Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan, setiap makhluk hidup pasti melakukan aktivitas.
Aktivitas ini tersusun dari berbagai sistem. Supaya makhluk hidup tersebut
dapat bertahan hidup. Diantara aktivitas makhluk hidup yang dapat
menentukan kehidupan makhluk hidup adalah proses pencernaan dan
pernafasan. Untuk mengatur mekanismeny setiap makhluk hidup
memerlukan oksigen dan zat makan serta mengeluarkan zat sisa
metabolisme menghasilkan sampah (sisa) yang harus dikeluarkan oleh
tubuh. Peredaran materi, baik berupa bahan-bahan yang diperlukan tubuh
seperti halnya oksigen maupun hasil metabolisme dan sisa-sisanya yang
dilakukan oleh sistem peredaran atau sistem sirkulasi. Hasil pencernaan
makanan dan oksigen diangkut dan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh,
sedangkan sisa-sisa metabolisme diangkut dari seluruh jaringan tubuh
menuju organ-organ pembuangan. Jika kita telaah lebih jauh sistem
penceraan ini sangatlah luas. Maka di dalam makalah ini kami akan
memaparkan hal-hal pokok dan inti dari sistem pencernaan. Sehingga
diharapkan paparan yang sederhana ini setidaknya dapat menambah
asupan ilmu pengetahuan kita semua, serta dapat dijadikan modal untuk
menjadi pengajar yang baik dan berwawasan luas.
Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya
terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk
cairan empedu (Brunner & Suddarth, 2001).Penyakit batu empedu sudah
merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat sedangkan di
Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi
penelitian batu empedu masih terbatas.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan
pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung
empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu
2

dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang
lain
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi
batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran
empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran
empedu sekunder. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat
terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa
melibatkan kandung empedu. Pada sekitar 80% dari kasus, kolesterol
merupakan komponen terbesar dari batu empedu. Biasanya batu - batu ini
juga mengandung kalsium karbonat, fosfat atau bilirubinat, tetapi jarang
batu- batu ini murni dari satu komponen saja.
B. Rumusan Masalah
1. Organ apa saja yang berperan pada sistem pencernaan pada manusia ?
2. Apa itu penyakit batu empedu ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui organ yang berperan di sistem pencernaan manusia
2. Untuk mengetahui tentang penyakit batu empedu
D. Sistematika Penulisan
Bab I terdiri dari Pendahuluan : Latar Belakang, Rumusan Masalah,
Tujuan, dan Sistematika Penulisan.
Bab II terdiri dari Pembahasan : Sistem Pencernaan Pada Manusia, Organ
Yang Berperan Dalam Proses Pencernaan Makanan, Penyakit Batu
Empedu.
Bab III terdiri dari Penutup : Kesimpulan dan Saran.
Daftar Pustaka
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Pencernaan Pada Manusia


Sistem pencernaan ialah sistem yang berfungsi untuk melakukan
penyederhanaan dan pemilihan bahan makanan menjadi zat makanan yang
dapat di serap oleh tubuh kita. Sehingga zat makanan tersebut dapat
digunakan oleh sel-sel tubuh secara fisik maupun kimia. Proses
pencernaan dalam saluran pencernaan manusia meliputi dua proses yaitu
pencernaan mekanik dan pencernaan kimiawi :
1. Pencernaan mekanik adalah pencernaan yang dilakukan oleh gigi
di dalam mulut
2. Pencernaan kimiawi adalah pencernaan yang melibatkan enzim.
Pencernaan kimiawi terjadi di mulut, lambung dan anus.
Proses pencernaan makanan juga melibatkan alat-alat pencernaan yang
terdiri dari saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran
pencernaan manusia tediri dari : rongga mulut, kerongkongan (esofagus),
lambung (vetrikulus), usus halus, usus besar (kolo) dan anus Sedangkan
kelenjar pencernaan terdiri di air liur atau ludah, lambung pankreas dan
hati (hepar).
4

Pencernaan makanan di dalam tubuh manusia melalui 6 tahap yaitu :


1. Ingesti : Memasukkan makanan ke dalam tubuh melalui mulut
2. Mastikasi : Proses mengunyah makanan oleh gigi
3. Deglutisi : Proses menelan makanan di kerongkongan
4. Digesti : Pengubahan makanan menjadi molekul yang lebih
sederhana dengan bantuan enzim , terdapat di lambung
5. Absorbsi : Proses penyerapan di usus halus
6. Defekasi : Pengeluaran sisa makanan yang sudah tidak berguna
B. Organ Yang Berperan Dalam Proses Pencernaan Makanan
Berikut merupakan uraian proses pencernaan pada tubuh manusia
mulai dari pencernaan yang berada di dalam mulut yang melibatkan
pencernaan mekanik hingga kimiawi dan berakhir pada proses
pembuangan yang melibatkan Anus.

1. Mulut
Proses pencernaan pertama kali terjadi di mulut, di dalam mulut
terdapat berbagai alat yang dapat berfungsi membantu proses
pencernaan diantaranya, gigi, lidah, dan enzim ptialin. Mulut
merupakan tempat pertama terjadinya proses pencernaan baik secara
mekanik yang dilakukan dengan gigi maupun secara kimiawi yang
bekerjasama dengan kelenjar ludah. gigi yang berfungsi sebagai
pencerna mekanik yang dimana gigi tersebut bertugas untuk
memotong, menyobek, dan mengunyah makanan. Sedagkan lidah
berfungsi untuk membantu proses menelan dan pencampuran makanan
dalam mulut. Amati Ilustrasi gambar mulut sebagai sistem pencernaan
pertama kali.
5

2. Kerongkongan (Esofagus)
Setelah ditelan, makanan akan melewati tenggorokan (faring) dan
kerongkongan (esofagus). Kerongkongan adalah saluran yang
panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari faring hingga lambung. Esofagus
(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso - "membawa", dan έφαγον, phagus -
"memakan") atau kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada
vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut
ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui esofagus dengan
menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring –
yang menghubungkan esofagus dengan rongga mulut – pada ruas ke-6
tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga
bagian: bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian
tengah (campuran otot rangka dan otot polos), serta bagian inferior
(terutama terdiri dari otot polos). Kerongkongan/esofagus akan
mengantarkan makanan yang sudah ditelan untuk diolah lebih lanjut di
dalam lambung. Di dalam kerongkongan, terdapat katup yang disebut
dengan epiglotis. Bagian ini berfungsi untuk melindungi saluran napas
ketika menelan makanan atau minuman. Jika makanan atau minuman
masuk ke saluran pernapasan, maka Anda bisa mengalami batuk atau
tersedak.
6

3. Lambung (Ventrikulus)
Lambung merupakan oragan dalam yang berbentuk menyerupai
huruf j yang terletak di bagian atas perut. Lambung adalah organ
pencernaan yang bentuknya di penehi dengan otot dan pembuluh
darah. Sedangkan ukuran lambung variatif tergantung postur tubuh
yang memiliki lambung. Tempat bertemunya lambung dan ujung
kerongkongan dijaga oleh otot khusus yang disebut lower esophageal
sphincter. Otot ini berfungsi menjaga agar makanan yang telah masuk
dan diolah di dalam lambung tidak kembali naik ke kerongkongan.
Ketika masuk ke dalam lambung, makanan akan diaduk dan digiling.
Lambung mengeluarkan zat asam dan enzim untuk melanjutkan proses
pemecahan makanan. Selain memecah makanan, lambung dapat
membunuh bakteri yang mungkin ada di makanan yang dikonsumsi. Di
dalam lambung, makanan akan dibuat menjadi cairan pekat atau
berupa pasta, dan selanjutnya akan didorong ke usus halus.
7

Anatomi lambung terbagi menjadi lima bagian, di antaranya:

a) Kardiak
Kardiak adalah bagian ujung lambung teratas yang
berhubungan langsung dengan esofagus. Kardiak menjadi
tempat pertama masuknya makanan setelah dari
kerongkongan. Pada ujung lambung ini terdapat sfingter
kardiak, cincin otot yang berfungsi sebagai klep untuk
mencegah makanan yang sudah masuk ke lambung kembali
naik ke kerongkongan.
b) Fundus
Setelah memasuki kardiak, makanan kemudian
disalurkan menuju fundus. Fundus adalah area yang
berbentuk lengkungan di bagian atas lambung dan terletak
di bawah diafragma. Bagian lambung yang satu ini menjadi
tempat makanan mulai mengalami proses pencernaan.
8

c) Badan lambung
Badan lambung adalah bagian dari anatomi lambung
yang paling penting. Pasalnya, badan lambung menjadi
tempat makanan dicerna dan diproses menjadi bentuk kecil-
kecil dengan bantuan enzim lambung.
d) Antrum
Antrum adalah bagian terbawah dari lambung,
terkadang disebut juga dengan antrum pilorus. Antrum
memiliki fungsi sebagai tempat menampung makanan yang
sudah dicerna sebelum disalurkan menuju usus halus.
e) Pilorus
Pilorus adalah anatomi lambung paling akhir yang
terhubung langsung dengan usus halus. Pada pilorus
terdapat sfingter pilorus, yaitu cincin otot tebal yang
berfungsi sebagai katup yang mengatur keluarnya makanan
dari lambung menuju duodenum. Sfingter pilorus ini juga
berfungsi untuk mencegah makanan yang sudah tersalurkan
ke duodenum agar tidak kembali ke lambung.

4. Usus Halus
Makanan yang sudah menjadi cairan pekat atau semi padat berupa
pasta (disebut juga kimus atau chyme), selanjutnya didorong ke usus
halus. Usus halus terdiri dari tiga bagian, yakni duodenum (usus 12
jari), jejunum (usus kosong), dan ileum (bagian terakhir dari usus
halus), yang memiliki tugas masing-masing. Makanan bergerak dari
satu bagian ke bagian lain dari usus dengan bantuan gerakan peristaltik
usus. Gerakan peristaltik adalah serangkaian gerakan kontraksi dan
relaksasi otot di saluran pencernaan, yang berfungsi untuk mendorong
makanan. Duodenum bertanggung jawab untuk melanjutkan proses
pemecahan makanan, sedangkan jejunum dan ileum bertanggung
jawab untuk proses penyerapan nutrisi ke dalam aliran darah. Usus
halus akan melanjutkan proses pemecahan makanan dengan
9

menggunakan enzim yang dilepaskan oleh pankreas, dan cairan


empedu dari hati.
Di dalam usus halus terdapat dua proses pencernaan yaitu
pencernaan secara kimiawi dan proses penyerapan sari makaan. Di
dalam usus dua belas jaru bernuara dua saluran, yaitu sebagai berikut:
a) Saluran empedu, berasal dari kantung empedu di hati.
Empedu di hasilkan oleh hati berfungsi utuk
mengemulsikan lemak pada makanan.
b) Saluran Pankreas,berasal dari kelenjar pankreas yang
mengandung enzim-enzim, seperti enzim amilase, enzim
tripsin dan enzi lipase.
Didalam usus kosong, makanan mengalami pencernaan secara
kimiawi oleh enzim yang dihasilkan dinding usus, sehingga makanan
menjadi semakin halus dan cenderung encer. Enzim yang dihasilkan
antara lain enterokonase, laktase, eripsin atau dipeptidase, maltase,
disakaridase, peptidase, sukrase, danlipase, Pencernaan makanan ini
akan berakhir pada usus penyerapan.

5. Usus Besar
Usus satu ini merupakan usus yang memiliki bentuk meyerupi
huruf U yang terbali. Yang mana letak dari usus ini adalah berada di
usus halus tepat di atasnya dari mulai bagian kanan bawah tubuh
10

hingga pada bagian kiri. Usus ini memiliki kisaran ukuran sekitar 5 – 6
meter. Selain itu usus besar juga memiliki 3 struktur yakni rektum,
colon dan cecum. Nah bagian sektum inilah yang merupakan kantong
yang berada di ujung awal usus besar. Pada bagian ini makanan akan
melaluinya yakni dari usus halus menuju usus besar.
Colon merupakan tempat cairan dan zat garam di ambil dan
bentuknya memanjang melaui sektum – sektum. Bagian terakhir
adalah rektum yang akan menyumpan kotoran sebelum sampai di
anus.Fungsi dari usus besar ini tentunya sebagai salah satu wadah
untuk pembuangan air dan garam yakni dari bahan yang tidak mudah
untuk di cerna sehingga nantinya akan membentu limbah padat.
Adapun di dalam usus besar ini terdapat bakteri yang di gunakan
untuk mencerna bahan yang susah untuk di cerna.Setelah melewati
usus halus,sisa makanan masuk ke usus besar (kolon).

Kolon terdiri dari tiga bagian yaitu kolon naik, kolon datar dan
kolon turun. Kolon memiliki tambahan usus yang disebut umbai cacing
atau apendiks.
Di dalam usus besar, sisa makan mengalami pembusukan.
Pembusukan ini di bantu oleh bakteri Escherichia coli. Air dan garam
mineral dari sisa makanan tersebut, akan diserap oleh usus kambali.
Setelah itu sisa makanan dikeluarkan melalui anus dalam bentuk tinja
(fases).
11

6. Anus
Bagian yang terakhir dari saluran pencernaan merupakan bagian
yang menggelembung disebut rektum. Rektum dan anus merupakan
lubang tepat pembuangan fases dari tubuh. Anus manusia terletak di
bagian tengah bokong, bagian posterior dari peritoneum.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter.
Terdapat dua otot sphinkter anal (di sebelah dalam dan luar). Otot ini
membantu menahan feses saat defekasi.

Salah satu dari otot sphinkter merupakan otot polos yang bekerja
tanpa perintah, sedangkan lainnya merupakan otot rangka. Feses
dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang
merupakan fungsi utama anus.
12

C. Penyakit Batu Empedu


1. Pengertian
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus.
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam
kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan
13

beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang


terbentuk di dalam kandung empedu. Batu Empedu adalah timbunan
kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu
yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,
sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis
(Nucleus Precise Newsletter, edisi 72, 2011).
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen
empedu kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium,protein,asam
lemak & fosfolipid (Price & Wilson, 2005).
Kolelitiasis adalah batu terbentuk oleh colesterol, kalsium,
bilirubinat atau campuran yang disebabkan oleh perubahan pada
komposisi empedu ( Marlyn E Doengoes, 2000).Penyebab batu ginjal
2. Penyebab penyakit batu empedu
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik
dan asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol,
3% protein dan 0,3% bilirubin. komponen utama dari batu empedu
adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan
empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi
tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah
ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang,
semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko
tersebut antara lain :
1) Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2) Usia lebih dari 40 tahun .
3) Kegemukan (obesitas).
4) Faktor keturunan
5) Aktivitas fisik
6) Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7) Hiperlipidemia
8) Diet tinggi lemak dan rendah serat
14

9) Pengosongan lambung yang memanjang


10) Nutrisi intravena jangka lama
11) Dismotilitas kandung empedu
12) Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13) Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus,
sirosis hati, pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan
penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14) Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti
oleh kulit putih, baru orang Afrika)
3. Klasifikasi Batu Empedu
Menurut Lesmana L, 2000 dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I
gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkankan atas 3 (tiga) golongan:
1) Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung
lebih dari 70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah
kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol). Untuk
terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
a) Supersaturasi kolesterol
b) Hipomotilitas kandung empedu
c) Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2) Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu
yang mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain:

a) Batu pigmen kalsium bilirubinat (pigmen coklat)


Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah
dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat
sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat
terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi
15

saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya


disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan
infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu,
khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang
berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin
bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat
bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut.
Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya
hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya
batu pigmen cokelat. Umumnya batu pigmen cokelat
ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang
terinfeksi.
b) Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak
berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam
yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe
batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan
hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam
ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.
Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas.
Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam
kandung empedu dengan empedu yang steril.
3) Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana
mengandung 20-50% kolesterol.

4. Gejala dan Tanda


1) Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung
empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien
16

akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada


abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri
hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai
mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan
dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan
bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier
semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak
dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran
oleh batu.
2) Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum
akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu
yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh
darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran
mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan
gejal gatal-gatal pada kulit.
3) Perubahan warna urine dan feses.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine
berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh
pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang
disebut “Clay-colored ”
4) Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi
vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika
obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002)
5) Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
17

a) Asimtomatik
b) Obstruksi duktus sistikus
c) Kolik bilier
d) Kolesistitis akut
e) Perikolesistitis
f) Peradangan pankreas (pankreatitis)
g) Perforasi
h) Kolesistitis kronis
i) Hidrop kandung empedu
j) Empiema kandung empedu
k) Fistel kolesistoenterik
l) Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran
menciut kembali dan batu empedu muncul lagi)
m) Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya
makanan menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu
yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi
duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi.
Apabila batu menutupi duktus sistikus secara menetap maka mungkin
akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat
menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan
ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga
membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus
sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat
sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat
ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel
kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu
yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus
pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju
sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang
18

dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus


juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis,
dan pankretitis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran
cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu
empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian tersempit saluran
cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruks
6. Pengobatan
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu
penatalaksanaan non bedah dan bedah. Ada juga yang membagi
berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis, yaitu
penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang
asimptomatik.
a. Penatalaksanaan non bedah
a) Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut
kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus,
penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.
Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda
dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika
kondisi pasien memburuk.
Manajemen terapi :
1) Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2) Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3) Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
4) Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa
untuk mengatasi syok.
5) Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti
koagulopati)
b) Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu
dengan pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid
19

lebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic


karena efek samping yang lebih banyak pada penggunaan
chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan
aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang. Pemberian
obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien
dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka
kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5
tahun setelah terapi. Disolusi medis sebelumnya harus
memenuhi kriteria terapi nonoperatif diantaranya batu
kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu,
fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten. Pada
anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-
anak dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi.
c) Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk
menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu
cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter
perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui
kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl
terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat
khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu
menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus
dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang
digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan
dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu
kandung empedu
d) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut
berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu
empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus
20

dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa


sejumlah fragmen. ESWL sangat populer digunakan
beberapa tahun yang lalu. Analisis biaya-manfaat pada saat
ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada
pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini.
e) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat
kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui
sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi,
otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang
menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP
dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus.
Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal
dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini
lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja
biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran
empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah
diangkat
b. Penatalaksanaan Bedah
a) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan
pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang
paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%.
Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah
kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b) Kolesistektomi laparaskopi
21

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada


tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi
dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di
Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi
normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan
paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang
dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. Indikasi
awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya
pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur
ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan
batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan
ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat
mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri
menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum
terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera
duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering
selama kolesistektomi laparoskopi.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral
sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini
dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan
pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu,
pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi
inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat
jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga
kandung empedunya berada dalam keadan distensi.
22

Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara


yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi
kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang
mengalami dilatasi.
b. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila
hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan
untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan
kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan
isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral
kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver
tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu
yang mengalami obstruksi.
c. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah
dinding kandung empedu telah menebal. (Williams 2003)
d. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara
langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi.
Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang
fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars
desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus
koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras
disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan
keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi
serta evaluasi percabangan bilier.
e. Pemeriksaan Laboratorium
a) Kenaikan serum kolesterol
b) Kenaikan fosfolipid
c) Penurunan ester kolesterol
d) Kenaikan protrombin serum time
23

e) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)


f) Penurunan urobilirubin
g) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal :
5000 - 10.000/iu)
h) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila
ada batu di duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
24

Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sistem


pencernaan pada manusia adalah merupakan proses perubahan atau
pemecahan zat makanan dari molekul kompleks menjadi molekul yang
lebih sederhana dengan menggunakan enzim dan organ-ogran
pencernaan.Proses pencernaan makanan yang terjadi dalam tubuh dibantu
dengan enzim untuk mempercepat proses. Enzim ini dihasilkan oleh
organ–organ pencernaan dan jenisnya tergantung dari bahan makanan
yang akan dicerna oleh tubuh
Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung
empedu, atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya
komposisi utamanya adalah kolesterol. Batu kandung empedu merupakan
gabungan beberapa unsure yang membentuk suatu material mirip batu
yang terbentuk di dalam kandung empedu. Penyebab terjadinya
kolelitiasis/batu empedu belum diketahui secara pasti. Penatalaksanaan
dari kolelitiasis ini dapat dilakukan dengan pembedahan maupun non
pembedahan serta menjalani diet rendah lemak, tinggi protein, dan tinggi
kalori agar tidak terbentuk batu empedu di dalam kandung empedu. Oleh
karena itu, asuhan keperawatan yang baik diperlukan dalam
penatalaksanaan kolelitiasis ini sehingga dapat membantu klien untuk
dapat memaksimalkan fungsi hidupnya kembali serta dapat memandirikan
klien untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.
B. Saran
Dengan mengetahui sistem sistem yang ada pada tubuh manusia
ini, kita mengharapkan para pembaca maupun teman teman yang lain
dapat mengenal lebih dekat bagianbagian dari keadaan tubuh kita. Mulai
dari organ organ yang menyusun sistem tersebut, cara kerja suatu sistem
pada tubuh kita, zat zat atau enzim yang membantu dalam proses sistem
tersebut, penyakit yang dapat menyerang sistem sistem tersebut, atau hal
hal lain yang berkaitan dengan suatu salah satu sistem organ. Disini pula
kita temukan pengetahuan dan wawasan yang baru yang belum kita
ketahui seluruhnya.
25

Anda mungkin juga menyukai