Anda di halaman 1dari 15

WAWANCARA

Mutik Nur Fadhilah, M.Pd


PENGERTIAN

• wawancara dalam teknik peliputan berita adalah kegiatan berupa


percakapan (tanya jawab atau dialog) antara pewawancara, dalam
hal ini jurnalis, dengan narasumber.
• Tujuan wawancara ialah mendapatkan informasi, penjelasan, atau
keterangan mengenai suatu masalah.
• Dalam teknik peliputan berita, wawancara menjadi teknik yang
paling sering digunakan oleh wartawan.
PERBEDAAN WAWANCARA & REPORTASE
PRINSIP PRAKTIS

1. Terbuka dan beri perhatian.


• Reportase. Menurut A.J. Liebling pada umumnya adalah menaruh perhatian pada setiap orang
yang kita jumpai. Kita tidak harus menyukai setiap orang yang kita wawancarai. Tetapi kita harus
bisa memberikan perhatian kepadanya.
2.  Akan menuai hasil dari apa yang sudah tanam.
• Ada prinsip penting dalam wawancara. “Pertanyaan yang bodoh sama dengan jawaban yang
bodoh pula”. Tipu dan kebohongan menghasilkan tipu dan kebohongan. Ketulusan membuahkan
ketulusan. Sebelum wawancara, kita harus hati-hati dalam membuat pertanyaan atau mengajukan
pertanyaan. Kita harus benar-benar menyiapkan daftar pertanyaan akan tidak salah bertanya dan
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
PRINSIP PRAKTIS

3. Orang akan bicara lebih bebas jika mereka senang


• Kita bisa membuat wawancara menyenangkan dengan cara mendengarkan sungguh-sungguh,
dengan menghargai orang sebagai teman sesama, dengan tawa menyambut banyolan mereka,
dengan mengajukan pertanyaan yang didasarkan pada persiapan matang sebelumnya dan dengan
mendengarkan pada apa yang mereka katakan.
4.  Dalam wawancara harus menambang berton-ton bijih untuk mendapatkan satu gram emas.
• Kebanyakan orang hanya omong. Mereka menjawab pertanyaan anda sebisanya. Mereka tidak
merasa perlu untuk bicara menurut bentuk cerita yang ingin kita tulis. Tugas kita adalah untuk
membentuk semuanya itu menjadi cerita yang enak dibaca.
PRINSIP PRAKTIS

5. Wawancara dianggap berhasil bila yang diwawancara merasa bebas untuk mengatakan apa yang
sebenarnya dipikirkan dan dirasakan.
• Ini berarti bahwa kita harus mendengarkan tanpa rasa ingin mengadili, yang berarti berusaha
mengerti pesan dari sudut pandang orang lain. Kita harus bisa memahami pandangan dan
perasaan narasumber, hingga narasumber mampu mengungkapkan jawabannya dengan bebas.
JENIS-JENIS WAWANCARA

• Wawancara berita (news-peg interview), yaitu wawancara yang dilakukan untuk


memperoleh keterangan, konfirmasi, atau pandangan interviewee tentang suatu
masalah atau peristiwa. Wawancara berita ini bentuk wawancara untuk memberikan
keterangan ahli mengenai suatu masalah yang sedang hangat di masyarakat.
• Wawancara pribadi (personal interview), yaitu wawancara untuk memperoleh data
tentang diri pribadi dan pemikiran interviewee. Berita yang dihasilkannya berupa
profil interviewee, meliputi identitas diri, perjalanan hidupnya, dan pandangan-
pandangannya mengenai berbagai masalah -biasanya berkaitan dengan masalah
aktual atau masalah yang terkait dengan profesinya. Bisa juga wawancara ini
memberikan kesempatan kepada sosok yang diwawancarai untuk mengungkapkan
kepribadiannya melalui kata-kata sendiri.
JENIS-JENIS WAWANCARA

•      Wawancara eksklusif (exclusive interview), yaitu wawancara yang dilakukan seorang wartawan
atau lebih (tetapi berasal dari satu media) secara khusus dengan interviewee, berkaitan dengan
masalah tertentu di tempat yang telah disepakati bersama oleh pewawancara dan interviewee.
• Wawancara sambil lalu atau tidak terencana (casual interview), yaitu
wawancara yang dilakukan tidak secara khusus berlangsung secara
kebetulan, tidak ada perjanjian terlebih dahulu dengan interviewee.
Wawancara ini dilakukan pada narasumber yang tidak punya banyak
waktu untuk diwawancarai. Misalnya mewawancarai seorang pejabat
sebelum, setelah, atau di tengah berlangsungnya sebuah acara yang ia
hadiri, bahkan ketika pejabat tadi berjalan menuju mobilnya untuk pulang.
JENIS-JENIS WAWANCARA

• Wawancara keliling atau jalanan (man-in-the street interview)


adalah wawancara yang dilakukan dengan menghubungi berbagai
interview secara terpisah, yang memiliki keterkaitan dengan topik
wawancara. Contohnya: kebakaran.
SIFAT WAWANCARA

On the Record
• Nama dan jabatan pemberi wawancara dapat digunakan sebagai sumber, dan keterangannya boleh dikutip langsung serta
dimuat di media massa. Ini adalah bentuk wawancara yang terbaik dan paling umum dilakukan di media massa.
Off the Record
• Pemberi wawancara tidak dapat digunakan sebagai sumber dan keterangannya sama sekali tidak boleh dimuat di media
massa. Jurnalis harus berusaha keras menghindari situasi seperti ini. ini berarti keterangan yang diberikan bukan
konsumsi untuk publik. Informasi itu hanya untuk menambah pengetahuan jurnalis saja.
Background
• Background berarti boleh menggunakan kutipan langsung atau menyiarkan keterangan apapun yang diberikan, tetapi
tanpa menyebutkan nama dan jabatan pemberi wawancara sebagai sumbernya. Misalnya, digunakan istilah ―menurut
sumber di departemen...‖ menurut persyaratan yang disepakati dengan pemberi wawancara. Kadang-kadang disebut
juga “not for attribution”.
Deep Background
• Informasi bisa dimuat, tetapi tidak boleh menggunakan kutipan langsung atau menyebut nama, jabatan, dan instansi
pemberi wawancara. Yang digunakan adalah “menurut keterangan …..” atau “diperoleh kabar bahwa…….”
KRITERIA NARASUMBER

• Kemudahan diakses (accessibility). Apakah wartawan dengan mudah dapat mewawancarai orang ini? Jika tidak mudah
dihubungi, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk bisa menghubungi? Apakah wawancara harus dilakukan lewat telepon
atau tertulis, ketimbang bertemu muka langsung? Jika narasumber ini bersifat vital bagi peliputan, wartawan harus realistis
tentang prospek wawancara ini.
• Reliabilitas (reliability). Apakah orang ini bisa dipercaya sebelumnya? Apakah informasi yang diberikan bisa dibuktikan
benar oleh sumber-sumber independen lain? Apakah narasumber ini pakar yang betul-betul mengetahui permasalahan? Apa
latar belakang kepentingannya sehingga ia bersedia diwawancarai? Wartawan harus hati-hati, karena ia akan terlihat bodoh
jika melaporkan isu atau desas-desus yang belum jelas kebenarannya.
• Akuntabilitas (accountability). Apakah orang ini secara langsung bertanggungjawab atas informasi yang diinginkan
wartawan atau atas tindakan-tindakan yang sedang diinvestigasi? Apakah ada sumber lain yang lebih punya otoritas
tanggungjawab langsung ketimbang orang ini? Berapa orang sebenarnya yang diwakili oleh seseorang yang menyebut diri
sebagai juru bicara?
• Dapat-tidaknya dikutip (quotability). Mewawancarai seorang pakar yang fasih dan punya informasi lengkap mungkin dapat
mengembangkan tulisan, seperti seorang pejabat publik yang blak-blakan dan suka membuat pernyataan-pernyataan
kontroversial. Para tokoh masyarakat atau selebritas biasanya sudah tahu, ucapan macam apa yang suka dikutip wartawan.
Sedangkan orang awam biasanya tidak ahli dalam ―merekaya soal komentar yang bagus buat dikutip wartawan.      
HAL MENDASAR WAWANCARA

•  Wawancara hakikatnya adalah sebuah obrolan, seperti berbincang dengan seorang teman, namun dengan topik pembicaraan tertentu dan terarah.
• Makukan wawancara secara alamiah (to naturally), jangan dibuat-buat atau sangat formalistik sehingga menjadi kaku.
• Selain mendengarkan dengan baik, pewawancara juga menyimak, merekam, dan menuliskan ucapan narasumber. Sebaiknya seorang pewawancara
itu jangan terlalu mengandalkan tape recorder.
• Jangan melakukan wawancara dengan "kepala kosong". Carilah referensi di koran atau buku tentang topik wawancara.
• Menyiapkan pertanyaan. Hal ini tentu salah satu hal yang paling penting. Jangan melakukan wawancara jika tidak menyiapkan bahan pertanyaan.
Agar wawancara kita terarah dan jelas.
• Buat janji dengan narasumber dan datang tepat waktu sesuai janji (khususnya untuk wawancara pribadi dan eksklusif).
• Perkenalkan diri dan media tempat pewawancara bekerja.
• Jangan buru-buru mengambil catatan karena hal tersebut bisa membuat gugup narasumber. Sebelum ke tahap tanya-jawab sebaiknya mengobrol
basa-basi terlebih dahulu untuk mencairkan suasana.
• Mengajukan pertanyaan pertama tentang ejaan nama narasumber dan tanggal lahir narasumber. Pewawancara juga bisa minta tolong narasumber
untuk menulis sendiri untuk menghindari kesalahan menulis identitas.
• Mulai wawancara dengan pertanyaan mudah untuk membuat suasana santai narasumber.
• Mengajukan pertanyaan awal dan akhir (open-ended questions) yang bisa mengundang jawaban panjang dan bisa memunculkan anekdot serta
narasumber ajukan yang membuat. Anda memberikan jawaban singkat atau satu-kata (one-word answers). Jangan mengajukan pertanyaan negatif.
PEDOMAN WAWANCARA

•   Dalam dunia jurnalistik, seorang Reporter, penyiar, anchor, host harus melakukan persiapan


yang cukup sebelum melakukan atau mewawancarai seseorang.
• Dia harus paham betul masalah yang akan ditanyakan agar keterangan atau jawaban yang
disampaikan narasumber sesuai dengan kebutuhan dan keingintahuan
pembaca/pemirsa/pendengar
• Seorang wartawan harus paham betul bahwa wawancara yang dilakukannya bukan untuk
keperluan pribadinya, editornya, bosnya, atau medianya, melainkan untuk memenuhi kebutuhan
dan keingintahuan pembaca atau audiens mereka.
• Perlu juga mengetahui latar belakang atau sifat orang yang akan menjadi narasumber atau yang
akan diwawancarai agar mudah menyesuaikan diri dengannya ketika bertatap muka.
• Penting sekali bagi seorang jurnalis (wartawan) untuk melakukan riset/penelusuran kecil-kecilan
mengenai topik yang akan menjadi materi wawancara dan orang yang akan menjadi narasumber.
TAHAPAN WAWANCARA

1. Jelaskan maksud wawancara.


• Wawancara tanpa tujuan yang jelas cenderung akan ngalor-ngidul tidak menentu, Tujuannya harus diketahui oleh kedua belah pihak.
2. Lakukan riset latar belakang.
• Pelajari kliping berita di perpustakaan atau melalui internet tentang orang yang akan diwawancara atau topik yang akan dibicarakan.
Dalam banyak tulisan  harus menghubungi banyak orang. Pewawancara akan mewawancarai keluarga, teman, kolega, atau malah
saingan dari orang yang diwawancarai.
3. Ajukan janji untuk wawancara, biasanya melalui telepon. Katakana tujuan wawancaranya. Bersiap untuk "menjual" gagasan tulisan
pewawancara bila orang yang ingin anda wawancarai itu tidak antusias.
4. Rencanakan strategi wawancara.
• Susunlah pertanyaan menurut rencana yang ingin ditanyakan. Dengan riset latar belakang seharusnya pewawancara tahu jalan
terbaik untuk menuju suatu topik. Jika orang yang dihadapi itu dikenal sebagai pendiam atau suka mengelak, carilah sedapatnya
tentang hobi, opini, minat, dan lainnya sehingga bisa bicarakan bersama dengan topik yang ingin bahas.
5. Temui responden.
• Ulangi maksud wawancara. Perkenalkan diri dan jual gagasan lagi. Menggunakan komentar-komentar untuk mencairkan suasana.
TAHAPAN WAWANCARA

6. Mengajukan pertanyaan serius untuk yang pertama.


• Mulai wawancara dengan topik yang menguatkan ego orang yang diwawancara. Lalu ciptakan suasana yang serasi dalam
percakapan.
7. Lanjutkan menuju inti dari wawancara.
• Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendalam menuju ke inti wawancara.
8. Ajukan pertanyaan-pertanyaan keras yang sensitif dan menyinggung bila perlu.
• Namun simpan pertanyaan-pertanyaan demikian untuk diakhir wawancara.
9. Pulihkan, bila perlu, dampak dari pertanyaan-pertanyaan keras itu.
10.Mengakhiri dan menyimpulkan wawancara.
• Memang wawancara membutuhkan keberanian tersendiri karena akan bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenal sebelumnya
dan berbicara tentang masalah yang sedikit diketahui. Seorang pewawancara menghadapi risiko di sepelekan orang atau   dikritik
tentang pakaian atau penampilan. Tetapi tidak mengajukan pertanyaan adalah lebih buruk. Seorang pewawancara tidak pernah akan
tahu tentang hal-hal yang mungkin akan mengagumkan. Kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang menarik pun akan hilang.
Akhirnya, dengan banyak bertanya, ada sebuah hadiah menanti: yaitu belajar. Belajar bukan hanya tentang fakta dan opini yang akan
dipakai sebagai bahan tulisan, tetapi juga akan menambah pengetahuan seorang pewawancara itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai