Anda di halaman 1dari 5

A BIG DREAM OF A DISABILITY

Oleh Kamila Raisa Khairani Hadi.


Aquino Devandra Disabilitas, terlahir tanpa kedua kakinya. Sejak Devan lahir, Maya,
ibunya selalu menerima ejekan bahkan hinaan. Pernah dia disuruh membuang anaknya,
pernah juga ada yang bilang anak ini tidak akan berguna anak ini akan menjadi sampah
masyarakat saat dewasa nanti. Namun, Maya percaya bahwa anak ini akan membuatnya
bangga dengan kelebihannya. Maya berjanji akan membesarkan anaknya dan mengjarinya
tentang impian besar agar dia tidak menjadi seperti yang dikatakan oleh orang-orang.
Bahkan sampai Devan kelas 5, ia selalu kebal dengan cacian yang diterimanya.
Devan berjanji akan membuat ibunya bangga. Benar saja saat beranjak dewasa, Devan mulai
tertarik pada olahraga panahan. Devan meminta kepada ibunya agar dimasukkan ke sebuah
club panah khusus disabilitas. Maya pun dengan senang hati mendaftarkan Devan di klub
panahan khusus disabilitas di dekat kotanya. Saat tiba di tempat club itu, Devan melihat
banyak remaja yang sama seperti dirinya sedang berlatih, ia juga melihat sebuah spanduk
besar yang membuatnya tersenyum dan bertuliskan ‘Cacat fisisk tidak mengurungkan
sebuah tekat yang kuat.’ Devan tidak sabar membayangkan betapa serunya berlatih panah di
club ini. Ia yakin akan mendapat banyak teman.
Waktu terasa sangat cepat, tidak terasa sekarang sudah menjelang malam, di dalam
selimutnya Devan berdoa agar besok berjalan sesuai yang diinginkannya.
Sinar matahari mulai memasuki kamar Devan. Lelaki itu langsung menaiki kursi
rodanya dan segera mandi. Setelah mandi ia menaiki lift di sebelah kamarnya. Devan
memang berasal dari keluarga berkecukupan. Maya memang memasangkan sebuah lift agar
ia tidak kesusahan saat akan turun ke lantai 1. Setelah sarapan bersama ibunya Devan
berangkat ke club. Perjalanan menuju tempat club panahan tersebut hanya memakan waktu
sekitar 25 menit. Sesampainya di club itu Devan melihat ibunya bersalaman dengan seorang
bapak-bapak berumur sekitar 30 tahun.
“Dev, perkenalkan Pak Rayhan, pelatih kamu. Mulai hari ini kamu akan latih panah
oleh bapak ini,” kata Maya.
Devan segera memberi salam perkenalan dan mencium tangan Pak Rayhan. First
immpresionnya Devan kepada Pak Rayhan adalah baik dan terlihat sabar. Ia pun segera
mengikuti langkah kaki Pak Rayhan setelah pamit pada ibunya.
“Apa motivasi kamu dalam olahraga ini?” tanya Pak Rayhan setelah mereka berdua
sampai lapangan untuk berlatih. Pak Rayhan juga sama seperti Devan beliau kehilangan
kakinya . Devan mengerutkan keningnya bingung atas pertanyaan Pak Rayhan.
“Devan ingin menunjukkan kepada semua orang kalau Devan bisa menjadi orang
yang berguna, tidak seperti apa yang mereka bicarakan selama ini,” jawab Devan mantap.
Ia melihat Pak Rayhan menganggukkan kepalanya. “Yasudah sekarang kamu coba
ambil busur itu, bapak mau lihat skill yang kamu punya.” pinta Pak Rayhan.
Devanpun mengambil sebuah busur berwarna merah yang ditengahnya bertuliskan
Recurve. Ia tidak tahu tepat 2 tahun setelah mengambil busur itu ada sebuah surat panggilan
untuknya agar datang KEMENPORA untuk melakukan pelatihan Nasional bersama para
atlet terbaik Nusantara. Mendengar hal ini, Maya langsung memeluk putranya dan
mengucapkan beribu syukur kepada Allah SWT. Satu minggu setelah datangnya surat indah
itu, Devan pun berangkat ke Tangerang bersama dengan Zidan seorang yang beradal dari
club yang sama seperti dirinya dan juga dengan Pak Rayhan. Beliau sangat bangga karena
atletnya berhasil menjuarai lomba panah antar provinsi dan berhasil memborong banyak
piala.
Tak sadar Devan sudah menginjakkan kakinya di gedung MENPORA bersama
puluhan atlet yang sama seperti dirinya. Mereka disambut oleh semua pejabat MENPORA
dan beberapa organisasi disabilitas. Hal ini membuat semangat Devan kembali membara.
Hari-hari PELATNAS Devan jalani dengan senang. Ia mendapat banyak sekali
pembelajaran.
Hingga pada H-1, Devan bangun kesiangan. Secepat kilat ia mandi, bahkan Devan
lupa akan rasa kantuknya padahal ia baru tidur jam tiga karena keasyikan latihan untuk
lomba. Setelah mengganti pakaiannya, Devan langsung menuju lapangan tempat dia berlatih
bersama Pak Rayhan dan teman-temannya. Di perjalanan menuju lapangan, Devan melihat
Axel, teman seperjuangannya sedang duduk di kursi. Axel adalah salah satu atlet renang
andalan Indonesia saat Paralympic besok. Axel memang tidak seperti dirinya, seluruh tubuh
Axel lengkap, hanya saja lelaki itu bisu. Devan pun menepuk pundak axel dan menyapanya,
lalu melanjutkan langkah kakinya menuju lapangan.
Sesampainya disana, Devan menyapa Pak Rayhan dan beberapa temannya, lalu
langsung mengambil panah di dekat Pak Rayhan. Namun, saat Devan akan mengambil
ancang-ancang, suara Pak Rayhan membuatnya terhenti.
”Van, ini hari terakhir kamu berlatih, besok sudah hari H. Jadi hari ini kita isi dengan
beberapa kisah atau pepatah yang bisa membuat semangat kamu terbakar.” kata Pak Rayhan.
Devan pun langsung terlonjak senang, akhirnya ia bisa beristirahat sejenak, karena sejak
bangun tidur bahunya sedikit pegal karena berlatih dari jam 9 sampai jam 3 pagi.
“Bapak tahu kamu dirumah sering di ejek oleh tetanggamu, bahkan pernah difitnah.
Memang kita dilahirkan dengan keadaan kurang sempurna tapi ingatlah bahwa mewujudkan
mimpi adalah hak semua orang ,bukan berarti kita tidak sempurna dianggap sampah
masyarakat, kita juga punya hak untuk meraih mimpi kita. Semua orang berhak bermimpi
dan mewujudkan mimpinya. Pesan bapak no limit gone touch the sky kejarlah mimpimu
sampai kelangit dan jadikan semua mimpimu kenyataan,” ucap Pak Rayhan memberikan
semangat kepada Devan.
Malam harinya Devan diare karena terlalu gugup untuk tampil esok hari. Ia tidak
bisa tidur karena terus terbayang bagaimana suasana di stadion. Devan baru tidur pada pukul
22.00 WIB dan bangun pukul 05.00. Devan tersadar bahwa hari ini adalah hari dimana ia
harus siap mengukir sejarah untuk bangsanya, ia juga harus siap untuk membuktikan kepada
para tetangganya tentang janjinya.
“Aquino Devandra, Indonesia,” tepat setelah kalimat itu selesai tepuk tangan
bergemuruh di stadion. Air mata Devan mulai menetes. Baru pertama kalinya dalam seumur
hidup ada orang yang mau mendukungnya. Ada yang membawa papan bertuliskan kalimat
semangat dan ada juga yang mengumandangkan yel-yel. Pemandangan ini membuat Devan
berjanji untuk membalas semua perkataan tetangga atas ibunya dan teman-temanya dengan
cara membawa pulang medali emas.
“ Ong Sungwe, Korea Selatan,” lawannya hari ini memang terlampau sulit, karena
Sungwe pernah melawan Agra, seniorya. Tapi Devan berusaha positive thinking dan
menyemangati diri sendiri. Tiba-tiba ia teringat dua kalimat sakti Pak Rayhan. ‘Semua orang
berhak bermimpi dan mewujudkan mimpiny. Pesan Bapak No limit gone touch the sky.
Kejarlah mimpimu sampai ke langit dan jadikan semua mimpimu kenyataan’ lalu dia
tersenyum. Ya dia siap. Seorang Aquino Devandra siap bertarung. Setelah bersalaman
dengan Sungwe, devan langsung mengambil panah recurve hadiah dari Pak Rayhan.
Sesuai dari perhitungan, Sungwe mendapatkan giliran pertama sementara Devan
mendapat giliran ke dua. Hal ini sangat disyukuti oleh karena ia bisa menenangkan diri,
degup di dada tak bisa dihindari. Sejak ia memasuki stadion dalam sekejap atmosfer
pertandingan terasa sangat pekat, meskipun di tribun para penonton meneriakkan namanya
terus menerus, memberi semangat.
Tak terasa Sungwe telah selesai melontarkan anak panahnya dan mendapatkan point
10. Devan melihat Sungwe meliriknya dengan bibir menyeringai. Namun hal ini tidak ia
hiraukan. Devan mengambil anak panahnya, ia mulai mengambil ancang-ancang dan
melepaskannya setelah beberapa detik menyesuaikan arah anak panahnya. Anak panahnya
menancap di angka 10. Devan sendiri tak percaya apa yang terjadi. 10-10 skor ronde
pertama. Saat memasuki ronde kedua Sungwoo melepaskan anak panahnya dan 10. Tidak
tergoyahkan Devan tersenyum dan menyemangati dirinya sendiri. Ia pun menarik anak
panah dan...
WOW!!
Devan berhasil menembus angka 10 lagi. 20-20 pada ronde kedua.
Pada ronde terakhir, penentuan siapa pemenang dalam pertandingan ini. Saat Sungwe
menarik tali busur, atmosfer pertandingan kembali terasa sangat mencekam, perut Devan
kembali sakit,inilah kelemahan Devan, ia bisa sakit perut dimana saja dan kapan saja jika
dirinya sedang sangat gugup.
SPLASH!!
Anak panah dari Sungwe menunjukan pada angka 9. Nyaris sempurna. Devan melirik
kecil Sungwe yang terlihat tidak percaya diri dengan hasil yang didapatkannya. Sungwe
tampak sedikit terpukul. Beralih pada Devan sekarang, ia bahkan tidak kuat mengangkat
busur panahnya, ini juga kelemahan Devan jika sudah sakit perut ia tidak akan bisa
berkonsentrasi dan akan kehilangan kepercayaan dirinya. Melihat kondisi itu Pak Rayhan
langsung mendekati Devan dan menyemangatinya. Selama ini Devan selalu mempercayai
semua perkataan Pak Rayhan. Ia pun mulai mengambil anak panahnya dan memasang
ancang-ancang, kali ini dengan ucapan Bismillah setelah itu ia pun melepaskan anak panah
yang menjadi saksi kegugupannya.
SPLASH!!
10,WOW!!
Devan benar-benar tidak percaya akan hasil yang didapatkanya. Pak Rayhan pun
berlari memeluknya dan mengucapkan selamat, beliau hampir menangis. Diatas semua
kelemahannya Devan memiliki satu kekuatan yang dapat menghapuskan seluruh
kelemahnnya. Ia percaya pada semua hal positif yang diucapkan orang lain dan itu seakan
memberikan energi pada dirinya untuk melakukan hal positif itu. Tak tersadar, pertandingan
berakhir dengan meriah, Devan berdiri pada urutan pertama dan mendapatkan medali emas,
yang setelah itu ia persembahkan kepada ibu tercinta.

TAMAT
IdentitasPenulis
Nama Lengkap : Kamila Raissa Khairani Hadi
ID Instagram : @kamilarstuv_
Nomor WhatsApp : 082230364092
E-mail : dady.ageng@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai