Anda di halaman 1dari 15

KEGAWATDARURATAN PADA

TENSION PNEUMOTHORAX

DISUSUN OLEH :
HAYUNING RACHMITA KURNIANTI
1834028

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN RSPAD GATOT SOEBROTO
JAKARTA
2021
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
PADA TENSION PNEUMOTHORAX

A. Pengertian

Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/penimbunan udara di ikuti


peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah satu
rongga paru terluka, sehingga udara masuk ke rongga pleura dan udara tidak bisa
keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat menyebabkan terjadinya
insufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler, dan, akhirnya, kematian jika tidak
dikenali dan ditangani. Hasil yang baik memerlukan diagnosa mendesak dan
penanganan dengan segera. Tension pneumothoraks adalah diagnosa klinis yang
sekarang lebih siap dikenali karena perbaikan di pelayanan-pelayanan darurat
medis dan tersebarnya penggunaan sinar-x dada (Bosswick, 1988 dalam
https://www.scribd.com/doc/242455317/Makalah-Tension-Pneumothorax.).

B. Etiologi
Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena
iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu sebagai berikut:
1. Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura
visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang rusuk
tidak menjadi hal yang penting bagi terjadinya Tension Pneumotoraks).
2. Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat), biasanya
vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter subklavia).
3. Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana ke
Tension Pneumotoraks.
4. Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks
sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-way katup.
5. Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan pneumothoraks
(Corwin, 2009).

C. Tanda dan Gejala


Menurut Boshwick tanda dan gejala pada Tension Pneumothorax yaitu:
1. Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi,
hipersonor dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang sakit.
2. Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser menuju ke
sisi kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/ vena jugularis
(tidak ada jika pasien sangat hipotensi) dan sianosis (Boshwick, 1997).

3. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan)


2. Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi)
3. Pemeriksaan foto dada tampak garis pleura viseralis
4. Pemeriksaan Lab : GDA, Hb, Torasentesis

D. Penatalaksanaan Medis

1. Primery Survey
a. Airway and cervical spine control
Pemeriksaan apakah ada obstruksi jalan napas yang disebabkan benda
asing, fraktur tulang wajah, atau maksila dan mandibula, faktur laring atau
trakea. Jaga jalan nafas dengan jaw thrust atau chin lift, proteksi c-spine,
bila perlu lakukan pemasangan collar neck. Pada penderita yang dapat
berbicara, dapat dianggap bahwa jalan napas bersih, walaupun demikian
penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.

b. Breathing: gerakan dada asimetris, trakea bergeser, vena jugularis distensi,


tapi masih ada nafas.
1) Needle decompression: Tension pneumothorax membutuhkan
dekompresi segera dan penaggulangan awal dengan cepat berupa
insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis
midclavicular pada hemitoraks yang terkena. Tindakan ini akan
mengubah tension pneumothorax menjadi pneumothoraks sederhana.
Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi definitif selalu dibutuhkan
dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5
(setinggi puting susu) di anterior garis midaksilaris.Dekompresi segera
pake jarum suntik tusuk pada sela iga ke 2  di midklavikula dan tutup
dengan handskon biar udara lain tidak masuk nanti lakukan WSD
lebih lanjut setelah sampai RS
2) Prinsip dasar dekompresi jarum adalah untuk memasukan kateter ke
dalam rongga pleura, sehingga menyediakan jalur bagi udara untuk
keluar dan mengurangi tekanan yang terus bertambah. Meskipun
prosedur ini bukan  tatalaksana definitif untuk tension pneumothorax,
dekompresi jarum menghentikan progresivitas dan sedikit
mengembalikan fungsi kardiopulmoner.
3) Pemberian Oksigen

c. Circulation : (takikardia, hipotensi)


1) Kontrol perdarahan  dengan balut tekan tapi jangan terlalu rapat untuk
menghindari parahnya tension pneumothoraks
2) Pemasangan IV line 2 kateter berukuran besar (1-2 liter RL hangat
390C)
d. Disability : nilai GSC daan reaksi pupil
Tentukan tingkat kesadaran ketika sambil lakukan ABC.
e. Rujuk ke rumah sakit terdekat dengan peralatan medis sesuai kebutuhan 
atau yang mempunyai fasilitas bedah saat kondisi pasien sudah
distabilkan.
f. Pengelolaan selama transportasi :
1) Monitoring tanda vital dan pulse oksimetri.
2) Bantuan kardiorespirasi bila perlu.
3) Pemberian darah bila perlu.
4) Pemberian obat sesuai intruksi dokter analgesic jangan diberikan
karena bisa membiaskan symptom.

2. Secondary Survey (dilanjutkan dengan Tatalaksana definitif)


Prinsip tatalaksana di UGD
a. Eksposure : buka pakaian penderita, cegah hipotermia, tempatkan di
tempat tidur dengan memperhatikan jalan nafas terjaga. Pemasangan IV
line tetap.
b. Re-evaluasi :
1) Laju nafas
2) Suhu tubuh
3) Pulse oksimetri saturasi O2
4) Pemasangan kateter folley (kateter urin) monitor dieresis,
dekompresi v. urinaria sebelum DPL

5) EKG
6) NGT  bila tidak ada kontraindikasi (fraktur basis kranii)
7) Bersihkan dengan antiseptic  luka memar dan lecet bila ada lalu
kompres dan obati
c. Lakukan tube thoracostomy / WSD (water sealed drainage, merupakan
tatalaksana definitif tension pneumothorax), (Continous suction).

d. WSDSebagai alat diagnostic, terapik, dan follow up


mengevakuasi darah atau udara sehingga pengembangan paru maksimal
lalu lakukan monitoring
e. Penyulit perdarahan dan infeksi atau super infeksi

E. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Primer
a. Data Subjektif
1) Riwayat Penyakit Pasien
a) Pasien mengeluh sesak
b) Pasien mengeluh nyeri pada dada (biasanya pada pasien fraktur
rusuk dan sternum)
c) Pasien mengeluh batuk berdarah, berdahak
d) Pasien mengeluh lemas, lemah
e) Pasien mengatakan mengalami kecelakaan dan terbentur dan
tertusuk di bagian dada
2) Riwayat Kesehatan Pasien
a) Riwayat penyakit sebelumnya
b) Riwayat pengobatan sebelumnya
c) Adanya alergi

b. Data Objektif
1) Airway (A)
Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai dengan
muntah darah, krekels (+), jalan nafas tidak paten.
2) Breathing (B)
Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris (pada pasien
tension pneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea, suara napas
kusmaul, napas pendek, napas dangkal.
3) Circulation (C)
Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan, sianosis,
takikardi
4) Disability (D)
Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang terlambat)

2. Pengkajian Sekunder
a. Eksposure (E)
Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya penetrasi penyebab
trauma pada dinding dada
b. Five Intervention / Full set of vital sign (F)
1) Tanda – tanda vital : RR meningkat, HR meningkat, terjadi hipotensi
2) Pulse oksimetri : mungkin terjadi hipoksemia
3) Aritmia jantung
4) Pemeriksaan Lab :
Gambaran pada hasil X ray yang biasa dijumpai :
a) Kontusio paru : bintik-bintik infiltrate
b) Pneumotoraks : batas pleura yang radiolusen dan tipis, hilangnya
batas paru (sulit mendiagnosa pada foto dengan posisi supinasi).
c) Injury trakeobronkial : penumomediastinum, udara di servikal.
d) Rupture diafragma : herniasi organ abdomen ke dada, kenaikan
hemidiafragma.
e) Terdapat fraktur tulang rusuk, sternum, klavikula, scapula dan
dislokasi sternoklavikular.
5) CT scan dapat ditemukan gambaran hemotoraks, pneumotoraks,
kontusi paru atau laserasi, pneumomediastinum, dan injuri diafragma.
6) Esofagogram dan atau esofagografi dilakukan jika dicurigai injury
esophagus.
7) Broncoskopy untuk terjadi trakeobronkial injury.
8) Echokardiogram akan memperlihatkan gambaran tamponade jantung
(pada umumnya echokariogram digunakan utuk melihat cedera pada
katup jantung)
9) EKG akan memperlihatkan adanya iskemik, aritmia berhubungan
dengan miokardia kontusion atau iskemia yang berhubungan dengan
cedera pada arteri koronaria.
10) Pemeriksaan cardiac enzym kemungkinan meningkat berhubungan
dengan adanya iskemik atau infak yang disebabkan dari hipotensi
miokardia kontusion.
c. Give comfort / Kenyamanan (G) : pain assessment (PQRST)
Adanya nyeri pada dada yang hebat, seperti tertusuk atau tertekan, terjadi
pada saat bernapas, nyeri menyebar hingga abdomen
d. Head to toe (H)
Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada:
1) Daerah kepala dan leher : mukosa pucat, konjungtiva pucat, DVJ
(Distensi Vena Jugularis)
2) Daerah dada :
a) Inspeksi : penggunaan otot bantu napas, pernapasan Kussmaul,
terdapat jejas, kontusio, penetrasi penyebab trauma pada daerah
dada.
b) Palpasi : adanya ketidak seimbangan traktil fremitus, adanya nyeri
tekan
c) Perkusi : adanya hipersonor
d) Auskultasi : suara napas krekels, suara jantung abnormal.
Terkadang terjadi penurunan bising napas.
e) Daerah abdomen : herniasi organ abdomen
f) Daerah ekstrimitas : pada palpasi ditemukan penurunan nadi
femoralis
e. Inspect the posterior surface (I)
Adanya jejas pada daerah dada

F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Tension Pneumothorax
yaitu (Menurut NANDA NIC-NOC 2016):
1. Ketidaefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflex spasme otot.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma.
G. Intervensi Keperawatan
Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakefektifan pola NOC : NIC :
nafas berhubungan Respiratory status: Ventilation Terapi Oksigen
dengan ekspansi paru Respiratory status: Airway patency 1. Pertahankan jalan nafas yang paten
yang tidak maksimal Vital sign Status 2. Monitor aliran oksigen
karena akumulasi Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3. Pertahankan posisi pasien
udara/cairan 1x3 jam diharapkan pola nafas pasien efektif 4. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
dengan kriteria hasil: Vital sign Monitoring
- tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
mengeluarkan sputum, mampu bernafas 2. Monitor kualitas dari nadi
dengan mudah, tidak ada pursed lips) 3. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien 4. Monitor suara paru
tidak merasa tercekik, irama nafas, 5. Monitor pola pernapasan abnormal
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, 6. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
tidak ada suara nafas abnormal) 7. Monitor sianosis perifer
- Tanda tanda vital dalam rentang normal 8. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
(tekanan darah: Sistole 110/120, Diastole yang melebar, bradikardi, peningkatan
70-80 mmHg; Nadi 60-80x/menit, RR: 16- sistolik)
20x/menit, Suhu: 36-37˚C)
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan trauma jaringan Pain Level Analgesic Administration
dan reflex spasme otot. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Cek riwayat alergi
1x3 jam nyeri akut teratasi dengan kriteria 2. Pilih analgesik yang diperlukan atau
hasil : kombinasi dari analgesik ketika pemberian
1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dari lebih dari satu
skala 5 menjadi 3 (dari 0-10) 3. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
4. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
6. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
7. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

Kerusakan integritas kulit NOC: NIC:


berhubungan dengan Tissue integrity: skin and mucous Pressure ulcer prevention: Wound care
trauma mekanik Wound healing: primary and secondary 1. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
terpasang bullow intention 2. Monitor kulit akan adanya kemerahan
drainage. Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
1x3 jam diharapkan kerusakan pada integritas 4. Monitor status nutrisi pasien
kulit pasien dapat membaik dengan kriteria 5. Observasi luka: lokasi, dimensi, kedalaman
hasil: luka, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi
- Perfusi jaringan normal lokal, formasi traktus.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi 6. Lakukan teknik perawatan luka dengan
- Ketebalan dan tekstur jaringan normal prinsip steril
- Menunjukkan pemahaman dalam proses
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
cidera berulang
- Menunjukkan terjadinta proses
penyembuhan luka
Risiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan dengan Risk Control Infection Protection (proteksi terhadap
faktor risiko tempat Setelah dilakukan asuhan selama 1x3jam risiko infeksi)
masuknya organisme infeksi dapat dicegah dengan kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
sekunder terhadap trauma 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi dan lokal
2. Mengidentifikasi faktor yang dapat 2. Monitor WBC
menimbulkan resiko 3. Inspeksi kulit dan membran mukosa
3. WBC dalam batas normal terhadap kemerahan, panas, drainase
4. Mempertahankan interaksi sosial 4. Ispeksi kondisi luka
5. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
6. Dorong masukan cairan
7. Dorong istirahat
8. Beri pasien obat antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Alagaff, Hood, dkk. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University
Press.
Aru W. Sudoyo, dkk.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed V. Jakarta: Interna
Publishing.
Bosswick, John A., Jr. 2008. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Kowalak, Jennifer P. Dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi : “SISTEM PERNAPASAN-
PNEUMOTHORAKS : BAB.7-Hal.253. Jakarta: EGC.
Manson, J. Robert. 2010. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine, 5/e. dalam
Kurniasih, Dkk, 2009, hlm.2343)

Anda mungkin juga menyukai