Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Ruang Volume 2 Nomor 4 Tahun 2014

ISSN 1858-3881
__________________________________________________________________________________________________________________
DAMPAK HUBUNGAN KOTA DAN DESA DALAM PERKEMBANGAN PARIWISATA
DI KAWASAN BANDUNGAN (Studi Kasus: Kecamatan Bandungan dan Kelurahan Bandungan)

THE IMPACT OF RELATION AMONG CITIES AND VILLAGES DUE TOURISM DEVELOPMENT
IN BANDUNGAN

Doddy Aditya Pratama¹ dan Prof. Dr. Ir. Soegiono Soetomo, CES, DEA²
1
Mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
2
Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Email: doddyadityaa@gmail.com

Abstrak: Hubungan kota dan desa merupakan suatu bentuk interaksi yang terjadi karena adanya aktivitas yang
mengaitkan keduanya, salah satunya yaitu pariwisata. Hal ini terjadi karena adanya tiga faktor penyebab
berjalannya aktivitas tersebut, yaitu faktor rekreasi, bisnis dan hiburan. Ketiga faktor tersebut merupakan
faktor yang paling dominan terjadi di kawasan Bandungan karena adanya peranan dari orang-orang desa
dalam melayani orang-orang kota sebagai wisatawan yang berwisata selama selama satu hingga dua hari di
hari weekend. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan rekreasi karena adanya potensi alam yang dimiliki oleh
kawasan desanya tersebut. Hal tersebut menimbulkan suatu hubungan antara penduduk kota dengan
penduduk desa. Selain itu, Bandungan juga memiliki kedekatan jarak dari kota Semarang dan Ungaran.
Sehingga hal tersebut pula menimbulkan keramaian yang dikarenakan adanya peningkatan fasilitas
pariwisata, dan berdampak ke lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
dampak pariwisata yang ditimbulkan dari kedatangan penduduk kota yang melakukan rekreasi ke kawasan
Bandungan dari segi fisik dan non-fisiknya?. Metode yang digunakan adalah metode purposive sampling
dengan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak pariwisata terhadap
tiga aspek, yaitu kondisi ekonomi, sosial-budaya, dan kondisi fisiknya. Dimana untuk dampak pariwisata
terhadap kondisi ekonomi dan sosial-budayanya cenderung positif. Salah satunya hal ini ditunjukkan dengan
adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja. Namun tidak demikian dengan perkembangan fisiknya yang
cenderung berdampak negatif, karena bersifat merusak sistem ekologi lingkungan. Hal ini dikarenakan belum
adanya kebijakan penataan ruang yang jelas di kawasan Bandungan.

Kata Kunci : Pariwisata, Hubungan Kota-Desa, Ekonomi, Sosial, Budaya, Fisik Lingkungan, Urbanisasi Satelit.

Abstract: Urban-Rural’s Relationship is a form that occurs both of these activities. By causing of three factors of
activity progressed, are recreation, business and entertainment. Those three is the most dominant factor in
Bandungan had utilized, because this type is activity that is done by common travelers. They do from urban to
rural tourism held by one until two days at the weekend. In fact, can be invoking relationship between dweller
and villagers. Furthermore the distance Of Bandungan is not far from the city of Semarang and Ungaran. Thus,
this activity will lead the crowd resulting from an increase in tourism facilities, of course, also have an impact on
changes in physical and non-physical in the region, both positive and negative impacts. The question in this
study is to know what kind of tourism impacts arising from the arrival of the city's population recreation area to
Bandungan?. Related to aspects of the services performed by residents around the city residents (tourists) that
impact on the non-physical changes to the physical condition. The method used is descriptive qualitative
analysis method. The results is to determine the impact of tourism on three aspects, namely economic, social-
cultural, and physical environment. Where to the impact of tourism on socio-economic conditions and culture
tend to be positive. But not so with the physical development of the region which tends to have a negative
impact, because it is damaging the ecology of environment due to the lack of a clear spatial planning policies in
Bandungan.

Keywords: Tourism, Urban-Rural Interaction, Economy, Social, Culture, Physical Environment, Satelite
Urbanization.

Ruang; Vol. 2; No. 4; Th. 2014; hal. 311-320 | 311


Dampak Hubungan Kota Dan Desa Dalam Perkembangan Pariwisata Di Kawasan Bandungan Doddy A. Pratama dan Soegiono Soetomo

PENDAHULUAN KAJIAN LITERATUR


Kawasan Bandungan merupakan Definisi Pariwisata
kawasan yang terletak di daerah pinggiran Menurut undang-undang Republik
pedesaan di kawasan berbukit sehingga Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Bab I
dimungkinkan tersedianya potensi alam Ketentuan Umum Pasal 1, pariwisata adalah
disana. Oleh karenanya, kawasan tersebut berbagai macam kegiatan dan didukung
dijadikan sebagai tujuan rekreasi oleh berbagai fasilitas serta layanan yang
sebagian besar penduduk perkotaan pada disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
hari-hari weekend. Hal tersebut mengakibatk- pemerintah dan pemerintah daerah.
an terjadinya hubungan inter-koneksi antara Sedangkan menurut Yoeti (1996), pariwisata
penduduk kota (wisatawan) dengan penduduk merupakan suatu perjalanan yang dilakukan
desa (kawasan bandungan). Selain itu, untuk sementara waktu yang diselenggarakan
ditambah dengan letak kawasan Bandungan dari suatu tempat ke tempat lain dengan
yang cukup strategis, yaitu terletak di jalur maksud bukan untuk mencari nafkah di
utama regional Semarang-Bawen, jarak yang tempat yang dikunjunginya, tetapi semata-
dekat dari kota Semarang dan Ungaran, serta mata untuk menikmati perjalan tersebut guna
dekat dengan objek wisata lain di sekitarnya. berekreasi guna memenuhi keinginan yang
Hal ini akan menyebabkan peningkatan beragam.
fasilitas yang akan mengakibatk-an kawasan
Bandungan menjadi semakin ramai sebagai Klasifikasi Tipe Pariwisata
daerah tujuan wisata karena perkembangan- Menurut IUTO (1969), pariwisata dibagi
nya yang cukup pesat. Berkaitan dengan hal dalam 10 tipe; yaitu 1) wisata tamasya, 2)
tersebut, perkembangan pariwisata di wisata rekreasi, 3) wisata kebudayaan, wisata
kawasan Bandungan ini telah menimbulkan olahraga, 4) wisata bisnis, 5) wisata
permasalahan berupa dampaknya kepada konvensi/konferensi, 6) wisata spiritual, 7)
perubahan lingkungan yang mempengaruhi wisata interpersonal, 8) keluarga, 9) wisata
aspek ekonomi, sosial-budaya serta fisik yang kesehatan, 10) wisata sosial. Dari kesepuluh
tentunya memiliki sisi positif maupun negatif. tipe pariwisata tersebut, terdapat satu tipe
Oleh karena itu, tujuan dan pertanyaan pariwisata yang sesuai dengan kondisi
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan pariwisata di Bandungan, yaitu wisata
menganalisa bagaimana dampak pariwisata rekreasi. Wisata rekreasi merupakan suatu
yang ditimbulkan terhadap kawasan kegiatan wisata yang bertujuan untuk
Bandungan yang ditinjau dari aspek ekonomi, kesenangan, dilakukan pada saat hari libur
sosial-budaya dan fisik. Objek utama dengan mengunjungi suatu tempat tertentu
penelitian ini adalah kawasan Kelurahan dalam satu waktu, yang bertujuan
Bandungan dan sekitarnya. Sebagaimana yang memulihkan kesegaran jasmani dan ruhani
terlihat pada Gambar 1. manusia.

Hubungan Kota dan Desa dalam


Pengembangan Pariwisata
Terdapat beberapa faktor yang
mengakibatkan adanya hubungan/interaksi
antara kota dengan desa, yang salah satunya
adalah karena faktor pariwisata. Hal ini
disebabkan karena pariwisata tidak selalu
objeknya mengacu ke daerah-daerah di
perkotaan, namun ada pula objek yang
Sumber: Google Earth, 2012 mengacu ke daerah-daerah pinggiran di
GAMBAR 1
kawasan pedesaan. Dengan memiliki potensi
DELINIASI WILAYAH STUDI
alam dan geografis, kawasan pedesaan pun

Ruang; Vol. 2; No. 4; Th. 2014; hal. 311-320 | 312


Dampak Hubungan Kota Dan Desa Dalam Perkembangan Pariwisata Di Kawasan Bandungan Doddy A. Pratama dan Soegiono Soetomo

dapat dijadikan sebagai objek wisata yang faktor lain yang mempengaruhi (Bruton,
menjadi daya tarik dari orang-orang kota yang 1970), yaitu; 1) adanya pola intensitas tata
tinggal berdekatan dengan kawasannya. Hal guna lahan, 2) perkembangan aktivitas
tersebut akan menyebabkan pariwisata kegiatan di kawasan wisata (tujuan), 3) adanya
semakin berkembang dan pembangunan berbagai karakteristik kegiatan ekonomi dan
fasilitas-fasilitas penunjang aktivitas sosial-budaya oleh wisatawan selama
pariwisata pun mulai berdiri. Sehingga berwisata, serta kondisi sistem transportasi
mengakibatkan terjadinya suatu hubungan/ yang tersedia.
interaksi antara wisatawan (orang-orang kota)
yang berkunjung dengan masyarakat (orang- Dampak Pariwisata Terhadap Kondisi Fisik
orang desa). Dimana terdapat tiga faktor yang Lingkungan Kawasan
paling dominan yang sering dilakukan oleh Perkembangan pariwisata di suatu
para wisatawan dan menyebabkan adanya kawasan secara pasti akan berdampak
aktivitas pariwisata tersebut, yaitu, faktor langsung kepada kondisi fisik lingkungannya,
rekreasi, bisnis dan hiburan (entertainment). seperti kondisi jalan dan kondisi fisik
bangunan beserta penataannya. Terkait
Dampak Pariwisata atas Ekonomi, Sosial dan dengan hal tersebut, ada empat faktor yang
Budaya dalam Suatu Kawasan saling mempengaruhi antara kegiatan
Menurut Warpani (2006), terdapat dua pariwisata dengan kondisi fisik kawasan
dampak yang diakibatkan dari pariwisata yang pariwisata (Ismayanti, 2010), yaitu: 1) sifat
terjadi di suatu kawasan, yaitu dampak positif dari pariwisata, 2) sifat dari tujuan wisata
dan negatif. Dampak positif ekonomi: adanya (lingkungan), 3) jenis aktivitas pariwisata, 4)
peningkatan arus barang (ekspor-impor), dimensi waktu. Selain itu, antara tempat
perluasan hubungan ekonomi antarnegara/ pariwisata dengan kondisi fisik kawasan
kota/daerah, pertumbuhan ekonomi lokal, tersebut saling mempengaruhi terutama air,
perluasan peluang kerja, dan peningkatan udara, pegunungan, vegetasi, situs budaya
peran industri kecil/lokal. Dampak negatif sejarah, dan wilayah kawasan setempat.
ekonomi: adanya ketergantungan pada
pasokan barang dari luar, yang berakibat METODE PENELITIAN
tersisihnya masyarakat setempat dalam Penelitian ini menggunakan pendekatan
percaturan ekonomi, sehingga berdampak penelitian berupa deskriptif-kualitatif.
pada ketidakmampuan produk setempat Sehingga fokus dari penelitian ini adalah
untuk berperan dalam sektor kepariwisataan. memahami gejala atau situasi tertentu yang
Dampak positif sosial-budaya: adanya dilandasi dari studi kasus di kawasan
peningkatan hubungan budaya antar bangsa/ pariwisata Bandungan. Menurut Arikunto
kota/daerah, perubahan pola pikir ke arah (2006), penelitian studi kasus merupakan
modern, perubahan citra kedaerahan yang suatu penelitian yang dilakukan secara
sempit. Dampak negatif sosial-budaya: intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu
rusaknya tata nilai/norma budaya bangsa/ gambaran secara menyeluruh. Dimana gejala
daerah, menurunnya kepribadian nasional/ atau situasi yang dimaksud adalah hubungan
daerah, meningkatnya pergaulan bebas di kota dan desa dalam kaitannya perkembangan
kawasan tersebut. pariwisata di kawasan Bandungan dan
sekitarnya yang berdampak pada perubahan
Dampak Pariwisata Terhadap Segi Fisik kondisi fisik dan non-fisik secara langsung
Transportasi maupun tidak langsung. Dalam penelitian ini,
Sektor kepariwisataan juga akan data diperoleh dari hasil observasi,
berdampak pada peningkatan arus dan wawancara, catatan lapangan, catatan memo
kepadatan transportasi yang disebabkan dan dokumen lainnya. Menurut Creswell
adanya peningkatan mobilitas kunjungan (1994), pengumpulan data secara kualitatif
wisatawan dari luar daerah. Selain itu ada tiga ada empat cara, yaitu: 1) observasi, 2)

Teknik PWK; Vol. 2; No. 4; 2014; hal. 311-320 | 313


Dampak Hubungan Kota Dan Desa Dalam Perkembangan Pariwisata Di Kawasan Bandungan Doddy A. Pratama dan Soegiono Soetomo

wawancara, 3) dokumen, 4) alat-alat seluruh masyarakat di kawasan Bandungan;


audiovisual. Dalam penelitian ini, tahap salah satunya adalah mobilitas penduduk.
pengumpulan data meliputi tiga tahapan, Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui
yaitu melalui observasi, wawancara dan perubahan kondisi sosial masyarakat
dokumen. Observasi dan wawancara tersebut dikarenakan adanya perkembangan pariwisata
merupakan data primer, sedangkan dokumen di kawasan tersebut. Adapun teknik
dapat disebut sebagai data sekunder. analisisnya masih menggunakan deskriptif
Penelitian ini menggunakan teknik sampel kualitatif , data diperoleh dari hasil observasi,
purposive (Purposive Sampling), dimana wawancara lapangan, dan data instansi
menurut Arikunto (2002) merupakan jenis terkait.
teknik non-probability yang digunakan dengan Analisis dampak perkembangan pariwisata
menentukan jumlah sampel yang sengaja terhadap kondisi non-fisik (budaya), meliputi
dipilih karena memiliki pertimbangan tertentu masyarakat asli Bandungan, teridentifikasi dari
di dalam pengambilan sampel dan disesuaikan aspek adat-istiadat, emansipasi wanita, cara
tujuan awal penelitian. berpakaian, kekeluargaan/gotong-royong,
Adapun sampel yang digunakan teknologi dan informasi. Maka dari aspek-
diantaranya, yaitu: 1) rumah tangga, dan 2) aspek tersebut diharapkan dapat diketahui
non-rumah tangga. Sampel rumah tangga kondisi budaya masyarakat Bandungan dalam
terdiri dari Ketua RT dan Lurah. Sedangkan, menghadapi perkembangan pariwisata
sampel non-rumah tangga terdiri dari lingkungan mereka. Adapun teknik analisisnya
pengusaha restoran, hotel, dan villa/resort. masih menggunakan deskriptif kualitatif, data
Jumlah responden dari masing-masing sampel diperoleh dari hasil observasi lapangan dan
di atas tersebut sebanyak 1 – 3 orang. Kedua wawancara dengan tokoh masyarakat untuk
jenis sampel tersebut dipilih karena dapat mengetahui kondisi budayanya.
mewakili dari keseluruhan persepsi penduduk Analisis dampak perkembangan pariwisata
lokal dan luar Bandungan, hal itu dimaksudkan terhadap kondisi fisik: hal tersebut dilakukan
pula untuk menjawab pertanyaan dari untuk mengetahui perkembangan pariwsata
penelitian yang ingin mengetahui dampak di kawasan Bandungan bisa mempengaruhi
pariwisata terhadap kawasan Bandungan kondisi fisik lingkungan setempat. Hal ini bisa
termasuk kondisi masyarakat yang ada diidentifikasi dari beberapa aspek, yaitu
didalamnya. peningkatan jumlah kendaraan; pengaruh
Berikut ini adalah jenis analisis yang moda dan jaringan transportasi terhadap
digunakan dalam penelitian, untuk menjawab kondisi fisik; kepadatan bangunan dan lahan
pertanyaan dan mencapai tujuan penelitian vegetasi. Dalam analisis ini peneliti
sesuai dengan sasaran penelitian yang akan menggunakan teknik analisis deskriptif
dicapai yaitu: kualitatif, yang diperkuat dengan data hasil
Analisis dampak perkembangan pariwisata observasi lapangan, wawancara dan data dari
terhadap kondisi non-fisik (perekonomian): instansi terkait. Hasil dari analisis ini juga
meliputi seluruh masyarakat di kawasan berupa foto (gambar) serta suggestion act
Bandungan yang ditinjau salah satu analisa (himbauan) kepada pemerintah setempat
peneliti, yaitu dari persepsi masyarakat untuk segera merestorasi kawasan tersebut.
mengenai kondisi ekonomi. Sehingga dari
aspek tersebut bisa diketahui dampak HASIL PEMBAHASAN
perkembangan pariwisata kawasan Dampak perkembangan pariwisata terhadap
Bandungan dengan menggunakan teknik kondisi ekonomi
deskriptif kualitatif, yang difokuskan untuk Jika dilihat dari wawancara terhadap
mengetahui kondisi perekonomian di masyarakat Bandungan, keseluruhan mereka
Bandungan. mengatakan bahwa penghasilan selama ini
Analisis dampak perkembangan pariwisata telah meningkat sebesar ± 33%.. Hal tersebut
terhadap kondisi non-fisik (sosial), meliputi disebabkan karena tingkat penghasilan yang di

314| Ruang; Vol. 2 No. 4; Th. 2014; hal. 311-320


Dampak Hubungan Kota Dan Desa Dalam Perkembangan Pariwisata Di Kawasan Bandungan Doddy A. Pratama dan Soegiono Soetomo

dapat dari pekerjaannya sebagai karyawan


Jumlah Mobilitas Penduduk
dan pedagang jauh lebih tinggi dan terjamin di Kawasan Bandungan
dibandingkan dengan penghasilan yang 1000
Lahir
didapat dari pekerjaannya sebagai buruh tani 800
Mati
dahulu. (lihat gambar 2 di bawah ini) 600 Datang
400 Pergi
200
Penghasilan yang Di dapat Oleh 0
Masyarakat Bandungan 2008 2009 2010 2011 2012
Sumber: Kabupaten Semarang dalam Angka, 2014
GAMBAR 3
30% Pekerjaan Pedagang
& Karyawan
JUMLAH MOBILITAS PENDUDUK DI KAWASAN
BANDUNGAN
Pekerjaan Buruh
Tani
63% Gambar 3 diatas menjelaskan terjadinya
peningkatan jumlah penduduk yang
Sumber: Hasil analisis wawancara masyarakat, 2014 disebabkan angka kelahiran yang semakin
GAMBAR 2 meningkat disertai dengan peningkatan angka
PERSENTASE PENGHASILAN MASYARAKAT
kedatangan (migrasi) penduduk dari luar
BANDUNGAN
Bandungan. Hal tersebut disebabkan karena
Kesimpulan yang bisa diambil dari kondisi lapangan dan penyerapan tenaga kerja
dampak perkembangan pariwisata terhadap yang masih terbuka lebar. Menurut hasil
kondisi ekonomi di Bandungan, dimana dari wawancara dengan salah satu ketua RT dan
kelima aspek ekonomi yang telah lurah disana, bahwasannya sebagian besar
dikemukakan diatas bahwasannya pariwisata pendatang di kawasan Bandungan berasal dari
yang semakin berkembang tentunya akan desa yang masih tertinggal. Mereka tinggal di
mempengaruhi kondisi ekonomi warga Bandungan untuk mencari pekerjaan karena
sekitar. Oleh karena itu, kesejahteraan adanya faktor keterdesakkan ekonomi di
masyarakat Bandungan semakin meningkat daerah asalnya. Selain itu, terdapat pula
dan membaik. sebagian kecil pendatang yang berasal dari
kota (Semarang) yang juga datang untuk
Dampak perkembangan pariwisata terhadap bekerja. Dengan kata lain, kawasan
kondisi sosial Bandungan merupakan kawasan pedesaan
Jika dilihat dari segi mobilitas yang memiliki daya tarik yang mampu
penduduk, dimana kawasan Bandungan memikat penduduk dari kota maupun desa di
memiliki angka kelahiran dengan jumlah luar Bandungan untuk menetap di kawasan
terbesar jika dilihat dari angka migrasi tersebut. Sehingga hal tersebut menjadikan
penduduk. Bahkan angka kelahiran tersebut suatu peranan penting bagi perkembangan
mengalami peningkatan lebih besar dari tahun kawasan Bandungannya.
2011 dan 2012. Selain angka kelahiran, angka
tingkat kedatangan (migrasi) penduduk dari Dampak perkembangan pariwisata terhadap
luar pun juga semakin meningkat hal ini kondisi Budaya
terjadi semenjak tahun 2010, namun tidak Hal tersebut terlihat dari aspek adat-
dengan tingkat kematian yang terus terjadi istiadat, emansipasi wanita, budaya
penurunan dan angka tingkat kepergian berpakaian, budaya kekeluargaan gotong-
(migrasi) penduduk yang memiliki jumlah lebih royong dan teknologi informasi komunikasi.
rendah daripada tingkat angka kelahiran dan Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh-
kedatangan penduduk. tokoh masyarakat, perubahan budaya di
kawasan Bandungan diakibatkan adanya
perkembangan pariwisata disana. Secara

Teknik PWK; Vol. 2; No. 4; 2014; hal. 311-320 | 315


Dampak Hubungan Kota Dan Desa Dalam Perkembangan Pariwisata Di Kawasan Bandungan Doddy A. Pratama dan Soegiono Soetomo

realita, perubahan budaya yang terjadi disana


Kondisi Budaya di Kawasan Bandungan
hanya kulit luarnya saja, artinya budaya asli
Bandungan tidak berubah sedikitpun. Hal ini 10%
terbukti dari aktivitas dan kegiatan budaya asli Budaya Asli
Bandungan yang masih dilestarikan, salah satu
90% Budaya Luar
diantaranya adalah budaya adat-istiadat, dan
gotong-royong. Berkaitan dengan hal
tersebut, perlu juga dukungan yang berwujud Sumber: Analisis Hasil Wawancara, 2014
peraturan dan pengawasan yang ketat dari GAMBAR 5
warga, dalam rangka keikutsertaan mereka KONDISI BUDAYA DI KAWASAN BANDUNGAN
untuk melestarikan dan mempertahankan
budaya asli Bandungan. Dampak perkembangan pariwisata terhadap
kondisi fisik
Hal tersebut berkaitan pada kawasan
Bandungan itu sendiri, dari segi peningkatan
jumlah kendaraan; dari segi pengaruh
perkembangan moda dan jaringan
transportasi terhadap kondisi fisik; dari segi
kepadatan bangunan; dari segi lahan vegetasi.
Sumber: Hasil Survey, 2014
GAMBAR 4
Dimana dari segi-segi non-fisik memiliki
BUDAYA GOTONG ROYONG (Kiri) dan pengaruh yang cukup kuat untuk merubah
ADAT-ISTIADAT (Kanan) ASLI BANDUNGAN kondisi fisik di kawasan Bandungan. Jika
dilihat dari segi peningkatan jumlah
Penjelasan dari gambar 4 diatas kendaraan pada tahun 2013 dan 2014, dimana
menjelaskan bahwa, kondisi budaya asli menurut data traffic counting, kondisi
Bandungan masih terjaga dan dilestarikan tersebut sudah mengalami peningkatan,
oleh masyarakatnya. Budaya asli yang peningkatan tersebut bahkan mencapai lebih
dimaksud adalah budaya berpakaian, acara dari 100% bila dibandingkan jumlah
adat-istiadat, sifat perilaku dan gotong- kendaraan pada hari biasa dan hari weekend.
royong. Hal tersebut dibuktikan dan diperkuat Demikian juga peningkatan jumlah kendaraan
wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat dari tahun 2013 ke 2014 pada kisaran ± 58%
mengenai kondisi budaya asli Bandungan. pada hari biasa dan ± 7,4% pada hari
Para tokoh tersebut berpendapat jika budaya weekend.
asli Bandungan masih terjaga baik oleh
masyarakat sekitar, walaupun demikian ada Jumlah Kendaraan Bermotor di Kawasan Pasar
juga budaya dari luar yang masuk kawasan Bandungan
Bandungan namun hal itu tidak 10000 8971
8349
mempengaruhi budaya lokal disana, yang 8000
terjadi justru sebaliknya menghadirkan Hari
6000 Biasa
dampak positif terhadap budaya lokal, seperti 3108
4000
budaya teknologi informasi dan emansipasi 1961 Hari Libur
2000
wanita. Oleh karena itu kesimpulan yang
0
didapat adalah, dampak pariwisata di kawasan
Bandungan hanya memiliki pengaruh yang 2013 2014
sedikit terhadap kondisi budaya disana, yaitu Sumber: Hasil data survey dan analisis hasil data Traffic
budaya teknologi informasi dan emansipasi Counting, 2014
wanita. Sehingga persentase yang didapat GAMBAR 6
SKEMA PENGEMBILAN DATA (Atas), dan PERHITUNGAN
mengenai kondisi budaya asli Bandungan
JUMLAH KENDARAAN BERMOTOR DI KAWASAN
sebesar 90%, sedangkan untuk budaya luar BANDUNGAN (Bawah)
hanya 10%.

316| Ruang; Vol. 2 No. 4; Th. 2014; hal. 311-320


Dampak Hubungan Kota Dan Desa Dalam Perkembangan Pariwisata Di Kawasan Bandungan Doddy A. Pratama dan Soegiono Soetomo

Selain itu, akan berdampak buruk juga semestinya digunakan sebagai badan jalan
pada kondisi fisik kawasan Bandungan bila dan ruang bagi pejalan kaki. Sehingga
faktor pencetusnya berasal dari meningkatnya menyebabkan jalan menjadi rusak, ditambah
warung-warung kaki lima yang muncul, dengan kelebihan beban muatan karena
sifatnya sudah mengganggu dan mulai sering dilewati bus dan truk yang semakin
merusak kawasan, terutama berkaitan dengan memperparah rusaknya jalan di kawasan
keindahan jalan dan menyebabkan kerusakan tersebut.
fisik jalan dan trotoar. Untuk lebih jelasnya,
peneliti juga telah menyajikan gambaran letak
dalam bentuk transect dan kondisi warung PKL
dalam bentuk gambar seperti yang telah
dijelaskan diatas.

Sumber: Hasil Survey Peneliti, 2014


GAMBAR 8
KONDISI KERUSAKAN JALAN DI KAWASAN
BANDUNGAN

Selain kerusakan jalan, adanya


Sumber: Analisis dan Hasil Survey Peneliti, 2014
GAMBAR 7
keberadaan PKL dan kepadatan bangunan
KONDISI KEBERADAAN PKL lainnya juga menjadi penyebab keadaan dan
lebar Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Pada gambar 7 di atas, dapat dijelaskan menjadi tidak sesuai dengan Peraturan
bahwa kondisi warung PKL ilegal jumlahnya pedoman umum perencanaan bangunan
sudah semakin banyak, dan lebih parahnya gedung dari Pusat Informasi Pengembangan
lagi sudah menyerobot dan menempati ruang Permukiman dan Bangunan (PIP2B), dimana
publik. Hal ini disebabkan karena mereka yang lebar GSB minimum bangunannya adalah 7,00
membuka warung-warung PKL tersebut tidak meter. Oleh sebab itu ketidaksesuaian kondisi
memiliki modal yang cukup untuk membuka di GSB tersebut menimpa pada bangunan ruang
kawasan yang telah ditentukan pemerintah privat dan publik. Untuk ruang privat, hal itu
setempat. Selain itu, hal ini juga diakibatkan disebabkan karena pesatnya pembangunan
harga lahan yang semakin mahal karena tanpa memperhatikan standar peraturan
kawasan yang strategis. Sehingga dengan Perencanaan Bangunan Gedung atau
semakin banyaknya warung PKL di kawasan peraturan lainnya yang terkait. Selain itu,
tersebut akan menyebabkan kawasan menjadi belum ada peraturan perda setempat
padat dan terganggu, serta ruang bagi pejalan mengenai GSB, serta kondisi lahan yang sudah
kaki pun menjadi terbatas. Tidak behenti padat dengan kemiringan lahan (topografi)
disitu saja, kepadatan di kawasan itu justru yang tinggi sehingga peluang untuk
menjadikan semakin berkurangnya space area memperhatikan dan menyesuaikan lebar GSB
bagi kendaraan bermotor karena sebagian semakin kecil. Sedangkan untuk ruang publik,
badan pinggir jalan digunakan untuk berjualan ketidaksesuaian lebar GSB ini terjadi karena
bagi PKL. Bisa dibayangkan jika kunjungan adanya warung PKL yang semakin meningkat,
wisatawan pada hari weekend, maka tentu dan juga belum ada peraturan daerah
saja kemacetan akan menjadi pemandangan mengenai GSB di kawasan Bandungan, serta
biasa karena jumlahnya yang semakin banyak, kondisi lahan yang minim, padat dan topografi
sementara jalan yang digunakan semakin yang tinggi.
sempit. Kesemrawutan itu akan terus terjadi
karena tidak adanya penataan bagi PKL yang
telah menggunakan ruang publik yang

Teknik PWK; Vol. 2; No. 4; 2014; hal. 311-320 | 317


Dampak Hubungan Kota Dan Desa Dalam Perkembangan Pariwisata Di Kawasan Bandungan Doddy A. Pratama dan Soegiono Soetomo

kapling seluruhnya. Kemungkinan besar hal


ini terjadi karena kondisi lahan topografi yang
tinggi dan lahan yang terbatas tidak sebanding
dengan kebutuhan lahan tempat tinggal dan
jumlah penduduk yang semakin meningkat,
serta belum ada peraturan daerah mengenai
KDB.
Sumber: Hasil Survey Peneliti, 2014
GAMBAR 9
KONDISI KETIDAKSESUAIAN GSB PADA RUANG PRIVAT
(Kiri) DAN RUANG PUBLIK (Kanan) DI KAWASAN
BANDUNGAN

Selain kerusakan jalan dan


ketidaksesuaian GSB, dampak perkembangan
pariwisata yang terjadi terhadap kondisi
fisiknya tersebut juga telah berdampak pada Sumber: Hasil Survey Peneliti, 2014
GAMBAR 11
segi kepadatan bangunannya yang telah
KONDISI KETIDAKSESUAIAN KDB PADA RUANG PRIVAT
menjadi dampak polusi visual. (Kiri) DAN RUANG PUBLIK (Kanan) DI KAWASAN
BANDUNGAN

Selain itu, kepadatan bangunan dan


perkembangan kawasan Bandungan juga telah
dibuktikan dari visualisasi gambaran citra
satelit yang menunjukkan perubahan kawasan
Bandungan pada tahun 2000 dan tahun 2013.
Dimana keterangan dari gambar 12, warna
biru merupakan lahan lahan terbangun dan
untuk lahan terbuka ditunjukkan dengan
Sumber: Hasil Survey Peneliti, 2014 warna hijau.
GAMBAR 10
KONDISI KEPADATAN BANGUNAN DI KAWASAN
BANDUNGAN

Pada gambar di atas mengenai


kepadatan bangunan tersebut dapat
disimpulkan dan sudah terbukti bahwa,
kawasan Bandungan merupakan kawasan
yang padat bangunan yang tidak
memperhatikan aturan standar KDB dan KDH
yang sudah ditentukan oleh pemerintah
berdasarkan peraturan standar pedoman
Perencanaan Informasi Pengembangan
Permukiman dan Bangunan (PIP2B) dengan
luas maksimum sebesar 60% untuk lahan
terbangunn KDB dan sisanya untuk lahan
tebuka KDH. Selain itu, menurut survey yang
dilakukan peneliti, permasalahannya adalah
bahwa sebagian bahkan hampir 90% Sumber: Citra Satelit Landsat 8 dan LAPAN, 2013
bangunan privat maupun publik di kawasan GAMBAR 12
Bandungan telah memiliki luasan KDB yang PERKEMBANGAN DAN PERUBAHAN KEPADATAN
BANGUNAN DI KAWASAN BANDUNGAN TAHUN 2000
mencapai sekitar 90-95% dari luas lahan
(Atas) dan TAHUN 2013 (Bawah)

318| Ruang; Vol. 2 No. 4; Th. 2014; hal. 311-320


Dampak Hubungan Kota Dan Desa Dalam Perkembangan Pariwisata Di Kawasan Bandungan Doddy A. Pratama dan Soegiono Soetomo

Pada gambar diatas dapat diartikan KESIMPULAN & REKOMENDASI


bahwa, dengan semakin berkembangnya Kesimpulan
aktivitas dan kegiatan pariwisata di kawasan Sebagaimana diketahui bahwa kawasan
Bandungan, maka akan berdampak pada Bandungan dahulunya merupakan kawasan
semakin meningkatnya kepadatan bangunan pedesaan yang kini telah bermetamorfosis
yang mengakibatkan perubahan wajah menjadi kawasan perkotaan. Hal tersebut
kawasannya. Selain itu, dapat berdampak pula terlihat secara fisik maupun non-fisik sebagai
pada semakin bertambahnya jumlah akibat dari pariwisata termasuk aktivitas
penduduk yang disebabkan karena masyarakatnya. Indikasi perkembangan non-
meningkatnya pendatang dan wisatawan yang fisik nampak dari aspek ekonomi, sosial dan
tentunya mempengaruhi jumlah hunian di sebagian kecil budaya yang masih melekat di
kawasan tersebut. Sehingga dapat dikatakan masyarakat, dan lebih mengarah kepada hal
bahwa, kawasan Bandungan merupakan positif bagi masyarakat Bandungannya.
kawasan yang telah berubah dari kawasan Namun, hal tersebut berbanding terbalik
pedesaan menjadi kawasan perkotaan karena dengan perkembangan fisik yang terjadi dan
adanya perkembangan aktivitas dan kegiatan lebih mengarah kepada hal negatif, yang
pariwisata yang selain berdampak pada disebabkan karena sifat perkembangannya
perubahan non-fisik, juga berdampak pada yang merusak kondisi alam. Hal tersebut
perubahan fisik kawasan tersebut. terlihat dari maraknya pembangunan di
Selain itu, jika dilihat dari kondisi lahan kawasan Bandungan yang tidak disertai ijin
vegetasinya, kondisinya tersebut sudah dari pemerintah daerah yang didukung
semakin menipis akibat meningkatnya jumlah dengan peraturan daerah. Pembangunan
hunian di kawasan Bandungan yang berimbas tersebut cenderung merusak alam di kawasan
pada bertambahnya bangunan di kawasan Bandungan. Walaupun demikian, yang tidak
tersebut. Namun demikian, statemen tersebut kalah pentingnya adalah bahwa kawasan
tidak sepenuhnya benar karena ada yang Bandungan sudah memiliki daya tarik untuk
beranggapan bahwa lahan vegetasi di mendatangkan orang-orang luar untuk
kawasan Bandungan ini masih lestari dan mendiami kawasan tersebut, sehingga
terawat. Menurut pengamatan peneliti, menjadikan kawasan tersebut menjadi ramai
bahwa terdapat sebagian lahan vegetasi yang dengan maraknya kegiatan pariwisata disana.
tidak terurus dan bahkan lahan tersebut Hal ini berjalan setiap hari walaupun tidak
sampai dijadikan sebuah hotel. Hal ini menjadi disaat weekend. Oleh karena itu, kawasan ini
kontra produktif bila warga dan pemerintah telah memberikan penghidupan kepada warga
setempat bisa menyediakan lahan yang bisa sekitar yang dapat menjadikan Bandungan
digunakan untuk mendukung keberlangsung- sebagai roda penggerak ekonomi yang
an di kawasan tersebut. tentunya dapat mengangkat martabat
masyarakat disana.

Rekomendasi
Apa yang telah disajikan diatas tentunya
menjadi perhatian bersama, berkaitan
mengenai permasalahan umum yang terjadi
pada kawasan pedesaan, pertanian dan
lingkungan masyarakat. Maka dengan adanya
aktifitas pariwisata pada ketiga kawasan
tersebut akan memberikan imbas secara
langsung bagi aspek ekonomi, sosial dan
Sumber: Survey Visualisasi Peneliti, 2014
GAMBAR 13 sebagian kecil budaya masyarakat di kawasan
KONDISI LAHAN VEGETASI DI KAWASAN BANDUNGAN Bandungan. Walaupun demikian, pesatnya
YANG TIDAK TERURUS tujuan pariwisata di suatu kawasan harus

Teknik PWK; Vol. 2; No. 4; 2014; hal. 311-320 | 319


Dampak Hubungan Kota Dan Desa Dalam Perkembangan Pariwisata Di Kawasan Bandungan Doddy A. Pratama dan Soegiono Soetomo

ditunjang dengan perencanaan matang yang Bruton, M.J. 1970. Introduction to


harus ditunjang dengan peraturan daerah Transportation Planning. Hutchenson
setempat karena sifat perkembangan Technical Education. London.
pembangunannya yang harus dibatasi Creswell JW. 1994. Research Design:
(Limited of Capasity Development). Apalagi Qualitative & Quantitative Approaches.
jika melihat kawasan Bandungan, yang Thousand Oaks, CA:SAGE.
notabene perkembangan pembangunannya IUOTO. 1969. Correspondence Course for
sudah melebihi batas dan sudah sangat Tourism Studies. Geneve.
merusak kondisi lingkungan alam sekitar. Ismayanti. 2010. Pengantar Pariwisata.
Sehingga, diperlukan suatu tindakan dan Jakarta : PT. Grasindo.
sinergitas yang baik antara warga dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10
pemerintah setempat. Tindakan dan sinergitas Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
yang harus didukung dengan perencanaan, Warpani, Suwardjoko. 1990. Merencanakan
penataan ruang yang baik, dan terencana Sistem Perangkutan. Bandung : Institut
sesuai dengan peraturan daerah setempat, Teknologi Bandung.
yaitu peraturan daerah nomor 6 tahun 2011
tentang RTRW Kabupaten Semarang. Dengan
adanya penataan ruang yang baik, maka
semua pihak akan diuntungkan. Hal tersebut
hendaknya harus dilaksanakan agar
kelestarian potensi alam dan perkembangan
pariwisata berkelanjutan (sustainable
development) di kawasan Bandungan bisa
terwujud, tentunya itu sangat beralasan
karena Bandungan merupakan kawasan yang
memiliki potensi besar di bidang pariwisata.
Sebagai penutup, maka semua pihak yang
turut serta dalam memajukan pariwisata di
Bandungan hendaknya dapat digerakkan,
antara warga, pemerintah dan stake-holder
dapat bekerjasama dalam mengembangkan
pariwisata di kawasan tersebut. Sehingga
dengan tindakan nyata dan sinergitas antara
semua pihak tersebut, maka kawasan
Bandungan dapat menjadi kawasan pariwisata
berkelanjutan dan menjadi tujuan wisata yang
patut diperhitungkan khususnya di Jawa
Tengah, dan pada umumnya di Indonesia
yang pada akhirnya kawasan Bandungan
dapat bersaing dalam membangun roda
perekonomian masyarakat sekitar dan
menjadi tujuan pariwisata kebanggaan Jawa
Tengah.

DAFTAR PUSTAKA
A, Yoeti, Oka. 1996. Pengantar Ilmu
Pariwisata. Bandung : Angkasa.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.

320| Ruang; Vol. 2 No. 4; Th. 2014; hal. 311-320

Anda mungkin juga menyukai