Anda di halaman 1dari 9

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PENYEBARAN ISLAM DI SULAWESI

Kelompok 4 :
1. Jenny Maulina C (16/ XII IPS 2)
2. Kenanga Kusuma M (17/ XII IPS 2)
3. Mila Rokhayati (18/ XII IPS 2)
4. M Anugrah R P (19/ XII IPS 2)
5. M Atha Naufal (20/ XII IPS 2)
6. Shofi Alifah N (30/ XII IPS 2)

SMA N 1 KOTA MUNGKID

TAHUN PELAJRAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Segala  puji  hanya  milik  Allah SWT.  Shalawat  dan  salam  selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW.  Berkat  limpahan  dan rahmat-Nya penyusun  mampu 
menyelesaikan  tugas  makalah ini guna memenuhi tugas makalah Agama Islam
(penyebaran islam di sulawesi )
Agama  sebagai  sistem  kepercayaan  dalam  kehidupan  umat  manusia  dapat 
dikaji  melalui  berbagai  sudut  pandang.  Islam  sebagai  agama  yang  telah  berkembang 
selama  empat  belas  abad  lebih  menyimpan  banyak  masalah  yang  perlu  diteliti,  baik 
itu  menyangkut  ajaran  dan  pemikiran  keagamaan  maupun  realitas  sosial,  politik, 
ekonomi  dan  budaya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan
perkembangan islam di daerah Sulawesi, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun
dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang
dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,  kepada  dsaya  meminta  masukannya 
demi  perbaikan  pembuatan  makalah  saya  di  masa  yang  akan  datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Magelang, 21 November 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah


Perkembangan Islam di Sulawesi menarik untuk dibahas, karena akan menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan yang luas. Dengan membahas proses masuk dan
berkembangnya Islam di Sulawesi kita dapat mengetahui kerajaan-kerajaan dan raja yang
berpengaruh terhadap perkembangan Islam, tradisi dan bukti perkembangan Islam di
Sulawesi, beserta cara agama Islam masuk ke Sulawesi. Perkembangan agama Islam di
Sulawesi tidak sepesat perkembangan agama Islam di Jawa dan Sumatera. Sebab
pertentangan Islam terhadap kerajaan yang belum menganut agama Islam dilakukan demi
kepentingan politik. Bersamaan dengan perkembangan agama Islam maka berdirilah
kerajaan Islam di Indonesia yaitu Demak, Pajang, Mataram, Banten, Kalimantan,
Sulawesi, dan Sumatera. 
Pada dasarnya secara geografis dan kondisi alam wilayah Sulawesi lebih
bersahabat dibandingkan wilayah Klaimantan, karena wilayah Sulawesi hampir sama
seperti kondisi Jawa. Meskipun hubungan antar suku di wilayah Sulawesi kurang
harmonis, namun dakwah tetap berkembang baik di wilayah Sulawesi Selatan. Kubu yang
terkadang bertentangan adalah Bosowa atau Bone Soppeng, Wajo dengan suku Makasar.
Perkembangan Islam di wilayah Sulawesi selain Sulawesi Selatan seperti Sulawesi
Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara masih perlu ditingkatkan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana keadaan masyarakat Sulawesi sebelum dan sesudah datangnya Islam?
2.      Bagaimana proses masuknya Islam di Sulawesi?
3.      Apa saja bukti-bukti peninggalan sejarah Islam di Sulawesi?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui keadaan  masyarakat Sulawesi sebelum dan sesudah datangnya
Islam.
2.      Untuk mengetahui proses masuknya Islam di Sulawesi.
3.      Untuk mengetahui bukti-bukti peninggalan sejarah Islam di Sulawesi.    
BAB II
PROSES MASUKNYA ISLAM DI SULAWESI

2.1.   PROSES MASUKNYA ISLAM DI SULAWESI

 2.1.1 Melalui Pedagang

Kalau kita melihat dari sumber sejarah, bahwa penyebaran Islam di Indonesia
khususnya di Sulsel dilakukan oleh parah saudagar Muslim yang mengadakan kontak
dagang antarpulau baik dengan pedagang dalam negeri maupun dengan dagang
antarnegara. Dapatlah dipahami bahwa yang mula-mula membawa agama Islam ke
Sulsel adalah pelaut-pelaut dari Arab, kemudian saudagar-saudagar India, dan Iran.
Selanjutnya Islam disiarkan oleh pedagang-pedagang dari Melayu dan dari Jawa.
Berdasarkan kajian sejarah Islam sudah berpengaruh di Jawa sekitar tahun 1500-1550
M yaitu pada masa pemerintahan Kerajaan Demak. Pengaruh Islam semakin kuat
setelah Malaka direbut oleh Portugis pada tahun 1511 M. Setelah jatuhnya Malaka
ketangan Portugis, semakin banyak kerajaan Islam di Pulau Jawa dan sekitarnya.
Kerajaan di pesisir pantai di Pulau Jawa, Kalimantan, Sulsel dan Maluku mulai
berinteraksi dengan pedagang-pedagang Melayu yang beragama Islam. Berdirinya
kerajaan-kerajaan di pesisir Pulau Jawa sekitar tahun 1500-1550 M berlangsung
secara bertahap dan didahului oleh proses islamisasi yang berkesinambungan di
kalangan masyarakat. 

2.1.2. Pengaruh Tionghoa

Sebagaimana dicatat dalam sumber sejarah bahwa, Islam di Jawa


juga disiarkan oleh seorang pelancong Tionghoa Muslim bernama Ma Huan. Ma
Huan yang membawa seorang pembesar Tiongkok, kala itu, mengunjungi Tuban,
Gresik, dan Surabaya, daerah di pesisir utara Pulau Jawa. Sebangian besar orang
Tionghoa di wilayah pesisir utara Pulau Jawa pada tahun 855 M telah memeluk Islam
dan orang-orang pribumi yang penyembah berhala ikut memeluk Islam seperti
orang Tionggoa itu. Kesadaran orang-orang Melayu memeluk Islam tumbuh dan
berkembang di Sulsel tidak lepas dari aktivitas perdagangan yangberlangsung sampai
ke kepulauan nusantara terutama di Maluku.Seorang Muslim dari Persi yang pernah
mengunjungi belahan timur Indonesia memberikan informasi tentang masuknya Islam
di Sulsel. Ia mengatakan bahwa di Sula (Sulawesi) terdapat orang-orang Islam pada
waktu itu kira-kira pada akhir abad ke-2 Hijriah. Dia juga yang mengabarkan tentang
kehadiran Islam di kalangan masyarakat Sulsel. Menurut dia, Islam di Sulsel juga
dibawa sayyid Jamaluddin Akbar Al-Husaini yang datang dari Aceh lewat Jawa
(Pajajaran). Sayyid Jamaluddin datang atas undangan raja yang masih beragama
Budha, Prabu Wijaya yang memerintah Pajajaran pada tahun 1293-1309. Sayyid
Jamaluddin Akbar Al Husaini melanjutkan perjalanan ke Sulsel bersama
rombongannya 15 orang. Mereka masuk ke daerah Bugis dan menetap di Ibu Kota
Tosorawajo dan meninggal di sana sekitar tahun 1320 M. Inilah suatu bukti bahwa
jauh sebelum Islam diterima secara resmi sebagai agama kerajaan di Sulsel
pemahaman Islam sudah ada di masyarakat lewat interaksi sosial dan hubungan
dagang antar individu maupun berkelompok.
2.1.3. Hak Istimewa
Pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-10, di Sulsel pernah menetap
seorang dari Jawa bernama Anakoda Bonang yang membawa saudagar melayu
Muslim yang memimpin perdagangan dari Pahang, Patani, Johor, Campa, dan
Minangkabau. Rombongan Anakoda Bonang ini diberi hak istimewa oleh raja. Pada
masa itu Sulsel sudah menjalin hubungan dengan berbagai daerah di Sumatera,
Jawa, Malaka, dan Hindia. Di Makassar, pada masa itu, sudah ada koloni dagang 
orang-orang asing dari daerah itu. Sehubungan dengan strategi orang-orang Melayu
yang mendirikankerajaan-kerajaan yang berpaham Islam di sekitar Pulau Jawa, dalam
lontara di jelaskan, Raja Gowa ke-12, I Manggorai Daeng Mammeta Tunijallo (1565-
1590) bersahabat baik dengan raja-raja di Pulau Jawa bagian barat. Raja
Gowa memberikan fasilitas kepada para saudagar Muslim untuk menetap di
sekitar Istana Kerajaan Gowa.Islam di Sulsel mencapai puncak keemasannya sekitar
awal abad ke-18 yang ditandai dengan berlakunya syariat Islam dalam berinteraksi
sosial.

2.2. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI SULAWESI


  

Kerajaan-Kerajaan Islam yang ada di sulawesi selatan antara lain Luwu,


Gowa-Tallo, Bone, Soppeng, dan Wajo. Akan tetapi yang akan kita bahas kali ini
adalah kerajaan Gowa-Tallo saja. Kerajaan Gowa-Tallo mempunyai peran dalam
sejarah daerah, nasional, maupun internasional mengingat ibu kotanya Sombaopu
sebagai negara-kota yang berperan dalam perdagangan regional dan internasional, juga
mempunyai peran penting dalam segi politik menentang kolonialisme Belanda pada
masa pemerintahan sultan Hasanuddin (1631-1670)
2.2.1. Kerajaan Gowa-Tallo

Baik sumber-sumber asing maupun sumber-sumber naskah-naskah kuno


bahwa kehadiran agama Islam sudah ada sejak abad sebelum kedatangan Tome Pries
(1512-1515), karena ia menceritakan bahwa Makassar sudah melakukan hubungan
perdagangan dengan Malaka, Kalimantan, dan Siam, akan tetapi Tome Pries
mengatakan bahwa penguasa-penguasa lebih dari 50 negeri di pulau itu mesih
menganut berhala, maksudnya belum Islam. Pemberitahuan Tome Pries tersebut
mungkin lebih menitikberatkan kepada sebuah kerajaan di Sulawesi belum resmi
memaluk agama Islam, karena secara resmi kedua raja Gowa dan Tallo memeluk
masuk agam Islam pada tanggal 22 Septembar 1605 M. Negara tersebut kaya akan
beras putih dan bahan-bahan makanan lainnya, banyak dagingdan juga banyak kapur
barus hitam. Mereka memasok barang dagangan dari luar, antara lain jenis pakaian
dari Cambai, Bengal, dan Kelling. Mengingat jaringan perdaganga dari Cina sudah
lama, barang-barang berupa keramik juga diimpor dan hal itu juga dibuktikan dengan
banyaknya temuan keramik dari masa dinasti Sung dan Ming dari daerah Sulawesi
selatan.
1. Kerajaan Gowa-Tallo sebelum menjadi kerajaan Islam sering berperang dengan
kerajaa nlainnya di sulawesi selatan, seperti Luwu, Bone, Soppeng dan Wajo.
Kerajaan Luwu yang bersekutu dengan wajo ditaklukkan oleh kerajaan Gowa-Tallo.
Kemudian kerajaan menjadi daerah takluk.
2. Gowa menurut hikayat Wajo hanya kerajaan Bone yang masih tetap bertahan karena
bantuan Wajo secara rahasia. Dalam penyerangan terhadap Gowa-Tallo, Karaeng
Gowa meninggal dan seorang lagi terbunuh pada sekitar tahun 1565. Kemudian
kerajaan Bone, Wajo, dan yang disebut perjanjian Telumpocco, barangkali terjadi
pada tahun 1582.
3. Akhirnya diadakan lagi perjanjian lagi di Meru antara Bone dan Gowa. Sejak kerajaan
Gowa secara resmi merupakan kerajaan bercorak Islam pada tahun 1605, Gowa
meluaskan politiknya agar kerajaan-kerajaan lainnya juga masuk Islam dan tunduk
kepada kerajaan Gowa-Tallo antara lain Wajo tanggal 10 Mei 1610 dan Bone pada
tanggal 23 November 1611. J. Norduyn berpendapat bahwa penaklukan terhadap
kerajaan itu oleh Gowa-Tallo itu dirasakan sebagai harkat dan derajat agama baru
yaitu Islam mendoorong keruntuhan kerajaan yang memusuhi Gowa-Tollo mambawa
kerajaan Gowa-Tallo kepada kekuasaan dengan cepat dan pasti daripada sebelumnya.
4. Menarik perhatian meskipun kerajaan Gowa-Tallo sudah Islam, pada masa
pemerintahan raja-raja Gowa selanjutnya melukiskan hubungan baik dengan orang-
orang Portugis yang membawa agama Kristen-Katolik. Contohnnua pada masa sultan
Muhammad Said (14 Juni 1639-16 November 1653), bahkan pada masa puteranya
Sultan Hasanuddin 16 November 1639 – 29 Agustus 1669). Keduanya memberikan
bantuan kepada orang-orang Portugis umumnya dan kepada Francisci Viera pada
khususnya yang telah menjadi utusan raja Gowa ke Banten dan Batavia bahkan Sultan
Muhammad Said dan Karaeng Patingaling memberikan saham dalam perdagangan
yang yang dilakukan Francisco Viera. Hubungan erat antara orang portugis dengan
Gowa disebabkan ancaman VOC Belanda yeng hendaknya memonopoli rempah-
rempah di Maluku.
5. Didaerah Sulawesi selatan Islamisai makin mantap dengan adanya para mubalig yang
disebut Dalto Tallu (tiger dato); Dato’ri Bandung (Abdul Makmur atau Khatib
Tunggal), Dato’ri Pattimang (Dato’ Sulaimana atau Khattib Sulung), Dato’ Tiro
(Abdul Jawad alias Khatib Bungsu), ketiganya bersaudara dan berasal dari Koto
Tengah, Minangkabau. Para mubalig itulah yang mengIslamkan raja Luwu, yaitu
Dato’ La Patiware’ Daeng Parabung dengan gelar Sultan Muhammad tanggal 15- 16
Ramadhan 1030 H (4-5 Februari 1605). Kemudian disusul oleh raja Gowa dan Tallo
yaitu Karaeng Motowaya dari Tallo yang bernama I Malingkang Daeng Manyonri
(Karaeng Tallo) mengucapkan syahadat hari Jumat sore tanggal 9 Jumadil Awal 1014
H (22 September 1605) dengan gelar sultan abdullah. Selanjutnya Karaeng Gowa I
Manga’ rangi Daeng Manrabia mengucapkan sahadat pada hari jumat 19 Rajab 1016
H (9 November 1607 M). Perkembangan Islam di daerah Sulawesi selatan mendapat
tempat sebaik-baiknya bahkan ajaran sufisme Khalwatiyah dari Syekh Yusuf al-
Makasari juga tersebar di kerajaan Gowa dan kerajaan lainnya pada medio abad ke-17
m. Akan tetapi, karena banyaknya tantangan dari kaum bangsawan Gowa, ia
meninggalkan Sulawesi Selatan pergi ke Banten yang diterima oleh Sultan Agung
Tirtayasa bahkan dijadikan mantu dan diangkat sebagai mufti di kesultanan Banten.
6. Dalam sejarah kerajaan gowa perlu dicatat sejarah perjuangan Sultan Hasanuddin
dalam memertahankan kedaulatannya terhadap upaya penjajahan politik den ekonomi
kompeni (VOC) Belanda. Semula VOC tidak menaruh perhatian terhadap kerajaan
Gowa-Tallo yang telah mengalami kemajuan dalam bidang perdaganyan, tapi setelah
kapal portugis yang dirampas oleh VOC pada masa ubernur jendral Semula VOC
tidak menaruh perhatian terhadap kerajaan Gowa-Tallo yang telah mengalami
kemajuan dalam bidang perdaganyan, tapi setelah kapal portugis yang dirampas oleh
VOC pada masa ubernur jendral Y. P. Coen di dekat perairan Malaka, ternyata ada
orang Makassar dan dari orang inilah ia mendapat berita tentang pentingnya
pelabuhan Sumbaopu sebagai pelabuhan transito terutama mendatangkan rempah-
rempah dari maluku. Pada waktu kapal VOC berada di perairan Banda dicobanya
mengirimkan surat kepada raja Gowa untuk bersahabat hanya dalam perdagangan.
Raja Gowa mengundang orang VOC ke Sumbaopu, ternyata VOC mulai
menunjukkan tanda-tanda perilaku memaksakan kehendaknya terutama mengenaii
perdagangan rempah-rempah dari daerah Malukku. Pada tahun 1616 ketika sebuah
kapal Belanda turun di Sumbawa orang-orangnyadibunuh, dan inilah yang membuat
Y. P. Coen di Batavia marah. Pihak kerajaan Gowa menganggap VOC sebagai
perdagangan penyelundupan. Sejak itulah permusuhan antara kerajaan Gowa dan
VOC tidak ada hentinya. Pada tahun 1634 VOC memblokade kerajaan Gowa tetapi
tidak berhasil. Peristiwa perdagangan dari waktu kewaktu berjalan terus dan baru
berdamai antara tahun 1637-1638.
7. Namun, perjanjian damai itu tidak kekal karena pada tahun 1638 dengan perampokan
kapal orang Bugis yang bermuatan kayu cendana dan telah dijual kepada orang
Portugis. Orang Portugis minta ganti rugi kepada raja Gowa tetapi raja Gowa Karaeng
Petengaloan menolaknua dan akhirnya raja Gowa mengusir orang-orang Belanda dan
Sumbaopu.. kecuali itu, raja Gowa memberikan hak-hak istimewa dalam perdagangan
terhadap orang-orang Portugis, Inggris, dan Denmark dan berada di sumbaopu.
Demikian pula gowa telah membantu Hitu dan Seram karena merasa seagama dan
bantuan itu dengan mengirimkan armadanya yang berkekuatan 5000 orang. Perang
antara kerajaan gowa Dan VOC tidak dapat dielakkan lagi menjelang akhir tahun
1653dan memang terjadi perang besar-besaran tahun 1654-1655, dimana-mana di
pelabuhan sumbaopu, di daerah Maluku dengan rakyat disana yang membantu gowa
sebab tidak menyenangi monopoli perdagangan rempah-rempah. Karene beratnya
VOC menghadapi peperangan itu, dari Batavia dikirimkan utusan untuk menyodorkan
perdamaian yang terjadi ppada tanggal 27 Februari 1656. Perjanjian tersebut diterima
gowa karena menguntungkan, yaitu dibolehkannya menagih utangnya di Ambon.
Boleh menagih utang atas perampokan kapal Bugis yang memuat cendana seperti
yang pernah terjadi, VOC tidak akan campur tangan dalam urusan kerajaan gowa ,
dan tidak akan membayar kerugian atas penangkapan orang-orang Makassar di
Maluku dan sebagainya. Perjanjian tersebut oleh pihak VOC sendiri dianggap
merugikan dan karenanya mempersiapkan armada dan persenjataan untuk menyerang
gowa yang sudah siap. Speelman dengan armadanya yang waktu itu sudah siap pula
dan mandapat bantuan dari Arung Palaka yang sudah memihak ke Belanda. Sultan
gowa dibawah pimpinan sultan Hasanuddin tidak gentar dengan pengerahan terntara
dan armadanya dana menghadapi kekuatan VOC. Dimana-mana terjadi pertempuran
hebat dan tidak lama mereka membayar desa-desa yang setelah lama perang
berkecamuk diantara dua belah pihak. Barombong diserang besar-besaran oleh tentara
VOC dibawah pimpinan Speelman dan tentara Bugis dibawah Arung Palaka akhirnya
melalui perjanjian Bongaya yang ditandatangani di Batavia tanggal 18 November
1667.
2.3. BUKTI-BUKTI PENINGGALAN SEJARAH ISLAM
      

Banyak terdapat bukti-bukti peninggalan sejarah Islam di Sulawesi, dan


berikut di antrara bukti-bukti tersebut:
a. Dalam catatan Lontara Bilang tertulis bahwa raja pertama  yang memeluk
agama Islam tahun 1603 adalah Kanjeng Matoaya, Raja ke-4 dari Kerajaan
Tallo. Penyiar agama Islam di daerah ini berasal dari Demak, Tuban, dan
Gresik. Oleh karena itu Islam masuk melalui Raja dan masyarakat Gowa
Tallo.
b.   Masjid Hila yaitu masjid pertama Datuk Tiro di Kabupaten Bulukumba yang
didirikan oleh Al-Maulana Khotib Bungsu atau Datuk Tiro. Setelah Luru
Daeng Biasa masuk Islam, maka Datuk Tiro membuat masjid Hila.
c. Batu karang berbentuk bukit karang kecil di tengah pantai Semboang dengan
tinggi 15 meter, adalah makam Karaeng Sapo Batu, karena Raja Tiro pertama
bernama Karaeng Raja Daeng Malaja.
d. Obyek tinggalan arkeologi Islam yang berada di kota Manado berupa makam
tua yang terdapat di kmpleks pekuburan Islam Tuminting. Secara umum
bangunan makam memiliki tiga unsur yang menjadi kelengkapan satu dengan
lainnya, yaitu:
         Kijing  (jirat), dasar yang berbentuk persegi panjang  dengan berbagai
bentuk variasi.
         Nisan, berupa tanda yang terbuat dari kayu, batu atau logam yang
diletakkan di atas kijing. Nisan ada yang dipasang  pada bagian kepala
saja, atau kepala dan kaki.
         Cungkup, berupa bangunan  pelindung beratap untuk melindungi
makam dari hujan.
e. Benda bersejarah yang berkaitan dengan masuknya agama Islam di Lembah
Palu, Sulawesi Tengah, tidak hanya berupa Al-Qur’an kuno saja. Ada
sejumlah naskah yang hadir di tengah masyarakat lembah Palu bersamaan
dengan masuknya Islam. Naskah tersebut di antaranya berupa naskah Kutika
dan Naskah Lontara.
f.  Masjid di Mangallekana Kabupaten Gowa dan pelaksanaan Islam sebelum
abad 16.  
BAB III
PENUTUP

5.1.    Kesimpulan
Sebelum hadirnya Islam, masyarakat di Sulawesi telah menganut agama Katholik,
Kristen, Hindu, dan Budha, serta animism. Kaya tradisi dan kebudayaan kuno. Kemudian
setelah hadirnya Islam di Sulawesi terjadilah perubahan yang cukup signifikan dalal segi
hubungan social antar penduduk serta perdagangan, tetapi tidak menghapus tradisi yang
ada.
1. Islam dating di Sulawesi dan menyebar secara damai dan santun. Pertama hadir pada
abad ke-15 Masehi di Kerajaan Gowa di Daerah Mangalekana, yang dibawa oleh para
pedagang muslim dari Arab, Persia, India, Cina, dan Melayu ke Ibukota Kerajaan
Gowa, Somba Opu.kemudian disebarkan oleh tiga Datuk dari Sumatera yaitu: Datuk
Ri Tiro, Datuk Patimang, dan Datuk Ri Bandang. Aliran atau corak yang dibawa
adalah sufistik dan tasauf. Karena selain selain mereka ahli dalam bidang sufistik dan
tasauf, hal ini pun sesuai dengan masyarakat yang lebih mmenyukai hal-hal yang
bersifat kebatinan. Setelah Islam berkembang di Sulawesi  Selatan lambat laun terus
menyebar ke seluruh daerah di pulau Sulawesi.
2. Saran-saran
Untuk lebih menambah wawasan dan memperbaiki makalah ini perlulah kiranya saran
yang membangun dari para teman-teman maupun dari kalangan yang berkomitmen
terhadap Sejarah  Islam Indonesia.

5.2.     Kritik dan Saran
Demikian makalah yang dapat penulis susun. Tentunya dalam penguraian di atas
masih banyak kekurangan dan kelemahan di dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran
pembaca yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Untuk itu apabila dalam
pembuatan makalah ini terdapat kesalahan dalam uraian, kami mohon maaf yang sebesar
besarnya. Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi  penulis khususnya, dan 
bagi para pembaca umumnya.

Anda mungkin juga menyukai