Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN
A.   Defenisi Filsafat
a.   Secara etimologi
Kata falsafah/filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu: philosophia,
philo/philos/philein yang artinya cinta /pencinta/mencintai dan Sophia, yang
berarti kebijakan/ wisdom /kearifan/ hikamah / hakikat kebenaran. Jadi filsafat
artinya cinta akan kebijaksanaan atau hakikat kebenaran.
Beberapa istilah filsafat dalam berbagai bahasa, misalnya “falsafah” dalam
bahasa arab, “philosophie” bahasa belanda, “philosophy” dalam bahasa inggris
dan masih banyak lagi istilah dalam bahasa lain, yang pada hakekatnya semua
istilah itu mempunyai arti yang sama.
b.   Arti filsafat menurut para ahli
 Harold H. Titus
Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan
alam yg biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik
atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yg dijunjung tinggi;
 Hasbullah Bakry
 Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya
setelah mencapai pengetahuan itu
 Prof. Dr.Mumahamd Yamin
 Filsafat ialah pemusatan pikiran, sehingga manusia menemui
kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialaminya kesungguhan.
 Prof. Dr. Ismaun, M.Pd
Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan
qalbunya secara sungguh-sungguh, yakni secara kritis sistematis, fundamentalis,
universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang
hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati).
 Pudjo Sumedi AS., Drs.,M.Ed. & Mustakim, S.Pd.,MM
   Istilah dari filsafat berasal bahasa Yunani: ”philosophia”. Seiring
perkembangan zaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti:
”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis;
“philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan
“falsafah” dalam bahasa Arab.
 Plato
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan
kebenaran yang asli.
 Aristoteles
  Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung
didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan
estetika.
 Cicero
 Filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “ (the mother of all the arts). Ia
juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan ).
 Johann Gotlich Fickte
  Filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu
umum, yg jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis
kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu
mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
 Paul Nartorp
   Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan
pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yg sama, yg memikul
sekaliannya .
 Imanuel Kant
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari
segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan, yakni : Apakah
yang dapat kita kerjakan? (jawabannya metafisika); Apakah yang seharusnya
kita kerjakan (jawabannya Etika ); Sampai dimanakah harapan kita?
(jawabannya Agama ); Apakah yang dinamakan manusia? (jawabannya
Antropologi).
 Notonegoro
   Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang
mutlak, yang tetap tidak berubah, yang disebut hakikat.
c.  Filsafat dalam arti umum
Dalam arti ini, filsafat digunakan untuk menyebut berbagai petanyaan yang
muncul dalam pikiran manusia tentang bebagai kesulitan yang dihadapinya,
serta berusaha untuk menemukan solusi yang tepat. Misalnya ketika
menanyakan: “siapakah kita?”, ”mengapa kita ada di sini?”, “kemana kita akan
berlalu”, “apakah kebaikan dan kejahatan itu”, “bagaimanakah karakter alam,
“apakah ia memiliki tujuan?”, “bagaimanakah kedudukan manusia di alam
ini?”, dan seterusnya.
Beginilah seorang ahli yang bernama Aristoteles memahami filsafat, ketika
ia menyebutnya sebagai sebuah nama dari ilmu dalam arti yang paling umum.
B. Sistem Filsafat
Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling
bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Suatu system filsafat sedikitnya mengajarkan tentang sumber dan hakikat
realitas, falsafat hidup, dan tata nilai (etika),termasuk teori terjadinya
pengetahuan manusia dan logika.
C.  Pancasila sebagai sistem filsafat
yaitu suatu konsep tentang dasar negara yang terdiri dari lima sila sebagai
unsur yang mempunyai fungsi masing-masing dan satu tujuan yang sama untuk
mengatur dan menyelenggarakan kehidupan bernegara di Indonesia. Filsafat
negara kita ialah Pancasila, yang diakui dan diterima oleh bangsa Indonesia
sebagai pandangan hidup. Dengan demikian, Pancasila harus dijadikan
pedoman dalam kelakuan dan pergaulan sehari-hari.
Sebagaimana telah dirumuskan oleh Presiden Soekarno, Pancasila pada
hakikatnya telah hidup sejak dahulu dalam moral, adat istiadat, dan kebiasaan
masyarakat Indonesia. “Dengan adanya kemerdekaan Indonesia, Pancasila
bukanlah lahir, atau baru dijelmakan, tetapi sebenarnya Pancasila itu bangkit
kembali”.
Sebagaimana pandangan hidup bangsa, maka sewajarnyalah asas-asas
pancasila disampaikan kepada generasi baru melalui pengajaran dan
pendidikan. Pansila menunjukkan terjadinya proses ilmu pengetahuan, validitas
dan hakikat ilmu pengetahuan (teori ilmu pengetahuan).
Pancasila menjadi daya dinamis yang meresapi seluruh tindakan kita, dan
kita harus merenungkan dan mencerna arti tiap-tiap sila dengan berpedoman
pada uraian tokoh nasional, agar kita tidak memiliki tafsiran yang bertentangan.
Dengan pancasila sebagai filsafat negara dan bangsa Indonesia, kita dapat
mencapai tujuan bangsa dan negara kita.
            Pancasila sebagai sistem filsafat memberi arah agar kesejahteraan dan
kemakmuran bertolak dari keyakinan manusia yang percaya kepada kebesaran
Tuhan, kesejahteraan yang berlandaskan paham kemanusiaan, kesejahteraan
yang memihak pada kesatuan dan persatuan serta kebersamaan sebagai suatu
kesatuan bangsa yang utuh dan bulat.
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya
merupakan suatu kesatuan organik. Sila-sila dalam pancasila saling berkaitan,
saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Sila yang satu senantiasa
dikualifikasikan oleh sila-sila lainnya. Dengan demikian, Pancasila pada
hakikatnya merupakan suatu sistem, dalam pengertian bahwa bagian-bagian
(sila-silanya) saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu
struktur yang menyeluruh. Pancasila sebagai suatu sistem juga dapat dipahami
dari pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang
manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan dirinya
sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat bangsa dan negara.
Kenyataan Pancasila yang demikian ini disebut kenyataan yang obyektif,
yaitu bahwa kenyataan itu ada pada Pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang
lain atau terlepas dari pengetahuan orang. Sehingga Pancasila sebagai suatu
sistem filsafat bersifat khas dan berbeda dengan sistem-sistem filsafat yang lain
misalnya: liberalisme, materialisme, komunisme, dan aliran filsafat yang lain.
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakekatnya bukanlah hanya merupakan
kesatuan yang bersifat formal logis saja, namun juga meliputi kesatuan dasar
ontologis, dasar epistimologis, serta dasar aksiologis dari sila Pancasila.
a.  Dasar Ontologis
Dasar Ontologis Pancasila pada hakekatnya adalah manusia yang memiliki
hakekat mutlak. Subyek pendukung pokok-pokok Pancasila adalah manusia, hal
ini dijelaskan sebagai berikut :
“Bahwa yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil
dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah permusyawaratan/perwakilan, serta yang berkeadilan social adamah
manusia (Notonegoro, 1975:23). Demikian juga jikalau kita pahami dari segi
filsafat Negara, adapun pendukung pokok Negara adalah rakyat, dan unsure
rakyat adalah manusia itu sendiri, sehingga tepatlah jikalau dalam filsafat
Pancasila bahwa hakekat dasar ontopologis sila-sila pancasila adalah manusia.
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasila secara ontologism
memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa,
jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan
makhluk social, serta kedudukan kodrat manusia sebagai pribadi berdiri sendiri
dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu kedudukan kodrat
manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan
inilah maka secara hirarkis sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari
dan menjiwai keempat sila-sila pancasila lainnya (notonegoro, 1975-53).
b.  Dasar Epistemologis
Dasar epistimologis Pancasila sebagai suatu system filsafat pada hakekatnya
juga merupakan suatu system pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari
pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam
memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan Negara
tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia dalam menyelesaikan
masalah yang terjadi dalam hidup dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian
yang demikian ini telah menjadi suatu system cita-cita atau keyakinan-
keyakinan yang telah menyengkut praksis, karena dijadikan landasan bagi cara
hidup manusia atau suatu kelompok masyarakat dalam berbagai bidang
kehidupan masyarakat. Hal ini berarti filsafat telah menjelma menjadi ideology
(Abdul Gani, 1998). Sebagai suatu ideology maka panasila memiliki 3 unsur
pokok agar dapat menarik loyalitas dari para pendukungnya yaitu :
1.      Logos, yaitu rasionalitas atau penalarannya
2.      Pathos, yaitu penghayatannya
3.      Ethos, yaitu kesusilaannya (Wibisono, 1996:3)
Sebagai suatu system filsafat atau ideology maka pancasila harus memiliki
unsur rasional terutama dalam kedudukannya sebagai suatu system
pengetahuan.
c.   Dasar Aksiologis
Sila-sila pancasila sebagai suatu system filsafat juga memiliki satu kesatuan
dasar aksiologisnya, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada
hakekatnya juga merupakan satu kesatuan. Pada hakekatnya segala sesuatu itu
bernilai, hanya nilai macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai
tersebut dengan manusia.
Nilai-nilai pancasila termasuk nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian
yang mengakui nilai material dan vital. Dengan demikian nilai-nilai pancasila
tergolong nilai kerohanian, yang juga mengandung nilai-nilai lain secara
lengkap dan harmonis, yaitu nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai
keindahan, atau estetis, nilai kebaikan atau nilai moral ataupun nilai kesucian
yang secara keseluruhan bersifat sistematik hierarkhis, dimana sila pertama
sebagai basisnya sampai sila kelima sebagai tujuannya (Darmo diharjo).

D.  Ciri-ciri Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain:
1. Sila-sila pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh.
Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya
terpisah-pisah maka itu bukan pancasila.
2. Susunan Pancasila dengan suatu sistem bulat dan utuh itu dapat digambarkan
digambarkan sebagai berikut :
 Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5.
 Sila 2,diliputi,didasari,dijiwai sila 1
 sila 3 diliputi,didasari,dijiwai sila 1, 2, dam mendasari dan menjiwai sila
4, 5.
 Sila 4 diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, 3, dan mendasari dan menjiwai
sila 5.
 Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, 3, 4.

E. Fungsi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


a.    Pancasila sebagai dasar Negara
Pancasila dipergunakan sebagai dasar Negara untuk mengatur
pemerintahan dan penyelenggaraan Negara. Pancasila sebagai dasar Negara
dinyatakan dalam pembukaan Undang-undang dasar 1945 Alinea IV dan
merupakan landasan konstitusional. Dalam hal ini pancasila sebagai sumber
hukun dasar nasional, dan semua Perundang-undangan  harus bersumber pada
Pancasila.
b.    Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
Dalam hal ini, pancasila diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan
semua tingkah laku dan tindak perbuatan manusia Indonesia harus dijiwai dan
merupakan pancaran dari semua sila pancasila.
c.     Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia
Dalam hal ini, pancasila sebagai penggerak atau dinamika serta
pembimbing kearah tujuan untuk mewujudkan masyarakat pancasila. Pancasila
dalam hal ini dijelasakan dalam teori von savigny bahwa setiap bangsa
mempunyai jiwanya masing-masing yang disebut volksgeist (jiwa rakyat atau
jiwa bangsa).
d.    Pancasila sebagai perjanjian luhur
Dikatakan sebagai perjanjian luhur karena pancasila ini disetujui oleh
wakil-wakil rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia.
e.     Pancasila sebagai kepribadian bangsa
Hal ini, berarti pancasila berfungsi dan berperan dalam menujukkan
adanya kepribadian bangsa Indonesia yang dapat dibedakan dengan bangsa lain,
yaitu sikap mental , tingkah laku dan amal perbuatan bangsa Indonesia.
f.     Pancasila sebagai moral pembangunan
Hal ini mengandung maksud nilai-nilai luhur pancasila (norma-norma
yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945) di jadikan tolak ukur dalam
melaksanaka pembangunan nasional, baik dalam, perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, maupun dalam evaluasi.
g. Memberikan jawaban yang mendasar tentang hakikat kehidupan bernegara.
h. Memberikan dan mencari kebenaran yang substansif tentang hakikat negara,
ide negara, dan tujuan negara.
i. Sebagai pedoman yang mendasar bagi warga negara Indonesia dalam
bertindak dan bertingkah laku dalam kehidupan sosial masyarakat
Fungsi pancasila sebagai sistem filsafat dalam kehidupan bangsa dan negara
Indonesia seperti berikut :
a.  Memberikan jawaban yang mendasar tentang hakikat kehidupan bernegara.
b.  Memberikan dan mencari kebenaran yang substansif tentang hakikat negara,
ide negara, dan tujuan negara.
c.  Sebagai pedoman yang mendasar bagi warga negara Indonesia dalam
bertindak dan bertingkah laku dalam kehidupan sosial masyarakat.

Note: link untuk daftar isi


https://how-bee.blogspot.com/2015/10/makalah-tentang-pancasila-sebagai.html

https://faikatushalihat.blogspot.com/2020/07/makalah-pancasila-sebagai-sistem.html

Anda mungkin juga menyukai