Anda di halaman 1dari 21

FARMAKOTERAPI TBC

Definisi :

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis


complex ( Konsensus Kedokteran Paru Indonesia,2006)

Tuberkulosis(TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis yang mampu meninfeksi secara laten maupun Progresif (Isofarmakoterapi,2009)

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
terdiri dari silent, Infeksi Laten, progresif, serta TB Aktif. (Dipiro 9Th,Chapter 49)

Etiologi/ Penyebab :

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru. Mycobacterium tuberculosis
termasuk basil gram positif, berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek lipida-
glikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia. Umumnya Mycobacterium
tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat
khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak
secara mikroskopis. Sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium
tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang
gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman dapat dormant (tertidur sampai beberapa
tahun). TB timbul berdasarkan kemampuannya untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel
fagosit. (Farmaceuticalcare TB, Depkes2005)

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA negatif
tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah
kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi
melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.

Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB.
Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil
kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks
positif adalah 17%. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung
percik renik dahak yang infeksius tersebut. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. (Pedoman Nasional TB kemenkes 2014)

Patofisiologi :

Batuk yang merupakan salah satu gejala tuberkulosis paru, terjadi karena kelainan patologik
pada saluran pernapasan akibat kuman M.tuberculosis. Kuman tersebut bersifat sangat aerobik,
sehingga mudah tumbuh di dalam paru, terlebih di daerah apeks karena O 2 alveolus paling tinggi.
Kelainan jaringan terjadi sebagai respons tubuh terhadap kuman. Reaksi jaringan yang
karakteristik ialah terbentuknya granuloma, kumpulan padat sel makrofag. Respons awal pada
jaringan yang belum pernah terinfeksi ialah berupa sebukan sel radang, baik sel leukosit
polimorfonukleus (PMN) maupun sel fagosit mononukleus. Kuman berproliferasi dalam sel, dan
akhirnya mematikan sel fagosit. Sementara itu sel mononukleus bertambah banyak dan
membentuk agregat. Kuman berproliferasi terus, dan sementara makrofag (yang berisi kuman)
mati, sel fagosit mononukleus masuk dalam jaringan dan menelan kuman yang baru terlepas. Jadi
terdapat pertukaran sel fagosit mononukleus yang intensif dan berkesinambungan. Sel monosit
semakin membesar, intinya menjadi eksentrik, sitoplasmanya bertambah banyak dan tampak
pucat, disebut sel epiteloid. Sel-sel tersebut berkelompok padat mirip sel epitel tanpa jaringan
diantaranya, namun tidak ada ikatan interseluler dan bentuknya pun tidak sama dengan sel epitel
Sebagian sel epiteloid ini membentuk sel datia berinti banyak, dan sebagian sel datia ini
berbentuk sel datia Langhans (inti terletak melingkar di tepi) dan sebagian berupa sel datia
benda asing (inti tersebar dalam sitoplasma). ( Konsensus Kedokteran Paru Indonesia,2006)

Infeksi primer diinisiasi oleh implantasi organisme di alveolar melalui droplet yang sangat kecil,
bila melalui saluran nafas , mikroorganisme akan membelah diri dan dicerna oleh makrofag
pulmoner, dimana pembelahan diri akan terus berlangsung walaupun lebih pelan, Nekrosis
jaringan dan kalsifikasi pada daerah yang terinfeksi dan nodus limfe regional dapat terjadi,
menghasilkan pembentukan radiodense area menjadi kompleks ghon. Makrofag yang teraktivasi
dalam jumlah besar akan mengelilingi daerah yang ditumbuhi M. Tuberkulosis yang padat
seperti keju (daerah nekrotik), sebagai bagian dari imunitas yang dimediasi oleh sel.
((Isofarmakoterapi, 2009)
Manifestasi Klinis

Gejala TB pada orang dewasa umumnya penderita mengalami batuk dan berdahak terus-menerus
selama 3 minggu atau lebih, batuk darah atau pernah batuk darah. Adapun gejala-gejala lain dari
TB pada orang dewasa adalah sesak nafas dan nyeri dada, badan lemah, nafsu makan dan berat
badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam, walaupun tanpa kegiatan,
demam meriang lebih dari sebulan
Pada anak-anak gejala TB terbagi 2, yakni gejala umum dan gejala khusus.
1. Gejala umum, meliputi :
 Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam
1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik.
 Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau
 infeksi saluran nafas akut) dapat disertai dengan keringat malam.
 Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, paling sering di daerah leher, ketiak
dan lipatan paha.
 Gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan sebab lain
dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri dada.
Pasien mengeluh :
Sesak nafas, nyeri dada, badan lemah, nafsu makan dan berat badan menurun, rasa kurang enak
badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari
sebulan. Gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan
pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen, dan tanda-tanda cairan dalam abdomen.

2. Gejala Khusus, sesuai dengan bagian tubuh yang diserang, misalnya :

 TB kulit atau skrofuloderma


 TB tulang dan sendi, meliputi :
 Tulang punggung (spondilitis) : gibbus
 Tulang panggul (koksitis): pincang, pembengkakan di pinggul
 Tulang lutut: pincang dan atau bengkak
 TB otak dan saraf : Meningitis dengan gejala kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran
menurun.
Gejala mata
• Conjunctivitis phlyctenularis
• Tuburkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)
Seorang anak juga patut dicurigai menderita TB apabila:
• Mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TB BTA
positif.
• Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG (dalam 3-7 hari).
(Farmaceuticalcare TB, Depkes2005)

Ciri - Ciri dan Simptom :


Pasien biasanya mengalami penurunan berat badan, Lemas, Batuk, Demam dan berkeringat
malam, Hemolisis Frans
Pemeriksaan Fisik : Suara Khas dari perkusi dada, bunyi dada, dan peningkatan suara yang
bergetar lebih sering diamati pada auskulasi.
Pemeriksaan Laboratorium : Peningkatan pada perhitungan sel darah putih dengan dominasi
limfosit (Dipiro 9Th,Chapter 49)

Gejala Utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih, batuk dapat
diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di
Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis langsung. (Pedoman Nasional TB kemenkes 2014).

Pemeriksaan dahak :

a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan
menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):

• S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang berkunjung pertama kali ke
fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung
dahak pagi pada hari kedua.
• P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasyankes.
• S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

b. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis (M.tb) dimaksudkan untuk
menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu,
misal:
• Pasien TB ekstra paru.
• Pasien TB anak.
• Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA negatif.
Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang terpantau mutunya.
Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang
direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan untuk
memanfaatkan tes cepat tersebut.

3. Pemeriksaan uji kepekaan obat


Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi M.tb terhadap OAT untuk
menjamin kualitas hasil pemeriksaan, uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan oleh laboratorium yang
telah tersertifikasi atau lulus uji pemantapan mutu/Quality Assurance (QA). Hal ini dimaksudkan untuk
memperkecil kesalahan dalam menetapkan jenis resistensi OAT dan pengambilan keputusan paduan
pengobatan pasien dengan resistan obat. Untuk memperluas akses terhadap penemuan pasien TB dengan
resistensi OAT, Kemenkes RI telah menyediakan tes cepat yaitu GeneXpert ke fasilitas kesehatan
(laboratorium dan RS) diseluruh provinsi.
(Pedoman Nasional TB kemenkes 2014).
Diagnosis TB paru pada orang dewasa yakni dengan pemeriksaan sputum atau dahak secara
mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS
BTA hasilnya positif. Apabila hanya 1 spesimen yang positif maka perlu dilanjutkan dengan
rontgen dada atau pemeriksaan SPS diulang.
Pada orang dewasa, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam diagnosis, hal ini disebabkan
suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar
dengan Mycobacterium tubeculosis. Selain itu, hasil uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang
tersebut menderita TB. Misalnya pada penderita HIV (Human Immunodeficiency Virus),
malnutrisi berat, TB milier dan morbili. Sementara diagnosis TB ekstra paru, tergantung pada
organ yang terkena. Misalnya nyeri dada terdapat pada TB pleura (pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan pembengkakan tulang belakang pada
Sponsdilitis TB. Seorang penderita TB ekstra paru kemungkinan besar juga menderita TB paru,
oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dahak dan foto rontgen dada.
Secara umum diagnosis TB paru pada anak didasarkan pada:
Gambaran klinik
Meliputi gejala umum dan gejala khusus pada anak.
Gambaran foto rontgen dada
Gejala-gejala yang timbul adalah:
• Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
• Milier
• Atelektasis/kolaps konsolidasi
• Konsolidasi (lobus)
• Reaksi pleura dan atau efusi pleura
• Kalsifikasi
• Bronkiektasis
• Kavitas
• Destroyed lung

Uji tuberkulin
Uji ini dilakukan dengan cara Mantoux (penyuntikan dengan cara intra kutan) Bila uji tuberkulin
positif, menunjukkan adanya infeksi TB dan kemungkinan ada TB aktif pada anak. Namun, uji
tuberkulin dapat negatif pada anak TB berat dengan anergi (malnutrisi, penyakit sangat berat,
pemberian imunosupresif, dan lain-lain).

Reaksi cepat BCG


Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa kemerahan dan
indurasi > 5 mm, maka anak tersebut telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi


Pemeriksaan BTA secara mikroskopis lansung pada anak biasanya dilakukan dari bilasan
lambung karena dahak sulit didapat pada anak. Pemeriksaan serologis seperti ELISA, PAP,
Mycodot dan lain-lain, masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemakaian dalam klinis
praktis.
Respons terhadap pengobatan dengan OAT
Kalau dalam 2 bulan menggunakan OAT terdapat perbaikan klinis, akan menunjang atau
memperkuat diagnosis TB.

Guidline Terapi
Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah diobati harus diberi
paduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional menggunakan obat yang
bioavailabilitinya telah diketahui.
 Fase awal harus terdiri dari isoniazid, rifampisin, piranzinamin, dan etambutol.
 Fase lanjutan yang dianjurkan terdiri dari isoniazid dan rifampisin diberikan selama 4 bulan.
 Isoniazid dan etambutol selama 6 bulan merupakan paduan alternatif yang pada fase lanjutan
yang dapat dipakai jika kepatuhan pasien tidak dapat dinilai, akan tetapi hal ini berisiko
tinggi untuk gagal dan kambuh, terutama untuk pasien yang terinfeksi HIV.
 Dosis OAT yang digunakan harus sesuai dengan rekomendasi internasional. Kombinasi
dosis tetap yang terdiri dari kombinasi 2 obat (RH), 3 obat (RHZ), dan 4 obat (RHZE)
sangat direkomendasikan terutama jika menelan obat tidak diawasi.
 (ADD) Pada TB ektraparu ( Meningitis TB, TB Tulang, TB milier, TB Kulit dan lain - lain)
secara umum terapi TB diberikan minimal 9 bulan (9-12 bulan) dengan paduan OAT yang
lebih lengkap sesuai dengan derajat penyakitnya.
 (ADD) Khusus untuk anak, rejimen yang diberikan terdiri atas RHZ, ditambah E bila
penyakitnya berat (BTA positip, TB HIV,.TB paru dengan lesi Luas, TB ektra paru berat
seperti : TB Milier, TB tulang, TB Meningitis dll), secara umum terapi TB pada anak
diberikan selama 6 bulan, namun pada keadaan tertentu bisa lebih lama (9 -12 Bulan),
seperti pada meningitis, TB Tulang, MDR TB dll
(International standars for TB Care, Ed 3 2014, Standar 8)

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. (Pedoman Nasional
TB kemenkes 2014).
Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung
untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan
secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang
lebih lama Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan

OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)


Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
• Rifampisin
• INH
• Pirazinamid
• Streptomisin
• Etambutol

2. Kombinasi
dosis tetap (Fixed dose combination)

3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) ( Dipiro, 9Th)


a) Cycloserine
b) thionamide
c) Streptomycin
d) Amikacin/ kanamycin
e) Capreomycin
f) p-Amino-salicylic acid (PAS)
g) Moxifloxacin
KATEGORI-1 (2HRZE/4H3R3) (Farmaceuticalcare TB, Depkes2005)

Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian
diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam
seminggu selama 4 bulan.
Obat ini diberikan untuk:
􀂾 Penderita baru TB Paru BTA Positif.
􀂾 Penderita baru TB Paru BTA negatif Röntgen Positif yang “sakit berat”
􀂾 Penderita TB Ekstra Paru berat

KATEGORI -2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZES setiap hari.
Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan
selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA(+) yang sebelumnya pernah diobati, yaitu:
• Penderita kambuh (relaps)
• Penderita gagal (failure)
• Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).

KATEGORI-3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan
tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu.
Obat ini diberikan untuk:
• Penderita baru BTA negatif dan röntgen positif sakit ringan,
• Penderita TB ekstra paru ringan.

OAT SISIPAN (HRZE)


Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau
penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA
positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.

Pengobatan TB Pada Anak

Prinsip dasar pengobatan TB pada anak tidak berbeda dengan pada orang dewasa, tetapi ada
beberapa hal yang memerlukan perhatian:
• Pemberian obat baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan diberikan setiap hari.
• Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak
Susunan paduan obat TB anak adalah 2HRZ/4HR:
Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z) selama 2 bulan
diberikan setiap hari (2HRZ). Tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)
selama 4 bulan diberikan setiap hari (4HR).
Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Tetap (FDC)
saat ini tersedia juga obat TB yang disebut Fix Dose Combination(FDC), Paduan pengobatan
OAT-FDC yang tersedia saat ini di Indonesia terdiri dari:
2(HRZE)/4(HR)3 untuk Kategori 1 dan Kategori 3
2(HRZE)S/1(HRZE)/5(HR)3E3 untuk Kategori 2

Tablet OAT-FDC Komposisi/Kandungan Pemakaian

4FDC 75 mg INH Tahap Intensif/


150 mg Rifampisin awal dan sisipan
400 mg Pirazinamid Harian
275 mg Etambutol

2FDC 150 mg INH Tahap Lanjutan


150 mg Rifampisin 3 kali seminggu

Pelengkap paduan kategori-2 :


Tablet etambutol @ 400mg ,Injeksi ( vial) Streptomisin 750mg Aquabidest dan Spuit

Dosis Pengobatan

Berat Badan TAHAP INTENSIF TAHAP LANJUTAN


(tiap hari selama 2 (3 kali seminggu selama
bulan) 4 bulan)
30 – 37 kg 2 tablet 4FDC 2 tablet 2FDC
38 – 54 kg 3 tablet 4FDC 3 tablet 2FDC
55 – 70 kg 4 tablet 4FDC 4 tablet 2FDC
> 70 kg 5 tablet 4FDC 5 tablet 2FDC
(Farmaceuticalcare TB, Depkes2005)

Panduan Pengobatan TB ( Konsensus Kedokteran Paru Indonesia,2006)

Kategori Kasus Paduan Obat Yang Keterangan


Diajurkan
I TB paru BTA +, 2RHZE / 4RH atau
BTA - , lesi luas 2 RHZE / 6 HE atau
- TB di luar paru 2RHZE / 4R3H3
kasus berat
II - Kambuh 3 RHZE / 6 RH Bila
- Gagal pengobatan -2 RHZES lalu sesuai hasil uji streptomisin
resistensi atau alergi, dapat
2RHZES/1RHZE / diganti
5R3H3E kanamisin
III -TB paru lalai Sesuai lama pengobatan
berobat sebelumnya, lama berhenti
minum obat dan keadaan
klinik, bakteriologik &
radiologik saat ini
atau
2RHZES / 1RHZE /
5R3H3E3
IV TB paru BTA neg. 6 RHE atau
lesi minimal 2RHZ / 4 R3H3
-TB di luar paru
kasus ringan
V Kronik Sesuai uji resistensi atau
INH seumur hidup
MDR TB Sesuai uji resistensi + kuinolon
atau H seumur hidup
Pedoman Nasional TB kemenkes 2014)
Mekanisme Kerja Obat TBC

1. Isoniazide
Isoniazid menghambat sintesis asam mycoloic yang merupakan komponen penting untuk
membangun dinding sel bakteri. Pada tingkat terapeutik, isoniazid bersifat bakteriosidal
melawan infeksi Mycobacterium tuberculosis secara intraseluler dan ekstraseluler
Organisme. (Drug Fact and Comparison Pocket Edition, 2007, Page 1711)
(Drugs Information Handbook,2014 Hal. 1021)

Berdasarkan terganggunya sintesa mycolic acid, yang diperlukan untuk membangun dinding
bakteri (Pharmaceuticalcare TB, Depkes 2005 hal: 42)

2. Rifampicin
Rifampisin menghambat aktivitas RNA polimerase yang bergantung pada DNA di Sel yang rentan.
Secara khusus, ia berinteraksi dengan bakteri RNA polimerase, tetapi tidak tidak menghambat enzim
mamalia. Rifampisin pada tingkat terapeutik telah menunjukkan bakterisida Aktivitas melawan
organisme mikrobakteri Mycobacterium tuberculosis intraseluler dan ekstraselular (Drug Fact and
Comparison Pocket Edition, 2007, Page 1715)

Menghambat sintesis RNA bakteri dengan mengikat subunit dari DNA - RNA polimerase dependen,
menghalangi transkripsi RNA (Drugs Information Handbook,2014 Hal. 1622)

Berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri Ribose Nukleotida Acid (RNA)-
polimerase sehingga sintesis RNA terganggu. (Pharmaceuticalcare TB, Depkes 2005 hal:
46)

3. Pirazinamide
Pyrazinamide, analog pyrazine nikotinamida, mungkin bakteriostatik  atau  bakterisida
terhadap  Mycobacterium tuberculosis tergantung pada konsentrasi  obat  mencapai  di 
tempat  infeksi. Mekanisme aksi tidak diketahui. (Drug Fact and Comparison Pocket Edition,
2007, Page 1715)

Pyrazinamide dikonversi ke asam pirazinoat pada strain mycobacterium yang rentan yang
menurunkan pH lingkungan, mekanisme yang tepat belum dapat dijelaskan
(Drugs Information Handbook,2014 Hal. 1567)

Berdasarkan pengubahannya menjadi asam pyrazinamidase yang berasal dari basil


tuberkulosa . (Pharmaceuticalcare TB, Depkes 2005 hal: 50)

4. Ethambutol Tab
Etambutol berdifusi menjadi sel mycobacterium yang tumbuh secara aktif Sebagai tubercle
bacilli. Ini menghambat sintesis minimal 1 metabolit, sehingga menyebabkan Gangguan
metabolisme sel, penangkapan multiplikasi, dan kematian sel. Tidak Resistensi silang
dengan agen lain telah ditunjukkan. (Drug Fact and Comparison Pocket Edition, 2007, Page
1719)
Berdasarkan penghambatan sintesa RNA pada kuman yang sedang membelah, juga
menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding sel (Pharmaceuticalcare TB,
Depkes 2005 hal: 52)

5. Ethionamide
Ethionamide mungkin bakteriostatik atau bakterisida dalam tindakan, tergantung pada 
konsentrasi  obat  mencapai  di tempat infeksi dan kerentanan  menularkan  organisme.
Mekanisme yang tepat  dari tindakan ethionamide  tidak telah sepenuhnya
dipahami, tetapi obat tampaknya  menghambat peptida sintesis dalam organisme rentan.
(Drug Fact and Comparison Pocket Edition, 2007, Page 1724)

6. p-Amino-salicylic acid (PAS)


Asam aminosalicylic bersifat bakteriostatik terhadap Mycobacterium Tuberkulosis Ini
menghambat timbulnya resistensi bakteri terhadap streptomisin dan Isoniazid Mekanisme
aksi telah dipostulasikan sebagai penghambatan asam folat Sintesis (tapi tanpa potentiasi
dengan senyawa antifolik) atau penghambatan Sintesis komponen dinding sel, mikobaktin,
sehingga mengurangi penyerapan besi oleh M. Tuberkulosis. (Drug Fact and Comparison
Pocket Edition, 2007, Page 1722)

7. Cycloserine
Menghambat sintesis dinding sel pada strain bakteri gram positif dan gram negatif yang
rentan dan pada Mycobacterium tuberculosis. (Drug Fact and Comparison Pocket Edition, 2007,
Page 1725)

8. Capreomycin
Antibiotik polipeptida diisolasi dari Streptomyces capreolus

9. Moxifloxacin
Golongan Fluoroquinolones yang merupakan agen antibakteri spektrum luas sintetis yang
menghambat girase DNA dan topoisomerase IV. DNA gyrase adalah enzim penting yang
terlibat dalam replikasi, transkripsi, dan perbaikan DNA bakteri. Topoisomerase IV adalah
enzim yang diketahui memainkan peran kunci dalam partisi DNA kromosom selama
pembelahan sel bakteri. (Drug Fact and Comparison Pocket Edition, 2007, Page 1570)
(Drugs Information Handbook,2014 Hal. 1267)

10. Streptomicin Sulfat


Streptomycin sulfate adalah antibiotik bakterisida yang mengganggu Sintesis protein normal
(Drug Fact and Comparison Pocket Edition, 2007, Page 1729)

Berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman dengan jalan pengikatan pada RNA
ribosomal (Pharmaceuticalcare TB, Depkes 2005 hal: 52)

Menghambat sintesis protein bakteri dengan mengikat langsung ke sub unit Ribosomal 30 s yang
menyebabkan kesalahan urutan peptida terbentuk dalam rantai protein (Drugs Information
Handbook,2014 Hal. 1742)
11. Rifapentine
Rifapentine adalah antibiotik derivatif rifamycin dan memiliki profil aktivitas mikrobiologis
yang serupa terhadap rifampisin. (Drug Fact and Comparison Pocket Edition, 2007, Page 1733)

MONITORING DAN EVALUASI TERAPI

Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping obat,
serta evaluasi keteraturan berobat. (Pedoman TB Nasional 2014 Bab III Hal 35), Guidelines Treatmen of
Tuberculosis 4 th WHO)

1. Evaluasi Klinik :

Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1bulan
Evaluasi terdiri dari evaluasi terhadap respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi penyakit, evaluasi klinik meliputi keluhan, berat badan,
pemeriksaan fisik.

2. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9)

Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan
mikroskopik dilakukan :
 Sebelum pengobatan dimulai
 Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
 Pada akhir pengobatan
 Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0 - 2 – 6/9)

3. Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9)


Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

 Sebelum pengobatan
 Setelah 2 bulan pengobatan
 Pada akhir pengobatan

4.Evaluasi efek samping secara klinik

 Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap
Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah , asam
urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan.
 Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
 Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol
 Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri
 Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang
paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada
evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium
untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman

Efek samping Obat TB (AHFS Drug Information Esential. 2011)

No Nama Obat Efek samping Umum


1 Etambutol efek pada mata (penurunan ketajaman visual,
skotoma, buta warna, cacat visual), nyeri sendi,
efek GI (anoreksia, mual, muntah, GI marah, sakit
perut), demam, malaise, sakit kepala, pusing,
kebingungan mental
2 Isoniazide Efek sistem saraf (neuropati perifer), efek hepatik
(peningkatan konsentrasi transaminase).
3 Pyrazinamide Efek GI (mual, muntah, anoreksia), arthralgia
ringan dan mialgia, ruam, hiperurisemia
4 Rifampicin Efek GI (heartburn, epigastric distress, mual,
muntah, anoreksia, kram perut, perut kembung,
diare)
5 Streptomicin Ototoksisitas vestibular (mual, muntah, vertigo),
paresthesia dari wajah, ruam, demam, urtikaria,
edema angioneurotic, eosinofilia
6 Amikasin Ototoksisitas atau nefrotoksisitas
7 Kapreomisin Reaksi nefrotoksisitas, ototoksisitas, tempat
suntikan
8 Cycloserine Efek CNS (kejang, mengantuk, mengantuk, pusing,
sakit kepala, tremor, dysarthria, hiperrefleksia,
paresthesia, kegelisahan, kecemasan, vertigo,
kebingungan, disorientasi dengan hilangnya
memori, paresis, koma); reaksi hipersensitivitas
9 Ethionamide Mual, muntah, diare, sakit perut, air liur berlebihan,
rasa logam, stomatitis, anoreksia, penurunan berat
badan
10 Kanamicin Ototoksisitas, neurotoksisitas
5.Evalusi keteraturan berobat

Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan adalah keteraturan berobat.
Diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau
pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat yang diberikan kepada penderita,
keluarga dan lingkungan, ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah
resistensi

6.Evaluasi penderita yang telah sembuh

Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama
setelah sembuh untuk mengetahui terjadinya kekambuhan. Yang dievaluasi adalah mikroskopik
BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan setelah dinyatakan
sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh

Tatalaksana Efek samping Obat TB

1.Efek samping ringan OAT :


(Pedoman TB Nasional 2014 Bab III Hal 35), Guidelines Treatmen of Tuberculosis 4 th WHO)

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Tidak ada nafsu makan, H, R, Z OAT ditelan malam sebelum tidur. Apabila
mual, sakit perut keluhan tetap ada, OAT ditelan dengan sedikit
makanan Apabila keluhan semakin hebat
disertai muntah, waspada efek samping berat
dan segera rujuk ke dokter.

Nyeri Sendi Z Beri Aspirin, Parasetamol atau obat anti radang


non steroid

Kesemutan s/d rasa terbakar H Beri vitamin B6 (piridoxin) 50 – 75 mg per


di telapak kaki atau tangan hari
Warna kemerahan pada air seni R Tidak membahayakan dan tidak perlu diberi
(urine) obat penawar tapi perlu penjelasan kepada
pasien.

Flu sindrom (demam, menggigil, R dosis Pemberian R dirubah dari intermiten menjadi
lemas, sakit kepala, nyeri tulang) intermiten setiap hari
2. Efek samping berat OAT
(Pedoman TB Nasional 2014 Bab III Hal 36), Guidelines Treatmen of Tuberculosis 4 th WHO)

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Bercak kemerahan kulit (rash) H, R, Z, S Ikuti petunjuk penatalaksanaan dibawah*


dengan atau tanpa rasa gatal
Gangguan pendengaran (tanpa S S dihentikan
diketemukan serumen)
Gangguan keseimbangan S S dihentikan
Ikterus tanpa penyebab lain H, R, Z Semua OAT dihentikan
sampai ikterus menghilang
Bingung, mual muntah Semua jenis Semua OAT dihentikan,
(dicurigai terjadi gangguan OAT segera lakukan pemeriksaan
fungsi hati apabia disertai fungsi hati.
ikterus)
Gangguan penglihatan E E dihentikan.
Purpura, renjatan (syok), gagal R R dihentikan
ginjal akut
Penurunan produksi urine S S dihentikan

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping pada kulit :

Apabila pasien mengeluh gatal tanpa rash dan tidak ada penyebab lain, dianjurkan untuk
memberikan pengobatan simtomatis dengan antihistamin serta pelembab kulit. Pengobatan TB
tetap dapat dilanjutkan dengan pengawasan ketat. Apabila kemudian terjadi rash, semua OAT
harus dihentikan dan segera rujuk kepada dokter atau fasyankes rujukan. Mengingat perlunya
melanjutkan pengobatan TB hingga selesai, di fasyankes rujukan dapat dilakukan upaya
mengetahui OAT mana yang menyebabkan terjadinya reaksi dikulit dengan cara ”Drug
Challengin ”:
 Setelah reaksi dapat diatasi, OAT diberikan kembali secara bertahap satu persatu dimulai
dengan OAT yang kecil kemungkinannya dapat menimbulkan reaksi ( H atau R) pada dosis
rendah misal 50 mg Isoniazid.
 Dosis OAT tersebut ditingkatkan secara bertahap dalam waktu 3 hari. Apabila tidak timbul
reaksi, prosedur ini dilakukan kembali dengan menambahkan 1 macam OAT lagi.
 Jika muncul reaksi setelah pemberian OAT tertentu, menunjukkan bahwa OAT yang
diberikan tersebut adalah penyebab terjadinya reaksi pada kulit tersebut.
 Apabila telah diketahui OAT penyebab reaksi dikulit tersebut, pengobatan dapat dilanjutkan
tanpa OAT penyebab tersebut.

Penatalaksanaan pasien dengan ”drugs induced hepatitis”

OAT lini pertama yang dapat memberikan gangguan fungsi hati adalah : H, R dan Z. Sebagai
tambahan, Rifampisin dapat menimbulkan ikterus tanpa ada bukti gangguan fungsi hati. Penting
untuk memastikan kemungkinan adanya faktor penyebab lain sebelum menyatakan gangguan
fungsi hati yang terjadi disebabkan oleh karena paduan OAT.
Penatalaksanaan gangguan fungsi hati yang terjadi oleh karena pengobatan TB tergantung dari:
• Apakah pasien sedang dalam pengobatan tahap awal atau tahap lanjutan
• Berat ringannya gangguan fungsi hati
• Berat ringannya TB
• Kemampuan fasyankes untuk menatalaksana efek samping obat

Langkah langkah tindak lanjut adalah sebagai berikut, sesuai kondisi:

1. Apabila diperkirakan bahwa gangguan fungsi hati disebabkan oleh karena OAT, pemberian semua
OAT yang bersifat hepatotoksik harus dihentikan. Pengobatan yang diberikan Streptomisin dan
Etambutol sambil menunggu fungsi hati membaik. Bila fungsi hati normal atau mendekati normal,
berikan Rifampisin dengan dosis bertahap, selanjutnya Isoniasid secara bertahap.
2. TB berat dan dipandang menghentikan pengobatan akan merugikan pasien, dapat diberikan paduan
pengobatan non hepatatotoksik terdiri dari S, E dan salah satu OAT dari golongan fluorokuinolon.
3. Menghentikan pengobatan dengan OAT sampai hasil pemeriksaan fungsi hati kembali normal dan
keluhan (mual, sakit perut dsb.) telah hilang sebelum memulai pengobatan kembali.
4. Apabila tidak bisa melakukan pemeriksaan fungsi hati, dianjurkan untuk menunggu sampai 2
minggu setelah ikterus atau mual dan lemas serta pemeriksaan palpasi hati sudah tidak teraba
sebelum memulai kembali pengobatan.
5. Jika keluhan dan gejala tidak hilang serta ada gangguan fungsi hati berat, paduan pengobatan non
hepatotoksik terdiri dari: S, E dan salah satu golongan kuinolon dapat diberikan (atau dilanjutkan)
sampai 18-24 bulan.
6. Setelah gangguan fungsi hati teratasi, paduan pengobatan OAT semula dapat dimulai kembali satu
persatu. Jika kemudian keluhan dan gejala gangguan fungsi hati kembali muncul atau hasil
pemeriksaan fungsi hati kembali tidak normal, OAT yang ditambahkan terakhir harus dihentikan.
Beberapa anjuran untuk memulai pengobatan dengan Rifampisin. Setelah 3-7 hari, Isoniazid dapat
ditambahkan. Pada pasien yang pernah mengalami ikterus akan tetapi dapat menerima kembali
pengobatan dengan H dan R, sangat dianjurkan untuk menghindari penggunaan Pirazinamid.
7. Paduan pengganti tergantung OAT apa yang telah menimbulkan gangguan fungsi hati. Apabila R
sebagai penyebab, dianjurkan pemberian: 2HES/10HE. Apabila H sebagai penyebab, dapat diberikan
: 6-9 RZE. Apabila Z dihentikan sebelum pasien menyelesaikan pengobatan tahap awal, total lama
pengobatan dengan H dan R dapat diberikan sampai 9 bulan. Apabila H maupun R tidak dapat
diberikan, paduan pengobatan OAT non hepatotoksik terdiri dari : S, E dan salah satu dari golongan
kuinolon harus dilanjutkan sampai 18-24 bulan.
8. Apabila gangguan fungsi hati dan ikterus terjadi pada saat pengobatan tahap awal dengan H,R,Z,E
(paduan Kategori 1), setelah gangguan fungsi hati dapat diatasi, berikan kembali pengobatan yang
sama namun Z digantikan dengan S untuk menyelesaikan 2 bulan tahap awal diikuti dengan
pemberian H dan R selama 6 bulan tahap lanjutan.
9. Apabila gangguan fungsi hati dan ikterus terjadi pada saat pengobatan tahap lanjutan (paduan
Kategori 1), setelah gangguan fungsi hati dapat diatasi, mulailah kembali pemberian H dan R selama
4 bulan lengkap tahap lanjutan.

Daftar Pustaka :

1. Farmakoterapi Handbook Ed.9 Dipiro


2. Konsensus Kedokteran Paru Indonesia,2006, Perhimpunan Dokter Ahli paru Indonesia
3. Isofarmakoterapi,2009
4. Farmaceuticalcare TB, Depkes 2005
5. Pedoman TB Nasional 2014, Depkes RI
6. Guidelines Treatmen of Tuberculosis 4 th WHO
7. Drug Fact and Comparison Pocket Edition, 2007
8. Drugs Information Handbook,2014
9. International standars for TB Care, Ed 3 2014
10. Stocley Drug Interaction 9 Edition, 2010

hal Dipiro : Hipertensi Hal : 87 - 101 ( 98 - 112)


Peptik Ulcer Hal : 251 - 256 ( 262 - 266)
TBC Hal : 476 - 489 ( 487 - 500)

Web Terjemahan : PDF


https://www.onlinedoctranslator.com/translationprocess-pdf

Anda mungkin juga menyukai