Jakarta, eMaritim.com – Terlahir dari keluarga Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
sederhana, Theo Lekatompessy mengawali karirnya di dunia bisnis dengan
berjualan kopi di Surabaya pada tahun 1978, yang kala itu dirinya masih duduk di
bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Theo memilih berjualan kopi lantaran saat
itu penghasilan orang tuanya yang berprofesi sebagai PNS tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
“Sejak SMA saya sudah belajar mandiri. Saya cari duit sendiri untuk biaya sekolah
dengan mulai berdagang hingga bekerja sambil kuliah,” ungkap Theo saat
diwawancara langsung eMaritim.com dan Buletin INSA.
Ketika Hong Kong dikembalikan kepada China oleh Inggris, Marubeni yang dulunya
raksasa dalam bidang kayu, dituntut berubah menjadi perusahaan properti. Sebab,
pada saat itu orang Hong Kong mencari tempat hunian baru, meraka pun hijrah ke
Australia, Singapura, Kanada, bahkan San Franssico.
“Disitu saya kenal Pak Soenarto (pemilik perusahaan pelayaran PT Gurita Lintas
Samudera dan PT Rimba Segara Lines). Beliau salah satu yang saya kagumi
sebagai pengusaha pribumi karena memang beliau bertangan dingin dan orang
yang beruntung karena apapun yang dipegang beliau itu pasti jadi. Beliau juga
sangat konsisten,” ungkapnya.
Selepas dari Djayanti Group, Theo lanjut kerja di Gajah Tunggal di bidang properti
dan petrochemical. “Kemudian saya pindah ke Bakrie. Lalu tahun 2003 saya
berhenti untuk meneruskan kuliah jurusan hukum. Balik lagi ke sini (Indonesia) 2006
mewakili perusahaan Hong Leong Group,” ujarnya.
Di tahun 2008, barulah Theo bergabung di Humpuss Group sebagai Direktur. Lalu,
menjabat sebagai Presiden Direktur PT Humpuss Intermoda Transportasi, Tbk
(HITS) pada 2012. Ini merupakan tugas yang sangat berat bagi Theo lantaran
perusahaan yang ia pimpin tersebut dalam kondisi merugi yang cukup besar.
“Waktu saya mulai, ekspektasi dari stakeholder tidak merata ada yang welcome, ada
yang masih takut-takut, ada yang ragu-ragu. Tapi kita buktikan. Kita menjelaskan
kepada publik bahwa saya pedagang biasa yang mencari untung, yang
membedakan adalah bagaimana cara mendapatkan untung,” tuturnya.
Theo menceritakan masalah di Humpuss terjadi pada tahun 2006. Saat itu
perusahaan dituntut untuk berkembang demi menghadapai persaingan. Perusahaan
pun membuat strategi yaitu terjun ke bisnis bulk carrier dan mendatangkan kapal-
kapal besar untuk menjadi perusahaan global yang melayani pelayaran antar
interkontinental.
Namun strategi yang dibuat tersebut bukan membawa untung malah membawa
petaka bagi Humpuss. Pasalnya, bisnis bulk carrier bukanlah bisnis utama Humpuss
dan kondisi pasar tidak sesuai harapan. Akibatnya kapal-kapal besar ini tidak bisa
beroperasi dengan maksimal ditambah lagi dengan biaya harga sewa kapal yang
melambung tiga kali lipat.
“Terjadi kesalahan strategi saat itu. Timingnya salah, core bisnis keluar, paradigma
salah,” imbuhnya.
Kapal-kapal yang sudah terlanjur didatangkan ini dikembalikan lagi ke pemilik, dan
itu menimbulkan masalah baru berupa tuntutan hukum di London dimana si pemilik
kapal minta ganti rugi karena kontrak diterminasi sebelum berakhirnya kontrak. Theo
menghabiskan banyak energi untuk menyelesaikan permasalahan hukum tersebut.
Pria kelahiran Surabaya, 1 September 1961 ini memang menyukai tantangan dalam
hidupnya. Menurutnya, tantangan merupakan kesempatan seseorang untuk berbuat
sesuatu untuk orang lain.
PENGALAMAN
Memulai bekerja di tahun 1982 yang lalu di Kantor Akuntan Publik Hadori & Co
sebagai Senior Consultant di bidang Manajemen Services di Surabaya.
JABATAN SOSIAL/ORGANISASI
1. Ketua IKA FE dan IKA UA Jakarta (hampir 20 tahun)
2. Ketua Alumni Nederland (IKANED).
3. Supervisory Board dari INA (Indonesian Netherlands Association).
4. Sekretaris Komite Benelux KADIN.
5. Wakil Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI)
6. Ketua Yayasan Indonesia National Shipowner's Association (INSA)