A. Pendahuluan
Perkembangan zaman dewasa ini berimplikasi pada perkembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK) pada berbagai bidang kehidupan. Seiring dengan perkembangan IPTEK
yang demikian cepat, meningkat pula pengetahuan masyarakat yang berakibat terhadap semakin
tingginya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan.
Selain itu, kesadaran masyarakat akan hukum dan haknya dalam menerima pelayanan kesehatan
semakin menuntut bidan untuk meningkatkan kemampuannya dalam memberikan pelayanan
kebidanan kepada masyarakat. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi kebidanan dalam
memberikan pelayanan kebidanan yang berkualitas. Bidan dituntut agar lebih berhati – hati dan
bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan sehingga bisa meningkatkan profesionalisme
bidan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kualitas pelayanan yang baik diperlukan landasan
komitmen yang kuat berdasarkan pada etika, moral dan hukum yang berlaku di Indonesia.
Pemahaman yang baik dan positif tentang sikap etis dan moral beserta aplikasinya
merupakan hal yang utama bagi bidan dalam memberikan asuhan kebidanan terhadap klien.
Sikap yang etis profesional bidan akan tercermin dalam setiap langkahnya dalam memberikan
pelayanan kebidanan termasuk performance bidan serta dalam pengambilan keputusan sesuai
situasi dan kondisi yang ada.
b) Deontology
Deontology berasal dari kata “deon” dari bahasa yunani yang artinya kewajiban.
Teori ini menekankan pada pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan akan baik
jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban sudah
melakukan kebaikan. Teori ini tidak terpatok pada konsekuensi perbuatan dengan
kata lain teori ini melaksanakan terlebih dahulu tanpa memikirkan akibatnya.
Paham Deontology terbagi menjadi 3, yaitu:
(1) Rational Monism
Teori ini dipelopori oleh Immanuel Kant. Paham ini meyakini bahwa suatu
tindakan dianggap bermoral jika dilakukan dengan “Sense of duty”.
Immanuel Kant menawarkan teori lain yang mendukung teori ini yaitu
“Categorial imperative” yang mengajarkan apa yang seharusnya dilakukan
dan tidak dilakukan. Teori ini bersifat pasti dan tegas. Ukurannya adalah hati
nurani individu yang bersangkutan.
(2) Traditional Deontology
Paham ini mempunyai dasar religi yang kuat yaitu meyakini Tuhan dan
kesucian hidup. Semua tindakan yang dilakukan oleh individu harus
berdasarkan perintah Tuhan.
(3) Intuitionistic Pluralism
Menurut paham ini, terdapat 7 kewajiban utama yang harus dilakukan
manusia, yaitu:
- Kewajiban akan kebenaran, kepatuhan, ketaatan, menjaga rahasia, setia,
dan tidak berbohong.
- Kewajiban untuk memberi, dermawan dan membantu orang lain.
- Tidak merugikan orang lain.
- Menjunjung tinggi keadilan.
- Wajib memperbaiki kesalahan yang ada.
- Wajib bersyukur pada Tuhan, membalas budi orang yang telah berbuat
baik kepada kita (orang tua)
- Kewajiban untuk mengembangkan diri.
Pendekatan ini berarti juga aturan atau prinsip. Prinsip – prinsip tersebut
antara lain autonomy, informed concent, alokasi sumber – sumber, dan eutanasia.
Tenaga kesehatan diharapkan mengikuti paham deontology karena paham ini
sejalan dengan kemanusiaan.
Penggunaan istilah etika sekarang ini banyak diartikan sebagai motif atau
dorongan yang mempengaruhi prilaku. Istilah Etika juga mengandung tiga
pengertian (K. Bertens, 1993):
(1) Sistem nilai yaitu nilai – nilai atau norma – norma moral yang menjadi
pegangan bagi seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya.
(2) Kode etik merupakan kumpulan azas atau nilai moral.
(3) Filsafat moral yaitu ilmu tentang asas – asas atau nilai – nilai tentang yang
dianggap baik dan buruk.
c) Etiket
Etiket adalah ajaran sopan santun yang berlaku bila manusia bergaul atau berkelompok
dengan manusia lain.
Etiket berkaitan dengan nilai sopan santun, tata krama dalam pergaulan formal.
Etiket tidak berlaku bila seorang manusia hidup sendiri misalnya hidup di sebuah pulau
terpencil atau di tengah hutan.
Etiket berasal kata dari Etiquette (Perancis) yang berarti dari awal suatu kartu undangan
yang biasanya dipergunakan semasa raja-raja di Perancis mengadakan pertemuan resmi,
pesta dan resepsi un¬tuk kalangan para elite kerajaan atau bangsawan. Dalam pertemuan
tersebut telah ditentukan atau disepakati berbagai peraturan atau tata krama yang harus
dipatuhi, seperti cara berpakaian (tata busana), cara duduk, cara bersalaman, cara berbicara,
dan cara bertamu dengan si kap serta perilaku yang penuh sopan santun dalam pergaulan
formal atau resmi.
Definisi etiket menurut para pakar ada beberapa pengertian, yaitu merupakan kumpulan tata
cara dan sikap baik dalam pergaulan antar manusia yang beradab. Pendapat lain mengatakan
bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui oleh masyarakat ter¬tentu dan
menjadi norma serta panutan dalam bertingkah laku sebagai anggota masyarakat yang baik
dan menyenangkan.
Persamaan Etika dan Etiket adalah:
Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah tersebut dipakai mengenai
manusia tidak mengenai binatang karena binatang tidak mengenal etika maupun etiket.
Keduanya mengatur perilaku manusia secara normatif artinya memberi norma bagi
perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yag harus dilakukan dan apa
yang tidak boleh dilakukan. Justru karena sifatnya normatif maka kedua istilah tersebut
sering dicampuradukkan.
e) Nilai Moral
Setiap nilai dapat memperoleh satu sebab moral bila diikutsertakan dalam tingkah laku moral.
Contoh :
- Kejujuran merupakan suatu nilai moral akan tidak ada artinya bila tidak disertakan
dalam nilai lainnya (misal: nilai ekonomi).
- Kesetiaan adalah nilai moral. Nilai moral akan tidak ada artinya bila tidak diterapkan
dalam norma – norma kehidupan manusiawi (misal: cinta pada suami).
Nilai – nilai tersebut bersifat pra moral dan bila diikutsertakan dalm tingkah laku moral
menjadi nilai moral. Walaupun nilai – nilai moral menumpang pada nilai – nilai lain
(ekonomi, estetika, nilai dasar) tapi akan muncul sebagai nilai baru. Nilai moral berkaitan
dengan tanggungjawab, ciri keharusan nilai moral adalah nilai itu berkaitan dengan pribadi
manusia yang bertanggungjawab yang dapat diwujudkan dalam perbuatan sepenuhnya
menjadi tanggungjawab orang tersebut. Nilai moral menyebabkan seseorang pada posisi
bersalah atau tidak bersalah. Kebebasan dan tanggungjawab merupakan syarat mutlak nilai
moral. Manusia sebagai sumber nilai – nilai moral
Contoh:
Anak dengan intelegensi rendah
Orang tua boleh sedih tapi harus diterima dan bukan menjadi tanggungjawab anak atau
orang tua.
Seorang anak mempunyai watak/bakat yang bagus
Seorang anak yang demikian adalah menyenangkan, tapi ini bukan merupakan hasil
jasanya, sehingga tidak menjadi tanggungjawab orang tua atau anak.
Selain itu etika juga mengajarkan pemahaman tentang tanggung jawab dan
kewajiban. “Responsibility is having a characteristic of a free moral agent, capable
of determining one`s acts, capable of detered by consideration of sanction or
consequencences”. Etika apabila ditinjau dari filsafat, maka didukung beberapa
unsur, antara lain:
- Kesadaran, yaitu sadar akan perbuatannya
- Kecintaan atau kesukaan yaitu menimbulkan rasa kepatuhan, kerelaan dan
kesediaan berkorban
- Keberanian yaitu didorong oleh rasa keikhlasan, tak ragu-ragu, tak takut
rintangan sebagai konsekuensi tindakan yang dilakukan