Anda di halaman 1dari 23

ARTIKEL ILMIAH

MENAKLUKKAN LEWAT
WAWANCARA

Oleh:

Dina Gondo Purwanti


02019143948

SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA

YOGYAKATA

2021
MENAKLUKKAN LEWAT WAWANCARA

ABSTRACT
In journalistic activities, efforts to collect news material will never be separated
from interviews. Interviews are questions and answers between reporters and
resource persons to obtain information about the material covered. The purpose
of the interview is to collect complete, fair and accurate information. A good
interviewer at the start of the show should come up with interesting questions.
There are various types and varieties of interviews to techniques. Starting from
the part that concerns the interviewer himself (internal) to the one that concerns
other people related to the interview (external).
ABSTRAK
Dalam kegiatan jurnalistik, upaya mengumpulkan bahan berita tak akan pernah
lepas dari wawancara. Wawancara merupakan tanya jawab antara reporter dan
nara sumber untuk memperoleh informasi mengenai materi yang diliput Tujuan
wawancara adalah mengumpulkan informasi secara lengkap,adil dan akurat.
Seorang pewawancara yang baik pada awal acara harus membuat pertanyaan yang
menarik. Terdapat berbagai jenis dan ragam wawancara hingga tekniknya. Mulai
dari bagian yang menyangkit pewawancara sendiri (internal) hingga yang
menyangkut orang lain yang berhubungan dengan wawanxara (eksternal).
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teknik mengumpulkan bahan berita harus benar-benar dikuasai seorang

reporter. Bila tak dikuasai, bahan berita yang dikumpulkannya akan kering. Berita

yang dibuatnya pun tidak mendalam. Dalam kegiatan jurnalistik, upaya

mengumpulkan bahan berita tak akan pernah lepas dari wawancara. Wawancara

merupakan tanya jawab antara reporter dan nara sumber untuk memperoleh

informasi mengenai materi yang diliput. Orang yang mewawancarai disebut

pewawancara. Orang yang diwawancarai dinamai pemberi wawancara atau

interviewee. Tujuan wawancara adalah mengumpulkan informasi secara

lengkap,adil dan akurat. Seorang pewawancara yang baik pada awal acara harus

membuat pertanyaan yang menarik. Bukan pertanyaan umum, tapi pertanyaan

yang menusuk atau menggugah rasa bagi penonton.

Morrison (2008) menyatakan, wawancara di dunia pertelvisian ada dua

yaitu Wawancara di studio oleh presenter dan wawancara di lokasi oleh reporter.

Supaya wawancara mendalam, seorang reporter harus menguasai tekniknya. Bila

tak menguasai, wawancara yang dilakukan tak mendalam. Materi yang digali

hanya sekedar dipermukaan. Lebih celaka lagi, bila wawancara yang

dilakukannya tayang. Penonton akan menilai langsung apa yang ditampilkannya.

Walsh (Ishwara, Luwi, 2005) menyatakan, kunci menuju wawancara yang

baik adalah dengan mendengarkan yang baik. Jika anda tulus dansumber tahu

bahwa mempunyai rasa empati, mereka akan bicara. Sebagian besar dari

keterampilan hanyalah sifat terbuka bagi apa yang ingin mereka katakan.Tiap
pewawancara mempunyai gaya tersendiri dalam berwawancara. Karena itu

pewawancara harus mengembangkan berbagai keterampilan pribadinya agar

wanacara yang dilakukan itu berhasil. Wawancara yang dilakukan reporter bisa

dengan dua cara. Langsung tanya jawab di lapangan dengan nara sumber atau

melalui telepon. Sekalipun tak ditayangkan langsung, pewawancara haruslah

tangkas. Bila tidak, nara sumber akan menilai pewawancara tak kredibel.

Narasumber pun enggan melayani pewawancara. Materi yang ditanyakan

pewawancara akan dijawab seadanya. Materi yang digali pun dangkal. Bila materi

yang dkumpulkan dangkal, maka berita yang dibuat reporter pun akan kering.

Berita yang kering tidak akan menarik perhatian penonton televisi. Informasi yang

diperlukan bisa juga dilakukan melalui wawancara telepon.

Telepon bisa digunakan karena keterbatasan waktu, hambatan jarak dan

tempat yang tidak memungkinkan wawancara berlangsung tatap muka. Santana

(2005) menyatakan, wawanacara model ini akan membuat pewawancara tidak

leluasa mengajukan, mencatat dan melaporkan apa yang ditemukannya. Sifat

auditif telepon menjadikan pewawancara hanya dapat mendengar pernyataan

penting orang yang diwawancara dan emosi-emosi humant interest melalui tinggi-

rendah nada suara. Masalah lainya, bisa terjadi kemungkinan ketidak jujuran nara

sumber. Karena itu pewawancara harus dapat mengantisipasinya dengan baik.

Mengenai wawancara tertulis bisa dilakukan melalui kiriman surat, faks dan

email. Dalam wawancara ini perlu persiapan pertanyaan yag akan diajukan secara

tertulis kepada nara sumber.


Sebagai jurnalis, kita harus bersikap netral. kita harus mengamati betul

kebiasaan mereka berpendapat atas suatu masalah. Apakah cenderung membela

kepentingan khalayak/ masyarakat atau pemerintah. Bila cenderung mendukung

kebijakan pemerintah sudah dapat kita terka ke mana arah bicara mereka. Kita

harus menghindari pengamat yang tidak netral sebagai nara sumber.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja jenis jenis wawancara?

2. Bagaimana cara melakukan wawancara yang hebat?

3. Bagaimana cara menjadi jurnalis yang hebat?

4. Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan

wawancara?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Jenis-jenis Wawancara

Wawancara terbagi menjadi 2 model yakni langsung dan tidak langsung.

1. Wawancara Langsung

Jenis wawancraa ini merupakan wawancara yang memerlukan tatap muka

(face to face) dengan narasumber. Dalam wawancara ini memiliki banyak

keuntungan antara lain kita dapat melihat ekspresi, gestur, dan dapat

berbicara secara leluasa dengan narasumber.

2. Wawancara Tidak Langsung

Wawancara tidak langsung merupakan wawancara yang dilakukan

dengan membutuhkan alat perantara, seperti telephone, whatsapp, zoom

meeting, dan berbagai aplikasi lain. Wawancara model ini memiliki

beberapa keuntungan yakni biaya yang diperlukan jauh lebih murah, dan

pertanyaan yang akan dilontarkan tidak bertele-tele.

Setelah mengetahui beberapa model wawancara, kita akan mmembahas jenis

wawancara. Dalam literature jurnalistik, terdapat 7 jenis wawancara.

1. Wawancara berita

Wawancara berita (News-peg interview) adalah wawancara yang

dilakukan untuk memperoleh keterangan, konfirmasi, atau

pandangan interviewee tentang suatu masalah atau peristiwa.


2. Wawancara pribadi

Wawancara pribadi (personal interview), yaitu wawancara untuk

memperoleh data tentang diri-pribadi dan pemikiran narasumber disebut

juga wawancara biografi.

3. Wawancara eksklusif

Wawancara eksklusif (exclusive interview), yaitu wawancara yang

dilakukan secara khusus –tidak bersama wartawan dari media lain.

4. Wawancara sambil lalu

Wawancara sambil lalu (casual interview), yaitu wawancara “secara

kebetulan”, tidak ada perjanjian dulu dengan narasumber, misalnya

mewawacarai seorang pejabat sebelum, setelah, atau di tengah

berlangsungnya sebuah acara.

5. Wawancara jalanan

Wawancara jalanan (man-in-the street interview) –disebut pula

“wawancara on the spot”–  yaitu wawancara di tempat kejadian dengan

berbagai narasumber, misalnya di lokasi kebakaran.

6. Wawancara tertulis

Wawancara tertulis –dilakukan via email atau bentuk komunikasi tertulis

lainnya.
7. Wawancara  “cegat pintu”

Wawancara  “cegat pintu” (door stop interview), yaitu wawancara dengan

cara “mencegat” narasumber di sebuah tempat, misal tersangka korupsi

yang baru keluar dari ruang interogasi KPK.

B. Teknik Wawancara

Untuk menjadikan sebuah wawancara berhasil secara luarbiasa,

diperlukannya berbagai macam Teknik wawancara. Dalam Teknik

wawancara terdapat 3 tahap yang harus dipersiapkan secara matang yakni

persiapan, pelaksanaan, dan setelah wawancara.

1. Persiapan wawancara

a. Menentukan topik atau masalah

Dalam mempersiapkan sebuag wawancara, diperlukannnya topik

yang akan dibicarakan dengan narasumber.

b. Memahami masalah yang ditanyakan

Seorang reporter yang hendak melakukan wawancara diharuskan

paham dengan topik yang akan dibicarakan ketika wawancara.

Haram hukumnya seorang reporter melangkah dengan kepala

kosong.

c. Menyiapkan pertanyaan.

Dalam tahap persiapan, dibutuhkannya rincian pertanyaan yang

akan dibahas dengan narasumber. Pertanyaan dapat dimulai dengan


pertanyaan pembuka/basa-basi kemudian dilanjutkan dengan

pertanyaan yang mendalam.

d. Menentukan narasumber

Dalam tahap persiapan, menentukan seorang narasumber sangatlah

penting. Narasumber yang akan kita wawancarai berpengaruh

bersar terhadap keberhasilan wawancara kita. Narasumber yang

dipilih haruslah yang kredibel dengan topik, dalam memilih

narasumber kita juga dapat memilih lebih dari 1 agar wawancara

yang kita lakukan bersifat netral. Banyak aspek yang harus dilihat

dalam pemilihan narasumber, baik yang pro, kontra, bahkan netral.

e. Membuat janji dengan narasumber

Menghubungi narasumber atau “mengintai” narasumber agar bisa

ditemui menjadi salah satu masalah besar seorang jurnalis. Banyak

ditemui narasumber yang menghindari wawancara dengan jurnalis.

2. Pelaksanaan Wawancara

Dalam pelaksanaan wawancra, banyak aspek yang perlu diperhatikan

baik internal, maupun eksternal. Tugas seorang wartawan adalah

menggali informasi, bukan “menggurui” narasumber, apalagi ingin

terkesan lebih pintar atau lebih paham dari narasumber. Berikut yang

harus diperhatikan saat wawancara

a. Datang tepat waktu –jika ada kesepakatan dengan narasumber.

Ketika telah membuat janji dengan narasumber, datanglah tepat

waktu bahkan lebih awal, jangan buat narasumber menunggu anda.


b. Perhatikan penampilan –sopan, rapi, atau sesuaikan dengan

suasana.

Dalam interview penampilan yang sopan sangat dibutuhkan.

c. Kenalkan diri –jika perlu tunjukkan ID/Press Card.

Sebelum melakukan sesi tanya jawab dengan narasumber,


alangkah baiknya jika kita memperkenalkan diri terlebih dahulu.
Perkenalan mulai dari nama hingga instansi tempat anda bekerja.
d. Kemukakan maksud kedatangan

Hal ini sekadar “basa-basi” untuk menciptakan keakraban antara

pewawancara dengan narasumber. Dalam mengemukakan maksud

dan tujuan disarankan agar mengemukakan secara garis besar saja

agar dalam maksud dan tujuan kita tidak terkesan menggiring opini

narasumber.

e. Awali dengan menanyakan biodata narasumber, terutama nama

(nama lengkap dan nama panggilan jika ada).

Tahap ini dilakukan ketika kita bertemu narasumber yang belum

ditargetkan, missal dala wawancara sejenis fox pop, mewawancarai

warga atau saksimata suatu kejadian secara langsung.

f. Mencatat hasil wawancara.

Meskipun zaman semakin canggih, mengandalkan recorder saja

tidak cukup dalam wawancara. Masih ada kemungkinan file

corrupt atau file hilang. Ketika kita mencatat catatlah hal hal

penting yang diungkapkan narasumber. Jika ada yang terlewat, kita

bisa meminta narasumber untuk menjelaskan ulang secara sopan.


g. Ajukan pertanyaan secara ringkas.

Dalam bertanya, usahakan buat pertanyaan yang tidak berbelit

belit, langsung to the point dalam menanyakan sesuatu.

h. Jadilah pendengar yang baik.

Menjadi seorang jurnalis, wartawan, kita bukan hanya sekedar

pandai berkata-kata. Kita juga harus dapat mendengarkan apa yang

dapat disampaikan narasumber dengan cermat. Banyak sekali yang

akan dapat kita kulik dari kecermatan kita dalam mendengarkan

informasi dari narasumber.

3. Setelah wawancara

Pada tahap setelah wawancara ada kelanjutan yakni transkrip

wawancara. Pada tahap ini sangatlah penting dimana kita dapat

mengecek ulang dan mengevaluasi wawancara yang telah kita

lakukan. Tahap ini sebaiknya dilakukan langsung setelah wawancara

selesai karena ingatan kita masih fresh.

C. Menjadi jurnalis yang hebat

Menjadi seorang jurnalis tentunya bukan hal yang mudah. Sebagai seorang

jurnalis pemula saya pribadi merasakan berbagai kesulitan yang cukup

berat. Mulai dari bingung memberikan pertanyaan, menyusun materi,

hingga kesulitan mencari narasumber. Berikut ini tips menjadi jurnalis

yang hebat:

1. Sering berlatih mengolah materi


Dalam memulai suatu wawancara, dibutuhkan yang namanya

pengolahan materi. Dalam tahap ini kita perlu banyak berlatih dalam

menggali materi sedalam mungkin. Dengan begitu kita akan terbiasa

dengan berbagai macam pembahasan.

2. Memperluas wawasan

Sebagai seorang jurnalis, penting untuk memperoleh informasi

sebanyak mungkin dari berbagai bidang. Dengan begitu wawasan kita

dalam segala aspek semakin baik dan luas. Hal tersebut

menguntungkan kita, sehingga saat dihadapkan dengan berbagai

narasumber dari berbagai kalangan, kita akan siap.

3. Mempertajam pola pikir

Jurnalis yang hebat menurut saya adalah jurnalis yang kritis. Ketika

seorang jurnalis memiliki pola pikir kritis dan tajam berbagai macam

persoalan atau isu, akan dikulik sedemikian rupa informasi yang ada di

dalamnya. Dengan pola piker yang tajam, mudah bagi seorang jurnalis

untuk melontarkan ertanyaan baik yang terencana maupun spontan.

4. Berlatih wawancara

Berlatih wawancara membuat seorang jurnalis menjadi terbiasa.

Melontarkan pertanyaan dengan dasar 5w+1h, membuat pertanyaan

kritis, menganalisis narasumber, berlatih bicara dan mendengarkan

narasumber, dan banyak lagi. Ketika seorang jurnalis sudah terbiasa

melakukan interview, melakukan interview yang lain bukan menjadi

masalah berat lagi.


5. Sering berinteraksi dengan orang baru

Seorang wartawan, jurnalis sangat perlu berinteraksi dengan banyak

orang. Orang-orang yang akan sering ditemui mungkin saja pejabat,

rakyat biasa, kalangan petani, elit politik, pengusaha, doklter, ilmuan,

dan orang-orang hebat lainnya. Dengan banyak berinteraksi dengan

orang-orang jurnalis akan lebih mudah menganalisis dan mengenali

kepribadian sehingga membantu saat melakukan wawancara. Tak lupa

selain berinteraksi dengan berbagai macam orang, kita juga harus

menjaga relasi dengan berbagai pihak.

6. Menerapkan metode P.E.A.C.E dalam wawancara

(1) Planning and Preparation

Wawancara harus direncanakan dan dipersiapkan dengan sebaik-

baiknya. Dalam tahap ini, pada prinsipnya pewawancara harus

menyusun rencana dan persiapan atas wawancara yang akan

dilakukannya terlebih dahulu, antara lain meliputi:

a) Penentuan maksud dan tujuan wawancara Maksud wawancara

adalah mendapatkan pernyataan yang akurat dan andal dari

terwawancara mengenai masalah yang ditanyakan. Tujuan dari

wawancara untuk memperoleh informasi/keterangan tentang

suatu kejadian atau proses tertentu terkait masalah yang

ditanyakan. Oleh karena itu pemahaman tentang kasus yang

diinvestigasi dan keterangan yang ingin diperoleh dan

diklarifikasi dari terwawancara sangat penting dilakukan pada


tahap perencanaan dan persiapan. Beberapa pertanyaan yang

dapat membantu penyusunan maksud dan tujuan wawancara

meliputi antara lain:

 Siapa yang akan diwawancarai dan bagaimana urutannya?

 Mengapa terwawancara tersebut sangat diperlukan untuk

diwawancarai?

 Informasi/keterangan apa yang ingin diperoleh dari

terwawancara?

 Apakah terwawancara harus segera diwawancarai pada tahap

awal atau akan lebih berguna jika diwawancarai setelah

informasi/bukti lainnya diperoleh?

b) Pengenalan awal (Profiling) dari calon terwawancara

Pewawancara perlu memiliki pengetahuan umum tentang

identitas (misal: umur, gender, agama, ras/suku, kondisi fisik,

disabilitas, dan lain-lain) dan latar belakang terwawancara

(misal: apakah pernah terlibat dalam kasus hukum). Bagi

terwawancara yang usianya termasuk rentan, disabilitas dan

faktor lainnya akan mempengaruhi persiapan seperti waktu dan

tempat dalam melakukan wawancara. Informasi tentang

terwawancara ini dapat diperoleh dari database internal

korporasi, maupun sumber eksternal lainnya, misal: pencarian


di internet, social media, berita, dan lain-lain.Wawancara

Investigatif

c) Penentuan pewawancara Pewawancara yang ditunjuk harus

memiliki kompetensi yang memadai untuk melakukan

wawancara dan mampu melakukan komunikasi secara baik

dengan terwawancara. Bila memungkinkan, sebaiknya

wawancara investigatif dilakukan oleh dua orang pewawancara,

yang masing-masing memiliki pengetahuan wawancara

investigatif yang sesuai. Namun harus disepakati siapa yang

akan menjadi pewawancara utama (leader) dan siapa yang akan

menjadi pewawancara pendamping (sweeper) dengan

mempertimbangkan kebutuhan wawancara mencakup

kepribadian, jenis kelamin, pengetahuan sebelumnya (atau

hubungan dengan terwawancara) atau pengetahuan khusus

berkaitan dengan kasus yang diinvestigasi. Tugas utama

pewawancara utama (leader) adalah melakukan wawancara,

sedangkan tugas utama pewawancara pendamping (sweeper)

adalah mencatat keterangan yang diberikan oleh terwawancara

serta membantu pewawancara utama dalam proses wawancara

jika diperlukan.

d) Penentuan waktu yang tepat Bila memungkinkan wawancara

dilakukan pada kesempatan pertama untuk memaksimalkan

hasil wawancara dan meminimalkan risiko ingatan


terwawancara yang dapat memburuk atau terkontaminasi.

Terwawancara diberi perkiraan waktu yang realistis untuk

wawancara.

e) Penentuan dan persiapan tempat atau ruangan wawancara

Lokasi wawancara sebaiknya bebas dari gangguan dan dapat

memastikan privasi wawancara, terutama ketika masalah yang

berpotensi sensitif timbul. Untuk wawancara formal, ruang

wawancara harus diperiksa secara fisik untuk memastikan

ruangan bersih, rapi dan tetap sesuai untuk wawancara.

f) Penyiapan sarana pendukung wawancara Dilakukan

pengecekan sarana pendukung wawancara, apakah dapat

berfungsi dengan baik, misalnya: alat tulis, kertas, komputer,

atau dapat berupa alat perekam dan pemutar ulang proses

wawancara.

g) Penyiapan administrasi wawancara Administrasi wawancara

seperti surat tugas, formulir dan dokumen administrasi lainnya

yang perlu dipersiapkan harus tersedia.

(2) Engage and Explain

Wawancara harus dimulai dengan suatu pendekatan yang tepat

kepada terwawancara. Pewawancara perlu secara aktif berinteraksi

dengan terwawancara dan memberikan penjelasan tentang proses

dan prosedur wawancara. Hubungan yang baik akan berhasil

dibangun jika pewawancara berinteraksi secara alami dengan


terwawancara untuk membangun rasa saling percaya. Hubungan

antara pewawancara dan terwawancara akan secara signifikan

meningkat ketika terwawancara memiliki pemahaman penuh

mengenai prosedur yang harus diikuti. Setelah terwawancara

mengerti bahwa ada alasan yang baik mengapa wawancara

dilakukan dan menerima bahwa ada aturan yang harus diikuti agar

informasi dari terwawancara dapat dimanfaatkan dengan baik,

dengan pemahaman itu, terwawancara dapat memberikan

informasi/keterangan yang berkualitas. Dalam tahap ini,

pewawancara melakukan langkah-langkah untuk mengawali proses

wawancara atau membuka percakapan kepada terwawancara

sehingga pelaksanaan wawancara dapat berjalan dengan baik dan

lancar, yang antara lain meliputi:

a) Perkenalan dan pendekatan awal kepada terwawancara.

b) Pemberian penjelasan tujuan dan maksud wawancara kepada

terwawancara.

c) Pemberian penjelasan hak-hak terwawancara selama

berlangsungnya proses wawancara termasuk prosedur (hukum)

yang berlaku.

d) Pengisian formulir baku bagi terwawancara.

e) Pengamatan singkat atas profil terwawancara

(3) Account.
Wawancara dilaksanakan dengan teknik cognitive interview dan

conversation management. Tahap ini merupakan bagian utama dari

wawancara investigatif. Pada prinsipnya pewawancara

melaksanakan proses wawancara dengan menggunakan

teknikteknik wawancara tertentu yang disesuaikan dengan sikap

dan perilaku dari terwawancara pada saat wawancara. Ada dua

teknik yang dapat digunakan pewawancara, yakni:

a) Cognitive interview/free recall/ingatan bebas Metode cognitive

interview/free recall digunakan untuk terwawancara yang

kooperatif. Terwawancara diminta untuk mengingat kembali suatu

kejadian tanpa disela (mengingat bebas). Kemudian diikuti dengan

paling tidak sekali lagi mencoba mengingat bebas dengan arah atau

perspektif yang berbeda. Hal yang terkait informasi yang

diinginkan pewawancara digali lebih dalam.

b) Conversation management/manajemen percakapan Metode

conversation management digunakan untuk terwawancara yang

nonkooperatif. Pewawancara mengambil kendali lebih awal dan

mengaturnya secara berbeda dengan terwawancara yang kooperatif.

Biasanya menggunakan agenda pewawancara (investigator agenda)

dan agenda terwawancara (suspect agenda).

Beberapa hal yang perlu dikuasai oleh pewawancara pada tahap ini

adalah:
a) Gaya bertanya Jenis pertanyaan yang diajukan akan mempengaruhi

jawaban informasi/ keterangan yang diberikan. Pewawancara harus

terampil menggunakan pertanyaan yang tepat pada saat yang tepat

guna mendapatkan dampak atas keberhasilan wawancara. Beberapa

jenis pertanyaan diuraikan sebagai berikut:

1) Jenis pertanyaan terbuka biasanya menghasilkan penjelasan yang

memberikan jawaban yang luas dan mendorong terwawancara

untuk menggunakan kata-katanya sendiri. Misalnya dengan

menggunakan kata tanya T-E-D, yakni:

 T-Tell me/Ceritakan

 E-Explain/Jelaskan

2) D-Describe/Jelaskan/Gambarkan

3) Jenis pertanyaan menggali (probing question) umumnya

menggunakan kata tanya 5W 1H (What, Who, When, Where, Why

dan How).

4) Jenis pertanyaan tertutup (closed question) umumnya dijawab

dengan “Ya”, “Tidak”, “Bukan”, “Benar” dapat digunakan setelah

pertanyaan terbuka tentang topik atau tujuan tertentu yang telah

selesai dibahas dalam hal pewawancara perlu mengklarifikasi suatu

informasi yang lebih detail.

b) Keterampilan menyimak secara aktif Menyimak adalah tugas yang

kompleks dan berat, yang membutuhkan konsentransi penuh dan analisis

pewawancara terhadap seluruh wawancara. Tidak ada gunanya bertanya


jika pewawancara tidak menyimak jawaban yang diberikan sebagai

tanggapan. Pewawancara harus mempersiapkan diri dengan seksama dan

memastikan bahwa ia memiliki pemahaman yang baik tentang kasus

yang diinvestigasi. Memastikan pemahaman pewawancara terhadap

pernyataan terwawancara dapat dilakukan dengan meringkas topik dan

memberikan kesempatan bagi orang yang diwawancarai untuk

mengonfirmasi keakuratan/ketidakakuratan dari ringkasan itu.

Konfirmasi akan memperkuat pernyataan di dalam ingatan pewawancara

dan memberikan kesempatan bagi orang yang diwawancarai untuk

mengonfirmasi apa yang telah dicatat. Lakukan parafrasa dan tirukan

kata-kata terwawancara saat meringkas pernyataan orang tersebut.

Selama wawancara, terwawancara tidak disela untuk hal-hal yang tidak

penting. Bahasa tubuh yang terbuka harus digunakan dan isyarat

nonverbal (mengangguk, dan lain-lain) digunakan untuk terus

berkonsentrasi pada terwawancara.

c) Membuat catatan Membuat catatan dapat menjadi alat yang berharga

untuk menuangkan informasi utama yang mungkin tidak dihafalkan oleh

pewawancara. Semua catatan direkam secara tertulis dan dapat dibuat

dalam format tertentu yang dapat dijadikan rujukan di kemudian har

(4) Closure

Wawancara perlu ditutup dan diakhiri dengan sebaik-baiknya. Dalam tahap

ini, pewawancara melakukan langkah-langkah untuk menutup atau

menyelesaikan proses wawancara, yang antara lain meliputi:


a. Pengecekan kembali atas materi wawancara atau keterangan yang ingin

diperoleh.

b. Konfirmasi ulang atas ketepatan dan kebenaran keterangan

terwawancara.

c. Penyelesaian administrasi wawancara.

d. Penjelasan tentang dampak lanjutan wawancara kepada terwawancara.

e. Pengakhiran pertemuan dengan terwawancara

(5) Evaluation

Hasil dan proses wawancara perlu dievaluasi dengan sebaik-baiknya. Dalam

tahap ini, pewawancara melakukan evaluasi atau penilaian atas pelaksanaan

wawancara yang telah berjalan, yang antara lain meliputi:

a. Evaluasi atas pencapaian tujuan wawancara.

b. Penentuan rencana investigasi selanjutnya.

c. Evaluasi atau penilaian atas terwawancara.

d. Evaluasi atau penilaian atas pewawancara.

e. Penulisan resume hasil wawancara

7. Mempersiapkan mental

Dalam melakukan wawancara, seorang reporter harus mempunyai

mental yang kuat. Mental tersebut dibutuhkan untuk menghadapi

berbagaimacam orang yang akan kita temui saat wawancara. Meskipun

menjadi seorang jurnalis baru atau pemula, kita tidak perlu merasa

rendah diri. Tidak ada sesuatu yang besar tanpa memulai dari kecil.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebuah liputan berita tak lengkap tanpa wawancara. Dengan begitu

wawancara menjadi suatu hal yang penting dalam sebuah produksi berita.

Sebuah wawancara yang hebat tidak terlepas dari dukungan internal dan

eksternal yang ada.

Dari aspek internal dapat dilihat kesiapan seorang pewawancara untuk

mewawancarai. Mulai dari persiapan materi dan pertanyaan, ketrampilan

mewawancarai, hingga ketrampilan menulis ulang hasil wawancra.

Sedangkan aspek eksternal dapat berasal dari narasumber atau terwawancara.

Mulai dari bagaimana narasumber menjawab pertanyaan, kesinkronan data


yang disampaikan, kebenaran data yang diberikan oleh narasumber, dan

bebagai macam hal lainnya.

Daftar Pustaka

Morisson. (2008). Jurnalistik TV Mutahir, Kencana, Jakarta.

Iswara, Luwi. (2005). Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, Penerbit Buku Kompas,

Jakarta.

Barton, Dick & Loftus, Dick. 2013. Pedoman Kursus Wawancara Investigatif

P.E.A.C.E. Jakarta:

Charles Sturts University, UNODC, Norwegian Embassy.

Milne, Rebecca & Bull, Ray. 2000. Investigative Interviewing, Psychology and

Practice. Singapore: John Wiley & Sons, Ltd.

Anda mungkin juga menyukai