Anda di halaman 1dari 8

Resume

Nama : Fahrurrozi Nul Hakim

No.Bp : 1810112084

Kelas : Hukum Perbankan 3.2 (S2)

Sejarah dan Perkembangan Praktik Pencucian Uang

Pencucian uang sederhananya adalah “bersih-bersih” terhadap uang atau harta agar pihak lain
tidak mengetahui bahwa uang tersebut sebenarnya berasal dari hasil kejahatan atau tindak pidana. Dulu,
upaya bersih-bersih itu sering melalui bank karena memang menjadi tempat menyimpan uang. Namun
seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan kompleksitas sistem keuangan serta semakin
canggihnya modus operandi pelaku pencucian uang, pencucian uang bisa melalui cara-cara lain, misalnya
melalui pembelian barang dan jasa, contoh : lelang barang antik, atau kolektor lukisan mahal atau melalui
jasa pengiriman uang yang belum terlacak atau diluar sistem perbankan. Pencucian uang dalam transaksi
atau sistem pembayaran diluar perbankan juga sebenarnya berpeluang tinggi. Bank Indonesia (BI) juga
sudah mengeluarkan aturan yaitu menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.14/3/PBI/2012 tanggal
29 Maret 2012 tentang Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi
Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank. Ketentuan ini merupakan tindak lanjut dari amanat
dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, dan mengatur mengenai penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) yang harus diterapkan oleh penyelenggara jasa sistem pembayaran.
PBI tersebut baru diberlakukan mulai 8 Juni 2013, atau masih lebih dari satu tahun lagi. Mungkin BI perlu
mensosialisasikan peraturan ini kepada semua lembaga terkait. Aturan tersebutnya harusnya mengatur
secara teknis terkait dengan sistem pembayaran dengan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi, seperti e-money, epayment, dll, yang sekarang semakin banyak digunakan oleh masyarakat,
termasuk untuk mengirimkan uang dari atau ke luar negeri.

Asal mula munculnya nama Money Laundering berdasarkan kehidupan Al Capone seorang
penjahat terbesar di Amerika masa lalu dengan dibantu oleh Meyer Lansky seorang akuntan, dalam
melakukan pencucian uang melalui usaha binatu (Laundry). Maka istilah pencucian uang atau money
laundering sudah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat.

Dalam perkembangannya, tindak pidana pencucian uang semakin kompleks, melintasi batas-
batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem
keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor. Untuk mengantisipasi hal itu, Financial Action Task
Force (FATF) on Money Laundering telah mengeluarkan standar internasional yang menjadi ukuran bagi
setiap negara/jurisdiksi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak
pidana pendanaan terorisme yang dikenal dengan Revised 40 Recommendations dan 9 Special
Recommendations (Revised 40+9) FATF, antara lain mengenai perluasan Pihak Pelapor (Reporting Parties)
yang mencakup pedagang permata dan perhiasan/logam mulia dan pedagang kendaraan bermotor.
Dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang perlu dilakukan kerja sama regional
dan internasional melalui forum bilateral atau multilateral agar intensitas tindak pidana yang
menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar dapat diminimalisasi.

Pengertian dan Istilah Pencucian Uang

Istilah Money Laundry berasal dari bahasa Inggris. Money artinya uang dan Laundering artinya
pencucian. Jadi, Money Laundry secara harfiah artinya pencucian uang, atau pemutihan uang hasil
kejahatan. Internatinal Criminal Police Organization (ICPO) memberikan definisi pencucian uang sebagai
suatu tindakan yang berusaha mencoba menyembunyikan dan menyamarkan cirriciri dari suatu
pendapatan ilegal sehingga seolah-olah berasal dari sumber yang sah atau legal (Nasution, 2005).

Dalam UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang dimaksud pencucian
uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,
menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta
kekayaan yang diketahuinya atau diduga (seharusnya “patut diduga”) merupakan hasil tindak pidana
dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-
olah menjadi harta kekayaan yang sah. Contohnya di Indonesia kasus Bank Century dan impor daging sapi
dimana hasil kejahatan tersebut dialirkan kepada badan atau perorang melalui bank.

Aktivitas pencucian uang secara umum merupakan suatu cara menyembunyikan, memindahkan
dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organization crime, maupun
individu yang melakukan tindakan korupsi, perdagangan narkotika dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Kegiatan diatas, secara garis besar melibatkan asset yang disamarkan atau disembunyikan asal usulnya
sehingga dapat digunakan tanpa terdeteksi bahwa asset tersebut berasal dari kegiatan yang legal. Melalui
tindakan yang melanggar hukum ini, pendapatan atau kekayaan yang didapat dari tindak pidana diubah
menjadi dana yang seolah-olah berasal dari sumber yang legal.

Objek Pencucian Uang

Menurut Sarah N. Welling, money laundering dimulai dengan adanya “uang haram” atau “uang kotor”
(dirty money). Uang dapat menjadi kotor dengan dua cara, pertama, melalui penggelapan pajak yaitu
memperoleh uang secara legal, tetapi jumlah yang dilaporkan kepada pemerintah untuk keperluan pajak
lebih sedikit daripada yang sebenarnya diperoleh. Dan yang kedua yaitu memperoleh uang melalui cara-
cara yang melanggar hukum, seperti penjualan obatobat terlarang atau perdagangan narkoba secara
gelap (drug sales atau drug trafficking), perjudian (gambling), penyuapan (bribery), terorisme (terrorism),
pelacuran (prostitution), perdagangan senjata (arms trafficking), penyelundupan minuman keras,
tembakau dan pornografi (smuggling of contraband alcohol, tobacco, pornography), penyelundupan
imigran gelap (illegal immigration rackets atau people smuggling), dan kejahatan kerah putih (white collar
crime).

Praktik-praktik money laundering memang mula-mula dilakukan hanya terhadap uang yang
diperoleh dari lalu lintas perdagangan narkotika dan obatobatan sejenis itu (narkoba) atau yang dikenal
sebagai illegal drug trafficking. Namun kemudian, money laundering dilakukan terhadap uang-uang yang
diperoleh dari sumber-sumber kejahatan lain seperti yang dikemukakan diatas.

Praktik-praktik money laundering memang mula-mula dilakukan hanya terhadap uang yang
diperoleh dari lalu lintas perdagangan narkotika dan obato-batan sejenis itu (narkoba) atau yang dikenal
sebagai illegal drug trafficking. Namun kemudian, money laundering dilakukan terhadap uang-uang yang
diperoleh dari sumber-sumber kejahatan lain seperti yang dikemukakan diatas.

Sebenarnya, sumber pengumpulan uang haram secara internasional yang berasal dari drug
trafficking bukanlah yang utama. Porsi utama dari uang haram itu berasal dari tax evasion, flight capital,
dan irregular or hidden economies yang dibedakan dari the overly criminal economies. Flight capital
termasuk flight capital atas uang yang disediakan oleh Negara maju (developed countries) bagi Negara
berkembang (developing countries) dalam bentuk bantuan keuangan (financial aid), yang tidak
dibelanjakan atau diinvestasikan di negara yang bersangkutan, tetapi kemudian kembali kepada negara-
negara berkembang tersebut sebagai illegal exported capital. Uang inilah yang sering ditempatkan di bank
luar negeri yang justru telah memberikan kredit tersebut.

Tahapan dalam Praktik Pencucian Uang

Secara sederhana, proses pencucian uang dapat dikelompokkan pada tiga kegiatan, yakni
placement, layering dan integration.

a. Placement merupakan fase menempatkan uang yang dihasilkan dari suatu aktivitas kejahatan
misalnya dengan pemecahan sejumlah besar uang tunai menjadi jumlah kecil yang tidak
mencolok untuk ditempatkan dalam system keuangan baik dengan menggunakan rekening
simpanan bank, atau dipergunakan untuk membeli sejumlah instrumen keuangan (cheques,
money orders) yang akan ditagihkan dan selanjutnya didepositokan di rekening bank yang berada
di lokasi lain. Placement dapat pula dilakukan dengan pergerakan fisik dari uang tunai, baik
melalui penyelundupan uang tunai dari suatu negara ke negara lain, dan menggabungkan antara
uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah.
Proses placement ini merupakan titik paling lemah dari perbuatan pencucian uang.
b. Layering, diartikan sebagai memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya yaitu aktivitas
kejahatan yang terkait melalui beberapa tahapan transaksi keuangan. Dalam hal ini terdapat
proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke
tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk
menyamarkan/menyembunyikan sumber uang “haram” tersebut. Layering dapat pula dilakukan
melalui pembukaan sebanyak mungkin ke rekening-rekening perusahaan-perusahaan fiktif
dengan memanfaatkan ketentuan rahasia bank.
c. Integration, yaitu upaya untuk menetapkan suatu landasan sebagai suatu “legitimate
explanation” bagi hasil kejahatan. Disini uang yang ‘dicuci’ melalui placement maupun layering
dialihkan ke dalam kegiatan-kegiatan resmi sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali
dengan aktivitas kejahatan sebelumnya yang menjadi sumber dari uang yang di-laundry. Pada
tahap ini uang yang telah dicuci dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dengan bentuk yang
sejalan dengan aturan hukum. Proses integration ini terjadi apabila proses layering berhasil
dengan baik.

Dalam UU PP-TPPU pengertian tindak pidana pencucian uang diatur dalam Pasal 3 sampai Pasal 6. Pasal
3 menyebutkan, bahwa Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan
dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
menyatakan :

“Dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana
karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”

Sementara itu Pasal 4 Undang-undang yang sama mengatur :

“Bahwa Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber,
lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).”

Pasal 5 UU PP-TPPU mengatur bahwa :

“Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran,


hibah, sumbangan, penitipanpenukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.”

Didalam Pasal 6 UU PP-TPPU disebutkan Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap
Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi. Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak
pidana Pencucian Uang sebagai berikut :

a. Dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi;


b. Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi;
c. Dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan
d. Dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.

Dasar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang

1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang


2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 15 Tahun
2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang mengatur bentuk-bentuk TPPU dalam 7 pasal, yakni Pasal 3 hingga Pasal 10.
Adapun bentuk-bentuk tindak pidana lain yang berkaitan denga TPPU dalam 6 pasal, yakni Pasal
11 hingga Pasal 16.
4. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan
Penanganan Harta Kekayaan Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang atau Tindak Pidana Lain

Modus Operandi dalam Pencucian Uang

Secara umum ada tiga metode konvensional yang biasa dilakukan oleh para pelaku pencucian
uang yaitu :

a. Penyeludupan Uang
Penyelundupan uang adalah suatu metode dimana para pelaku pencucian uang melakukan suatu
transfer pendapatan yang illegal secara rahasia ke sebuah Negara atau teritori. Transfer disini
dilakukan secara tunai bukan secara elektronik.
b. Melalui Institusi Keuangan
Metode ini adalah dengan menggunakan institusi keuangan seperti bank untuk membantu
melakukan pencucian uang terutama dalam hal memindahkan uang hasil kejahatan ke Negara
atau daerah lain. Beragam fasilitas yangt diberikan oleh institusi keuangan seperti pembukaan
rekening, kredit, penukaran mata uang, dan transfer uang telah membuat para pelaku pencucian
uang menggunakan institusi ini sebagai alat untuk mencuci uangnya. Adanya ekonomi global dan
pasar modal yang terintegrasi juga membuat para pelaku pencucian uang dapat melakukan
transfer antar Negara dengan lebih aman dan mudah. Metode ini semakin popular mengingat
adanya prinsip kerahasiaan bank, sehingga identitas mereka aman dari penyelidikan.
c. Melalui Institusi Non-Keuangan
Metode yang paling umum dilakukan dibidang ini adalah dengan membeli berbagai barang
berharga dan property atau dengan melakukan kegiatan bisnis seperti restoran, hotel dan toko.
Metode ini juga sudah mulai susah dilakukan karena selain berbagai rekomendasi di bidang
keuangan, FATF danberbagai konvensi internasional juga telah membuat rekomendasi annti
money laundering di bidang nonkeuangan. The 2001 EC Directive misalnya mensyaratkan
tanggung jawab anti pencucian uang tidak hanya kepada institusi keuangan tetapi juga institusi
non keuangan, pribadi atau entity seperti Auditor, akuntan dan konsultan eksternal, agen
property, notaries, dan legal profesi lainnya, serta dealer barang-barang berharga. Selain itu,
perbaikan dari 40 Rekomendasi FATF juga telah mewajibkan perusahaan financial maupun profesi
untuk memenuhi kewajiban anti pencucian uang.

Selain itu terdapat modus lain seperti berikut:

a. Loan Back
Dengan cara meminjam uangnya sendiri, modus ini terinci lagi dalam bentuk direct loan, dengan
cara meminjam uang dari perusahaan luar negeri berupa perusahaan bayangan dimana direksinya
dan pemegang saham adalah dia sendiri, dalam bentuk back to loan, dimana si pelaku peminjam
uang dari cabang bank asing secara stand by letter of credit atau certificate of deposit bahwa uang
didapat atas dasar uang dari kejahatan, pinjaman itu kemudian tidak dikembalikan sehingga
jaminan bank dicairkan.
b. Modus operasi C-Chase
Metode ini cukup RUMIT DAN BERLIKU-LIKU untuk menghapus jejak, misalnya: . Contoh dalam
kasus TUAN X Memerintahkan kurir-kurir datang ke bank A untuk menyimpan dana sebesar US $
10.000 supaya lolos dari kewajiban lapor. Kemudian beberapa kali dilakukan transfer, yakni Bank
NY ke negara B ke cabang bank di S, lalu disana dikonfersi dalam bentuk certiface of deposit untuk
menjamin loan dalam jumlah yang sama yang diambil oleh orang Negara D. Loan buat negara O
yang terkenal dengan tax Heavennya. Disini Loan itu tidak pernah ditagih, namun hanya dengan
mencairkan sertifikat deposito itu saja. Dari Negara D, uang terebut di transfer ke NEGARA Ug
melalui rekening drug dealer dan disana uang itu didistribusikan menurut keperluan dan bisnis
yang serba gelap. Hasil investasi ini dapat tercuci dan aman.
c. Modus transaksi transaksi dagang internasional
Modus ini menggunakan sarana dokumen L/C. Karena menjadi fokus urusan bank baik bank
koresponden maupun opening bank adalah dokumen bank itu sendiri dan tidak mengenal
keadaan barang, maka hal ini dapat menjadi sasaran TPPU, berupa membuat invoice yang besar
terhadap barang yang kecil atau malahan barang itu tidak ada.
d. Modus penyelundupan uang tunai atau sistem bank paralel ke Negara lain. Modus ini
menyelundupkan sejumah fisik uang itu ke luar negeri. Berhubung dengan cara ini terdapat resiko
seperti dirampok, hilang atau tertangkap maka digunakan modus berupa electronic transfer,
yakni mentransfer dari satu Negara ke negara lain tanpa perpindahan fisik uang itu.
e. Modus Pengambilalihan Saham (Akuisisi)
Perusahaan yang diakuisisi adalah perusahaan sendiri .Contoh seorang pemilik perusahaan di
Indonesia yang memiliki perusahaan secara gelap pula di Cayman Island, negara tax haven. Hasil
usaha di cayman didepositokan atas nama perusahaan yang ada di Indonesia. Kemudian
perusahaan yang ada di Cayman membeli saham-saham dari perusahaan yang ada di Indonesia
(secara akuisisi). Dengan cara ini pemilik perusahaan di Indonesia memliki dana yang sah, karena
telah tercuci melalui hasil pejualan saham-sahamnya di perusahaan Indonesia.
f. Modus Real estate Carousel, yakni dengan menjual suatu property berkai-kali kepada perusahaan
di dalam kelompok yang sama. Pelaku TPPU memiliki sejumlah perusahaan (pemegang saham
mayoritas) dalam bentuk real estate. Dari satu ke lain perusahaan.
g. Modus Investasi Tertentu
Investasi tertentu ini biasanya dalam bisnis transaksi barang atau lukisan atau antik. Misalnya
pelaku membeli barang lukisa dan kemudian menjualnya kepada seseorang yang sebenarnya
adalah suruhan si pelaku itu sendiri dengan harga mahal. Lukisan dengan harga tak terukur, dapat
ditetapkan harga setinggitingginya dan bersifat sah. Dana hasil penjualan lukisan tersebut dapat
dikategorikan sebagai dana yang sudah sah.
h. Modus over invoices atau double invoice. Modus ini dilakukan dengan mendirikan perusahaan
ekspor-impor negara sendiri, lalu diluar negeri (yang bersistem tax haven) mendirikan pula
perusahaan bayangan (shell company). Perusahaan di Negara tax Haven ini mengekspor barang
ke Indonesia dan perusahaan yang ada d diluar negeri itu membuat invoice pembelian dengan
harga tingi inilah yang disebut over invoice dan bila dibuat 2 invoices, maka disebut double
invoices.
i. Modus Perdagangan Saham
Modus ini pernah terjadi di BEBERAPA NEGARA. Dalam suatu kasus di Busra efek NEGARA X,
dengan melibatkan perusahaan efek, dimana beberapa nasabah perusahaan efek ini menjadi
pelaku pencucian uang. Artinya dana dari nasabahnya yang diinvestasi ini bersumber dari uang
gelap. Pihak bank membuat 2 (dua) buah rekening bagi nasabahnasabah tersebut, yang satu
untuk nasabah yag rugi dan satu yang memiliki keuntungan. Rekening di upayakan dibuka di
tempat yang sangat terjamin proteksi kerahasaannya, supaya sulit ditelusuri siapa benefecial
owner dari rekening tersebut.
j. Modus Deposit Taking
Mendirikan perusahaan keuangan seperti Deposit taking Institution (DTI). DTI ini terkenal dengan
sarana pencucian uang. Kasus Money Laundrying ini melibatkan DTI antara lain transfer melalui
telex, surat berharga, penukaran valuta asing, pembelian obligasi pemerintahan dan teasury bills.

Pelaporan

Pelaporan dapat dilakukan dengan melalui proses dari Lembaga-lembaga terkait seperti berikut:

a. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan


Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merupakan lembaga independen yang
dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana
dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 1 angka 2. Pembentukan PPATK
sendiri dilakukan pada tahun 2003 sebagai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2002
tebtabg Tindak Pidana Pencucian Uang.
Jika disandingkan dengan negara lain, maka PPATK dapat dikategorikan sebagai Financial
Intelligence Unit (FIU) yang berfungsi sebagai pusat pengelola dan analisis a. laporan terkait
transaksi yang mencurigakan, b. informasi lainnya yang relevan dengan kegiatan pencucian uang
atau kejahatan lainnya yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang, dan c. menyalurkan
hasil analisis tersebut ke pihak yang berwenang guna ditindaklanjuti.
b. Bank Indonesia
Bank Indonesia merupakan Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-
undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral.56 Dengan tugas a. menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran , dan
c. mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia, menjadikan Bank Indonesia memiliki
relevansi yang sangat penting akan keterlibatannya dalam rezim anti pencucian uang.
Dalam kaitannya dengan rezim anti pencucian uang tersebut, Bank Indonesia mengeluarkan
ketentuan mengenai Know Your Customer (KYC) atau Prinsip Mengenal Nasabah (PMN). Prinsip
ini bertujuan supaya Bank lebih berhati-hati dalam mengelola dana nasabahnya sehingga tidak
menjadi sarana bagi nasabah dalam melakukan pencucian uang. Penerapan prinsip ini juga
diawasi oleh Bank Indonesia secara berkala.
c. Pengadilan
Pengadilan bertugas melaksanakan pemeriksaan perkara TPPU di sidang pengadilan dan
khususnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, perkara yang diproses selain tindak pidana
korupsi juga yang merupakan TPPU yang berasal dari Tindak Pidana Korupsi.

Anda mungkin juga menyukai