Anda di halaman 1dari 5

Nama : Alvin Yudho

NIM : 082001900004
Kelas : A

TUGAS HUKUM LINGKUNGAN

Sumber hukum lingkungan yang berasal dari:

1. UUD Negara RI Tahun 1945


a. Pasal 28 ayat (1), yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
b. Pasal 33 ayat (4), yang berbunyi “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar
atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
c. Pasal 18A ayat (2), yang berbunyi "Hubungan keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan
undang-undang"

2. Peraturan Perundang-Undangan:
a. Undang-Undang
1. Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
3. Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan
4. Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
b. Peraturan Pemerintah
1. Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
2. Nomor 36 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal Asing Dalam
Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia
3. Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air
4. Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis
Risiko (Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
Nama : Alvin Yudho
NIM : 082001900004
Kelas : A
c. Peraturan Presiden
1. Nomor 77 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup
2. Nomor 63 Tahun 2018 tentang Penetapan Dan Pendaftaran Barang Terkait
Dengan Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, Dan Lingkungan Hidup
d. Peraturan Menteri
1. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Tentang Hutan HAK
ADAT dan Hutan HAK
2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Pemanfaatan
Limbah B3
e. Peraturan Daerah
1. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Gorontalo)
2. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Semarang)
3. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah
Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah (DKI Jakarta)

3. Yuriprudensi
a. Putusan MA No. 187/TUN/LH/2017, berisi : Mengukuhkan Presiden bahwa
pemberian izin pembuangan air limbah wajib mempertimbangkan daya tampung
beban pencemaran air (DTBPA).
b. Putusan MA No. 99PK/TUN/2016, berisi : Majelis hakim menyatakan batal Surat
Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 660.1/17 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
Kegiatan Penambangan Oleh PT Semen Gresik di Kabupaten Rembang Jawa Tengah.
Majelis hakim yang mengadili perkara ini menganggap karst adalah sumber air.
c. Putusan MA No. 27P/HUM/2016, berisi : Majelis hakim agung menyatakan bahwa
Perpres No. 18 Tahun 2016 bertentangan dengan UU PPLH, UU Kesehatan, dan UU
No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Majelis
berpendapat Perpres No. 18 Tahun 2016 mengingkari prinsip pokok dalam hukum
perizinan yaitu izin diberikan sebelum usaha atau kegiatan berjalan, sedangkan
Perpres yang menjadi objek gugatan telah memperbolehkan pengurusan izin
dilakukan bersamaan dengan kegiatan konstruksi. Majelis juga menyebut
Nama : Alvin Yudho
NIM : 082001900004
Kelas : A
penggunakan teknologi termal dalam pengelolaan sampah, yang diatur dalam Perpres
No. 18 Tahun 2016 bertentangan dengan UU Kesehatan.
d. Putusan MA No. 49P/HUM/2017, berisi : Majels hakim menyatakan sembilan pasal
yang terdapat di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 17
Tahun 2017 yaitu Pasal 1 angka 15 huruf d, Pasal 7 huruf d, Pasal 8A, Pasal 8B, Pasal
8C ayat (1), Pasal 8D huruf a, Pasal 8E ayat (1), Pasal 8G, dan Pasal 23A ayat (1)
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum. Menurut
majelis hakim, kebijakan penambahan fungsi lindung ekosistem gambut dalam hutan
produksi, sebagaimana diatur Peraturan Menteri LHK No. 17 Tahun 2017
bertentangan dengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang menyatakan
bahwa fungsi pokok hutan produksi adalah memproduksi hasil hutan.

4. Traktat
a. Konvensi Paris 1974 (the 1974 Paris Convention for Prevention of Marine Pollution
form Land-Based Sources) terdiri dari 29 Pasal dan 2 Annex yang mewajibkan
negara-negara peserta untuk secara individu atau bersama-sama mencegah terjadinya
pencemaran laut dari bahan-bahan pencemar yang bersumber dari darat. Konvensi
Paris secara jelas mengatur jenis-jenis bahan pencemar yang dilarang serta batasan
yang boleh dimasukkan ke laut. Untuk itu dalam Annexnya disebutkan empat
klasifikasi jenis kimia yang dilarang, dibatasi dan yang diperbolehkan hanya dalam
jumlah tertentu.
b. Konvensi London 1976 (Convention on Civil Liability for Oil Pollution Demage
Resulting form Exploration and Exploitation of Seabed Mineral Resources) ditetapkan
di London pada Tahun 1976. Konvensi ini merupakan konvensi Internasional pertama
yang menganggap bahwa perbuatan mencemarkan lingkungan laut suatu perbuatan
yang melawan hukum. Oleh karena itu, konvensi ini mewajibkan setiap perusahaan
yang melakukan pencemaran di lepas pantai baik yang bersumber dari instalasi
maupun dari kapal memikul tanggung jawab finansial atas kerugian yang diderita oleh
korban atau negara korban.
c. Konvensi Hukum Laut 1982 memang tidak secara khusus mengatur tentang
pencemaran lingkungan. Tetapi konvensi ini, pada Bab XII-nya mengatur secara
umum tentang pencegahan pencemaran laut (Marine Pollution). Menurut konvensi ini,
setiap negara mempunyai hak kedaulatan (souverign right) untuk mengambil sumber
Nama : Alvin Yudho
NIM : 082001900004
Kelas : A
daya alam didalam laut ataupun didasar laut. Disamping itu konvensi ini juga
mewajibkan negara-negara peserta untuk menggunakan teknologi sadar lingkungan
agar didalam melakukan penggalian sumber daya alam tersebut tidak terjadi
kerusakan dan pencemaran lingkungan. Untuk itu negara-negara di dunia ini
diwajibkan untuk bekerja sama dalam membuat teknologi dan peraturan perlindungan
lingkungan laut.
d. Konvensi Wina 1985, Konvensi ini dikenal dengan The Vienna Convention for the
Protection of the Ozone Layer yang dibuat pada tahun 1985. Preambul dari konvensi
menunjukkan akan kesadaran masyarakat Internasional atas ancaman yang sedang
timbul terhadap atmosfir dunia. Konvensi ini merupakan Hard Law142 tetapi memuat
Soft Regulation143 artinya konvensi ini tidak memuat tentang standar yang harus
dipenuhi dalam rangka membatasi zat perusak ozone (Ozone Depleting Substances).
Sekalipun demikian, ia dapat dijadikan sebagai suatu fondasi untuk melakukan
kerjasama untuk melindungi lapisan ozon yang terbukti telah mulai menipis.
e. Konvensi Perubahan Iklim 1992 ini dirancang untuk mengatur tentang pemakaian gas
rumah kaca (greenhouse gases) seperti CO2, CH4, N2O, HFCs, PFCs, dan SF6 yang
merupakan penyebab terjadinya global warning dan global climate change. Tujuan
akhir dari konvensi ini adalah untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca pada
suatu level yang mencegah akibat merusak dari gas rumah kaca pada sistem iklim.
Konvensi ini memakai approach yang sama dengan konvensi Wina 1985 tentang
perlindungan lapisan ozone dimana konvensi tentang perubahan iklim ini hanya
memuat Soft Obligations (aturan lunak), yaitu aturan yang tidak langsung
menimbulkan dampak terhadap pengurangan zat yang dikontrol control lab
substances.

5. Doktrin
a. Pasal 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang menyebutkan,
“everyone has the right to a standart of living adequate for the health and well-being
of himself and of his family”.
b. Mahkamah Agung India dalam menafsirkan Pasal 21 Konstitusi India mengenai “hak
untuk hidup” (right to life) dan “kemerdekaan pribadi” (personal liberty)
menggunakan doktrin public trust yang erat kaitannya dengan aspek lingkungan
hidup dan ekologi. Dalam putusannya disebutkan bahwa: “The major ecological tenet
Nama : Alvin Yudho
NIM : 082001900004
Kelas : A
is that world is finite. The earth can support and bear such quantity of pollution.
When the pollutants exceed such quantity, the earth cannot bear. Hence the industries
are not entitled to pollute the enviroment and cause danger to the people to live in the
surroundings of the industries.”
c. Munadjat Danusaputro berpendapat bahwa hukum lingkungan dapat dibedakan
menjadi hukum lingkungan klasik yang berorientasi pada penggunaan lingkungan
dan hukum lingkungan modern yang berorientasi pada lingkungan itu sendiri. Pada
masa perkembangan hukum lingkungan klasik, segala ketentuan yang berakitan
dengan lingkungan lebih berorientasi menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber
daya lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia. untuk mencapai
hasil yang maksimal dalam jangka waktu yang singkat.
d. Dalam pandangan A.V Van Den Berg, pengelolaan lingkungan hidup berhadapan
dengan hukum sebagai sarana kepentingan lingkungan yang dibedakan menjadi
hukum bencana, hukum kesehatan lingkungan, hukum konservasi, hukum tata ruang,
hukum perlindungan lingkungan.
e. Menurut Surna T. Djajadiningrat, proses pembangunan berkelanjutan bertumpu pada
tiga faktor utama, yaitu: (1) kondisi sumber daya alam; (2) kualitas lingkungan, dan
(3) faktor kependudukan.

Anda mungkin juga menyukai