Anda di halaman 1dari 35

FARMAKOTERAPI

GANGGUAN KOAGULASI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Farmakoterapi

Disusun oleh :

Kelompok 2/2A2

M. Gusti N Izkiliansyah
Heni Silfia Kartika NS
Ifkliyatul Ridhani Lina Herliana
Ima Krismayanti Maesaroh
Imelda Loho Mesye Gaghana
Indah Agustianasari Naton Purwanto
Indry Yuniarty Novia Marcy
Iqbal Safaat H Pipit Sugini
Irazati agustianasari

PROFESI APOTEKER

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG

2017
I. Definisi Hemofilia
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah
yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X. Hemofilia
berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah
dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia adalah suatu penyakit yang
diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut
dilahirkan (Katz, M. D., Kathryn, R. M., and Marie, A. C.B. 2013. Pharmacotheray
Principle and Practice Edition 3th . Mc Graw-Hill: United States).

II. Prevalensi

ORPHA Gangguan Estimasi Prevalensi/ Publikasi


Number insidensi (/100,000) Kasus
448 Hemophilia 6.25 /*
98878 Hemophilia A 4.85 P
98878 Hemophilia A 11.25 BP
98879 Hemophilia B 1.7 P*
903 Von Willebrand disease 12.5 P
3002 Immune thrombocytopenic purpura 25.0 P*
3002 Immune thrombocytopenic purpura 6.75 / *

Hemofilia A atau B adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan. Hemofilia A


terjadi sekurang - kurangnya 1 di antara 10.000 orang. Hemofilia B lebih jarang
ditemukan, yaitu 1 di antara 50.000 orang

Hemofilia tidak mengenal ras, perbedaan warna kulit atau suku bangsa. Hemofilia
paling banyak diderita hanya pada pria. Wanita akan benar-benar mengalami hemofilia
jika ayahnya adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah pembawa sifat (carrier). Dan
ini sangat jarang terjadi. Sebagai penyakit yang diturunkan, orang akan terkena hemofilia
sejak ia dilahirkan.

Mengutip Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI), Prof.


Djajiman Gatot memprediksi jumlah penderita hemofilia di Indonesia sudah menembus
20 ribu orang. Angka kejadian hemofilia di negara-negara berkembang memiliki rasio
1:10.000 (data tahun 2012). Kemungkinan penderita hemofilia telah meninggal sebelum
terdiagnosis. Misalnya, ketika seseorang sunat atau pendarahan terus-menerus saat
operasi lalu meninggal.
Penanganan hemofilia di Indonesia saat ini telah lebih baik dibandingkan 20 tahun
lalu, dimana jumlah pasien dewasa yang mengidap hemofilia tidak sampai 10 orang. Saat
ini jumlah pasien hemofilia pada golongan dewasa telah meningkat yang mencapai 77
orang. Anak-anak yang menderita hemofilia bisa tumbuh dewasa secara normal bila
kondisinya dikelola dengan baik melalui pengobatan dan penanganan yang tepat
ditambah dengan dukungan keluarga. Pasien dan keluarga perlu mendapat pengetahuan
yang mendalam agar mereka memahami bagaimana menghadapi penyakit ini. Di
Indonesia, satu-satunya asuransi yang menanggung biaya perawatan hemofilia adalah
Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Pusat
Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).

III. Patofisiologi

Guyton and Hall. 2012. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed.11. Jakarta: EGC

1. Darah mengandung:
a. Plasma Darah
b. Darah Beku :
- Eritrosit
- Leukosit
- Trombosit

Disini trombosit mengalami gangguan yang tidak bisa menghasilkan factor


VIII (AHF) yang menyebabkan darah sukar membeku.

2. Patogenesis
Trombosit tidak dapat menghasilkan AHF (Anti Hemophiliac Faktor).
Sehingga AHF darah kurang dari standart AHF ini berfungsi menunjang stabilisasi
fibris usntuk mengadakan pembekuan karena AHF kurang dari normal, sehingga
darah sukar terjadi pembekuan (Katz, M. D., Kathryn, R. M., and Marie, A. C.B.
2013. Pharmacotheray Principle and Practice Edition 3th . Mc Graw-Hill: United
States).

Faktor-faktor Pembekuan

I Fibrinogen
II Protrombin
III Tromboplastin jaringan
IV Kalsium (Ca2+)
V Proakselerin = Akselerator plasma globulin (Ac-glob)
VI Istilah ini tidak dipakai
VII Prokonvertin = Akselerator Konversi Protrombin Serum (Ac-PS)
VIII Globulin antihemofilik (AHG), Faktor A antihemofilik
IX Faktor Christmas, Faktor B Antihemofilik
X Faktor Stuart-Power; Akselerator konversi protrombin
XI Pendahulu Tromboplastin Plasma (PTA); Akselerator pembentukan trombin
XII Faktor Hageman
XIII Faktor Penstabil Fibrin
HMW-K Faktor Fitzgerald
Pre-K Prekalikrein
vWf Faktor von Wilebrand

Mekanisme Koagulasi (Sulistia, G.G, dkk. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 3.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta)

IV. Etiologi
Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu:
1. Hemofilia A (Hemofilia Klasik karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak
kekurangan faktor pembekuan pada darah), terjadi karena kekurangan Factor VIII protein
pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
2. Hemofilia B (disebut Christmas Disease; karena di temukan untuk pertama kalinya
pada seorang bernama Steven Christmas asal Kanada; terjadi karena kekurangan Factor
IX protein dalam darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
Hemofilia A dan B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, berdasarkan kadar Factor VIII
dan Factor IX di dalam darah:
1. Hemofilia Berat (kurang dari 1% dari jumlah normalnya) , dapat mengalami beberapa
kali perdarahan dalam sebulan. Kadang - kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa
sebab yang jelas.
2. Hemofilia Sedang (1% - 5% dari jumlah normalnya), perdarahan dapat terjadi akibat
aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan.
3. Hemofilia Ringan (5% - 30% dari jumlah normalnya), mengalami masalah perdarahan
hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius.
Wanita hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami
menstruasi (Katz, M. D., Kathryn, R. M., and Marie, A. C.B. 2013. Pharmacotheray
Principle and Practice Edition 3th . Mc Graw-Hill: United States).

V. Cara Pewarisan Hemofilia (Guyton and Hall. 2012. Buku ajar fisiologi
kedokteran. Ed.11. Jakarta: EGC)

a. Hemofilia adalah gangguan resesif terkait gen-x, yang diturunkan oleh perempuan
dan ditemukan secara dominan pada laki-laki.
b. Hemofilia juga dapat disebabkan oleh mutasi gen (Sumber: Muscari, Mary        E.
2005. Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC)

c. 70-80% penderita hemophilia mendapatkan mutasi gen resesif X-linked dari pihak
Ibu. Gen factor VIII dan factor IX terletak pada kromosom X dan bersifat resesif.,
maka penyakit ini dibawa oleh perempuan (karier, XXh) dan bermanifestasi klinis
pada laki-laki (laki-laki, XhY); dapat bermanifestasi klinis pada perempuan bila
kromosom X pada perempuan terdapat kelainan (X hXh).  (Robbins. 2007. Buku Ajar
Patologi, Edisi 7, Volume 2. Jakarta : EGC)
d. Penyebab hemofilia karena adanya defisiensi salah satu faktor yang diperlukan untuk
koagulasi darah akibat kekurangna faktor VIII atau XI, terjadi hambatan pembentukan
trombin yang sangat penting untuk pembentukan normal bekuan fibrin fungsional
yang normal dan pemadatan sumbat trombosit yang telah terbentuk pada daerah jejas
vaskular.

VI. Faktor Resiko


Riwayat keluarga dari duapertiga anak-anak yang terkena menunjukkan bentuk
bawaaan resesif terkait-x. Hemofilia A (defisiensi faktor VIII terjadi pada 1 dari 5000
laki-laki. Hemofilia B ( defisiensi faktor IX) terjadi pada seperlimanya.

VII. Manifestasi Klinis


a. perdarahan berlebihan dari tali pusat atau setelah sirkumsisi pada bayi
hemophilia baru lahir
b. hemofilia ringan, perdarahan lama hanya ketika luka
c. hemofilia sedang, perdarahan lama jika terjadi trauma/pembedahan
d. hemofilia berat, perdarahan lama terjadi secara spontan tanpa cedera
e. manifestasi umum: kulit memar, perdarahan memanjang akibat luka,
hematuria spontan.
f. Menurut  Perhimpunan Dokter  Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006)
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam menyatakan bahwa Hemartrosis paling
sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai berikut, sendi
lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan lainnya. Sendi
engsel lebih sering mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendi peluru
karena ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada
saat gerakan volunter maupun involunter, sedangkan sendi peluru lebih
mampu menahan beban tersebut karena fungsinya.

g. Hematoma intramaskuler terjadi pada otot – otot fleksor besar, khususnya pada
otot betis, otot-otot region iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah.
Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah yang nayata.
h. Pendarahan intracranial bisaterjadi secara spontan atau trauma yang       
menyebabkan kematian.
i. Retriperitoneal dan retrofaringeal yang membhayakan jalan nafas dan    
mengancam kehidupan.
j. Kulit mudah memar, Perdarahan memanjang akibat luka, Hematuria spontan,
Epiktasis, Hemartrosis (perdarahan pada persendian menyebabkannyeri,
pembengkakan, dan keterbatasan gerak, Perdarahan jaringan lunak.
k. Pembengkakan, keterbatasan gerak, nyeri dan kelainan degenerative pada
persendian yang lama kelamaan dapat mengakibatkan kecacatan.
VIII. Pemeriksaan Diagnostik
(Sudoyo, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Edisi 4. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)

1. Tes genotype untuk deteksi carrier berdasarkan analisis identifikasi mutasi


secara langsung.
2. Diagnosis antenatal sebenarnya dapat dilakukan pada ibu hamil dengan risiko.
Pemeriksaan aktivitas F VIII dan kadar antigen F VIII dalam darah janin pada
trimester kedua membantu menentukan status janin terhadap kerentanan
hemofilia A. Tes antinatal juga bisa dilakukan terhadap sel dari vilus / cairan
amniotik. Hasil kariotipe 48-72 jam melalui biakan limfosit menggunakan
teknik aspirasi berpadu ultrasonografi telah digunakan untuk mengambil
sampel jaringan janin selain darah.
3. Amniosentesis akan mendiagnosis hemophilia pada waktu prenatal.
4. Uji laboratorium (uji skrining untuk koagulasi darah)
1) Jumlah trombosit
2) Masa protrombin
3) Masa tromboplastin parsial
4) Masa perdarahan
5) Masa pembekuan thrombin
6) Assays fungsional faktor VII dan IX

IX. Algoritma terapi


a. Terapi Suportif
1. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan.
2. Lakukan Rice, Ice, Compressio, Elevation (RICE)  pada lokasi perdarahan
untuk .mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
3. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis  akut yang
terjadi setelah serangan akut hemartrosis.
4. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, hindari
analgetik yang mengganggu agregasi trombosit.
5. Melakukan kegiatan olahraga.
6. Rajin merawat gigi dan gusi.
7. Mengikuti program imunisasi.
8. Memberi informasi terkait hemofilia untuk dipantau.
(Katz, M. D., Kathryn, R. M., and Marie, A. C.B. 2013. Pharmacotheray Principle
and Practice Edition 3th . Mc Graw-Hill: United States)

b. Farmakologis antifaktor antibodi


VIII

berdarah tidak berdarah

titer rendah, < 5 BU, titer tinggi, > 5 BU,


titer rendah, < 5 BU
respon rendah respon tinggi

Kekebalan toleransi
Porcine Faktor VII,
faktor VII 100-200 Faktor VIIa 90-120 APCC 50-100 U/kg induksi dengan atau
dosis dan frekuensi
U/kg setiap mcg/ kg setiap 2 jam dua kali sehari tanpa terapi
= faktor VIII
imunosupresif

Pemeliharaan faktor
Terapi pengganti factor pembekuan

a. Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan,  konsentrat


maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak factor pembekuan
tersebut. Hal ini berfungsi untuk profilaktik/untuk mengatasi episode perdarahan.
Jumlah yang diberikan bergantung pada kadar plasma   faktor yang kurang.
b. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada anak dengan hemophilia A ringan sampai
sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan faktor VIII dan tidak lagi digunakan pada
hemophilia B.
c. Bila terjadi pendarahan/ luka pada penderita Hemofilia pengobatan definitif yang bisa
dilakukan adalah dengan metode RICE, singkatan dari Rest, Ice, Compression, dan
Elevation. Rest. Penderita harus senantiasa beristirahat, jangan banyak melakukan
kegiatan yang sifatnya kontak fisik. Ice. Jika terjadi luka segera perdarahan itu
dibekukan dengan mengkompresnya dengan es. Compression. Dalam hal ini, luka itu
juga harus dibebat atau dibalut dengan perban. Elevation. Berbaring dan meninggikan
luka tersebut lebih tinggi dari posisi jantung.
d. Pemberian kortikosteroid sangat membantu dalam untuk menghilangkan proses
inflamasi pada sinovitis akut hemartrosis. Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari
selama 5-7 haridapat mencegah terjadinya gejala sisaberupa kaku sendi (artrosis) yang
mengganggu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien hemophilia.
e. Kriopresipitate AHF. Salah satu komponen darah non selular yang merupakan
konsentrat plasma tertentu yang mengandung Faktor VIII, fibrinogen, dan factor von
Willebrand. Efek sampinya adalah alergi dan demam.
f. Terapi Gen. Merupakan vector retrovirus, adenovirus, dan adeno-associated virus.
Dengan cara memindahkan vector adenovirus yang membawa gen hemophilia ke
dalam sel hati.
X. Studi kasus dan Pembahasan
1. Seorang anak laki-laki usia 17 tahun mengidap penyakit hemofilia dibawa ke
rumah sakit terdekat karna mimisan dan ditemukan darah pada urin. Dokter
meresepkan desmopressin IV: 0,3 mcg / kg sekali perlahan-lahan selama 15-30
menit. Apakah efek samping dari penggunaan obat tersebut ?
a. diare
b. sakit kepala
c. batuk
d. bibir pucat
e. takikardia

Penyelesaian :

Efek saping desmopressin : sakit kepala, mual,sakit dan pembengkakan.

2. Seorang anak laki-laki berusia 2 tahun datang bersama ibunya dengan keluhan
gusi berdarah, pendarahan yang berkepanjangan dari luka cedera, dan tinja
yang kehitaman. Hasil diagnosa menunjukkan bahwa pasien terkena penyakit
von willebrand tipe 3. Apa andalan pengobatan pada penyakit tersebut ?
a. Asam traneksamat
b. Prothtrombin kompleks konsentrat (PCCs)
c. Kriopresipitat
d. Fresh frozen plasma (FFP)
e. Transfusi trombosit

Kemurnian virus menegah/ tingg


dilemahkan olek faktor VIII
 

Monitor faktor tingkat VIII, gejala,


aktivitas vWF, antigen vWF

Transfusi trombosit bisa dilakukan


dalam keadaan khusus

(Katz, M. D., Kathryn, R. M., and Marie, A. C.B. 2013. Pharmacotheray


Principle and Practice Edition 3th . Mc Graw-Hill: United States)

XI. Daftar Pustaka


Betz, Cecily L.. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2002. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Katz, M. D., Kathryn, R. M., and Marie, A. C.B. 2013. Pharmacotheray Principle and
Practice Edition 3th . Mc Graw-Hill: United States.

Guyton and Hall. 2012. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed.11. Jakarta: EGC.

Muscari, Mary E.. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik, E/3. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sudoyo, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Edisi 4. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Wong, Donna L.. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, E/4. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC.

World federation of Hemophilia, Canada.2005.


1. Antikoagulan

Obat-obat antikoagulan menghambat perkembangan dan pembesaran bekuan. Seharusnya


sudah jelas berdasarkan nama kelompok ini bahwa obat-obat ini bekerja dengan mengganggu
fase koagulasi hemostatis. Penggolongan obat-obatan ini yaitu :

a. Golongan heparin, mencakup senyawa-senyawa yang diberikan secara parenteral


( heparin dan heparin berbobot rendah) dan senyawa-senyawa yang diberikan secara
oral ( warfarin dan dikumarol),
b. Inhibitor thrombin langsung
c. Lain-lain.

Terapi antikoagulan memberikan profilaksis terhadap thrombosis vena dan arteri. Obat-
obat ini tidak dapat melarutkan bekuan yang telah terbentuk, tetapi dapat mencegah atau
memperlambat perluasan bekuan yang sudah ada. Senyawa-senyawa ini berguna untuk
mencegah thrombosis vena dalam dan embolisme paru. Terapi antikoagulan pada pasien-
pasien fibrilasi atrium telah mengurangi resiko embolisme sistemik dan stroke.

a. Warfarin

Warfarin adalah anti koagulan oral yang mempengaruhi sintesa vitamin K-yang berperan
dalam pembekuan darah- sehingga terjadi deplesi faktor II, VII, IX dan X. Ia bekerja di hati
dengan menghambat karboksilasi vitamin K dari protein prekursomya. Karena waktu paruh
dari masing-masing faktor pembekuan darah tersebut, maka hila terjadi deplesi faktor Vll
waktu protrombin sudah memanjang. Tetapi efek anti trombotik baru mencapai puncak
setelah terjadi deplesi keempat faktor tersebut. Jadi efek anti koagulan dari warfarin
membutuhkan waktu beberapa hari karena efeknya terhadap faktor pembekuan darah yang
baru dibentuk bukan terhadap faktor yang sudah ada disirkulasi. Warfarin tidak mempunyai
efek langsung terhadap trombus yang sudah terbentuk, tetapi dapat mencegah perluasan
trombus. Warfarin telah terbukti efektif untuk pencegahan stroke kardioembolik. Karena
meningkatnya resiko pendarahan, penderita yang diberi warfarin harus dimonitor waktu
protrombinnya secara berkala.

Farmakokinetik :

 Mula kerja biasanya sudah terdeteksi di plasma dalam 1 jam setelah pemberian.
 Kadar puncak dalam plasma: 2-8 jam.
 Waktu paruh : 20-60 jam; rata-rata 40 jam.
 Bioavailabilitas: hampir sempurna baik secara oral, 1M atau IV.
 Metabolisme: ditransformasi menjadi metabolit inaktif di hati dan ginjal.
 Ekskresi: melalui urine clan feses.

Farmakodinamik :

 99% terikat pada protein plasma terutama albumin.


 Absorbsinya berkurang hila ada makanan di saluran cerna.

Indikasi :

Untuk profilaksis dan pengobatan komplikasi tromboembolik yang dihubungkan dengan


fibrilasi atrium dan penggantian katup jantung ; serta sebagai profilaksis terjadinya emboli
sistemik setelah infark miokard (FDA approved). Profilaksis TIA atau stroke berulang yang
tidak jelas berasal dari problem jantung.

Kontraindikasi .

Semua keadaan di mana resiko terjadinya perdarahan lebih besar dari keuntungan yang
diperoleh dari efek anti koagulannya, termasuk pada kehamilan, kecenderungan perdarahan
atau blood dyscrasias dll.

Interaksi obat :

Warfarin berinteraksi dengan sangat banyak obat lain seperti asetaminofen, beta bloker,
kortikosteroid, siklofosfamid, eritromisin, gemfibrozil, hidantoin, glukagon, kuinolon,
sulfonamid, kloramfenikol, simetidin, metronidazol, omeprazol, aminoglikosida, tetrasiklin,
sefalosporin, anti inflamasi non steroid, penisilin, salisilat, asam askorbat, barbiturat,
karbamazepin dll.

Efek samping

Perdarahan dari jaringan atau organ, nekrosis kulit dan jaringan lain, alopesia, urtikaria,
dermatitis, demam, mual, diare, kram perut, hipersensitivitas dan priapismus.

Hati -hati :
Untuk usia di bawah 18 tahun belum terbukti keamanan dan efektifitasnya. Hati- hati bila
digunakan pada orang tua. Tidak boleh diberikan pada wanita hamil karena dapat melewati
plasenta sehingga bisa menyebabkan perdarahan yang fatal pada janinnya. Dijumpai pada
ASI dalam bentuk inaktif, sehingga bisa dipakai pada wanita menyusui.

Dosis :

Dosis inisial dimulai ,dengan 2-5 mg/hari dan dosis pemeliharaan 2-10 mg/hari. Obat
diminum pada waktu yang sama setiap hari. Dianjurkan diminum sebelum tidur agar dapat
dimonitor efek puncaknya di pagi hari esoknya. Lamanya terapi sangat tergantung pada
kasusnya. Secara umum, terapi anti koagulan harus dilanjutkan sampai bahaya terjadinya
emboli dan trombosis sudah tidak ada. Pemeriksaan waktu protrombin barns dilakukan setiap
hari begitu dimulai dosis inisial sampai tercapainya waktu protrombin yang stabil di batas
terapeutik. Setelah tercapai, interval pemeriksaan waktu protrombin tergantung pada
penilaian dokter dan respon penderita terhadap obat. Interval yang dianjurkan adalah 1-4
minggu.

b. Heparin

Heparin adalah bahan alami yang diisolasi dari mukosa intestinum porcine atau dari paru-
paru sapi. Obat bekerja sebagai anti koagulan dengan mempotensiasi kerja anti trombin III
(AT-III) membentuk kompleks yang berafinitas lebih besar dari AT -III sendiri, terhadap
beberapa faktor pembekuan darah, termasuk trombin, faktor IIa, IXa, Xa, XIa,dan XIla. Oleh
karena itu heparin mempercepat inaktifasi faktor pembekuan darah. Heparin biasanya tidak
mempengaruhi waktu perdarahan. Waktu pembekuan memanjang bila diberikan heparin
dosis penuh, tetapi tidak terpengaruh bila diberikan heparin dosis rendah. Heparin dosis kecil
dengan AT-III menginaktifasi faktor XIIIa dan mencegah terbentuknya bekuan fibrin yang
stabil. Penggunaan hefarin dimonitor dengan memeriksa waktu tromboplastin parsial (aPTT)
secara berkala. Penggunaan heparin untuk stroke akut masih diperdebatkan. Belum ada uji
klinis yang memberikan hasil yang konklusif. American Heart Association
merekomendasikan " penggunaan heparin tergantung pada preferensi dokter yang
menanganinya. Harus dimengerti bahwa penggunaan heparin bisa tidak memperbaiki hasil
akhir yang diperoleh pada penderita stroke iskemik akut ". Heparin dapat diberikan secara IV
atau SK. Pemberian secara IM tidak dianjurkan karena sering terjadi perdarahan dan
hematom yang disertai rasa sakit pada tempat suntikan. aPTT dimonitor ketat agar berkisar
1,5 kali nilai kontrol. Tujuan terapi adalah meminimalkan resiko transformasi infark
menjadi perdarahan dan memaksimalkan pengurangan resiko serangan ulang. Penderita
dengan infark luas (baik secara klinis maupun basil CT -scan kepala) mempunyai resiko
besar untuk mengalami transformasi tersebut, sehingga pemberian heparin sebaiknya
ditunda.

Farmakokinetik :

 Mula kerja : segera pada pemberian IV, 20-60 menit setelah pemberian SK
 Kadar puncak dalam plasma: 2 – 4 jam setelah pemberian SK
 Waktu paruh : 30-180 menit.
 Bioavailabilitas : karena tidak diabsorbsi di saluran cerna, harns diberikan secara
parenteral.
 Metabolisme : terutama di hati dan sistem retikuloendotelial (SRE) ; bisa juga di
ginjal
 Ekskresi : secara primer diekskresi oleh hati daD SRE.

Farmakodinamik : terikat pada protein plasma secara ekstensif.

Indikasi :

Dosis rendah untuk pencegahan stroke atau komplikasi tromboembolik. Profilaksis


trombosis serebral pada evolving stroke (masih diteliti).

Kontraindikasi :

hipersensitif terhadap heparin, trombositopeni berat, perdarahan yang tidak terkontrol.

Interaksi obat :

antikoagulan oral, aspirin, dextran, fenilbutazon, ibuprofen, indometasin, dipiridamol,


hidroksiklorokuin, digitalis, tetrasiklin, nikotin, anti histamin, nitrogliserin.

Efek samping :

perdarahan, iritasi lokal, eritema, nyeri ringan, hematom, ulserasi, menggigil, demam,
urtikaria, asma, rhinitis, lakrimasi, sakit kepala, mual, muntah,reaksi anafilaksis,
trombositopeni, infark miokard, emboli paru, stroke, priapismus, gatal dan rasa terbakar,
nekrosis kulit, gangren pada tungkai. Penggunaan 15.000 U atau lebih setiap hari selama
lebih dari 6 bulan dapat menyebabkan osteoporosis dan fraktur spontan.
Dosis :

dosis rendah dianjurkan untuk pencegahan stroke dan profilaksis evolving stroke. Pada
pemberian secara SK dimulai dengan 5000 U lalu 5000 U tiap 8-12 jam sampai 7 hari atau
sampai penderita sudah dapat dimobilisasi (mana yang lebih lama). Bila diberi IV, sebaiknya
didrips dalam larutan Dekstrose 5% atau NaCI fisiologis dengan dosis inisial 800 U/jam.
Hindari pemberian dengan bolus. Sesuaikan dosis berdasarkan basil aPTT (sekitar 1,5 kali
nilai normal). Pada anak dimulai dengan 50 U/kgBB IV bolus dengan dosis pemeliharaan
sebesar 100 U/kgBB/4jam perdrips atau 20.000 U/m2/24 jam dengan infus.

2. Trombolitik

Ini merupakan perbedaan penting yang harus diketahui untuk penggunaan klinis obat-
obat tersebut. Fibrinolisis adalah proses pemecahan fibrin yang menyatukan bekuan.
Peristiwa tersebut dimulai dengan aktivasi plasminogen menjadi plasmin. Aktivasi
plasminogen normalnya diinisiasi oleh activator plasminogen. Obat-obat trombolitik
adalah activator plasminogen.

Obat-obat anti trombolitik telah terbukti melisiskan bekuan dalam arteri-arteri dan
vena-vena dan membentuk kembali perfusi jaringan. Senyawa-senyawa ini digunakan untuk
penanganan embolisme paru, thrombosis vena dalam, dan tromboembolisme arteri. Obat-obat
trombolitik terbukti sangat berguna untuk penanganan serangan jantung akut yang
disebabkan oleh suatu bekuan dalam arteri koroner.
Singkatnya, Penggunaan obat anti trombotik bertujuan mempengaruhi proses
trombosis atau mempengaruhi pembentukan bekuan darah (clot) intravaskular, yang
melibatkan platelet dan fibrin. Obat anti platelet bekerja mencegah perlekatan (adesi) platelet
dengan dinding pembuluh darah yang cedera atau dengan platelet lainnya, yang merupakan
langkah awal terbentuknya trombus. Obat anti koagulan mencegah pembentukan fibrin yang
merupakan bahan esensial untuk pembentukan trombus. Obat trombolitik mempercepat
degradasi fibrin dan fibrinogen oleh plasmin sehingga membantu larutnya bekuan darah.

3. Anti Agregasi Trombosit (Anti Platelet)

Anti trombosit (anti platelet) adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit
sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan
pada sistem arteri. Beberapa obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin, sulfinpirazon,
dipiridamol, dekstran, tiklopidin, prostasiklin ( PGI-2 ). Obat anti trombosit yang telah
terbukti efektifitasnya dalam pencegahan stroke maupun penyakit yang mengalami agregasi
trombosit adalah :

a. Aspirin (asetosal, asam asetil-salisilat).

Aspirin bekerja mengasetilasi enzim siklooksigenase dan menghambat pembentukan enzim


cyclic endoperoxides. Aspirin juga menghambat sintesa tromboksan A-2 (TXA-2) di dalarn
trombosit, sehingga akhirnya menghambat agregasi trombosit. Aspirin menginaktivasi enzim-
enzim pada trombosit tersebut secara permanen. Penghambatan inilah yang mempakan cara
kerja aspirin dalam pencegahan stroke dan TIA (Transient Ischemic Attack). Pada endotel
pembuluh darah, aspirin juga menghambat pembentukan prostasiklin. Hal ini membantu
mengurangi agregasi trombosit pada pembuluh darah yang rusak. Penelitian akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa aspirin dapat menurunkan resiko terjadinya stroke, infark jantung non
fatal dan kematian akibat penyakit vaskular pada pria dan wanita yang telah pernah
mengalami TIA atau stroke sebelumnya.

Farmakokinetik :

 Mula kerja : 20 menit -2 jam.


 Kadar puncak dalam plasma: kadar salisilat dalarn plasma tidak berbanding lurus
dengan besamya dosis.
 Waktu paruh : asam asetil salisilat 15-20 rnenit ; asarn salisilat 2-20 jam tergantung
besar dosis yang diberikan.
 Bioavailabilitas : tergantung pada dosis, bentuk, waktu pengosongan lambung, pH
lambung, obat antasida dan ukuran partikelnya.
 Metabolisrne : sebagian dihidrolisa rnenjadi asarn salisilat selarna absorbsi dan
didistribusikan ke seluruh jaringan dan cairan tubuh dengan kadar tertinggi pada
plasma, hati, korteks ginjal , jantung dan paru-paru.
 Ekskresi : dieliminasi oleh ginjal dalam bentuk asam salisilat dan oksidasi serta
konyugasi metabolitnya.

Farmakodinamik :

Adanya makanan dalam lambung memperlambat absorbsinya ; pemberian bersama


antasida dapat mengurangi iritasi lambung tetapi meningkatkan kelarutan dan
absorbsinya. Sekitar 70-90 % asam salisilat bentuk aktif terikat pada protein plasma.

lndikasi :

Menurunkan resiko TIA atau stroke berulang pada penderita yang pernah menderita iskemi
otak yang diakibatkan embolus. Menurunkan resiko menderita stroke pada penderita resiko
tinggi seperti pada penderita tibrilasi atrium non valvular yang tidak bisa diberikan anti
koagulan.
Kontra indikasi .

hipersensitif terhadap salisilat, asma bronkial, hay fever, polip hidung, anemi berat, riwayat
gangguan pembekuan darah.

lnteraksi obat:

obat anti koagulan, heparin, insulin, natrium bikarbonat, alkohol clan, angiotensin
-converting enzymes.

Efek samping:

nyeri epigastrium, mual, muntah , perdarahan lambung.

Perhatian!

Tidak dianjurkan dipakai untuk pengobatan stroke pada anak di bawah usia 12 tahun karena
resiko terjadinya sindrom Reye. Pada orang tua harus hati- hati karena lebih sering
menimbulkan efek samping kardiovaskular. Obat ini tidak dianjurkan pada trimester terakhir
kehamilan karena dapat menyebabkan gangguan pada janin atau menimbulkan komplikasi
pada saat partus. Tidak dianjurkan pula pada wanita menyusui karena disekresi melalui air
susu.

Dosis :

FDA merekomendasikan dosis: oral 1300 mg/hari dibagi 2 atau 4 kali pemberian. Sebagai
anti trombosit dosis 325 mg/hari cukup efektif dan efek sampingnya lebih sedikit.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf merekomendasikan dosis 80-320 mg/hari untuk
pencegahan sekunder stroke iskemik.

b. Tiklopidin

Tiklopidin adalah inhibitor agregasi platelet yang bekerja menghalangi ikatan antara platelet
dengan fibrinogen yang diinduksi oleh ADP (Adenosin Di Pospat) secara irreversibel, serta
menghalangi interaksi antara platelet yang mengikutinya. Proses ini menyebabkan
penghambatan pada agregasi platelet dan pelepasan isi granul platelet. Penderita yang diberi
Tiklopidin harus dimonitor jumlah netrofil dan trombositnya setiap dua minggu selama 3
bulan pertama pengobatan. Netropeni berat dapat terjadi dalam waktu 3 minggu sampai 3
bulan sejak pengobatan dimulai. Karena waktu paruhnya panjang, maka penderita yang
berhenti mendapat Tiklopidin dalam waktu 90 hari sejak dimulai harus tetap dimonitor darah
lengkap clan hitung jenis lekositnya. Kadang-kadang dapat terjadi trombositopeni saja atau
kombinasi dengan netropeni.

Tiklopidin adalah obat pilihan pertama untuk pencegahan stroke pada wanita yang pemah
mengalami TIA serta pada pria dan wanita yang pemah mengalami stroke non
kardioembolik. Walaupun Tiklopidin telah terbukti efektif pada pria yang pernah mengalami
TIA, tetapi obat ini merupakan pilihan kedua bila tidak ada intoleransi terhadap aspirin.

Farmakokinetik :

 Mula kerja : diabsorbsi cepat.


 Kadar puncak dalam plasma: 2 jam.
 Waktu paruh : 4-5 hari.
 Bioavailabilitas : > 80%.
 Metabolisme : terutama di hati .
 Ekskresi : 60% melalui urine daD 23% melalui feses

Farmakodinamik :

 bioavailabilitas oral meningkat 20% bila diminum setelah makan ; pemberian bersama
makan dianjurkan untuk meningkatkan toleransi gastrointestinal.
 98% terikat secara reversibel dengan protein plasma terutama albumin dan
lipoprotein.

Indikasi :

Mengurangi resiko stroke trombotik pada penderita yang pemah mengalami prekursor
stroke atau pemah mengalami stroke merupakan pilihan bila terjadi intoleransi terhadap
aspirin.

Kontraindikasi :

Hipersensitivitas terhadap Tiklopidin, kelainan darah (misalnya netropeni, trombositopeni),


gangguan pembekuan darah, perdarahan patologis aktif (misalnya perdarahan lambung,
perdarahan intrakranial), gangguan fungsi hati berat.

Interaksi obat

aspirin, antasida, simetidin, digoksin, teofilin, fenobarbital, fenitoin, propanolol, heparin,


antikoagulan oral, obat tibrinolitik.
Efek samping :

 Paling sering : diare, mual, dispepsia, rash, nyeri gastrointestinal, netropeni, purpura,
pruritus, dizziness, anoreksia, gangguan fungsi hati.
 Kadang-kadang ecchymosis, epistaksis, hematuria, perdarahan konjunktiva,
perdarahan gastrointestinal, perdarahan perioperatif, perdarahan intraserebral,
urtikaria, sakit kepala, asthenia, nyeri, tinnitus.

Perhatian!

Pada usia di bawah 18 tahun belum terbukti keamanan dan efektifitasnya. Tidak dianjurkan
pada penderita gangguan fungsi hati berat. Penggunaan selama kehamilan hanya bila sangat
dibutuhkan. Bila diberi pada wanita menyusui harus dihentikan menyusuinya.

Dosis :

Dewasa dan orang tua : 2 x 250 mg/hari diminum bersama makanan. Tidak dianjurkan
untuk usia di bawah 18 tahun. Dosis yang direkomendasikan Perdossi adalah 250-500
mg/hari pada penderita yang tidak tahan dengan aspirin.

Daftar Pustaka

Stringer Janet L. Konsep Dasar Farmakologi.edisi 3. EGC.Jakarta:2008

library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-aldy4.pdf
Hemostasis

a.      Pengertian Hemostasis

Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses yang
amat kompleks, berlangsung terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara
spontan, serta menghentikan pendarahan akibat adanya kerusakan sistem pembuluh darah.
Proses ini mencakup pembekuan darah (koagulasi) dan melibatkan pembuluh darah, agregasi
trombosit  (platelet) serta  protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan maupun yang
melarutkan bekuan.

      Pada hemostasis primer terjadi vasokonstriksi inisial pada pembuluh darah yang cedera
sehingga aliran darah di sebelah distal cedera terganggu. Vasokonstriksi merupakan respon
segera terhadap cedera, yang diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen pada dinding
pembuluh yang terpajan dengan cedera dengan perantara faktor von Willbrand. Trombosit
yang teraktivasi menyebabkan reseptor trombosit Gp IIb/IIIa siap menerima ligan fibrinogen
dan terjadi agregasi trombosit dan membentuk plak trombosit yang menutup luka/truma .
Proses ini kemudian diikuti proses hemostasis sekunder yang ditandai dengan aktivasi
koagulasi melalui jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik.

b.      Macam-macam luka dan Upaya pengendaliannya

         Gambar. Luka tertutup & luka Terbuka

Luka dapat didefinisikan sebagai rusaknya kesinambungan dinding pembuluh darah di suatu
tempat, sehingga terjadi hubungan langsung antara ruang intravaskuler dengan ruang
ekstravaskuler, termasuk dunia luar.

Dengan demikian, luka dapat digolongkan menjadi Luka Tertutup dan Luka terbuka. Dari
kedua luka tersebut mempunyai dampak yaitu terjadinya kehilangan cairan yang dapat
membawa pada renjatan atau shock bila tidak ada usaha untuk mengendalikannya.
Pengendalian luka oleh tubuh dibagi menjadi 3 tahap. Tahap pertama ialah usaha untuk
mengendalikan luka, yang berakhir dengan terbentuknya gumpalan darah (clot) yang berguna
untuk menghentikan pendarahan. Tahap kedua ialah penghancura gumpalan darah atau
resorpsi. Tahap ketiga ialah pembentukan kembali struktur semula (regenerasi) yang rusak
pada waktu luka

Pembekuan Darah

a.      Faktor Pembekuan darah

Di awal abad 20, Howell mengatakan bahwa ada 4 faktor penggumpal darah, yaitu
tromboblastin, protrombin, Ca 2+  dan fibrinogen. Dewasa ini telah diketahui paling tidak ada
12 faktor yang diperlukan dalam penggumpalan darah, seperti yang tampak pada table
berikut ini.

Faktor Nama
I Fibrinogen

II Protrombin

III Tromboplastin ( faktor jaringan)

IV Ca2+

V Proakselerin = globulin akselerator (Ac-glob)

VII Prokonvertin

VIII Faktor antihemofilia, globulin antihemofilia (AHG)

IX Komponen Tromboplastin plasma (faktor christmas)

IX Faktor stuart-power

X Anteseden tromboplastin plasma (PTA)

XII Faktor hageman

XIII Faktor Laki-Lorand


Tabel 1.1 faktor pembekuan darah. 3
b.      Proses Pembekuan Darah ( Koagulasi )

Mekanisme pembekuan darah merupakan hal yang kompleks. Mekanisme ini dimulai bila
terjadi trauma pada dinding pembuluh darah dan jaringan yang berdekatan, pada darah, atau
berkontaknya darah dengan sel edotel yang rusak atau dengan kolagen atau unsure jaringan
lainnya di luar sel endotel pembuluh darah. Pada setiap kejadian tersebut, mekanisme ini
menyebabkan pembentukan activator protrombin, yang selanjutnya akan mengubah
protrombin menjadi thrombin dan menimbulkan seluruh langkah berikutnya.

Mekanisme secara umum, pembekuan terjadi melalui tiga langkah utama:

1)      Sebagai respon terhadap rupturnya pembuluh darah yang ruak, maka rangkaian reaksi
kimiawi yang kompleks terjadi dalam darah yang melibatkan lebih dari selusin factor
pembekuan dara. Hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu kompleks substansi teraktivasi
yang disebut activator protrombin.

2)      Aktivator protrombin mengkatalisis pengubahan protrombin menjadi thrombin.

3)      Trombin bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi benang fibrin yang
merangkai trombosit, sel darah, dan plasma untuk membentuk bekuan.

Mekanisme Koagulasi, terdiri dari dua jalur yaitu :

1)      Melalui jalur Ekstrinsik yang dimulai dengan terjadinya trauma pada dinding pembuluh
dan jaringan sekitarnya

2)      Melalui jalur Instrinsik yang berawal di dalam darah itu sendiri.

3)      Pada kedua jalur ini, baik Ekstrinsik maupun Instrinsik, berbagai protein plasma,
terutama betaglobulin, memegang peranan utama. Bersama dengan factor-faktor lain yang
telah diuraikan dan terlibat dalam proses pembekuan, semuanya disebut factor-faktor
pembekuan darah, dan pada umumnya, semua itu dalam bentuk enzim-enzim proteolitik yang
inaktif. Bila berubah menjadi aktif, kerja enzimmatiknya akan menimbulkan proses
pembekuan berupa reaksi-reaksi yang beruntun dan bertingkat.

Mekanisme Pembekuan darah


Sebagian besar factor pembekuan ditandai dengan angka Romawi. Bila kita ingin
mengatakan bentuk factor yang telah teraktivasi,maka kita harus menambah huruf “a” setelah
angka romawi,.

A.    Mekanisme Ekstrinsik

Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembentukan activator protrombin dimulai dengan


dinding pembuluh luar yang rusak, dan berlangsung melalui langkah-langkah, yaitu :

1.      Pelepasan factor jaringan. Jaringan yang luka melepaskan beberapa factor yang disebut
factor jaringanatau tromboblastin jaringan. Faktor ini terutama terdiri dari fosfolipid dari
membrane jaringan dan kompleks lipoprotein yang mengandung enzim preteolitik yang
tinggi.

2.      Aktivasi Faktor X- peranan factor VII dan factor jaringan. Kompleks lipoprotein dari
factor jaringan selanjutnya bergabung dengan factor VII dan bersamaan dengan hadirnya ion
kalsium, factor ini bekerja sebagai enzim terhadap factor X untuk membentuk factor X yang
teraktivasi.

3.      Efek dari factor X yang teraktivasi dalam membantu aktifator protrombin-peranan


factor V. Faktor X yang teraktivasi segera berikatan dengan fosfolipid jaringan, atau dengan
fosfolipidtambahan yang dilepaskan dari trombosi, juga dengan factor V, yang membentuk
senyawa yang disebut activator protrombin. Kemudian senyawa ini memecah protrombin
menjadi trombin, dan berlangsunglah proses pembekuan darah. Pada tahap permulaan, factor
V yang terdapat dalam kompleks activator protrombin bersifat inaktif, tetapi sekali proses
pembekuan darah ini dimulai dan thrombin mulai terbentuk, kerja proteolitik dari thrombin
akan mengaktifkan akselerator tambahan yang kuat dalam mengaktifkan protrombin. Pada
akhirnya, factor X yang teaktivasilah yang menyebabkan pemecahan protrombin menjadi
thrombin.

B.     Mekanisme Instrinsik

       Mekanisme kedua untuk pembentukan activator protrombin, dan dengan demikian juga
merupakan awal dari proses pembekuan, dimulai dengan terjadinya trauma terhadap darah itu
sendiri atau berkontak dengan kolagen pada dinding pembuluh darahyang rusak, dan
kemudian berlangsunglah serangkaian reaksi yang bertingkat.

1.      Pengaktifan factor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena
trauma. Trauma terhadap darah atau berkontaknya darah dengan kolagen pembuluh
darahakan mengubah dua factor pembekuan penting dalam darah: Faktor XII dan Trombosit.
Bila factor XII terganggu, misalnya karena berkontak dengan kolagen atau dengan
permukaan yang basah seperti gelas, ia akan berubah menjadi bentuk baru yaitu sebagai
enzim proteolitik yang disebut factor XII yang teraktivasi. Pada saat bersamaan,trauma
terhadap darah juga akan merusak trombosit akibat bersentuhan dengan kolagen atau dengan
permukaan basah,dan ini akan melepaskan fosfolipid trombosit yang mengandung
lipoprotein, yang disebut 3 faktor pembekuan selanjutnya.

2.      Pengaktifan factor XI, Faktor XII yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap
factor XI dan juga mengaktifkannya, ini merupakan langkah kedua dalam jalur Instrinsik.
Reaksi ini memerlukan Kininogen HMW( berat molekul tinggi), dan dipercepat oleh
prekalikrein.
3.      Pengaktifan factor IX oleh factor XI yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap
factor XI dan mengaktifkannya.

4.      Pengaktifan factor X-peranan Faktor VIII. Faktor IX yang teraktivasi, yang bekerja
sama dengan factor VIII teraktivasi dan dengan Fosfolipid trombosit dan factor 3 dari
trombosit yang rusak, mengaktifkan factor X.

5.      Kerja factor X teraktivasi dalam pembentukan aktivastor protrombin-peranan factor V.


Langkah dalam jalur instrinsik ini pada prinsipnya sama dengan langkah pada jalur
ekstrinsik. Artinya, Faktor X yang teraktivasi berbentuk suatu kompleks yang disebut
activator protrombin.

a.      Peranan ion kalsium dalam jalur instrinsik dan ekstrinsik

      Ion kalsium diperlukan untuk mempermudah dan mempercepat semua reaksi. Oleh
karena itu, tanpa ion kalsium, pembekuan darah tidak terjadi. Kadar ion kalsium dalam tubuh
jarang sekali turun sedemikian rendah sehingga nyata mempengaruhi kinetic pembekuan
darah. Sebaliknya, bila darah di keluarkan dari tubuh manusia, pembekuan dapat dicegah
dengan menurunkan kadar ion kalsium sampai di bawah ambang pembekuan, dengan cara
deionisasi kalsium yaitu mereaksikannya dengan zat-zat lain seperti ion sitrat atau dengan
mengendapkan kalsium dngan ion oksalat. 1

b.      Interaksi antara jalur intrinsik dan ekstrinsik

                               Pembuluh darah rusak, pembekuan dimulai oleh kedua jalur secara


bersamaan. Factor jaringan mengawali jalur ekstrinsik, sedangkan berkontaknya factor XII
dan trombosit dengan kolagen di dinding pembuluh mengawali jalur instrinsik. Suatu
perbedaan yang sangat penting antara jalur ektrinsik dan jalur intrinsic ialah bahwa jalur
ektrinsiksipatnya dapat ekplosit, sekali dimulai, kecepatan prosesnya hanya dibatasi oleh
jumlah factor jaringan yang dilepaskan oleh jaringan yang cidera, dan oleh jumlah factor X,
VII, dan V yang terdapat dalam darah. Pada cidera jaringan yang hebat, pembekuan dapat
terjadi dalam 15 detik. Jalur intrinsic prosesnya jauh lebih lambat, biasanya memerlukan
waktu 1-6 menit untuk menghasilkan pembekuan.
Lintasan instrinsik dimulai dengan fase kontak dengan prekalikrein, kininogen dengan berat
molekul tinggi, faktor XII dan faktor XI terpajan pada permukaan pengaktif yang bermuatan
negatif. Kalau komponen dalam fase kontak terkait pada permukaan pengaktif, faktor XII
akan diaktifkan menjadi faktor XIIa pada saat proteolisis oleh kalikrein. Begitu faktor XIIa
mengaktifkan faktor XI menjadi XIa dan juga melepaskan bradikinin dari kininogen dengan
berat molekul tinggi. Faktor XIa dengan adanya ion Ca2+ mengakitfkan faktor IX menjadi
enzim serin protease, yaitu faktor IXa. Faktor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-Ile
dalam faktor X untuk menghaasilkan faktor Xa. Reaksi belakangan ini memerlukan perakitan
komponen, yang dinamakan komplek tenase, pada permukaan trombosit aktif, yaitu :
Ca2+ dan faktor VIIIa disamping faktor IXa dan faktor X. Faktor VIII diaktifkan oleh trombin
dengan jumlah yang sangat kecil hingga terbentuk faktor VIIIa, yang selanjutnya diinaktifkan
oleh trombin dalam proses pemecahan selanjutnya.

            Lintasan ekstrinsik melibatkan faktor jaringan, faktor VII, X serta Ca 2+ dan
meghasilkan faktor Xa. Faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VII dan mengaktifkannya.
Faktor jaringan bekerja sebagai kofaktor untuk faktor VIIa untuk mengaktifkan faktor X.
Pada lintasan terakhir yang sama, faktor Xa yang dihasilkan oleh lintasan intrinsik dan
ekstrinsik, akan mengaktifkan protombin menjadi trombin yang kemudian mengubah
fibrinogen menjadi fibrin. Pengaktifan protombin terjadi pada permukaan trombosit aktif dan
memerlukan perakitan kompleks proetombinase yang terdiri atas fosfolipid anionik platelet,
Ca2+, faktor Va, faktor Xa dan protombin. Selain mengubah fibrinogen menjadi fibrin,
trombin juga mengubah faktor XIII menjadi faktor XIIa. Faktor ini merupakan
transglutaminase yang sangat spesifik dan membentuk ikatan silang  secara kovalen antar
molekul fibrin dengan membentuk ikatan peptida antara gugus amida residu glutamin dan
gugus ε mino residu lisin, sehingga menghasilkan bekuan fibrin yang lebih stabil dengan
peningkatan resistensiterhadap proteolisis. 
Gambar pembekuan darah

c.       Regulasi Thrombin

Thrombin yang  aktif terbentuk dalam proses hemostasis atau thrombosis, konsentrasinya


harus dikontrol secara cermat untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut atau
pengaktifan trombosit.

Pengontrolan ini dilakukan melalui 2 cara yaitu:

1.      Thrombin beredar dalam darah sebagai prekorsor inaktif, yaitu protrombin. Pada  setiap
reaksinya, terdapat mekanisme umpan balik yang akan menghasilkan keseimbangan antara
aktivasi dan inhibisi.

2.      Inaktivasi setiap thrombin yang terbentuk oleh zat inhibitor dalam darah.

C.     Resorpsi Gumpalan Darah

Apabila pembekuan darah sudah terbentuk secara sempurna, massa gumpalan itu sendiri akan
akan menyumbat bagian pembuluh darah yang mengalami cidera disekitarnya. Dalam
penyembuhan luka, kesinambungan pembuluh darah dapat dipulihkan, sehingga gumpalan
darah kemudian terkurung dalam suatu dalam pembuluh darah yang harus disingkirkan.
Dalam hal ini massa gumpalan harus dilenyapkan. Proses resorpsi massa gumpalan darah
dinamai fibrinolisis, yang juga memerlukan enzim, yaitu enzim proteolitik yang bernama
fibrinolisis atau plasmin.
Serat fibrin sendiri mengaktifkan suatu factor yang terdapat didalam darah dan berbagai
jaringan, yaitu profibrinokinase (profibrinolisokinase) menjadi bentuk aktif, yaitu
fibrinokinase (fibrinolisokinase). Selanjutnya, fbrinokinase ini akan mengaktifkan plasmin
(fibrinolisin) yang didalam darah berada dalam bentuk tidak aktif, yaitu plasminogen
(profibrinolisis). Plasmin atau fibrinolisin yang aktif ini adalah suatu enzim proteolitik yang
sangat kuat, sehingga serat-serat fibrin yang tidak larut dan selanjutnya dipecah menjadi
peptida kecil-kecil.

Bakteri stafilokokus menghasilkan enzim stafilokinase, sedangkan bakteri stertokokus


menghasilkan stertokinase. Kedua enzim ini mampu mengaktifkan plasminogen atau
profibrinolisin menjadi plasmin atau fibrinolisin.

Dalam keadaan sehari-hari pristiwa resorpsi gumpalan darah ini dapat dilihat dengan mudah
pada luka yang terjadi dipermukaan tubuh. Biasanya luka tersebut akan ditutupi oleh
gumpalan darah, yang kemudian mengering dan bercampur dengan lapisan tanduk dari kulit
untuk menjadi keropeng (krusta). Bila keropeng ini ditekan, akan kelihatan cairan serum yang
tidak berwarna terperas keluar. Keropeng ini dari hari ke hari  makin mengecil dan akhirnya
akan terlepas dan di bawahnya digantikan oleh jaringan baru yang telah bertaut. Tindakan
untuk menjaga kebersihan luka di permukaan tubuh menjadi sangat penting, mengingat
adanya sejumlah kuman yang mampu mengaktifkan plasminogen atau prifibrinolisin menjadi
plasmin atau fibrinolisin dalaam jumlah yang berlebihan. Akibatnya gumpalan darah penutup
luka dan yang dimaksudkan juga untuk menghalangi masuknya kuman, Menjadi rusak
sehingga kuman dapat masuk.

D.    Anti Koagulasi

Senyawa yang dapat menghambat penggumpalan darah dinamakan antikoagulan.


Antikoagulasi ada yang bekerja dengan cara mengganggu pematangan protein factor
penggumpalan yaitu antagonis vitamin K seperti dikumorol, selain itu ada juga antikoagulan
yang bekerja dengan mengaktifkan antitrombin, yaitu Heparin, menghambat kerja thrombin
yang sudah aktif dalam mengkatalis proses penggumpalan darah.

Gangguan Pembekuan Darah

Gangguan pada tingkat pembuluh darah. Hal ini disebabkan oleh adanya kekurangan vitamin
C dalam jumlah yang banyak dan dalam jangka waktu yang agak lama, yang berujung pada
kerapuhan pemmbuluh darah, terutama pembuluh darah kapiler. Akibatnya, mudah terjadinya
pendarahan bahkan oleh trauma ringan sekalipun.

Gangguan pada tingkat trombosit. Hal ini disebabkan adanya penurunan jumlah trombosit
yang mengakibatkan gangguan pada penggumpalan darah. Faktor penyabab berkurangnya
trombosit ini, bisa disebabkan berkurangnya jumlah megakaryosit yang mana merupakan
pembentukan sel asalnya yang berada di sumsum tulang. Hal ini dinamakan Amegakaryocyte
thrombopenia purpura (ATP). Selain disebabkan oleh Amegakaryocyte thrombopenia
purpura, penurunan jumlah tromosit juga dapat disebabkan karena beberapa penyakit virus
yang mengakibatkan penurunan jumlah trombosit dalam darah. Keadaan ini disebut
idiopathic thrombocytopenia purpura (ITP) . Salah satu contohnya adalah pada penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada DBD terjadi penurunan tajam dari jumlah trombosit
di dalam darah tepi, sehingga peenderita tiap saat terancam oleh bahaya pendarahan.

Pada penyakit pembuluh darah, termasuk aterosklerosis, trombosit cenderung mudah


beragregasi. Gerombolan trombosit ini akan mengendap dan melekat di suatu tempat,
menimbulkan trombus, yang mengganggu aliran darah ke hilir. Trombus ini dapat terlepas
menjadi embolus dapat menimbulkan akibat yang parah.

Gangguan pada faktor penggumpalan. Kelainan ini dapat disebabkan oleh 3 faktor. Pertama,
kelainan genetik. Kedua, kelainan karena kerusakan organ yang membuatnya. Dan yang
ketiga, kelainan yang disebabkan oleh adanya masalah pada faktor pendukung proses sintesis.

Ada beberapa jenis penyakit kelainan penggumpalan darah yang disebabkan oleh kelainan
gen, yaitu hemofilia. Ada 2 jenis hemofilia yaitu hemofilia A dan hemofilia B. Hemofilia A
merupakan penyakit yang terkenal dalam sejarah karena menyangkut anak keturunan dari
Ratu Victoria yang memerintah Inggris Raya di sebagian besar abad XIX. Penyakit ini
disebabkan oleh kelainan gen tang menjadikan faktor VIII atau AHG. Meskipun gen ini
terdapat di kromosom x namun bersifat resesif sehingga laki – laki yang lebih sering menjadi
penderita dibandingkan perempuan.

Hemofilia B disebut juga penyakit christmas atau faktor XI. Gen ini juga terdapat di
kromosom x dan bersifat resesif. Pada penyakit Hemofilia A dan Hemofilia B sama – sama
menunjukkan ketidakmampuan darah untuk melakukan penggumpalan.  Hanya gen dari
faktor inilah yang terdapat di kromosom x, sedangkan faktor penggumpalan lain disebut
otosom. Penyakit von willebrand adalah salah satu contoh penyakit genetik otosom. Penyakit
ini ditandai dengan adanya gangguan pada kemampuan trombosit untuk melekat pada
permukaan dan juga gangguan pada faktor VIII. Darah si penderita masih dapat menggumpal,
hanya saja membutuhkan waktu yang lama. Kelainan penggumpalan lain yang disebabkan
oleh genetik otosom ialah kelainan pada faktor V yang dinamakan parahemofilia, faktor VII
dan faktor X (stuart). Selain itu, ada pula penyakit afibrinogenemia yang juga merupak
genetik otosom yang dicirikan dengan tidak adanya fibrinogen dalam darah oleh karena
penderita tidak mampu mensintesis fibrinogen sendiri. Saat ia terancam bahaya pendarahan,
ia harus diberikan fibrinogen dari luar tiap 10 – 14 hari karena biasanya fibrinogen akan
lenyap dalam waktu 12 – 21 hari.

Anda mungkin juga menyukai