Anda di halaman 1dari 4

Pengertian Perilaku Abnormal

Perilaku abnormal adalah kekalutan mental & melampaui titik kepatahan mental = dikenal
sebagai nervous breakdown. (get mental breakdown). Sepanjang sejarah budaya barat,
konsep perilaku abnormal telah dibentuk, dalam beberapa hal, oleh pandangan dunia waktu
itu. Contohnya, masyarakat purba menghubungkan perilaku abnormal dengan kekuatan
supranatural atau yang bersifat ketuhanan. Para arkeolog telah menemukan kerangka manusia
dari Zaman Batu dengan lubang sebesar telur pada tengkoraknya. Satu interpretasi yang
muncul adalah bahwa nenek moyang kita percaya bahwa perilaku abnormal merefleksikan
serbuan/invasi dari roh-roh jahat. Mungkin mereka menggunakan cara kasar yang disebut
trephination–menciptakan sebuah jalur bagi jalan keluarnya roh tertentu.

Pada abad pertengahan kepercayaan tersebut makin meningkat pengaruhnya dan pada
akhirnya mendominasi pemikiran di zaman pertengahan. Doktrin tentang penguasaan oleh
roh jahat meyakini bahwa perilaku abnormal merupakan suatu tanda kerasukan oleh roh jahat
atau iblis. Rupanya, hal seperti ini masih dapat dijumpai di negara kita, khususnya di daerah
pedalaman. Pernah saya melihat di tayangan televisi yang mengisahkan tentang seorang ibu
dirantai kakinya karena dianggap gila. Oleh karena keluarga meyakini bahwa sang ibu
didiami oleh roh jahat, maka mereka membawa ibu ini pada seorang tokoh agama di desanya.

Dia diberi minum air putih yang sudah didoakan. Mungkin inilah gambaran situasi pada abad
pertengahan berkaitan dengan penyebab perilaku abnormal.
Lalu apa yang dilakukan waktu itu? Pada abad pertengahan, para pengusir roh jahat
dipekerjakan untuk meyakinkan roh jahat bahwa tubuh korban yang mereka tuju pada
dasarnya tidak dapat dihuni. Mereka melakukan pengusiran roh jahat (exorcism) dengan cara,
misalnya: berdoa, mengayun-ayunkan tanda salib, memukul, mencambuk, dan bahkan
membuat korban menjadi kelaparan. Apabila korban masih menunjukkan perilaku abnormal,
maka ada pengobatan yang lebih kuat, seperti penyiksaan dengan peralatan tertentu.

Keyakinan-keyakinan dalam hal kerasukan roh jahat tetap bertahan hingga bangkitnya ilmu
pengetahuan alam pada akhir abad ke 17 dan 18. Masyarakat secara luas mulai berpaling
pada nalar dan ilmu pengetahuan sebagai cara untuk menjelaskan fenomena alam dan
perilaku manusia. Akhirnya, model-model perilaku abnormal juga mulai bermunculan,
meliputi model-model yang mewakili perspektif biologis, psikologis, sosiokultural, dan
biopsikososial. Di bawah ini adalah penjelasan-penjelasan singkatnya :

 Perspektif biologis: Seorang dokter Jerman, Wilhelm Griesinger (1817-1868)


menyatakan bahwa perilaku abnormal berakar pada penyakit di otak. Pandangan ini
cukup memengaruhi dokter Jerman lainnya, seperti Emil Kraepelin (1856-1926) yang
menulis buku teks penting dalam bidang psikiatri pada tahun 1883. Ia meyakini
bahwa gangguan mental berhubungan dengan penyakit fisik. Memang tidak semua
orang yang mengadopsi model medis ini meyakini bahwa setiap pola perilaku
abnormal merupakan hasil dari kerusakan biologis, namun mereka mempertahankan
keyakinan bahwa pola perilaku abnormal tersebut dapat dihubungkan dengan
penyakit fisik karena ciri-cirinya dapat dikonseptualisasikan sebagai simtom-simtom
dari gangguan yang mendasarinya.
 Perspektif psikologis: Sigmund Freud, seorang dokter muda Austria (1856-1939)
berpikir bahwa penyebab perilaku abnormal terletak pada interaksi antara kekuatan-
kekuatan di dalam pikiran bawah sadar. Model yang dikenal sebagai model
psikodinamika ini merupakan model psikologis utama yang pertama membahas
mengenai perilaku abnormal.
 Perspektif sosiokultural: Pandangan ini meyakini bahwa kita harus
mempertimbangkan konteks-konteks sosial yang lebih luas di mana suatu perilaku
muncul untuk memahami akar dari perilaku abnormal. Penyebab perilaku abnormal
dapat ditemukan pada kegagalan masyarakat dan bukan pada kegagalan orangnya.
Masalah-masalah psikologis bisa jadi berakar pada penyakit sosial masyarakat, seperti
kemiskinan, perpecahan sosial, diskriminasi ras, gender,gayahidup,dansebagainya.
 Perspektif biopsikososial: Pandangan ini meyakini bahwa perilaku abnormal terlalu
kompleks untuk dapat dipahami hanya dari salah satu model atau perspektif. Mereka
mendukung pandangan bahwa perilaku abnormal dapat dipahami dengan paling baik
bila memperhitungkan interaksi antara berbagai macam penyebab yang mewakili
bidang biologis, psikologis, dan sosiokultural.

Model Perilaku Abnormal

Untuk memperoleh informasi tentang perkembangan, gambaran, bentuk dan sebagainya


dapat dilihat melalui :
Model perilaku abnormal adalah penggambaran gejala dalam dimensi ruang dan waktu yang
mencakup Ide-ide untuk mengidentifikasi gejala patologi, Sebab-sebab gejala, dan Cara
mengatasi.

a. Model demonologis.

Dasar perilaku abnormal adalah kepercayaan pada unsur-unsur mistik, ghaib (kekuatan setan,
guna2, sihir). Gejala-gejalanya adalah Halusinasi, PL aneh, tanda jasmani khusus (warna
kulit, pigmen, dsb )dianggap sebagai tanda setan. Sementara jenis Gangguan mental adalah
bersifat “jahat” -dianggap berbahaya, bisa merugikan / membunuh orang. Cara mengatasinya:

 Zaman batu: Tengkorak dibor (dibolong), sebagai jalan keluar roh jahat.
 Abad pertengahan: Disiksa, dibunuh, dimusnahkan, dipenjara, RSJ
 Perkembangan di Gereja: Pendeta yang mengobati (doa, sembahyang, penebusan
dosa).

b. Model Naturalistis

Dasar penyebabnya : Proses-proses fisik / jasmani perilaku abnormal selalu berhubungan


dengan fungsi- fungsi jasmani yang abnormal (bukan karena gejala spiritual). Misal :
Hipocrates – Galenus Perilaku abnormal — karena gangguan pada sistem humoral (cairan
dalam tubuh). Cara mengatasi : Perlakuan terhadap penderita lebih humanistic/manusiawi –
lebih lembut, wajar dan menghilangkan bentuk siksaan-siksaan.

c. Model Organis

Dasar perilaku abnormal : Kerusakan pada jaringan syaraf / gangguan biokimia pada otak
karena kerusakan genetic, disfungsi endokrin, infeksi, luka2, khususnya pada otak.

d. Model Psikologi
Dasar perilaku abnormal : Pola-pola yang patologis, Pendekatan — Psikoanalisis,
Behavioristis, kognitif, humanistic.

Kriteria Perilaku Abnormal

Dalam pandangan psikologi, untuk menjelaskan apakah seorang individu menunjukkan


perilaku abnormal dapat dilihat dari tiga kriteria berikut:

1. Kriteria Statistik. Seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila


menunjukkan karakteristik perilaku yang yang tidak lazim alias menyimpang secara
signifikan dari rata-rata, Dilihat dalam kurve distribusi normal (kurve Bell), jika
seorang individu yang menunjukkan karakteristik perilaku berada pada wilayah
ekstrem kiri (-) maupun kanan (+), melampaui nilai dua simpangan baku, bisa
digolongkan ke dalam perilaku abnormal.
2. Kriteria Norma. Banyak ditentukan oleh norma-norma yng berlaku di
masyarakat,ekspektasi kultural tentang benar-salah suatu tindakan, yang bersumber
dari ajaran agama maupun kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat , misalkan dalam
berpakaian, berbicara, bergaul, dan berbagai kehidupan lainnya. Apabila seorang
individu kerapkali menunjukkan perilaku yang melanggar terhadap aturan tak tertulis
ini bisa dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal.
3. Personal distress. Perilaku dianggap abnormal jika hal itu menimbulkan penderitaan
dan kesengsaraan bagi individu. Tidak semua gangguan (disorder) menyebabkan
distress. Misalnya psikopat yang mengancam atau melukai orang lain tanpa
menunjukkan suatu rasa bersalah atau kecemasan. Juga tidak semua penderitaan atau
kesakitan merupakan abnormal. Misalnya seseorang yang sakit karena disuntik.
Kriteria ini bersifat subjektif karena susah untuk menentukan setandar tingkat distress
seseorang agar dapat diberlakukan secara umum.

Penyembuhan Perilaku Abnormal

Pendekatan biologis dalam penyembuhan perilaku abnormal berpendapat bahwa gangguan


mental, seperti penyakit fisik disebabkan oleh disfungsi biokimiawi atau fisiologis otak.
Terapi fisiologis dalam upaya penyembuhan perilaku abnormal meliputi kemoterapi,
elektrokonvulsif dan prosedur pembedahan.

1. Kemoterapi(Chemotherapy). Chemotherapy atau Kemoterapi dalam kamus J.P.


Chaplin diartikan sebagai penggunaan obat bius dalam penyembuhan gangguan atau
penyakit-penyakit mental.Adapun penemuan obat-obat ini dimulai pada awal tahun
1950-an, yaitu ditemukannya obat yang menghilangkan sebagian gejala
Schizophrenia. Beberapa tahun kemudian ditemukan obat yang dapat meredakan
depresi dan sejumlah obat-obatan dikembangkan untuk menyembuhkan kecemasan.
2. Electroconvulsive. Terapi elektrokonvulsif (electroconvulsive therapy) dijelaskan
oleh psikiater asal Itali Ugo Carletti pada tahun 1939. Pada terapi ini dikenal
electroschot therapy, yaitu adanya penggunaan arus listrik kecil yang dialirkan ke otak
untuk menghasilkan kejang yang mirip dengan kejang epileptik. Pada saat ini ECT
diberikan pada pasien yang mengalami depresi yang parah dimana pasien tidak
merespon pada terapi otak.
3. Psychosurgery. Pada terapi ini, tindakan yang dilakukan adalah adanya pemotongan
serabut saraf dengan penyinaran ultrasonik. Psychosurgery merupakan metode yang
digunakan untuk pasien yang menunjukan tingkah laku abnormal, diantaranya pasien
yang mengalamai gangguan emosi yang berat dan kerusakan pada bagian otaknya.
Pada pasien yang mengalami gangguan berat, pembedahan dilakukan terhadap serabut
yang menghubungkan frontal lobe dengan sistim limbik atau dengan area hipotalamus
tertentu. Terapi ini digunakan untuk mengurangi simptom psikotis, seperti
disorganisasi proses pikiran, gangguan emosionalitas, disorientasi waktu ruang dan
lingkungan, serta halusinasi dan delusi.

Anda mungkin juga menyukai