5. Wawancara dianggap berhasil bila yang diwawancara merasa bebas untuk mengatakan apa yang
sebenarnya dipikirkan dan dirasakan.
• Ini berarti bahwa kita harus mendengarkan tanpa rasa ingin mengadili, yang berarti berusaha
mengerti pesan dari sudut pandang orang lain. Kita harus bisa memahami pandangan dan
perasaan narasumber, hingga narasumber mampu mengungkapkan jawabannya dengan bebas.
JENIS-JENIS WAWANCARA
• Wawancara eksklusif (exclusive interview), yaitu wawancara yang dilakukan seorang wartawan
atau lebih (tetapi berasal dari satu media) secara khusus dengan interviewee, berkaitan dengan
masalah tertentu di tempat yang telah disepakati bersama oleh pewawancara dan interviewee.
• Wawancara sambil lalu atau tidak terencana (casual interview), yaitu
wawancara yang dilakukan tidak secara khusus berlangsung secara
kebetulan, tidak ada perjanjian terlebih dahulu dengan interviewee.
Wawancara ini dilakukan pada narasumber yang tidak punya banyak
waktu untuk diwawancarai. Misalnya mewawancarai seorang pejabat
sebelum, setelah, atau di tengah berlangsungnya sebuah acara yang ia
hadiri, bahkan ketika pejabat tadi berjalan menuju mobilnya untuk pulang.
JENIS-JENIS WAWANCARA
On the Record
• Nama dan jabatan pemberi wawancara dapat digunakan sebagai sumber, dan keterangannya boleh dikutip langsung serta
dimuat di media massa. Ini adalah bentuk wawancara yang terbaik dan paling umum dilakukan di media massa.
Off the Record
• Pemberi wawancara tidak dapat digunakan sebagai sumber dan keterangannya sama sekali tidak boleh dimuat di media
massa. Jurnalis harus berusaha keras menghindari situasi seperti ini. ini berarti keterangan yang diberikan bukan
konsumsi untuk publik. Informasi itu hanya untuk menambah pengetahuan jurnalis saja.
Background
• Background berarti boleh menggunakan kutipan langsung atau menyiarkan keterangan apapun yang diberikan, tetapi
tanpa menyebutkan nama dan jabatan pemberi wawancara sebagai sumbernya. Misalnya, digunakan istilah ―menurut
sumber di departemen...‖ menurut persyaratan yang disepakati dengan pemberi wawancara. Kadang-kadang disebut
juga “not for attribution”.
Deep Background
• Informasi bisa dimuat, tetapi tidak boleh menggunakan kutipan langsung atau menyebut nama, jabatan, dan instansi
pemberi wawancara. Yang digunakan adalah “menurut keterangan …..” atau “diperoleh kabar bahwa…….”
KRITERIA NARASUMBER
• Kemudahan diakses (accessibility). Apakah wartawan dengan mudah dapat mewawancarai orang ini? Jika tidak mudah
dihubungi, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk bisa menghubungi? Apakah wawancara harus dilakukan lewat telepon
atau tertulis, ketimbang bertemu muka langsung? Jika narasumber ini bersifat vital bagi peliputan, wartawan harus realistis
tentang prospek wawancara ini.
• Reliabilitas (reliability). Apakah orang ini bisa dipercaya sebelumnya? Apakah informasi yang diberikan bisa dibuktikan
benar oleh sumber-sumber independen lain? Apakah narasumber ini pakar yang betul-betul mengetahui permasalahan? Apa
latar belakang kepentingannya sehingga ia bersedia diwawancarai? Wartawan harus hati-hati, karena ia akan terlihat bodoh
jika melaporkan isu atau desas-desus yang belum jelas kebenarannya.
• Akuntabilitas (accountability). Apakah orang ini secara langsung bertanggungjawab atas informasi yang diinginkan
wartawan atau atas tindakan-tindakan yang sedang diinvestigasi? Apakah ada sumber lain yang lebih punya otoritas
tanggungjawab langsung ketimbang orang ini? Berapa orang sebenarnya yang diwakili oleh seseorang yang menyebut diri
sebagai juru bicara?
• Dapat-tidaknya dikutip (quotability). Mewawancarai seorang pakar yang fasih dan punya informasi lengkap mungkin dapat
mengembangkan tulisan, seperti seorang pejabat publik yang blak-blakan dan suka membuat pernyataan-pernyataan
kontroversial. Para tokoh masyarakat atau selebritas biasanya sudah tahu, ucapan macam apa yang suka dikutip wartawan.
Sedangkan orang awam biasanya tidak ahli dalam ―merekaya soal komentar yang bagus buat dikutip wartawan.
HAL MENDASAR WAWANCARA
• Wawancara hakikatnya adalah sebuah obrolan, seperti berbincang dengan seorang teman, namun dengan topik pembicaraan tertentu dan terarah.
• Makukan wawancara secara alamiah (to naturally), jangan dibuat-buat atau sangat formalistik sehingga menjadi kaku.
• Selain mendengarkan dengan baik, pewawancara juga menyimak, merekam, dan menuliskan ucapan narasumber. Sebaiknya seorang pewawancara
itu jangan terlalu mengandalkan tape recorder.
• Jangan melakukan wawancara dengan "kepala kosong". Carilah referensi di koran atau buku tentang topik wawancara.
• Menyiapkan pertanyaan. Hal ini tentu salah satu hal yang paling penting. Jangan melakukan wawancara jika tidak menyiapkan bahan pertanyaan.
Agar wawancara kita terarah dan jelas.
• Buat janji dengan narasumber dan datang tepat waktu sesuai janji (khususnya untuk wawancara pribadi dan eksklusif).
• Perkenalkan diri dan media tempat pewawancara bekerja.
• Jangan buru-buru mengambil catatan karena hal tersebut bisa membuat gugup narasumber. Sebelum ke tahap tanya-jawab sebaiknya mengobrol
basa-basi terlebih dahulu untuk mencairkan suasana.
• Mengajukan pertanyaan pertama tentang ejaan nama narasumber dan tanggal lahir narasumber. Pewawancara juga bisa minta tolong narasumber
untuk menulis sendiri untuk menghindari kesalahan menulis identitas.
• Mulai wawancara dengan pertanyaan mudah untuk membuat suasana santai narasumber.
• Mengajukan pertanyaan awal dan akhir (open-ended questions) yang bisa mengundang jawaban panjang dan bisa memunculkan anekdot serta
narasumber ajukan yang membuat. Anda memberikan jawaban singkat atau satu-kata (one-word answers). Jangan mengajukan pertanyaan negatif.
PEDOMAN WAWANCARA