Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN FARMAKOTERAPI

Hipertensi disertai Hiperlipidemia

Disusun oleh :
Amalia Solihah 21162055
Amila Sholihat 21162056
Angga Miftahur Rahman 21162057
Anisa Maisavitri 21162058
Bastian Ardy Saputra 21162059
Budhi Kusuma 21162060
Desi Irma Maryana 21162061
Desi Nur Alfi Yani 21162062
Destyaneu Dwi 21162063
Desy Adtriani 21162064
Eka Mas Supartini 21162065
Endani Sri Handayani 21162066
Erlina Apriliyani 21162067
Erlita Kusuma Dewi 21162068
Erni Indrawati 21162069
Gina Trihandayani 21162070
Haerunisa Sholihah 21162071
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG
ANGKATAN XVII
2017
I. DEFINISI
Hipertensi merupakan suatu penyakit yang didefiniskan sebagai peningkatan tekanan
darah ≥ 140/90 mmHg secara kronis.
Klasifikasi hipertensi :

Hiperlipidemia merupakan suatu penyakit yang mengakibatkan kadar lemak


(kolesterol, trigliserida, atau keduanya) dalam darah meningkat sebagai manivestasi
kelainan metabolisme atau transportasi lemak/lipid
Klasifikasi hiperlipidemia :
II. PREVALENSI

Berdasarkan tabel di atas prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin tahun 2007
maupun tahun 2013 prevalensi hipertensi perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.

III. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi hipertensi primer sangat heterogen tapi akhirnya diberikannya efek
melalui dua faktor penentu utama tekanan darah: cardiac output (CO) dan resistensi
perifer (PR). Perkembangan hipertensi primer melibatkan interaksi antara faktor
genetik dan lingkungan berinteraksi dengan beberapa sistem fisiologis termasuk
saraf, ginjal, hormonal, dan pembuluh darah. Fenotipe individu hipertensi primer
(misalnya, hipertensi diastolik pada individu paruh baya, hipertensi sistolik terisolasi
pada orang tua, dan obesitas terkait hipertensi) mungkin memiliki berkontribusi
mekanisme (Dipiro, 2016 halaman 48).

IV. ETIOLOGI
1. Faktor genetik (Dipiro, 2016 halaman 48)
Beberapa polimorfisme genetik telah dikaitkan dengan efek yang relatif kecil di
sistolik BP (SBP), tekanan darah diastolik (DBP), dan respon terhadap obat
antihipertensi secara genetik variabilitas dalam menanggapi terapi obat terus
dikejar.
2. Faktor lingkungan (Dipiro, 2016 halaman 49)
 Merokok (cerutu dan tembakau tanpa asap) menyebabkan peningkatan
sementara di BP melalui rilis norepinefrin.
 Kafein menyebabkan peningkatan sementara di BP melalui rilis norepinefrin
dan dalam kasus kafein oleh antagonisme yang reseptor vasodilator adenosin.
 Konsumsi alkohol akut dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatis atau
menurunkan akibat vasodilatasi) yang bersifat sementara.
 Konsumsi alkohol berat kronis dan pesta minuman keras meningkatkan risiko
hipertensi.
 Obesitas, aktivitas fisik, lingkungan janin (misalnya, kekurangan gizi ibu,
peningkatan paparan janin untuk glukokortikoid ibu), berat badan setelah
melahirkan, kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah, kalium dan
penipisan magnesium, kekurangan vitamin D, dan racun lingkungan juga bisa
mempengaruhi tekanan darah.
3. Banyak faktor penyebab terjadinya hipertensi, salah satunya adalah gangguan
profil lipid. Profil lipid dapat memicu terjadinya hipertensi melalui berbagai
mekanisme, baik secara langsung atau tidak langsung. Pada peningkatan kadar
profil lipid darah sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis, terutama pada
usia 30-40 tahun, kadar kolesterol total dalam darah mencapai 260 mg/dl maka
angka kejadian aterosklerosis akan meningkat 3-5 kali lipat. Berdasarkan
laboratorium dan klinik yang dilakukan Framing Heart Study (FH) dan Multiple
Risk Faktor Intervention Trial (MRFIT) membuktikan bahwa gangguan
metabolism lipid merupakan faktor sentral terjadinya atreosklerosis.
Hubungan kadar kolesterol total dengan kejadian hipertensi.
Proporsi responden yang mempunyai kadar kolesterol total tidak normal lebih
banyak yang mengalami hipertensi dari pada normotensi. Hasil uji statistik chi-
square didapatkan terdapat hubungan antara kadar kolesrterol dengan kejadian
hipertensi nilai p = 0,04. Dengan nilai OR = 2,09 dan 95% CI (1,1-3,99). Dimana
responden yang memiliki kadar kolesterol tidak normal memiliki kolesterol tidak
normal beresiko terjadinya hipertensi 2,09 kali lebih banyak dari pada yang
memiliki kadar kolesterol normal. Hal ini sesuai dengan teori terjadinya
aterosklerosis. Dimana Hiperkolesterolemia menjadi faktor resiko terjadinya
hipertensi yang diawali dengan proses aterosklerosis pada pembuluh darah akibat
terbentuknya gel busa. Kemudian membentuk bercak perlemakan yang akan
menyebabkan terjadinya disrubsi endothelium. Akhirnya faktor pertumbuhan
akan menyebabkan gel menjadi aterosklerosis lanjut.
Hubungan Kadar HDL dengan kejadian hipertensi
Proporsi responden yang mempunyai kadar HDL tidak normal sama jumlahnya
yang mengalami hipertensi dan normotensi. Hasil uji statistik chi-square
didapatkan tidak terdapat hubungan antara HDL dengan kejadian hipertensi nilai
p = 0,73. Dengan nilai OR = 0,84 dan 95% CI (0,43-2,46). Dimana kadar HDL
bukan faktor resiko terjadinya hipertensi pada responden. Meskipun rerata kadar
HDL penderita hipertensi cenderung normal tetapi jika dilihat proposri responden
banyak pada usia > 55 tahun dan jenis kelamin perempuan. Dimana pada usia
tersebut, perempuan mengalami perubahan hormonal terutama esterogen yang
mempengaruhi kadar HDL. Selain itu, perempuan juga memiliki sensitivitas
terjadinya hipertensi akibat asupan garam. Asupan garam yang tinggi tersebut
terdapat dalam pola makanan masyarakat Kota Padang. Peningkatan jumlah
garam di ekstrasel akan merangsang pusat rasa haus di otak menyebabkan
keinginan untuk minum meningkat hingga kadar normal. Selain itu terjadi
perangsangan ADH yang memicu ginjal untuk menyerap air dalam jumlah besar
di tubulus ginjal hingga volume urin akan menurun.
Hubungan kadar trigliserida dengan kejadian hipertensi
Proporsi responden yang memiliki kadar trigliserida tidak normal lebih banyak
pada mengalami hipertensi dari pada normotensi.Hasil uji statistic chisquare
diperoleh nilai p = 0,04. Dengan nilai OR = 2,49 dan 95% CI (1,09-5,71). Dimana
kadar trigliserida tidak normal merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi
sebesar 2,49 kali dari pada yang memiliki kadar trigliserida normal.
Hubungan kadar LDL dengan kejadian hipertensi
Proporsi fresponden yang memiliki kadar LDL tidak normal lebih banyak yang
mengalami hipertensi dari pada normotensi. Hasil uji statistic chi-square
diperoleh nilai p= 0,01. Dengan nilai OR = 1,8 dan 95%CI(0,94-3,43). Dimana
kadar LDL tidak normal merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi sebesar 1,8
kali dari pada yang memiliki kadar LDL normal. Jika di hubungkan dengan pola
konsumsi masyarakat, meskipun makanan yang dikonsumsi kaya dengan lemak
jenuh yang berasal dari hewan, tetapi bumbu masakan yang di konsumsi sehari-
hari memiliki kandungan anti oksidan yang sangat tinggi. Seperti kunyit, jahe
lengkuas, daun jeruk, cabe merah, bawang merah, bawang putih, dan beberapa
bumbu yang lebih jarang di pakai seperti kulit manis, merica, buah pala.
Merupakan sumber vitamin C,A,E serta flavonoid .Zat-zat tersebut terutama
flavonoid bersifat atheroprotektif melalui mekanisme peningkatan kemampuan
platelet untuk melepaskan NO dan menghambat terbentuknya trombus.
Peningkatan NO ini akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang akan
menurunkan tekanan darah ( Artikel Penelitian ; Hubungan Kadar Profil Lipid
dengan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat Etnik Minangkabau di Kota Padang
Tahun2012 . Rahmat Feryadi, Delmi Sulastri, Husnil Kadri).

V. FAKTOR RESIKO
Faktor Resiko hipertensi :
 Merokok
 Kafein
 Konsumsi alkohol akut
 Konsumsi alkohol berat kronis
 Obesita
Faktor Resiko hiperlipidemia:
 Usia
 Keturunan
 Rokok
 Hipertensi > 140/90 mm Hg
 HDL rendah

VI. TUJUAN TERAPI


1. Terapi farmakologi
a. Golongan diuretik
 Diuretik kuat : Furosemid
Indikasi : edema karena gangguan jantung, sirosis hati, gangguan ginjal,
hipertensi ringan dan sedang (ISO Vol 50 hal:230).
Kontraindikasi : gangguan fungsi ginjal, hematologi, SSP, serta kulit (ISO
Vol 50 hal:230).
 Hemat kalium : Spironolakton
Indikasi : hipertensi esensial dan keadaan edema (ISO Vol 50 hal:231).
Kontraindikasi : hiperkalemia atau kegagalan ginjal yang berat, anuria,
hamil, menyusui, hipersensitifitas, insufisiensi, ginjal akut, oddison’s disease
(ISO Vol 50 hal:231).
 Tiazid :
HCT (Hidrochlortiazid)
Indikasi : untuk pengobatan diabetes insipidus, dan mengurangi resiko batu
ginjal pada pasien yang memiliki level kalsium yang tinggi dalam urin.
untuk mengobati osteoporosis karena obat-obat kelas tiazid bisa menurunkan
kehilangan mineral sekaligus merangsang pembentukan mineral tulang.
dalam pengobatan edema yang disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
sirosis hati, pemakaian kortikosteroid atau terapi estrogen, dan berbagai
bentuk disfungsi ginjal seperti sindrom nefrotik, asidosis tubulus,
glomerulonefritis akut, termasuk gagal ginjal kronis. (Medscape 2016).
Kontra indikasi : jangan menggunakan hidroklorotiazid pada pasien yang
mempunyai riwayat alergi terhadap hidroklorotiazid atau obat-obat derivat
sulfonamid. (Medscape 2016).

b. Golongan ACE Inhibitor


 Captopril
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang pada pasien dewasa dan anak-
anak. Pengobatan gagal jantung kongesti, digunakan dengan diuretic atau
digitalis (ISO Vol 50 hal:279).
Kontraindikasi : hipersensitif, hamil atau akan hamil (ISO Vol 50 hal:279).
c. Golongan ARB
 Losartan
Indikasi : untuk pengobatan hipertensi esensial ringan sampai berat,
terutama bila pasien tidak dapat mentoleransi efek samping batuk atau
penderita yang resisten terhadap antihipertensi golongan lain. Dapat
menurunkan risiko terjadinya stroke pada penderita dengan penyakit jantung.
Pada penderita diabetes tipe 2, Losartan dapat menghambat kerusakan ginjal.
(Medscape 2016).
Kontraindikasi : penderita yang hipersensitif terhadap Losartan,anak-anak
karena efektivitas dan keamanannya pada anak-anak belum diketahui, ibu
hamil dan menyusui. (Medscape 2016).
d. Golongan CCB
 Amlodipine
Indikasi : amlodipine digunakan untuk pengobatan hipertensi, angina stabil
kronik, angina vasosvatik. Amlodipine dapat diberikan sebagai terapi
tunggal ataupun dikombinasikan dengan obat antihipertensi dan antianginal
lain (ISO Vol 50 hal:286).
Kontraindikasi : Amlodipine dikontraindikasikan pada pasien yang sensitif
dengan dihydropyridine. (Medscape 2016).
e. Golongan β-bloker
 Selektif : Atenolol
Indikasi : Hipertensi, angina pektoris. (Medcsape 2016).
Kontraindikasi : Blok AV (atrio-ventrikular) derajat II atau III, gagal jantung
yang nyata, asma bronkhial, syok kardiogenik. Bradikardia sinus. (Medscape
2016).

 Non selektif : Propanolol


Indikasi : Angina, Aritmia, Hipertensi, Pencegahan Migrain. (Medscape
2016).
Kontraindikasi : Pasien asma bronkial dan penyakit paru obstruktif menahun
yang lain. Pasien asidosis metabolik (diabetes militus ). Pasien dengan payah
jantung termasuk payah jantung terkompensasi dan yang cadangan kapasitas
jantung kecil. Kardiogenik syok. Bila ada atrio-ventricular (A-V) blok
derajat 2 dan 3. (Medscape 2016).

VII. Algoritma Terapi


Renin diproduksi dan disimpan dalam sel-sel juxtaglomerular ginjal, dan dilepas
dengan dirangsang oleh perfusi gangguan ginjal, deplesi (penyusutan) garam, dan
stimulasi β1-adrenergik. Pelepasan renin adalah langkah dalam pembentukan
angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat.
Peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS) pada hipertensi primer didukung
dengan adanya renin dalam jumlah besar.
Diagram diatas menunjukkan jalur yang terlibat dalam aksi berbagai agen
antihipertensi termasuk angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor, ARB,
diuretik, dan antagonis aldosteron. Dengan menghambat aksi ACE, ACE inhibitor
mengurangi baik pembentukan vasokonstriktor angiotensin II dan degradasi zat
vasodilatasi termasuk bradikinin. ARB terutama bertindak melalui penghambatan
aksi angiotensin II pada reseptor angiotensin-I yang memodulasi vasokonstriksi.
Antagonis aldosteron langsung menghambat aksi aldosteron; diuretik mempengaruhi
retensi natrium dan air pada tingkat ginjal.

VIII. Monitoring dan evaluasi


a. Monitoring target tekanan darah dan kolestrol
Pedoman JNC 8 merekomendasikan :
 TD <140/90 mmHg untuk pasien berusia <60 tahun, disertai atau tidak disertai
diabetes dan atau CKD
 TD <150/90 mmHg untuk pasien berusia >60 tahun
Pedoman baru The American College of Cardiology (ACC) dan The America
Heart Association (AHA) merekomendasikan intensitas terapi bukannya
memperlakukan untuk menargetkan terapi
• Intensitas Sedang: LDL sebesar 30 hingga 49% atau
• Intensitas tinggi: LDL lebih rendah ≥ 50%
b. Monitoring kerusakan target organ: jantung, ginjal, mata, otak
Pasien harus di monitor secara berkala untuk melihat tanda-tanda dan gejala
adanya penyakit target organ yang berlanjut. Sejarah sakit dada (atau tightness),
palpitasi, pusing, dyspnea, orthopnea, sakit kepala, penglihatan tiba-tiba berubah,
lemah sebelah, bicara terbata-bata, dan hilang keseimbangan harus diamati dengan
seksama untuk menilai kemungkinan komplikasi kardiovaskular dan
serebrovaskular. Parameter klinis lainnya yang harus di monitor untuk menilai
penyakit target organ termasuk perubahan funduskopik, regresi LVH pada
elektrokardiogram atau ekokardiogram, proteinuria, dan perubahan fungsi ginjal.
Tes laboratorium harus diulangi setiap 6 sampai 12 bulan pada pasien yang stabil.
Untuk pasien yang disertai dislipidemia hitung faktor risiko Framingham.
c. Monitoring interaksi obat dan efek samping obat
Untuk melihat toksisitas dari terapi, efek samping dan interaksi obat harus di nilai
secara teratur. Efek samping bisanya muncul 2 sampai 4 minggu setelah memulai
obat baru atau setelah menaikkan dosis.
Dalam memilih obat antihipertensi untuk pasien dislipidemia, dalam efek dari
berbagai obat antihipertensi pada metabolisme lipid harus dipertimbangkan.
 Tiazid pada dosis tinggi dan diuretik loop diketahui meningkatkan serum
kolesterol total, trigliserida dan kadar LDL, tapi apakah tiazid pada dosis
rendah juga meningkatkan lipid adalah belum jelas.
 β-blocker telah dilaporkan dapat meningkatkan kadar trigliserida serum atau
mengurangi tingkat HDL.
 α-blocker mengurangi kadar kolesterol serum dan meningkatkan tingkat HDL.
 ARB, ACE inhibitor, Ca channel blocker (CCB) tidak mempengaruhi tingkat
lipid serum.
Untuk pasien hipertensi dengan dislipidemia, obat antihipertensi yang
meningkatkan atau tidak merugikan efek pada metabolisme lipid, seperti ARB,
ACE inhibitor, saluran Ca blocker dan α-blocker.
d. Monitoring kepatuhan/Medication Adherence dan konseling ke pasien
Diperlukan usaha yang cukup besar untuk meningkatkan kepatuhan pasien
terhadap terapi obat demi mencapai target tekanan darah yang dinginkan. Paling
sedikit 50 % pasien yang diresepkan obat antihipertensi tidak meminumnya sesuai
dengan yang di rekomendasikan. Satu studi menyatakan kalau pasien yang
menghentikan terapi antihipertensinya lima kali lebih besar kemungkinan terkena
stroke. Kurangnya adherence mungkin disengaja atau tidak disengaja.. Strategi
yang paling efektif adalah dengan kombinasi beberapa strategi seperti edukasi,
modifikasi sikap, dan sistem yang mendukung. Strategi konseling untuk
meningkatkan adherence terapi obat antihipertensi adalah sebagai berikut :
 Nilai adherence pada setiap kunjungan
 Diskusikan dengan pasien motivasi dan pendapatnya
 Libatkan pasien dalam penanganan masalah kesehatannya
 Gunakan keahlian mendengarkan secara aktif sewaktu pasien menjelaskan
masalahnya
 Bicarakan keluhan pasien tentang terapi
 Bantu pasien dengan cara tertentu untuk tidak lupa meminum obatnya
 Sederhanakan regimen obat (seperti mengurangi frekuensi minum, produk
kombinasi)
 Minum obat disesuaikan dengan kebiasaan pasien sehari-hari
 Berikan informasi tentang keuntungan pengontrolan tekanan darah
 Beritahukan perkiraan efek samping obat yang mungkin terjadi
 Beritahukan informasi tertulis mengenai hipertensi dan obatnya bila
memungkinkan
 Petimbangkan penggunaan alat pengukur tekanan darah di rumah supaya pasien
dapat terlibat dalam penanganan hipertensinya
 Berikan pendidikan kepada keluarga pasien tentang penyakit dan regimen
obatnya
 Libatkan keluarga dan kerabatnya tentang adherence minum obat dan terhadap
gaya hidup sehat
 Yakinkan regimen obat dapat dijangkau biayanya oleh pasien
 Bila memungkinkan telepon pasien untuk meyakinkan pasien mengikuti
rencana pengobatannya

IX. Studi Kasus dan Penyelesaiann


1. Bapak jono berusia 63 tahun mengeluh sering sakit kepala dan nyeri pada bagian
pundak. Setelah dilakukan pemeriksaan tekanan darah diperoleh hasil 155/90
mmHg. Apakah obat pilihan “first line theraphy” untuk pasien usia lanjut?
A. Atenolol
B. Kandesartan
C. Hidroklorothiazid
D. Valsartan
E. Diltiazem
Dipiro. Pharmacotherapy Principles and Practice edisi 4
Penjelasan studi kasus nomor 1
 HIPERTENSI
Suatu penyakit yang didefiniskan sebagai peningkatan tekanan darah ≥
140/90 mmHg secara kronis.

 FAKTOR RESIKO
Faktor resiko dari pasien tersebut adalah usia, karena umumnya tekanan
darah akan bertambah secara berkala dengan bertambahnya usia.
 MANIFESTASI KLINIK
Termasuk hipertensi sekunder karena disertai gejala yaitu sakit kepala dan
bagian pundak
 MEKANISME Hidroklorothiazid
Sama seperti diuretik thiazida, yaitu dengan cara menghambat reabsorpsi Na
dan Cl di loop henle, mengakibatkan peningkatan ekskresi Na, Cl dan air
(diuresi) (Medscape.com).
 PIO Hidroklorothiazid
Indikasi : Hipertensi arterial, sebagai terapi primer atau kombinasi dengan
anti hipertensi lain.
Golongan obat:Thiazid;Dosis: 12,5-50 mg/hari;Aturan Pakai: 1 x sehari
12,5-25 mg
 KONTRAINDIKASI
Gagal ginjal dan gagal hati yang berat, hipokalemia refrakter, hiponatremia,
hiperkalsemia, hiperurikemia. Hipertensi selama kehamilan.
 EFEK SAMPING
Ruam kulit, hipotensi postural, pusing, kehilangan nafsu makan, gangguan
gastrointestinal, pusing, mual, muntah, diare, kram perut.

 INTERAKSI OBAT
Pemberian bersama obat kortikosteroid bisa meningkatkan gangguan
elektrolit terutama hipokalemia. Diuretik termasuk hidroklorotiazid dapat
mengurangi klirens lithium dari ginjal sehingga meningkatkan resiko
toksisitasnya.
Hidroklorotiazid dan NSAID, jika digunakan bersamaan, efek diuresis
kemungkinan menurun.
2. Tn Jimmy berobat kedokter mengeluhkan sesak nafas, nyeri dada, dan cepat
lelah. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter telah terjadi Aterosklerotik atau
penyumbatan oleh plak kolesterol di pembuluh darah dan dapat berakibat
hipertensi jika tidak di obati. Obat apakah yang cocok untuk mencegah terjadinya
penyumbatan plak kolesterol?
A. Amlodipin
B. Fish Oil
C. Gemfibrozil
D. Niasin
E. Simvastatin
Jawaban : B. Fish Oil (Minyak Ikan)
Minyak ikan yang banyak mengandung asam eikosapentanoat (EPO) dapat
mencegah terjadinya oksidasi LDL sehingga dapat menghindari migrasinya
makrofag menjadi plak (aterosklerosis).

 PIO Fish Oil


Indikasi : hiperlipidemia, hipertrigliserida, rheumatoid arthritis, penyakit
jantung coroner.
Dosis : 4 gr PO daily
Efek samping : mual, menambah berat badan, panas pada dada,
pendarahan
Kontraindikasi : Fish oil + aspirin (anticoagulan) , dalam periode waktu
tertentu berpotensi meningkatkan resiko pendarahan.
Interaksi Obat : aspirin, warfarin, heparin
DAFTAR PUSTAKA
DiPiro, Joseph T. et all. 2016. Pharmacotherapy Principles & Practice 4th Edition.
McGraw-Hill Education
DiPiro, Joseph T. et all. 2013. Pharmacotherapy Principles & Practice Study Guide 3 th
Edition. McGraw-Hill Education
DiPiro, Joseph T. et all. 2015. Pharmacotherapy Handbook 9 th Edition. McGraw-Hill
Education

Hypertension complicated by other diseases. Hypertension Research (2014) 37, 315–324;


doi:10.1038/hr.2014.10
PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT HIPERTENSI, 2006
Watch for Potential Changes in Canada’s Current Hypertension and Dyslipidemia
Guidelines. Medsask Vol.31 No. 2, 2014
Hubungan Kadar Profil Lipid dengan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat Etnik
Minangkabau di Kota Padang Tahun 2012 . Rahmat Feryadi, Delmi Sulastri, Husnil
Kadri. Jurnal.

Anda mungkin juga menyukai