Anda di halaman 1dari 18

A. Pengertian.

Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan kategori yang ditandai


oleh kenaikan keadaan glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer,
S.C& Bare, B. G, 2015).
Diabetes Melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam
satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan
problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor
dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin (Perkeni, 2011).
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya (ADA, 2010).
B. Etiologi
Mekanisme yang dapat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada Diabetes Melitus tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan
proses terjadinya Diabetes Melitus tipe II.
Faktor-faktor lain adalah:
1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas65 tahun).
2. Obesitas.
3. Riwayat keluarga.
4. Ras
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari Diabetes Melitus tipe II, yaitu:
1. Kadar glukosa puasa diatas normal.
2. Polyuria (akibat dari diuresis osmotik bila diambang ginjal terhadap
reabsorpsi glukosa dicapai dan kelebihan glukosa keluar melalui ginjal).
3. Polydipsia (disebabkan oleh dehidrasi sel akibat lanjut dari poliuria).
4. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), berat badan berkurang.
5. Keletihan dan mengantuk
6. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur,
impotensi, luka pada kulit yang sembuhnya lama.
D. Patofisiologi
Proses penyakit Pada Diabetes Melitus tipe II terdapat dua masalah yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin
pada Diabetes Melitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel
yang mengakibatkan tidak efektifnya insulin untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresi. Namun
pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini akibat sekresi insulin
berlebihan, dan kadar glukosa akan di pertahankan dalam tingkat normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian bila sel-sel beta tidak mampu megimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
mengakibatkan Diabetes Melitus tipe II (Smeltzer, S.C & Bare, B. G, 2015).
E. Pathways

-Factor genetic Kerusakan sel Ketidakseimbangan


-infeksi virus beta pankreas produksi insulin
-Pengrusakan
imunologik
Defisiensi
Insulin

Glucagon DIABETES penurunan


meningkat MELITUS pemakaianglukosa
dalam sel
Risiko glukosa oleh sel Batas melebihi
Glukoneoge- ketidakstabilan hiperglikemia ambang ginjal
nesis kadar glukosadarah

Sel kekurangan bahan Polyuria Diuresis osmotik


untuk metabolisme

Kehilangan
Merangsang elektrolit dalam
hipotalamus Neuropati sensori Anabolisme protein sel
perifer menurun

Pusat lapar dan haus


Dehidrasi
Klien tidak Kerusakan pada
merasakan sakit antibodi
Polydipsia dan
polypagia Kekurangan
Nekrosis luka Kekebalan tubuh volume cairan
menurun
Ketidakseimbanga
Gangrene
n nutrisi kurang
Risiko infeksi Keterbatasan kognitif
dari kebutuhan / interpretasi tidak
tepat
Kerusakan
integritas
jaringan Kurang
pengetahuan
F. Komplikasi
1. Komplikasi Akut
a. Ketoasidosis Diabetik, adalah gangguan metabolik yang terjadi akibat
defisiensi insulin di karakteristikan dengan hiperglikemia eksterm (lebih
300 mg/ dl). Pasien sakit berat dan memerlukan intervensi untuk
mengurangi kadar glukosa darah dan memperbaiki asidosis berat,
elektrolit, ketidakseimbangan cairan. Adapun faktor `pencetus
Ketoasidosis Diabetik: obat-obatan, steroid, diuretik, alkohol, gagal diet,
kurang cairan, kegagalan pemasukan insulin, stress, emosional, dan
riwayat penyakit ginjal.
b. Hipoglikemia merupakan komplikasi insulin dengan menerima jumlah
insulin yang lebih banyak daripada yang di butuhkannya untuk
mempertahankan kadar glukosa normal. Gejala-gejala hipoglikemia
disebabkan oleh pelepasan epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala
dan palpitasi), juga akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah
laku yang aneh, sensorium yang tumpul dan koma).
(Ernawati, 2013).
2. Komplikasi jangka panjang
a. Komplikasi mikrovasker
Komplikasi mikrovaskuler yang terjadi yaitu retinopati diabetic,
komplikasi optalmologi yang lain, nefropati, dan neuropati
diabetes.Neuropati sensorik perifer berperanan dalam timbulnya cedera
pada kaki.Komplikasi ini menyebabkan gangguan pada mekanisme
proteksi kaki yang normal, sehingga pasien dapat mengalami cedera pada
kaki tanpa disadari.Neuropati otonom menyebabkan terjadinya anhidrosis
dan gangguan perfusi kaki, akhirnya kulit menjadi kering dan dapat
terbentuk fisura.(Chris Tanto, 2014).
b. Komplikasi Makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler yang terjadi yaitu penyakit arteri koroner,
penyakit serebrovaskuler dan penyakit vaskuler perifer.Gabungan dari
gangguan biokimia yang disebabkan karena insufisiensi insulin yang
menjadi penyebab jenis penyakit vaskuler.Gangguan–gangguan ini
berupa penimbunan sorbitol dalam intima vaskuler, hiperproteinemia
dan kelainan pembekuan darah. Pada akhirnya makrovaskuler diabetik
ini akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Jika yang terkena adalah
arteri koronariadan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark
miokardium.
(Ernawati, 2013).

G. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang


Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko
tinggi DM. Yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan
darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir
bayi >4.000 g, riwaya DM pada kehamilan, dan dislipidemia. Pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar
gula darah puasa (Tabel 53.1), kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil
penyaringannya negatif, perlu pemeriksaan penyaring ulang tiap tahun. Bagi
pasien berusia 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat
dilakukan setiap 3 tahun (Tarwoto, 2012).
Tabel 1 kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode
enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Pemeriksaan Bukan Belum pasti DM


DM DM
Kadar glukosa darah
sewaktu <110 110-199 >200
Plasma vena <90 90-199 >200
Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa <110 110-125 >126
Plasma vena <90 90-109 >110
Darah kapiler
Cara pemeriksaan TTGO, adalah :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4. Periksa glukosa darah puasa.
5. Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam
waktu 5 menit.
6. Periksa glukosa darah 1 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama pemeriksaan, pasien diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

1. Pemeriksaan hemoglobin glikosilasi


Hemoglobin glikosilasi merupakan pemeriksaan darah yang
mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata selama periode waktu 2 hingga 3
bulan. Ketika terjadi kenaikan kadar glukosa darah, molekul glukosa akan
menempel pada hemoglobin dalam sel darah merah.
Ada berbagai tes yang mengukur hal yang sama tetapi memiliki nama
yang berbeda, termasuk hemoglobin A1C dan hemoglobin A1. Nilai normal
antara pemeriksaan yang satu dengan yang lainnya, serta keadaan laboratorium
yang satu dan lainnya, memilikmi sedikit perbedaan dan biasanya berkisar dari
4% hingga 8%.
2. Pemeriksaan urin untuk glukosa
Pada saat ini, pemeriksaan glukosa urin hanya terbatas pada pasien yang
tidak bersedia atau tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah.
Prosedur yang umum dilakukan meliputi aplikasi urin pada strip atau tablet
pereaksi dan mencocokkan warna pada strip dengan peta warna.
3. Pemeriksaan urin untuk keton
Senyawa-senyawa keton (atau badan keton) dalam urin merupakan sinyal
yang memberitahukan bahwa pengendalian kadar glukosa darah pada diabetes
tipe I sedang mengalami kemunduran. Apabila insulin dengan jumlah yang
efektif mulai berkurang, tubuh akan mulai memecah simpana lemaknya untuk
menghasilkan energi. Badan keton merupakan produk-sampingan proses
pemecahan lemak ini, dan senyawa-senyawa keton tersebut bertumpuk dalam
darah serta urin.
H. Penatalaksanaan Medis
Kerangka utama penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu edukasi,
perencanaan makan, latihan jasmani, dan obat hipoglikemik.
1. Edukasi
Edukasi mengenai pengertian DM, promosi perilaku hidup sehat,
pemantauan darah mandiri, serta tanda dan gejala hipoglikemia serta cara
mengatasinya perlu dipahami oleh pasien.
2. Perencanaan makan (meal planning)
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), telah
ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan
komposisi seimbang berupa karbohidrat (45-65%), protein (10-20%).
Lemak (20-25%).Apabila diperlukan santapan dengan komposisi
karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik, terutama
untuk golongan ekonomi rendah. Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk
mencapai berat badan ideal. Jumlah kandungan kolesterol <300 mg/
hari.Jumlah kandungan serat ± 25 g/ hari, diutamakan jenis serat
larut.Konsumsi garam dibatasai bila terdapat hipertensi.Pemanis dapat
digunakan secukupnya.
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama ±0,5 jam
yang sifatnya sesuai CRIEPE (continous, rhytmical, interval, progressive,
endurance training).Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki,
jogging, renang, bersepeda, dan mendayung.
4. Obat berkhasiat hipoglikemik
a. Sulfonilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulsai pelepasan insulin yang
tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi
insulin sebagai aklibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya
diberikan pada pasien dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai
pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
b. Biguanid
Obat ini menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah
normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin.Obat ini
dianjurkan untuk pasien gemuk (indeks masa tubuh/ IMT > 30) sebagai
obat tunggal.
c. Inhibitor α glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α
glukosidase didalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia pasca prandial.
I. Pengkajian
Pengkajian pada pasien diabetes mellitus dengan Konsep & Tipologi Pola
Kesehatan Fungsional menurut Gordon, yaitu :
1. Pola Persepsi-Managemen Kesehatan :
Menggambarkan Persepsi,pemeliharaan dan penanganan kesehatan Persepsi
terhadap arti kesehatan,dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan
menyusun tujuan,pengetahuan tentang praktek kesehatan
2. Pola Nutrisi – Metabolik
Hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet; peningkatan
masukan glukosa/ karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa
hari/ minggu, haus, penggunaan diuretik (tiazid).
Tanda: kulit kering/ bersisik, turgor jelek, kekakuan/ distensi abdomen,
muntah, hipertiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah), bau halitosis/ manis, bau buah (nafas aseton).
3. Pola Eliminasi
Perubahan pola kemih, poliuria, nokturia, rasa nyeri atau terbakar, kesulitan
berkemih (infeksi), ISK baru tau berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda: urin encer, pucat, kuning: poliuri(dapat berkembang menjadi
oliguria/ anuria jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun:
hiperaktif (diare).
4. Pola Latihan-Aktivitas
Kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum purulent (tergantung
adanya infeksi/ tidak), batuk, dengan/ sputum purulen (infeksi), frekuensi
pernapasan. Kulit kering, gatal, ulkus kulit.Demam, diaforesis, kulit rusak,
lesi/ ulserasi, menurun kekuatan umum/ rentang gerak, parastesia/ paralisis
otot termasuk otot pernafasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup
tajam).
Letih, lemah sulit berjalan/bergerak, tonus otot menurun, kram otot,
gangguan istirahat/ tidur.Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat
atau dengan aktifitas, letargi/ disorientasi, koma dan penurunan kekuatan
otot.
5. Pola Kognitif Perseptual
Riwayat hipertensi, infark miokard akut, klaudikasi, kebas, kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama. Takikardi,
perubahan tekanan darah postural: hipertensi, nadi menurun/ tidak ada,
disritmia, kulit panas, kering dan kemerahan: bola mata cekung.Abdomen
yang tegang/ nyeri (sedang/ berat).
Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.
6. Pola Istirahat-Tidur
Pusing/ pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
gangguan penglihatan.
Tanda: disorientasi: mengantuk, letargi, stupor/ koma, gangguan memori
(baru, masa lalu),kacau mental, refleks tendon dalam menurun, aktivitas
kejang.
7. Konsep Diri-persepsi Diri
Stress, tergantung pada orang lain. Tanda: Ansietas, peka rangsang.
8. Pola Peran dan Hubungan
Ketidakmampuan menjalankan peran sebagaimana mestinya.
9. Pola Reproduksi/Seksual
Raba vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria, kesulitan
orgasme pada wanita.
10. Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres )
Faktor resiko keluarga: DM, stroke, hipertensi, penyembuhan yang lambat,
penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid): dilantin dan fenobarbital
(dapat meningkatkan kadar glukosa darah), menggunakan obat diabetik.
Tanda: Memerlukan bantuan dan pengaturan diet, pengobatan, perawatan
diri, pemantauan glukosa darah.
11. Pola Keyakinan Dan Nilai Menggambarkan dan Menjelaskan pola
nilai,keyakinan termasuk spiritual. Menerangkan sikap dan keyakinan
klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya.
Agama, kegiatan keagamaan dan buadaya,berbagi denga orang lain,bukti
melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan
pantangan dalam agama selama sakit
J. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d factor resiko kurang patuh
dengan rencana manajemen diabetes, manajemen medikasi tidak
terkontrol.
2. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan secara aktif;
diuresis osmotic, ditandai dengan kelemahan, haus, penurunan turgor kulit,
mukosa kulit kering
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d insuffisiensi insulin
ditandai dengan berat badan 20% kurang atau lebih dibawah ideal,
kehilangan BB dengan asupan makanan yang adekuat.
4. Kerusakan integritas jaringan b/d perubahan sirkulasi, penurunan
sensibilitas (neuropati) ditandai dengan adanya luka pada daerah kaki,
kemerahan.
5. Risiko infeksi b/d factor risiko pertahanan primer tidak adekuat, trauma
jaringan
6. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap
informasi yang salah ditandai dengan memverbalisasikan adanya masalah,
ketidakakuratan mengikuti instruksi.
K. Perencanaan

No No Tujuan dan Intervensi Rasional


DX kriteria Hasil
1. DP NOC NIC
1 Setelah diberikan  Kaji factor yang  Agar dapat
askep selama dapat melakukan
3x… jam meningkatkan pencegahan
diharapkan risiko risiko terjadinya
ketidakstabilan ketidakseimbangan ketidakseimba-
kadar glukosa glukosa ngan glukosa
darah tidak  Pantau kadar  Dapat
terjadi, dengan glukosa serum mengetahui
kriteria: sesuai dengan sedini
 Kadar gula program tim medis mungkin
darah stabil terjadinya
(GDP = 90 hipoglikemia
-130 mg/dl)  Berikan informasi atau
 Mematuhi mengenai hiperglikemia
regimen yang penerapan diet dan  Untuk
diprogramkan latihan fisik untuk meningkatkan
untuk mencapai pengetahuan
pemantauan keseimbangan pasien dalam
glukosa darah. kadar glukosa upaya
 Mematuhi  Berikan informasi mencegah
rekomendasi tentang ketidakseimba-
diet dan penatalaksanaan ngan kadar
latihan fisik diabetes selama glukosa.
 Pasien dan
sakit. keluarga dapat
 Beri tahu dokter berperan serta
jika terjadi tanda dalam upaya
dan gejala penatalaksa-
hipoglikemia dan naan diabetes
hiperglikemia  Untuk
mencegah
akibat fatal
yang
kemungkinan
terjadi.
2. DP NOC NIC
2 Setelah diberikan  Monitor status  Untuk
askep selama hidrasi mengantisipasi
3x… jam (kelembapan terjadinya
diharapkan membran mukosa, dehidrasi
kekurangan nadi, tekanan
volume cairan darah)
akan teratasi,  Monitor intake  Untuk
dengan kriteria dan output cairan mengetahui
hasil: seimbang atau
 Mempertahan- tidaknya intake
kan urine  Bantu masukan dan output
output sesuai cairan peroral cairan pasien
usia dan berat  Membantu
badan memenuhi
 Tekanan darah,  Berikan cairan IV kebutuhan
nadi, dan suhu sesuai instruksi cairan
tubuh dalam dokter.  Memenuhi
batas normal  Anjurkan keluarga kebutuhan
 Tidak ada untuk membantu cairan
tanda – tanda pasien minum.  Keluarga dapat
berperan serta
dehidrasi aktif dalam
 Kolaborasi dengan perawatan
dokter jika ada pasien
tanda – tanda  Mencegah
cairan berlebih terjadinya
muncul komplikasi
memburuk yang lebih
buruk.
3. DP NOC NIC
3 Setelah diberikan  Monitor jumlah  Untuk
askep selama nutrisi dan mengetahui
3x… jam kandungan nutrisi jumlah asupan
diharapkan yang mampu nutrisi pasien
kebutuhan nutrisi dihabiskan oleh yang bisa
pasien terpenuhi pasien dikonsumsi
dengan kriteria :  Berikan makanan setiap hari.
 Berat badan yang terpilih  Pasien makan
pasien normal (sudah sesuai
sesuai tinggi dikonsulkan kebutuhan
badan dengan ahli gizi) nutrisinya.
 Nilai  Berikan suasana
laboratorium lingkungan yang
dalam batas nyaman saat  Suasana yang
normal : Hb, pasien makan. nyaman dapat
albumin,  Berikan infomasi memperbaiki
transferrin, tentang kebutuhan nafsu makan
elektrolit, kadar nutrisi pasien.
glukosa darah  Monitor hasil lab  Pasien dapat
 Tidak ada tanda dan status nutrisi memahami
– tanda pasien kebutuhan
malnutrisi nutrisinya.

 Kolaborasi dengan
 Untuk
dokter jika terjadi mengetahui
tanda-tanda status nutrisi
kekurangan nutrisi pasien.

 Untuk
mencegah
terjadinya
malnutrisi.
4. DP NOC NIC
4 Setelah diberikan  Catat karakteristik  Untuk
askep selama luka, tentukan mengetahui
3x… jam ukuran dan karakteristik
diharapkan kedalaman luka luka pasien.
integritas jaringan  Catat karakteristik
kulit membaik cairan secret yang  Perbedaan
dengan kriteria keluar cairan secret
hasil :  Bersihkan dan menentukan
 Luka bersih rawat luka dengan tingkat infeksi.
terawat NaCl 0,9 %,  Agar luka
 Jaringan tampon dan terawat dan
nekrosis dressing dengan mempercepat
berkurang kasa steril setiap proses
 Luka mengecil hari penyembuhan
dalam ukuran  Ajarkan teknik
dan perawatan kaki
peningkatan dan anjurkan  Untuk menjaga
granulasi pasien untuk kebersihan
jaringan memperhatikan kaki,

kaki jika sudah memperlancar

terjadi penurunan sirkulasi dan

sensasi mencegah

 Kolaborasi dengan terjadinya luka

dokter jika
terdapat banyak
nekrosis pada  Apabila banyak
luka terjadi jaringan
nekrosis maka
diperlukan
tindakan
debridement
5. DP NOC NIC
5 Setelah diberikan  Monitor tanda dan  Untuk
askep selama gejala infeksi mengetahui
3x… jam sedini mungkin
diharapkan factor  Gunakan teknik apabila terjadi
risiko infeksi septic dan aseptic infeksi
tidak terjadi selama perawatan  Dapat
dengan kriteria luka mencegah
hasil :  Bersihkan terjadinya
 Klien terbebas lingkungan pasien infeksi
dari tanda dan  Ajarkan pada  Untuk
gejala infeksi pasien dan meminimalkan
 Status imun keluarga tanda, resiko infeksi
dalam batas gejala, dan cara  Pasien dan
normal (jumlah pencegahan keluarga akan
leukosit dalam infeksi memahami
batas normal). tentang infeksi

 Kolaborasi dengan dan upaya

dokter dalam pencegahan

pemberian infeksi

antibiotik  Antibiotic
merupakan
treatment
penanganan
infeksi
6. DP NOC NIC
6 Setelah diberikan  Ciptakan  Menanggapi
askep selama lingkungan saling dan
3x… jam percaya dengan memperhatikan
diharapkan mendengarkan perlu
pengetahuan penuh perhatian, diciptakan
pasien meningkat dan selalu ada sebelum pasien
dengan kriteria untuk pasien. bersidia
hasil : mengambil
 Pasien dan bagian dalam
keluarga  Berikan informasi proses belajar.
menyatakan tentang penyakit,  Dapat
pemahaman kondisi, meningkatkan
tentang prognosis, dan pemahaman
penyakit, program pasien
kondisi, pengobatan.
prognosis, dan  Diskusikan
program tentang perubahan
pengobatan. gaya hidup yang
 Pasien dan mungkin  Pasien dapat
keluarga diperlukan untuk memodifikasi
mampu mencegah gaya hidup
melaksanakan komplikasi dimasa sehingga dapat
prosedur yang yang akan datang berperan aktfi
dijelaskan  Instruksikan dalam proses
dengan benar. pasien mengenai penyembuhan.

tanda dan gejala


apa yang perlu
dilaporkan kepada
pemberi  Pasien dan

perawatan dengan keluarga

cara yang tepat. memahami


tanda dan
gejala bila
pasien
memburuk.

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2011. Diagnosis and Classification of


Diabetes Mellitus.Diabetes Care,34(1),S62-S69
Chris Tanto…[et al]. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media
Aesculapius.
Doenges,Marilyn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta. EGC
Ernawati. 2013. Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu
dengan Penerapan teori Keperawatan Self Care Orem. Jakarta. Mitra
Wacana Media.
Herdman,T.Heather. 2016. Nanda International Inc. Diagnosis
Keperawatan :Definisi& Klasifikasi. 2015-2017. Jakarta.EGC.
Mosby. 2013. Nursing Outcomes Classification. Elsevier. Singapore.
Mosby. 2013. Nursing Intervention Classification. Elsevier. Singapore.
Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Dan Nanda NIC-NOC. Jogjakarata.Mediaction.
Perkeni.2011. Petunjuk Praktis Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus.
Jakarta. Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam.
Smeltzer, Suzanne. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai