Anda di halaman 1dari 8

Tempat

 E-
Shalat Array Cetak Array
mail
Jenazah
Fiqih Jenazah / Mayit - Amalan Kepada Orang Sekarat
Ditulis oleh Administrator   
Senin, 25 Mei 2009 02:28

Tempat Melaksanakan Shalat Jenazah


Para ulama berbeda pendapat tentang pelaksanaan shalat jenazah di dalam masjid.
1. Ada yang membolehkan dan ada yang memakruhkan (seperti Abu Hanifah dan
beberapa sahabat Malik).
2. Terdapat riwayat dari Malik yang menyebutkan makruhnya shalat jenazah di
dalam masjid. Khususnya adalah ketika jenazah berada di luar masjid sedangkan
orang-orang berada di dalam masjid.

Sebab perbedaan pendapat :


Adanya riwayat Malik yang menyebutkan bahwa seorang wanita meminta agar jenazah
Sa'ad bin Abu Waqqash dilewatkan di depan masjid agar dia dapat mendoakannya, tapi
orang-orang mengingkarinya. Maka Aisyah RA berkata, "Alangkah cepatnya orang-
orang lupa, tidaklah Rasulullah SAW menyalatkan Sahal bin Bayadh kecuali di dalam
masjid." (Shahih, HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidizi, Nasa'i, Ibnu Majah dan Ahmad)
Hadits lainnya dari Abu Hurairah RA menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Barangsiapa yang menyalatkan jenazah di dalam masjid maka dia tidak mendapatkan
apa-apa (tidak mendapatkan pahala).” (Hasan, HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad,
Ath Thayalisi, Ibnu Al Ja'd, Baihaqi dan dinilai hasan oleh Albani)
 
Hadits dari Aisyah RA adalah kuat, sedangkan hadits dari Abu Hurairah RA tidak
disepakati kekuatannya. Hanya saja, pengingkaran para sahabat terhadap hadits dari
Aisyah RA menunjukkan bahwa lebih masyhur dalam hal menyalati mayit tidak seperti
itu (di masjid). Hal tersebut dikuatkan oleh riwayat yang menyebutkan Rasulullah SAW
menyalatkan Raja Najasyi dalam mushalla rumah beliau, bukan dalam masjid.
Sebagian ulama menduga penyebab larangan dalam hal ini karena mayit manusia adalah
bangkai. Namun pendapat ini lemah, karena hukum tentang mayit telah dijelaskan oleh
syari'at dan manusia tidak begitu saja dapat dikatakan sebagai bangkai, kecuali jika ada
dalil yang menerangkannya.
Sebagian ulama memakruhkan shalat jenazah di atas karena adanya larangan shalat di
lokasi tersebut. Namun mayoritas membolehkahnya berdasarkan keumuman sabda
Rasulullah SAW:

“ Bumi telah diciptakan untukku sebagai masjid dan suci. " 

Disalin dari : Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd 


Salat jenazah hukumnya fardhu kifayah bagi semua orang muslim yg hidup. Jika telah dikerjakan oleh satu orang sekalipun maka

gugurlah kewajibannya dari yg lain. Salat ini mempunyai beberapa syarat rukun dan sunnah serta keutamaan sebagaimana akan kami

sebutkan. Dari Abu Hurairah ra Nabi saw bersabda “Barangsiapa mengantarkan jenazah dan menyalatkannya maka ia mendapat pahala

satu qirat dan barangsiapa mengantarkannya sampai selesai penguburannya maka ia mendapat pahala dua qirat. Satu qirat terkecil itu

sama dgn Gunung Uhud.” . Dari Khabbab ra ia mendengar Rasulullah saw bersabda “Barangsiapa pergi mengantar jenazah dari rumah

duka dan menyalatkannya lalu mengantarnya sampai dikuburkan maka ia mendapat pahala dua qirath dan tiap qirathnya sama dgn

Gunung Uhud. Dan barangsiapa menyalatkannya lalu pulang maka ia hanya memperoleh sebesar Gunung Uhud.” . Syarat-Syarat Salat

Jenazah 1. Jenazah harus orang muslim.Karenanya orang kafir haram disalatkan berdasarkan firman Allah SWT “Dan janganlah kamu

sekali-kali menyalatkan seorang yg mati di antara mereka dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir

kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” .2. Jenazah harus berada di tempat. Ulama Syafi’i dan Hanbali

tidak mensyaratkannya krn itu boleh menyalatkan jenazah yg tidak berada di tempat di mana salat diselenggarakan. Hal ini berdasarkan

hadis yg diriwayatkan dari Abu Hurairah “Pada hari raja Najasyi wafat Nabi saw mengumumkan kematiannya kepada orang-orang dan

mengajak mereka pergi ke mushalla kemudian ia membariskannya lalu mengerjakan salat dgn takbir empat kali.” .3. Jenazah telah

disucikan. Karena itu ia tidak boleh disalatkan sebelum dimandikan atau ditayamumkan jika sulit memandikannya.4. Jenazah berada di

depan orang yg menyalatkannya. Maka salat tidak sah apabila jenazah diletakkan di belakang mereka. Namun menurut ulama Maliki yg

wajib ialah kehadiran jenazah sedang meletakkan di depan itu hukumnya sunnah.5. Jenazah harus diletakkan di atas tanah. Maka tidak

sah menyalatkan jenazah yg sedang diangkut di atas hewan atau kendaraan atau sedang dipikul orang. Tetapi menurut ulama Syafi’i

boleh menyalatkannya sekalipun ia dibawa atau dipikul orang. 6. Jenazah bukanlah syahid yg gugur dalam pertempuran melawan orang

kafir. Karenanya orang mati syahid haram disalatkan krn haram dimandikannya. Dari Jabir ra “Nabi saw memerintahkan agar para

syuhada yg gugur dalam perang Uhud dikuburkan berikut darahnya tidak dimandikan dan tidak pula disalatkan.” . Dari Anas ra “Para

syuhada itu tidak dimandikan mereka dikubur dgn darah mereka tanpa disalatkan lagi.” . Menurut ulama Hanafi orang yg mati syahid itu

tidak boleh dimandikan tetapi wajib disalatkan berdasarkan hadis dari ‘Uqbah bin Amir “Pada suatu hari Nabi saw keluar rumah lalu

menyalatkan para syuhada Uhud seperti halnya menyalatkan mayat biasa setelah delapan tahun. Beliau seakan-akan sedang berpamitan

kepada orang yg hidup dan orang yg mati.” . Dari Abu Malik al-Ghiffari berkata “Sebanyak sembilan orang yg gugur dalam perang Uhud

dan Hamzah sebagai orang kesepuluh dibawa ke hadapan Rasulullah saw lalu disalatkan oleh beliau kemudian dibawa pergi. Setelah itu

didatangkan lagi sembilan orang sedang Hamzah masih berada di tempat semula dan beliau pun menyalatkannya semua.” . 7. Bagian

tubuh mayat yg ada yg disalatkan itu haruslah merupakan bagian terbesar.Bayi yg lahir prematur jika dilahirkan dalam keadaan

menangis wajib disalatkan. Hal ini berdasarkan keterangan dari Jabir Nabi bersabda “Jika bayi yg baru lahir itu menangis ia harus

disalatkan dan mendapatkan pusaka.” . Tetapi jika di saat lahir tidak menangis krn sudah mati dalam kandungan ibunya maka ia tidak

boleh disalatkan. Namun menurut ulama Hanbali jika sewaktu dalam perut ibunya telah ditiupkan ruh dan setelah itu mati maka ketika

lahir ia harus disalatklan. Hal ini berdasarkan hadis yg diterima dari Mughirah bin Syu’bah Nabi bersabda “Bayi keguguran itu harus

disalatkan dan kedua orang tuanya supaya didoakan mendapat ampunan dan rahmat.” . Adapun syarat-syarat yg berkaitan dgn orang yg

menyalatkan jenazah adl sama dgn syarat-syarat salat biasa yakni niat bersuci menghadap kiblat menutup aurat dan lain sebagainya.
Rukun-Rukun Salat Jenazah Salat Jenazah mempunyai beberapa rukun yg dengannya terwujudlah hakikat salat itu. Bila salah satu rukun

tersebut tidak terpenuhi maka salat itu tidak sah menurut hukum syara’. Rukun-rukun tersebut adalah 1. Niat. Namun menurut ulama

Hanafi dan Hanbali niat adl syarat bukan rukun.2. Membaca takbir empat kali. Setiap takbir itu sama nilainya dgn satu rakaat. hal itu

berdasarkan hadis Jabir ra “Nabi saw menyalatkan Najasyi maka beliau bertakbir empat kali.”3. Berdiri bagi yg mampu. Apabila salat ini

dilakukan dgn duduk tanpa udzur maka salatnya tidak sah.4. Membaca Al-Fatihah sesudah takbir pertama berdasarkan sabda Rasul

“Tiada salat itu sah bagi yg tidak membaca surah Al-fatihah.” . Dan berdasarkan pula keterangan dari Thalhah bin Abdullah bahwa ia

pernah mengerjakan salat Jenazah bersama Ibnu Abbas dgn membaca surah Al-Fatihah lalu Ibnu Abbas berkata bahwa hal itu adl sunnah

rasul saw. . Ulama Hanafi berpendapat makruh hukumnya membaca Al-Fatihah ini. Ulama Hanafi pun sependapat dgn mereka

dinisbahkan bagi makmum kecuali jika dimaksudkan sebagai doa tetapi jika dimaksudkan sebagai bacaan maka hukumnya tetap makruh.

5.Membaca shalawat kepada Nabi saw setelah takbir kedua. Sekurang-kurangnya adl Allahumma shalli ‘ala Muhammad. Namun yg lbh

sempurna ialah membaca shalawat ibrahimiyah. 6. Berdoa utk mayit sesudah takbir ketiga berdasakan hadis Abu Hurairah Rasulullah saw

bersabda “Jika kamu menyalatkan mayit maka berdoalah dgn ikhlas untuknya.” . Berdoa boleh dilakukan dgn doa apa saja sekalipun

hanya sedikit dan paling sedikit adalah “Allahummaghfir lahu warhamhu” . Tetapi yg paling utama ialah doa yg bersumber dari Rasul.

Sedangkan berdoa menurut ulama Maliki adl wajib sesudah tiap takbir. 7. Mengucapkan salam sesudah takbir keempat. Tetapi menurut

ulama Hanafi salam adl wajib bukan rukun sebagaimana pada salat-salat yg lain. Sumber As-Shalatu ‘alal Mazahibil Arba’ah Abdul Qodir

ar-Rahbawi Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

sumber file al_islam.chm

Minggu, April 05, 2009

Ringkasan Cara Pengurusan Jenazah (Solat Jenazah,


Menguburkan Mayat)
XII SOLAT JENAZAH

[1] Mensolati mayat muslim hukumnya fardhu kifayah

[2] Yang tidak wajib hukumnya dishalati (tapi boleh) :

a. Anak yang belum baligh [Boleh dishalati meskipun lahir karena


keguguran, yaitu yang gugur dari kandungan ibunya sebelum
sempurna umur kandungan. Ini jika umurnya dalam kandungan
ibunya sampai empat bulan. Jika gugur sebelum empat bulan maka ia
tidak dishalati].
b. Orang yang mati syahid

[3] Disyariatkan menshalati :


a. Orang yang meninggal karena dibunuh dalam pelaksaanaan huhud
hukum Allah
b. Orang yang berbuat dosa dan melakukan hal-hal yang haram.
Orang ahlul ilmi dan ahlul diin tidak menshalati supaya menjadi
pelajaran bagi orang-orang yang seperti itu
c. Orang yang berutang yang tidak meninggalkan harta yang bisa
menutupi utang-utangnya, maka orang yang seperti ini dihsalati
d. Orang yang dikuburkan sebelum dishalati (atau sebagian orang
sudah menshalati sementara yang lainnya belum menshalati) maka
mereka boleh menshalati di kuburnya.
e. Orang yang mati di suatu tempat dimana tidak ada seorangpun
yang menshalati di sana, maka sekelompok kaum muslimin
menshalatinya dengan shalat gaib. [Karena tidak semua yang
meninggal dishalati dengan shalat gaib]

[4] Diharamkan menshalati, memohonkan ampunan dan rahmat untuk


orang-orang kafir dan orang-orang munafik [mereka bisa diketahui
dari sikap mereka memperolok-olokkan serta memusuhi hukum dan
syari'at Islam, dengan ciri-ciri yang lain].

[5] Berjamaah dalam shalat jenazah hukumnya wajib, seperti halnya


dengan shalat-shalat wajib yang lainnya. Jika merek shalat jenazah
satu persatu/sendiri-sendiri maka kewajiban shalat jenazah sudah
terpenuhi, tetapi mereka berdosa karena meninggalkan jama'ah,
wallahu 'alam.

[6] Jumlah minimal jemaah yang tersebutkan dalam pelaksanaan


shalat jenazah adalah tiga orang.

[7] Lebih banyak jumlah jemaah lebih afdhal bagi mayyit.

[8] Disukai membuat shaf/baris di belakang imam tiga shaf ke atas.

[9] Jika yang shalat dengan imam hanya satu orang, maka orang itu
tidak berdiri pas di samping imam sejajar seperti halnya dalam shalat-
shalat lain, tapi ia berdiri di belakang imam. [Dari sini anda
mengetahui kesalahan banyak orang bahkan orang-orang terpelajar
yaitu dalam shalat-shalat biasa lainnya jika hanya berdua maka yang
ma'mum mundur sedikit dari posisi yang sejajar imam].

[10] Pemimpin umat atau wakilnya lebih berhak menjadi imam dalam
shalat, jika keduanya tidak ada maka yang lebih pantas mengimami
adalah yang lebih baik bacaan/hafalan Qur'an-nya, kemudian yang
selanjutnya tersebutkan dalam sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam.

[11] Jika kebetulkan banyak sekali jenazah terdiri dari jenazah laki-
laki dan jenazah wanita, maka mereka dishalati sekali shalat. Jenazah
laki-laki (meskipun masih anak-anak) diletakkan lebih dekat dengan
imam, sedangkan jenazah wanita di arah kiblat.

[12] Boleh juga dishalati satu persatu, karena ini adalah hukum
asalnya.

[13] Lebih afdhal jika shalat jenazah di luar masjid, yaitu di suatu
tempat yang disiapkan untuk shalat jenazah, dan boleh juga di masjid
karena semuanya ini pernah diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam.

[14] Tidak boleh shalat jenazah di antara [pekuburan [Bagi yang


mencermati baik-baik, hal ini tidak bertentangan dengan yang
disebutkan di Bagian XII No.3 bagian (d)]

[15] Imam berdiri di posisi kepala mayat laki-laki dan di posisi


pertengahan mayat wanita.

[16] Bertakbir 4 kali inilah yang paling kuat atau 5 sampai 9 kali,
semua ini sah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Lebih utama jika
diragamkan, kadang-kadang mengamalkan yang satu dan kadang-
kadang mengamalkan yang lain.

[17] Disyariatkan mengangkat kedua tangan pada takbir yang


pertama saja.

[18] Lalu melatakkan tangan kanan di atas tangan kiri lalu


menempelkan di dada.

[19] Setelah takbir yang pertama membaca surah Al-Fatihah dan satu
surah. [Disini tidak ada penjelasan yang menyebutkan adanya do'a
istiftaah]

[20] Bacaan dalam shalat jenazah sifatnya sir [pelan].

[21] Lalu takbir yang kedua kemudian membaca shalawat kepada Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam.

[22] Lalu bertakbir untuk takbir selanjutnya, dan mengikhlaskan doa


untuk mayyit.
[23] Berdoa dengan doa yang sah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, seperti : "Alahumma 'abduka wabna amatika ahyaaja ilaa
rahmatika wa anta ghaniyyi an 'adzabihi in kana muhsinan farid fii
hasanaatihi, saayyian fatajawaja 'an sayyiatihi" Artinya : "Ya Allah, ini
adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu, ia memerlukan rahmat-Mu,
Engkau berkuasa untuk tidak menyiksanya, jika ia baik maka
tambahlah kebaikannya, jika ia jahat maka maafkanlah kejahatannya"

[24] Berdoa antara takbir yang terakhir dengan salam disyariatkan.

[25] Kemudian salam dua kali seperti halnya pada shalat wajib yang
lain, yang pertama ke kanan dan yang kedua ke kiri, boleh juga salam
hanya satu kali, karena kedua cara ini tersebutkan dalam sunnah.

[26] Menurut sunnah salam pada shalat jenazah dengan cara sir
(pelan), bagi imam dan orang-orang yang ikut di belalakangnya.

[27] Tidak boleh shalat pada waktu-waktu terlarang, kecuali karena


darurat. [waktu-waktu terlarang ; saat terbitnya matahari, tatkala
matahari pas dipertengahan dan tatkala terbenam]

XIII MENGUBURKAN MAYAT

[1] Wajib menguburkan mayat, meskipun kafir.

[2] Tidak boleh menguburkan seorang muslim dengan seorang kafir,


begitu pula sebaliknya, harus dipekuburan masing-masing.

[3] Menurut sunnah Rasul, menguburkan di tempat penguburan,


kecuali orang-orang yang mati syahid mereka dikuburkan di lokasi
mereka gugur tidak dipindahkan ke penguburan. [Hal ini memuat
bantahan terhadap sebagian orang yang mewasiatkan supaya
dikuburkan di masjid atau di makam khusus atau di tempat lainnya
yang sebenarnya tidak boleh di dalam syariat Allah Subhanahu wa
Ta'ala]

[4] Tidak boleh menguburkan pada waktu-waktu terlarang [Lihat


Bagian XII No 27] atau pada waktu malam, kecuali karena dalam
keadaan darurat, meskipun dengan cara memakai lampu dan turun di
lubang kubur untuk memudahkan pelaksanaan penguburan.

[5] Wajib memperdalam lubang kubur, memperluas serta


memperbaiki.
[6] Penataan kubur tempat mayat ada dua cara yang dibolehkan :

[a] Lahad : yaitu melubangi liang kubur ke arah kiblat (ini yang
afdhal).

[b] Syaq : Melubangi ke bawah di pertengahan liang kubur.

[7] Dalam kondisi darurat boleh menguburkan dalam satu lubang dua
mayat atau lebih, dan yang lebih didahulukan adalah yang lebih afdhal
di antara mereka.

[8] Yang menurunkan mayat adalah kaum laki-laki (mekipun


mayatnya perempuan).

[9] Para wali-wali si mayyit lebih berhak menurunkannya.

[10] Boleh seorang suami mengerjakan sendiri penguburan istrinya.

[11] Dipersyaratkan bagi yang menguburkan wanita ; yang semalam


itu tidak menyetubuhi isterinya.

[12] Menurut sunnah : memasukkan mayat dari arah belakang liang


kubur.

[13] Meletakkan mayat di atas sebelah kanannya, wajahnya


menghadap kiblat, kepala dan kedua kakinya melentang ke kanan dan
kekiri kiblat.

[14] Orang yang meletakkan mayat di kubur membaca : "bismillahi


wa'alaa sunnati rasuulillahi shallallahu 'alaihi wa sallama" -Artinya :
'(Aku meletakkannya) dengan nama Allah dan menurut sunnah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam" atau : "bismillahi wa 'alaa
millati rasulillahi shallallahu 'alaihi wa sallama" - Artinya : "(Aku
meletakkan) dengan nama Allah dan menurut millah (agama)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam".

[15] Setelah menimbun kubur disunnahkan hal-hal berikut :

a. Meninggikan kubur sekitar sejengkal dari permukaan tanah, tida


diratakan, supaya dapat dikenal dan dipelihara serta tidak dihinakan.
b. Meninggikan hanya dengan batas yang tersebut tadi.
c. Memberi tanda dengan batu atau selain batu supaya dikenali.
d. Berdiri di kubur sambil mendoakan dan memerintahkan kepada
yang hadir supaya mendoakan dan memohonkan ampunan juga.
(Inilah yang tersebutkan di dalam sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wa
sallam, adapun talqin yang banyak dilakukan oleh orang-orang awam
pada zaman ini maka hal itu tidak ada dalil landasannya di dalam
sunnah).

[16] Boleh duduk saat pemakaman dengan maksud memberi


peringatan orang-orang yang hadir akan kematian serta alam setelah
kematian. [Hadits Al-Barra bin 'Aazib]

[17] Menggali kuburan sebagai persiapan sebelum mati, yang


dilakukan oleh sebagian orang adalah perbuatan yang tidak dianjurkan
dalam syari'at, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah
melakukan hal itu, para sahabat beliaupun tidak melakukannya.
Seorang hamba tidak mengetahui di mana ia akan mati. Jika ia
melakukan hal itu dengan dalih supaya bersiap-siap mati atau untuk
mengingat kematian maka itu dapat dilakukan dengan cara
memperbanyak amalan shaleh, berziarah ke kubur, bukan dengan
cara melakukan hal-hal yang hanya dibikin-bikin oleh orang

[Disalin dari kitab Muhtasar Kitab Ahkaamul Janaaiz wa Bid'auha,


karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany, diringkas oleh Syaikh
Ali Hasan Ali Abdul Hamid dan diterjemahkan oleh Muhammad Dahri
Komaruddin]
Dihantar oleh M.A.Uswah pada 6:19 AM
Label: Pengurusan Jenazah Mengikut Sunnah Rasulullah saw

Anda mungkin juga menyukai