Anda di halaman 1dari 5

NAMA : RISMA ARDIANTI

NPM : 24041120169

KELAS : E FARMASI

MATA KULIAH : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

RESUME

MATERI III

BAB 6 ISLAM DAN TASAWUF

A.Pengertian dan Tujuan Tasawuf

Pengertian tasawuf yang di dalam bahasa asing disebut mystic atau sufism, berasal dari kata suf yakni wol
kasar yang dipakai oleh seorang muslim yang berusaha dengan berbagai upaya yang telah ditentukan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Orang yang melakukan upaya demikian disebut sufi dan ilmu yang menjelaskan upaya-upaya serta tingkatan-
tingkatan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan dimaksud dinamakan ilmu tasawuf.

Ilmu tasawuf adalah ilmu yang menjelaskan tata cara pengembangan rohani manusia dalam rangka usaha
mencari dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Ada 4 (empat) aliran tasawuf, yakni:

1. Qadiriyah
2. Rifa’iyah
3. Sammaniyah
4. Syattariyah
5. Naqsyabandiyah

B.Pandangan Ummat Islam Terhadap Tasawuf

Tasawuf berasal dari kata suf artinya bulu domba kasar. Disebut demikian karena orang-orang yang
memakai pakaian itu disebut orang-orang sufi atau mutasawwif, hidup dalam kemiskinan dan kesederhanaan.
Mereka memakai pakaian yang terbuat dari bulu binatangsebagai lambang kemiskinan dan kesederhanaan,
berlawanan dengan pakaian yang terbuat dari sutera yang biasa dipakai oleh orang-orang kaya.

Menurut at-Taftazani, tasawuf mempunyai 5 (lima) ciri, yaitu :

1. Memiliki nilai-nilai moral.

2. Pemenuhan fana (sirna, lenyap) dalam realitas mutlak.

3. Pengetahuan intuitif (berdasarkan bisikan hati) langsung.

4. Timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah SWT. dalam diri sufi karena tercapainya maqamat
(beberapa tingkatan perhentian) dalam perjalanan sufi menuju (mendekati) Tuhan.

5. Penggunaan lambang-lambang pengungkapan (perasaan) yang biasanya mengandung pengertian harfiah


dan tersirat. (Ensiklopedi Islam, 1933: 73 – 75)

Tasawuf juga berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits, dapat dilihat ayat-ayat dan hadits-hadits yang
menggambarkan dekatnya manusia dengan Allah SWT. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. QS. Al-Baqarah ayat 115
2. QS. Qaf ayat 16
3. Hadits Riwayat Imam Bukhari

Sejak muncul paham widhatul wujud, tasawuf pecah menjadi dua aliran, yaitu aliran pertama, aliran tasawuf
yang didasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sedangkan aliran yang kedua, aliran fana yang disebut sebagai
tasawuf falsafi.

C. Stasiun-Stasiun dalam Tasawuf untuk Mengakrabkan Diri dengan Allah SWT.

Ada empat macam tahapan yang harus dilalui oleh seorang hamba yang menekuni ajaran tasawuf untuk
mencapai suatu tujuan yang disebut sebagai “As-Sa’adah” menurut Imam Al-Ghazali dan “Insanul Kamil”
menurut Muhyiddin bin ‘Arabiy, diantaranya sebagai berikut :

1.Syari’at, adalah hukum-hukum yang telah diturunkan oleh Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW.

2. Tarekat, adalah pengamalan syari’at

3. Hakikat, adalah suasana kejiwaan seorang salik (sufi) ketika ia mencapai suatu tujuan tertentu sehingga ia
dapat menyaksikan tanda-tanda ketuhanan dengan mata hatinya.

Hakikat yang didapatkan oleh seorang sufi setelah lama menempuh tarekat dengan melakukan suluk,
menjadikan dirinya yakin terhadap apa yang dialami dan dihadapinya. Karena itu seorang sufi sering
mengalami tiga macam tingkatan keyakinan,yaitu :

a. ‘Ainul Yaqin, yaitu tingkatan keyakinan yang ditimbulkan oleh pengamatan indera terhadap alam
semesta.
b. ‘Immul Yaqin, yaitu tingkatan keyakinan yang ditimbulkan oleh analisis pemikiran ketika melihat
kebesaran Allah SWT. pada alam semesta ini.
c. ‘Haqqul Yaqin, yaitu tingkatan keyakinan yang didominasi oleh hati nurani sufi tanpa melalui ciptaan-
Nya.

4. Ma’rifat, adalah hadirnya kebenaran Allah SWT. pada seseorang sufi dalam keadaan hatinya selalu
berhubungan dengan nur Ilahi. Sesorang yang sudah sampai pada tingkatan ma’rifat ini memiliki tanda-tanda
tertentu, antara lain :

a. Selalu memancar cahaya ma’rifat padanya dalam segala sikap dan perilakunya.

b. Tidak menjadikan keputusan pada suatu yang berdasarkan fakta yang bersifat nyata, karena hal-hal yang
nyata menurut ajaran tasawuf belumtentu benar.

c. Tidak menginginkan nikmat Allah SWT. yang banyak baut dirinya, karena hal itu bisa membawanya pada hal
yang

haram.

Dari sinilah kita dapat melihat bahwa seseorang sufi tidak menginginkan kemewahan dalam hidupnya, kiranya
kebutuhan duniawi sekedar untuk menunjang ibadahnya, dan tingkatan ma’rifat yang dimiliki cukup
menjadikan ia bahagia dalam hidupnya karena merasa selalu bersama-sama dengan Tuhannya.

SELESAI
BAB VII
HUKUM ISLAM
( SYARI’AH )

1.Pengertian Hukum Islam ( Syari’ah )

Syariah Islam adalah Segala peraturan agama yang telah ditetapkan Allah untuk ummat Islam, baik
dari Al-Qur'an maupun dari sunnah Rasulullah saw. yang berupa perkataan, perbuatan ataupun takrir (
penetapan atau pengakuan).

Menurut pengertian tersebut, syariah itu meliputi hukum-hukum Allah bagi seluruh perbuatan
manusia, tentang halal, haram, makruh, sunat dan mubah. Pengertian inilah yang kita kenal dewasa
ini dengan nama "Ilmu Fighi", yang sinonim dengan istilah: Undang-undang. 

2. Ruang Lingkup Hukum Islam ( Syari’ah )


a. Hubungan manusia dengan Tuhannya secara vertikal, melalui ibadah, seperti: Shalat,
puasa, zakat haji dan sebagainya.
b. Hubungan manusia muslim dengan saudaranya yang muslim, dengan silaturrahmi, saling
mencintai, tolong menolong dan bantu membantu di antara mereka dalam membina keluarga dan
membangun masyarakat mereka.
c.Hubungannya dengan sesamanya manusia, dengan tolong menolong dan bekerja sama,
dalam meningkatkan taraf hidup dan kehidupan masyarakat secara umum dan perdamaian yang
menyeluruh.
d. Hubungannya dengan alam lingkungan khususnya, dan alam semesta pada umumnya, dengan jalan 
melakukan penyelidikan tentang hikmah ciptaan Allah. Untuk memanfaatkan pengaruhnya, dalam 
kamakmuran dan kesejahteraan ummat manusia seluruhnya.
e.Hubungannya dengan kehidupan dengan jalan berusaha mencari karunia Allah yang halal
dan memanfaatkannya dijalan yang halal pula, sebagai tanda kesyukuran kepada-Nya, tanpa
tabdzir  atau bakhil, atau penyalahgunaan atas nikmat dan karunia Allah SWT itu. 

Kelima faktor tesebut merupakan hakikat (inti) syariat Islam, yang di dalam Al-Qur'an disebut Amal
shalih. Sedangkan akidah yang merupakan dasar pokok disebut dengan Iman. Integrasi antara akidah dan
syariah disebut dengan Islam. Dan orang yang meyakini kebenarannya, dan mengamalkan ajaran-
ajarannya disebut dengan muslim dan mukmin..

perbedaan antara syariat dan fikih adalah sebagai berikut:


- Syari'at terdapat dalam Al-Quran dan kitab-kitab Hadits (As-Sunnah), sedangkan fikih terdapat dalam kitab
kitab fikih.
- Syari'at bersifat fundamental, mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dari fikih. Fikih bersifat 
instrumental, ruang lingkupnya terbatas pada apa yang biasanya disebut perbuatan hokum
- Syari'at adalah ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, karena itu berlaku abadi. Fikih adalah karya
manusia yang dapat berubah atau diubah dari masa ke masa.
- Syari'at hanya satu, sedang fikih mungkin lebih dari satu seperti terlihat pada aliran-aliran hukum yang disebut
mazahib atau mazhab-mazhab itu.
- Syari'at menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedang fikih menunjukkan keragamannya (H.M. Rasjidi dalam
Mohammad Daud Ali: 1997:239)
3. Sumber Hukum-Hukum Islam
- Hukum Islam bukan hanya sebuah teori saja namun adalah sebuah aturan-aturan untuk diterapkan di dalam
sendi kehidupan manusia. Karena banyak ditemui permasalahan-permasalahan, umumnya dalam bidang
agama yang sering kali membuat pemikiran umat Muslim yang cenderung kepada perbedaan. Untuk itulah
diperlukan sumber hukum Islam sebagai solusinya, yaitu sebagai berikut:
- 1.Al-Quran
- Sumber hukum Islam yang pertama adalah Al-Quran, sebuah kitab suci umat Muslim yang diturunkan kepada
nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril. Al-Quran memuat kandungan-kandungan
yang berisi perintah, larangan, anjuran, kisah Islam, ketentuan, hikmah dan sebagainya. Al-Quran menjelaskan
secara rinci bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupannya agar tercipta masyarakat yang ber
akhlak mulia. Maka dari itulah, ayat-ayat Al-Quran menjadi landasan utama untuk menetapkan suatu syariat.
- 2.Al-Hadist
- Sumber hukum Islam yang kedua adalah Al-Hadist, yakni segala sesuatu yang berlandaskan pada Rasulullah
SAW. Baik berupa perkataan, perilaku, diamnya beliau. Di dalam Al-Hadist terkandung aturan-aturan yang
merinci segala aturan yang masih global dalam Al-quran. Kata hadits yang mengalami perluasan makna
sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka dapat berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan
maupun persetujuan dari Rasulullah SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum Islam.
- 3.Ijma’
- Kesepakatan seluruh ulama mujtahid pada satu masa setelah zaman Rasulullah atas sebuah perkara dalam
agama.” Dan ijma’ yang dapat dipertanggung jawabkan adalah yang terjadi di zaman sahabat, tabiin (setelah
sahabat), dan tabi’ut tabiin (setelah tabiin). Karena setelah zaman mereka para ulama telah berpencar dan
jumlahnya banyak, dan perselisihan semakin banyak,sehingga tak dapat dipastikan bahwa semua ulama telah
bersepakat.
- 4.Qiyas
- Sumber hukum Islam yang keempat setelah Al-Quran, Al-Hadits dan Ijma’ adalah Qiyas. Qiyas berarti
menjelaskan sesuatu yang tidak ada dalil nashnya dalam Al quran ataupun hadis dengan cara
membandingkan sesuatu yang serupa dengan sesuatu yang hendak diketahui hukumnya tersebut.Artinya jika
suatu nash telah menunjukkan hukum mengenai suatu kasus dalam agama Islam dan telah diketahui melalui
salah satu metode untuk mengetahui permasalahan hukum tersebut, kemudian ada kasus lainnya yang sama
dengan kasus yang ada nashnya itu dalam suatu hal itu juga, maka hukum kasus tersebut disamakan dengan
hukum kasus yang ada nashnya.

SELESAI
BAB VIII
KERUKUNAN ANTAR UMMAT BERAGAMA

1.Pengertian
Rukun" dari Bahasa Arab “ruknun" artinya asas-asas atau dasar, seperti rukun Islam. Rukun dalam
arti adjektiva adalah baik atau damai. Kerukunan hidup umat beragama artinya hidup dalam suasana damai, tidak
bertengkar, walaupun berbeda agama. Kerukunan umat beragama adalah program pemerintah
meliputi semua agama, semua warga negara RI. 

2.Tujuan
Kerukunan umat beragama bertujuan untuk memotivasi dan mendinamisasikan semua umat beragama agar
dapat ikut serta dalam pembangunan bangsa.

3.Landasan Hukum
- Landasan Idiil, yaitu Pancasila (sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa).
- Landasan Konstitusional, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 29 ayat 1
- Landasan Strategis, yaitu Ketatapan MPR No.IV tahun 1999 
- Landasan Operasional
a. UU No.1/PNPS/1965 tentang larangan dan pencegahan penodaan dan penghinaan agama
b. Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama RI No.01/Ber/Mdn/1969
tentang pelaksanaan aparat pemerintah yang menjamin ketertiban dan kelancaran
pelaksanaan dan pengembangan ibadah pemeluk agama oleh pemeluknya.
c. SK. Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri RI. No.01/1979 tentang tata cara
pelaksanaan pensyiaran agama dan bantuan luar negeri kepada lembaga-lembaga
keagamaan swasta di Indonesia,
d. Surat edaran Menteri Agama RI No.MA/432.1981 tentang penyelenggaraan peringatan
hari besar keagamaan 

Jadi intinya, kerukunan beragama adalah keadaan hubungan antarumat beragama yang dilandasi


toleransi, saling pengertian dan saling menghormati dalam pengamalan ajaran agama serta kerjasama dalam
kehidupan bermasyarakat.

SELESAI

Anda mungkin juga menyukai