Maksud dari Penyiaran dalam UU No. 32/ 2002 adalah kegiatan pemancarluasan
siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, laut atau di antariksa
dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media
lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan
perangkat penerima siaran.
Inti dari UU No. 32/2002 adalah pengaturan tentang Jasa Penyiaran. Berdasarkan
pasal 13, Jasa Penyiaran terdiri dari Jasa Penyiaran Radio dan Jasa Penyiaran Televisi.
Kedua jasa penyiaran tersebut diselenggarankan 4 Lembaga Penyiaran yaitu :
a. Lembaga Penyiaran Publik ;
b. Lembaga Penyiaran Swasta ;
c. Lembaga Penyiaran Komunitas ;
d. Lembaga Penyiaran Berlangganan.
Berikut ini penjelasan tentang masing-masing lembaga Penyiaran :
a. Lembaga Penyiaran Publik
Berdasarkan UU No. 24/1997, yaitu UU Penyiaran yang tidak berlaku lagi dengan
disahkannya UU No. 32/2002, Lembaga Penyiaran Publik disebut dengan
Lembaga Penyiaran Pemerintah. Berdasarkan pasal 14 UU No. 32/ 2002, yang
dimaksud dengan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) adalah Lembaga Penyiaran
yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh Negara, bersifat independent,
netral, tidak komersial dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan
masyarakat. LPP berupa Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik
Indonesia (TVRI), yang keduanya memiliki lokasi stasiun pemancar di daerah
ibukota negara yang lingkup siarannya nasional. Disamping berlokasi di daerah
ibukota Negara, daerah provinsi, kabupaten dan kota dapat didirikan LPP yang
lingkup siarannya lokal. Dalam penyelenggaraannya, LPPdiawasi oleh DPR untuk
LPS di tingkat pusat, dan DPRD untuk pengawasan tingkat daerah. Disamping
itu LPP diawasi oleh Dewan Pengawas, yang ditetapkan oleh Presiden bagi RRI
dan TVRI, dan ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota utk LPP lokal. Dewan
Pengawas akan mengangkat dan menetapkan Dewan Direksi.
Teknis penyelenggaraan LPP diatur dalam PP No. 11/2005 tentang
Penyenlenggaraan Penyiaran LPP, yang selanjutnya diatur dalam PP No. 12 /
2005 tentang LPP RRI dan PP No. 13/2005 tentang LPP TVRI.
Keberadaan KPI diatur dalam UU Penyiaran. KPI sebagai lembaga independen secara
tegas diatur pada pasal 1 butir 13 UU Penyiaran yang menyebutkan bahwa KPI dalah
lembaga negara yang bersifat independen yang berada di pusat dan daerah yang tugas dan
wewenangnya diatur dalam UU Penyiaran sebagai wujud peran serta masyarakat di
bidang penyiaran. Lebih lanjut, dasar hukum pembentukan KPI dimuat dalam pasal 7 UU
Penyiaran. KPI Pusat terdiri dari 9 orang anggota, sedangkan KPI Daerah terdiri dari 7
orang. Syarat menjadi anggota KPI Pusat dan Daerah diatur dalam pasal 10 UU
Penyiaran.
Fungsi KPI adalah mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan
penyiaran. Untuk menjalankan fungsinya, KPI memiliki kewenangan berdasarkan pasal
8 ayat (2) UU Penyiaran, yaitu :
a. Menetapkan standar program siaran ;
b. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran ;
c. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar
program siaran ;
d. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan pedoman perilaku penyiaran
serta standar program siaran ;
e. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan pemerintah, lembaga
penyiaran, dan masyarakat.
Untuk tugas dan kewajiban KPI, diatur dalam pasal 8 ayat (3) UU Penyiaran, yaitu :
a. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai
dengan HAM ;
b. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran ;
c. Ikut membantu iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri
terkait ;
d. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil dan merata serta seimbang ;
e. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kriik dan
apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran ; dan
f. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin
profesionalitas di bidang penyiaran.
Sesuai pasal 7 ayat (3) UU Penyiaran, KPI dibentuk ditingkat pusat dan dan daerah
(KPID) yang dibentuk di tingkat provinsi. Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang
dan kewajibannya KPI Pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan KPID
diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tingkat Provinsi sesuai pasal 7 ayat (4)
UU Penyiaran.
UU Penyiaran mengatur soal jangkauan siaran dalam pasal 31 UU Penyiaran. Akan tetapi
dalam perkembangan pelaksanaannya, pasal ini ditentang oleh kalangan LPS terutama
Televisi. Hal tersebut disebabkan, jangkauan siaran yang diatur dalam pasal 31 tersebut,
hanya diperbolehkan sebatas jangkauan local, sedangkan hal tersebut dianggap sebagai
kemunduran, karena selama ini penyelenggara TV swasta sudah memiliki jangkauan
siaran nasional. Oleh karena itu pelaksanaan dari pasal 31 tersebut seolah-olah mandul
dan sampai saat ini belum ada pengaturan lebih lanjut.
Untuk pengaturan sarana teknik penyiaran diatur dalam pasal 32, yang berisi bahwa
setiap pendirian dan penyelenggaraan penyiaran wajib memenuhi ketentuan rencana
dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat penyiaran.
Perizinan untuk penyelenggaraan radio siaran swasta terdiri dari dua tahap yaitu izin
untuk penyelenggaraan dan izin alokasi serta penggunaan spektrum frekuensi radio yang
diberikan oleh negara setelah memperoleh masukan dan hasil evaluasi dengan pendapat
antara pemohon dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).1 Selanjutnya secara
administratif izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh Negara melalui KPI. Untuk
pendiriannya, radio siaran swasta harus dengan modal awal yang seluruhnya milik warga
negara Indonesia atau badan hukum Indonesia, hal ini diatur dalam pasal 17 ayat (1) UU
Penyiaran. Untuk hal cakupan wilayah siaran, satu penyelenggaraan radio siaran swasta
hanya dapat beroperasi dengan satu saluran siaran pada satu cakupan wilayah siaran.
Ihwal pelaksanaan siaran, diatur dalam pasal 35 UU Penyiaran yang mengatur bahwa isi
siaran harus sesuai dengan asas, tujuan, fungsi dan arah siaran. Isi siaran wajib dijaga
1
Pasal 33 ayat (4) UU Penyiaran
netralitasnya, dan tidak boleh megutamakan kepentingan golongan tertentu. Selain itu,
isi siaran juga harus memuat 60 % mata acara yang berasal dari dalam negeri. Isi siaran
tidak bleh bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan, bohong, menonjolkan unsur
kekerasa, cabuk, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang,
mempertentangkan suku, agama, ras dan antargolongan. Isi siaran juga dilarang
memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama,
martbat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional. Bahasa pengantar yang
dipergunakan dalam isi siaran harus mempergunakan Bahasa Indonesia yang baik dan
benar.2 Setiap mata acara siaran wajib memiliki hak siar yang dicantumkan dalam mata
acara tersebut. Bahasa daerah dan bahasa asing dapat dipergunakan dengan ketentuan
khusus. Bahasa daetah dipergunakan untuk muatan lokal dan mendukung acara tertentu,
sedangkan bahasa asing dipergunakan sesuai dengan mata acara siaran. Berkaitan dengan
relai dan siaran besama dapat dilakukan dengan pihak dalam negeri atau pihak dalam
negeri. Dalam hal siaran iklan dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu siaran iklan dan iklan
layanan masyarakat.
7. Pengawasan Siaran
Keberadaan KPI diatur dalam UU Penyiaran. KPI sebagai lembaga independen secara
tegas diatur pada pasal 1 butir 13 UU Penyiaran yang menebutkan bahwa KPI dalah
lembaga negara yang bersifat independen yang berada di pusat dan daerah yang tugas dan
wewenangnya diatur dalam UU Penyiaran sebagai wujud peran serta masyarakat di
bidang penyiaran. Lebih lanjut, dasar hukum pembentukan KPI dimuat dalam pasal 7 UU
Penyiaran.
Fungsi KPI adalah mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan
penyiaran. Untuk menjalankan fungsinya, KPI memiliki kewenangan berdasarkan pasal
8 ayat (2) UU Penyiaran, yaitu :
a. Menetapkan standar program siaran ;
b. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran ;
c. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar
program siaran ;
d. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan pedoman perilaku penyiaran
serta standar program siaran ;
e. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan pemerintah, lembaga
penyiaran, dan masyarakat.
Mengenai standar siaran dan pedoman perilaku penyiaran, KPI telah mengesahkan dan
memberlakukan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang
ditetapkan tgl 30 Agustus 2004. P3SPS tersebut diharapkan berlaku sebagai code of
conduct bagi seluruh pelaku penyelenggara siaran.
2
Psal 37 UU Penyiaran
Untuk tugas dan kewajiban KPI, diatur dalam pasal 8 ayat (3) UU Penyiaran, yaitu :
a. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai
dengan HAM ;
b. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran ;
c. Ikut membantu iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri
terkait ;
d. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil dan merata serta seimbang ;
e. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kriik dan
apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran ; dan
f. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin
profesionalitas di bidang penyiaran.
Sesuai pasal 7 ayat (3) UU Penyiaran, KPI dibentuk ditingkat pusat dan dan daerah
(KPID) yang dibentuk di tingkat provinsi. Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang
dan kewajibannya KPI Pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan KPID
diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tingkat Provinsi sesuai pasal 7 ayat (4)
UU Penyiaran.
Selain KPI, pengawasan juga dilakukan oleh organisasi penyiaran radio dan televisi,
meskipun setelah KPI berdiri, pengawasan yang dilakukan oleh organisasi tersebut telah
melalui banyak kompromi, yang beberapa kali menimbulkan konflik antara KPI dan
organisasi-organisasi tersebut.Organisasi-organisasi yang dimaksud adalah Persatuan
Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) dan Asosiasi Televisi Siaran
Indonesia (ATVSI).
PRSSNI didirikan pada tanggal 17 Desember 1974 saat para penyelenggara radio siaran
swasta menyelenggarakan Kongres I Radio Siaran Swasta. Tujuan pendirian PRSSNI
adalah untuk mewujudkan dan meningkatkan peran anggota dalam mencerdaskan dan
mensejahterakan bangsa dengan memperjuangkan dan membela kepentingan anggota
serta turut menciptakan kondisi menguntungkan bagi pengembangan industri radio.3