
disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan
hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau
hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin
menjadi penyebab variasi karakteristik produk selama proses berjalan.
Prosedur tertulis untuk pengawasan selama proses hendaklah
dipatuhi. Prosedur tersebut hendaklah menjelaskan:
a. Titik pengambilan sampel,
b. Frekuensi pengambilan sampel,
c. Jumlah sampel yang diambil,
d. Spesifikasi yang harus diperiksa,
e. Dan batas penerimaan untuk tiap spesifikasi.
Di samping itu, pengawasan-selama proses hendaklah
mencakup, tapi tidak terbatas pada atau jumlah isi produk hendaklah
prosedur umum sebagai berikut:
a. Semua parameter produk, volume diperiksa pada saat awal dan
selama proses pengolahan atau pengemasan; dan kemasan akhir
hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan selang
waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan
spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang
ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk.
b. Selama proses pengolahan dan pengemasan bets hendaklah
diambil sampel pada awal, tengah dan akhir proses oleh personil
yang ditunjuk. Hasil pengujian/inspeksi selama proses hendaklah
dicatat, dan dokumen tersebut hendaklah menjadi bagian dari
catatan bets.
c. Spesifikasi pengawasan selama proses hendaklah konsisten
dengan spesifikasi produk.

2. Mengetahui apa saja yang harus tercantum dalam dokumen


produksi.
Menurut Badan POM tentang CPOB (2018) dokumen Produksi
Induk yang disahkan secara formal hendaklah mencakup nama, bentuk
sediaan, kekuatan dan deskripsi produk, nama penyusun dan
bagiannya, nama pemeriksa serta daftar distribusi dokumen dan berisi
hal sebagai berikut:
a. Informasi bersifat umum yang menguraikan jenis bahan pengemas
b. Primer yang harus digunakan atau alternatifnya, pernyataan
mengenai
c. Stabilitas produk, tindakan pengamanan selama penyimpanan dan
d. Tindakan pengamanan lain yang harus dilakukan selama
pengolahan
e. Dan pengemasan produk.
f. Komposisi atau formula produk untuk tiap satuan dosis dan untuk
g. Satu sampel ukuran bets.
h. Daftar lengkap bahan awal, baik yang tidak akan berubah maupun
i. Yang akan mengalami perubahan selama proses.
j. Spesifikasi bahan awal

3. Mengetahui alur/tahapan penerbitan proses produksi induk dan


pihak mana saja yang terkait dengan proses penerbitanya.
Contoh proses dokumentasi standard operational procedure
(SOP) di Document Control (DC) sebagaimana gambar di atas adalah
sebagai berikut:
1. Rancangan SOP yang telah disusun oleh bagian yang bersangkutan
dikirimkan ke DC, kemudian DC mensirkulasikan rancangan
tersebut ke bagian-bagian yang terkait untuk dievaluasi.
2. Bagian-bagian terkait mengevaluasi, memberikan komentar dan
mengembalikan rancangan SOP ke DC.
3. Bagian DC mengembalikan rancangan tersebut ke bagian pembuat
untuk direvisi.
4. Setelah dilakukan revisi oleh pembuat SOP, dokumen tersebut
dikirimkan ke bagian DC untuk diminta persetujuan dari bagian-
bagian yang terkait.
Dokumen yang telah disetujui oleh bagian-bagian yang terkait
akan disimpan oleh bagian DC beserta back up data elektroniknya dan
bagian-bagian yang terkait akan mendapatkan salinan dari dokumen
tersebut. Dokumen SOP tersebut akan dilakukan review secara
periodik setiap 3 atau 5 tahun, apabila terjadi perubahan maka bagian
dapat diminta untuk perbaikan
Prosedur untuk menetapkan pengendalian dokumen yang
diperlukan harus dibuat untuk beberapa hal diantaranya:
1. Menyetujui kecukupan sebelum diterbitkan.
2. Meninjau, memutakhirkan, dan menyetujui ulang.
3. Memastikan perubahan dan status revisi terkini.
4. Memastikan versi yang relevan tersedia di tempat.
5. Memastikan dapat dibaca dan mudah dikenali.
6. Memastikan dokumen eksternal diidentifikasi dan dikendalikan.
7. Mencegah pemakaian dokumen kadaluarsa.
Bagian yang terkait yaitu dilakukan oleh suatu bagian yang disebut
Document Control (DC) yang berada dibawah divisi Quality
Assurance (Eva, 2021).

4. Mengetahui spesifikasi bahan, alat, teknik yang akan


dilaksanakan selama proses produksi.
A. Spesifikasi Bahan & Produk
1) Bahan awal dan bahan pengemas
Spesifikasi untuk bahan awal dan pengemasan primer atau
cetak hendaklah mencakup, jika memungkinkan:
a) deskripsi bahan, mencakup:
 nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk)
internal;
 rujukan monografi farmakope, bila ada;
 pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen
bahan; dan
 spesimen bahan cetak;
b) petunjuk pengambilan sampel dan pengujian;
c) persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas
keberterimaan;
d) kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan; dan
e) batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian
kembali.
2) Spesifikasi Produk Antara dan Produk Ruahan
Spesifikasi produk antara dan produk ruahan untuk tahap
kritikal hendaklah tersedia, apabila produk tersebut dibeli atau
dikirim. Spesifikasi hendaklah serupa dengan spesifikasi bahan
awal atau produk jadi, sesuai keperluan.
3) Spesifikasi Produk jadi
Spesifikasi produk jadi hendaklah mencakup atau memberikan
referensi:
a) nama produk yang ditentukan dan kode referen (kode
produk) bila diperlukan;
b) formula;
c) deskripsi bentuk sediaan dan uraian mengenai
kemasan;
d) petunjuk pengambilan sampel dan pengujian;
e) persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas
keberterimaan;
f) kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan khusus,
bila diperlukan; dan
g) masa edar.

B. Spesifikasi Alat
a. Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan
dikelola sesuai dengan tujuannya
b. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal,
produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan
reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat memengaruhi identitas,
mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.
c. Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus,
misalnya pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan
dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak memengaruhi
identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara
ataupun produk jadi.
d. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor,
tetesan pelumas dan hal sejenis atau karena perbaikan,
pemeliharaan, modifikasi dan adaptasi yang tidak tepat.
e. Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar
mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan
sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam
keadaan bersih dan kering.
f. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan
digunakan agar tidak menjadi sumber kontaminasi.
g. Peralatan produksi yang digunakan hendaklah tidak berakibat
buruk pada produk. Bagian alat produksi yang bersentuhan
dengan produk tidak boleh bersifat reaktif, aditif atau absorbtif
yang dapat memengaruhi mutu dan berakibat buruk pada
produk.
h. Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah
terbakar atau bahan kimia atau yang ditempatkan di area di
mana digunakan bahan mudah terbakar, hendaklah dilengkapi
dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta
dibumikan dengan benar.
i. Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang
dan ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan
pengawasan.
j. Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat dan
mengendalikan hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada
interval waktu tertentu dengan metode yang ditetapkan. Catatan
yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah disimpan.
k. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi tidak boleh
melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung
asbes tidak boleh digunakan walaupun sesudahnya disaring
kembali menggunakan filter khusus yang tidak melepaskan
serat.
l. Pipa air suling, air deionisasi dan bila perlu pipa air lain untuk
produksi hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur
tersebut hendaklah berisi rincian batas cemaran mikroba dan
tindakan yang harus dilakukan.

C. Teknik Pelaksanaan
a. Pengambilan Sampel
Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengambilan sampel
yang mencakup, metode dan alat yang digunakan, jumlah yang
diambil dan tindakan pengamanan yang diperhatikan untuk
menghindarkan kontaminasi terhadap bahan atau penurunan
mutu.
b. Pengujian
Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengujian bahan dan
produk yang diperoleh dari tiap tahap produksi yang
menguraikan metode dan alat yang harus digunakan. Pengujian
yang dilaksanakan hendaklah dicatat.
c. Prosedur Pembersihan dan Sanitasi
1. Prosedur tertulis hendaklah ditetapkan untuk pembersihan
alat dan persetujuan untuk penggunaan bagi produksi obat,
termasuk produk antara. Prosedur pembersihan hendaklah
rinci supaya operator dapat melakukan pembersihan tiap
jenis alat secara konsisten dan efektif.
Prosedur hendaklah mencantumkan:

 penanggung jawab untuk pembersihan alat;


 jadwal pembersihan, termasuk sanitasi, bila perlu;
 deskripsi lengkap dari metode pembersihan dan bahan
pembersih yang digunakan termasuk pengenceran
bahan pembersih yang digunakan;
 instruksi pembongkaran dan pemasangan kembali tiap
bagian alat, bila perlu, untuk memastikan pembersihan
yang benar;
 instruksi untuk menghilangkan atau meniadakan
identitas bets sebelumnya;
 instruksi untuk melindungi alat yang sudah bersih
terhadap kontaminasi sebelum digunakan;
 pemeriksaan kebersihan alat segera sebelum
digunakan; dan
 menetapkan jangka waktu maksimum yang sesuai
untuk pelaksanaan pembersihan alat setelah selesai
digunakan produksi
2. Tanpa kecuali, prosedur pembersihan, sanitasi dan higiene
hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk
memastikan efektivitas prosedur memenuhi persyaratan.
3. Hendaklah tersedia prosedur tertulis dan catatan
pelaksanaan tindakan dan, bila perlu, kesimpulan yang
dicapai untuk pembersihan dan sanitasi, hal - hal tentang
personel termasuk pelatihan, seragam kerja, higiene;
pemantauan lingkungan dan pengendalian hama (BPOM,
2018)
DAFTAR PUSTKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2013. Petunjuk Operasional Penerapan
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik Aneks 1 Pembuatan Produk Steril.
BPOM RI, Jakarta, Indonesia.
Badan POM RI . 2012. Sentra Informasi Keracunan Nasional (SIKerNas) Pusat
Informasi Obat dan Makanan, Badan POM RI.
Badan POM. 2018. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (Guidelines on Good
Manufacturing). Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Bambang P. 2007. Manajemen Industri Farmasi. Yogyakarta: Global Pustaka Utama.
BPOM RI. (2012). Pedoman Monioring Efek Samping Obat (MESO) Bagi Tenaga
Kesehatan. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik Dan PKRT
Badan Pom RI, 1–35
Departemen Kesehatan. (2020), Farmakope Indonesia Edisi VI. Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Dhadhang, K. 2009. Teknologi Sediaan Farmasi. Graha Ilmu. Purwokerto.
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2020. Farmakope Edisi VI.
Jakarta.
Eva, Kurnia Septiana. 2021. PT Konimex Pharmaceutical Laboratories. Sukoharjo.
Jawa Tengah
Fatmawati, Aisyah, 2015, Farmasi Indusri, Yogyakarta.
Fatmawati, Nurina, 2014. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker, Universitas
Indonesia.
GMP Center. 2011. Pedoman CPOB/GMP Pharma: Manajemen Mutu. http://gmp-
center.com/2011/03/09/pedoman-cpob-gmp-pharmaceutical/, diakses 12 Juni
2012.
Hardono, T. dan Supriyadi, K. 2020. Modifikasi Autoclave Berbasis Atmega328
(Suhu). Medika Teknika : Jurnal Teknik Elektromedik Indonesia, 1(2).
HP. 1997. Pharmaceutical Process Control. USA: Hewlett-Packard Company.
Majalah Farmasetka, 2019, Gudang Ilmu Farmasetika.
Menteri Kesehatan. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. Jakarta.
Rowe, R.C., Paul J.S., Marian E.Q. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient
Sixth Edition. Lambeth High Street, London.
Sentra Informasi Keracunan Nasional (SIKerNas). 2012. Pusat Informasi Obat dan
Makanan, Badan POM RI.
Susanti, A. T. (2013). Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 201

Anda mungkin juga menyukai