Anda di halaman 1dari 10

9.

1 Pengertian PPh Pasal 22

Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal
22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang
dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan
perdagangan barang.

Mengingat sangat bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan tarifnya, ketentuan


PPh Pasal 22 relatif lebih rumit dibandingkan dengan PPh lainnya, seperti PPh 21
atau pun PPh 23.

Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang


dianggap “menguntungkan”, sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat
menerima keuntungan dari perdagangan tersebut.

Jadi, disimpulkan PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan kepada badan-badan


usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan
perdagangan ekspor, impor dan re-impor.

9.2 Pemungut PPh Pasal 22


Pemungut PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut :

Bendahara & badan-badan yang memungut PPh Pasal 22  adalah:

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh
Pasal 22 impor barang;
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau
Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan
dengan pembayaran atas pembelian barang;
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)  atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga
yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
o PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia
(Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan
Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi
Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel
(Persero);
o Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran
atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan
kegiatan usahanya.
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari
pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang
batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang
pribadi pemegang izin usaha pertambangan.

Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat
penjualan adalah:

1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri


kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan
hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM),
dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan
bermotor di dalam negeri;
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang
merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan
industri antara dan industri hilir.
5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan
usahanya:
o mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan,
dan perikanan; dan
o menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan,
dan perikanan.
6. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.  90/PMK.03/2015,
pemerintah menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan
yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

9.3 Objek dan Tarif PPh Ps 22


Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2016,  objek PPh Pasal
22 berupa impor barang-barang mewah tertentu.

Tarif PPh Pasal 22 adalah : 

1. Atas impor:
o yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai
impor;
o non-API = 7,5% x nilai impor;
o yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara
Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN
dan tidak final.)
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak, yaitu:
o Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
o Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
o Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
o Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau
importir bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
o Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain
penyalur/agen bersifat tidak final
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari
pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk
PPN)
6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang
menggunakan API = 0,5% x nilai impor.
7. Atas penjualan barang mewah sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk
PPN dan PPnBM dengan ketentuan :
o Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
o Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp
10.000.000.000,-
o Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya
lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
o Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan
lebih dari 400 m2.
o Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10
orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose
vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp
5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih
dari 3.000 cc. .
8. Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari
tarif PPh Pasal 22

9.4 Pengecualian PPh Pasal 22


Berikut ini adalah daftar pengecualian terhadap pemungutan PPh Pasal 22:

1. Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan


ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh.
Pengecualian tersebut, harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas
PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk:
o yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea masuk
hingga barang tersebut dikeluarkan untuk impor, ekspor atau re-impor)
dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE), yaitu tempat
penimbunan barang dagangan karena pengimpornya tidak membayar
bea masuk sebagaimana mestinya;
o sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun
1969 tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan
ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 2 tahun 1973;
o berupa kiriman hadiah;
o untuk tujuan keilmuan.
3. Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja
negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari Rp 2.000.000,- (bukan
merupakan jumlah yang dipecah-pecah).
4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon.

9.5 Ketentuan Pembayaran dan Cara Pemungutan


Ketentuan Pembayaran PPh Pasal 22
Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PMK No. 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan
PPh Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan
Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, ketentuan
pembayaran pajak penghasilan pasal 22 adalah:

 PPh Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan


saat pembayaran Bea Masuk (BM).
 Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan dan tidak
termasuk dalam pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 atas impor
barang yang dibebaskan dari pungutan BM dan/atau PPN, PPh Pasal
22 terutang dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan
pabean atas impor (PIB/Pemberitahuan Impor Barang).
 PPh Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan
mineral bukan logam, terutang dan disetorkan bersamaan dengan saat
penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean atas ekspor.
 PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh bendahara pemerintah, KPA,
bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM, dan pembelian barang
dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha oleh badan usaha
tertentu yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e (BUMN, badan usaha
yang dimiliki langsung oleh BUMN) terutang dan dipungut pada saat
pembayaran.
 Penjualan hasil produksi oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha
industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri
farmasi terutang dan dipungut pada saat penjualan.
 Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen
atau importir terutang dan dipungut pada saat penerbitan surat perintah
pengeluaran barang (delivery order).
 Pembelian bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf i
(badan usaha industri atau eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan
berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan
yang belum melalui proses industri manufaktur, untuk keperluan industrinya
atau ekspomya) dan pembelian batubara, mineral logam dan mineral bukan
logam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf j (badan usaha
yang rnelakukan pernbelian kornoditas tarnbang batubara, mineral logam,
dan mineral bukan logam, dart badan atau orang pribadi pernegang izin
usaha pertarnbangan), terutang dan dipungut pada saat pembelian.

Tata Cara Pemungutan PPh Pasal 22


Tata cara pemungutan dan penyetoran PPh Pasal 22 ini juga diatur dalam Pasal 5
PMK No. 34/PMK.010/2017, yakni:
1. Pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan penyetoran ke
kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Bank Persepsi yang
ditunjuk Menteri Keuangan, oleh:

 Importir yang bersangkutan


 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)

2. Pemungutan PPh Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral


logam dan mineral bukan logam dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh
eksportir yang bersangkutan ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa
Persepsi, atau Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

3. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak


(bendahara pemerintah, KPA, bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM) wajib
disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi,
atau Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi atas nama rekanan serta
ditandatangani oleh pemungut pajak.

4. Pemungutan PPh Pasal 22 oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j , dan huruf k PMK
16/2016 wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank
Devisa Persepsi, atau Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan
menggunakan SSP.

Pemungutan ini berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau


bahan-bahan untuk kegiatan usahanya.

9.6 Tata Cara Penyetoran dan Buat Bukti Potong PPh


Pasal 22
Tata Cara Penyetoran PPh Pasal 22
Masih berdasarkan ketentuan dalam Pasal 6 Perdirjen PER-3/PJ/2015 ini, tata cara
penyetoran PPh Pasal 22 ini adalah:

1. Penyetoran PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh eksportir komoditas tambang


batubara, mineral logam dan mineral bukan logam, dilakukan menggunakan SSP
dengan ketentuan dalam kolom ‘Uraian Pembayaran’ diisi ‘Nomor Pengajuan
Pemberitahuan Ekspor Barang’.
2. Terhadap bukti penyetoran pajak yang dilakukan oleh eksportir tersebut, DJBC
melakukan pemeriksaan formil bukti penyetoran pajak itu sebagai dokumen
pelengkap pemberitahuan pabean ekspor dan dijadikan dasar pelayanan ekspor.

3. Bukti penyetoran pajak yang digunakan sebagai dokumen pelengkap


pemberitahuan pabean ekspor adalah SSP yang telah tertera Nomor Transaksi
Penerimaan Negara (NTPN). Eksportir wajib mengisi Lembar Lanjutan Pemberitahuan
Ekspor Barang (LLPEB) sesuai ketentuan sebagai berikut:

 Dalam kolom ‘Jenis Dokumen’ diisi dengan SSP


 Dalam kolom ‘Nomor Dokumen’ diisi dengan NTPN yang tertera dalam SSP
 Dalam kolom ‘Tanggal Dokumen’ diisi dengan tanggal NTPN

Berikutnya, ketentuan cara penyetoran PPh Pasal 22 dalam Pasal 6 PMK No.
34/PMK.010/2017 ini disebutkan:

1. Penyetoran PPh Pasal 22 oleh importir, eksportir komoditas tambang batubara,


mineral logam, dan mineral bukan logam, DJBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 ayat (1) huruf a dan Pasal ayat (1) huruf b, dan pemungut pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, c, dan huruf d, dalam PMK 34/2017 ini
dilakukan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai
dan Pajak dalam rangka impor (SSPCP) dan/atau Bukti Penerimaan Negara yang
berlaku sebagai bukti pemungutan pajak.

2. Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f,
huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k wajib menerbitkan Bukti Pemungutan
(Bukti Potong) PPh Pasal 22 dalam rangkap 3, yaitu:

 Lembar kesatu untuk Wajib Pajak yang dipungut.


 Lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) yang dilampirkan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal
22.
 Lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.

Cara Membuat Bukti Potong PPh Pasal 22


Ketentuan dan tata cara membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 22
diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-53/PJ/2009 tentang
Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23
dan/atau Pasal 26 serta Bukti Pemotongan/Pemungutannya.

Dalam beleid ini, cara pengisian Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 sesuai petunjuk
dalam Lampiran III.2, dengan cara mengunduh beberapa Formulir Bukti Potong PPh
Pasal 22, yang bisa diunduh di situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), di
antaranya:

 Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 oleh Badan Usaha Industri Eksportir Tertentu
(F.1.1.33.04)
 Daftar Bukti Pungut PPh Pasal 22
 Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 (D.1.1.32.04)

9.7 Penyampaian SPT Masa PPh Pasal 22


Penyampaian SPT Masa PPh Pasal 22
Pada umumnya, ketentuan penyampaian SPT Masa adalah:

1. Batas waktu penyampaian SPT Masa adalah paling lama 20 hari setelah akhir
Tahun Pajak:

2. Tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk
suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lama 15 hari
setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.

3. Tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporan pajak untuk
SPT Masa, yaitu:

 Jika tanggal jatuh tempo pembayaran pajak bertepatan dengan hari libur
termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, maka pembayaran pajak dapat
dilakukan pada hari kerja berikutnya.
 Jika tanggal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari
sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
 Hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan
pemilihan umum yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti bersama secara
nasional yang ditetapkan oleh pemerintah.

Sedangkan batas waktu pembayaran, penyetoran, atau pelaporan pajak untuk


SPT Masa PPh Pasal 22, adalah:

No Batas Pembayaran (Paling


Jenis Pajak Batas Pelaporan
. Lambat)
(Pasal 2 PMK UU Bidang
242/PMK.03/2014) Perpajakan
PPh Pasal 22 Impor Setor Sendiri
Saat penyelesaian dokumen
1. (dilunasi bersama dengan Bea –
PIB
Masuk, PPN, PPnBM)
PPh Pasal 22 Pemungutan oleh Bea Hari kerja terakhir
2. 1 hari kerja berikutnya
Cukai minggu berikutnya
Hari yang sama dengan 14 hari setelah
PPh Pasal 22 Pemungutan oleh
3. pembayaran atas penyertaan masa pajak
Bendaharawan
barang berakhir
Tgl 20 bulan
4. PPh Pasal 22 Migas Tgl. 10 bulan berikutnya
berikutnya
PPh Pasal 22 Pemungutan oleh WP Tg;. 20 bulan
5. Tgl. 10 bulan berikutnya
Badan Tertentu berikutnya
9.8 Contoh Soal kegiatan impor
Penghitungan PPh Ps 22 Atas Import Barang

Pada tanggal 1 Januari 2016, PT ABC mengimpor barang dari Jerman dengan harga
faktur US$100.000. Barang yang diimpor adalah jenis barang yang tidak termasuk
dalam barang-barang tertentu yang ditentukan dalam Peraturan Menteri Keuangan
No. 16/PMK.010/2016. Biaya asuransi yang dibayar di luar negeri sebesar 5% dari
harga faktur dan biaya angkut sebesar 10% dari harga faktur.

Bea masuk dan bea masuk tambahan masing-masing sebesar 20% dan 10%. Kurs
yang ditetapkan Menteri Keuangan pada saat itu sebesar US$1= Rp10.000. Hitunglah
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Ditjen Bea Cukai jika PT ABC memili API (Angka
Pengenal Impor) dan jika tidak memiliki API?

Jawaban

(a) Harga faktur (cost) :    $100.000


(b) Biaya Asuransi (insurance) : (5% x US$100.000)  $5.000
(c) Biaya Angkut (freight) : (10% x US$100.000)  $10.000
CIF (cost, insurance &
  : (a+b+c)  $115.000
freight)
(d) CIF (dalam rupiah) : (US$115.000 x Rp10.000) Rp1.150.000.000
(e) Bea Masuk : (20% x Rp1.150.000.000)  Rp230.000.000
(f) Bea Masuk Tambahan : (10% x Rp1.150.000.000)  Rp115.000.000
  Nilai Impor : (d+e+f)  Rp1.495.000.000
 

Jadi, PPh Pasal 22 yang dipungut oleh DJBC, jika PT ABC memiliki API (2,5% x Nilai
Impor)

2,5% x Rp1.495.000.000 = Rp37.375.000

PPh Pasal 22 yang dipungut oleh DJBC jika PT ABC tidak memiliki API (7,5% x Nilai
Impor)

7,5% X Rp1.495.000.000 = Rp112.125.000


9.9 Contoh Soal Kegiatan Penjualan dan Pembelian
Contoh Perhitungan atas Pembelian
PT AAA berkedudukan di Kota Jakarta, menjadi pemasok alat-alat tulis kantor untuk
Dinas Pendidikan Kota Bogor. Pada tanggal 1 Agustus 2020, PT AAA melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dengan nilai kontrak sebesar Rp22.000.000
(nilai sudah termasuk PPN). Maka, perhitungan PPh Pasal 22 yang dipungut oleh
Dinas Pendidikan Kota Bogor adalah:

No
Diketahui Nilai
.

1 Nilai kontrak termasuk PPN Rp22.000.000

2 DPP (100/110) x Rp22.000.000 Rp20.000.000

3 PPN dipungut (10% dari DPP) Rp2.000.000

4 PPh Pasal 22 yang dipungut (1,5% x Rp20.000.000) Rp300.000

Jadi, besar PPh Pasal 22 yang dipungut Dinas Pendidikan Kota Bogor sebesar Rp300.000,
karena PPh Pasal 22 = 1,5% x harga pembelian tidak termasuk PPN.

Contoh Perhitungan atas Penjualan Hasil Produksi Tertentu


PT AAA merupakan perusahaan kertas yang menjual hasil produksinya kepada PT
BBB senilai Rp1.100.000.000. Harga ini sudah termasuk PPN sebesar 10%.

Perhitungan PPh Pasal 22 atas penjualan kertas adalah:

DPP PPN = 100/110 x Rp 1.100.000.000 = Rp 1.000.000.000

PPh Pasal 22 penjualan kertas = 0,1% x Rp 1.000.000.000 = Rp 1.000.000

Contoh Perhitungan Hasil Produksi Migas


PT AAA selaku produsen bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, menyerahkan bahan
bakar minyak senilai Rp 900.000.000 (tidak termasuk PPN) kepada PT BBB yang
merupakan bukan perusahaan SPBU. Maka PPh Pasal 22 yang dipungut adalah:

PPh Pasal 22 atas penyerahan hasil produksi migas :

0,3% x Rp 900.000.000 = Rp 2.700.000

Anda mungkin juga menyukai