Upaya Membangun Smart City Dan Strategi Mengatasi Ketimpangan Ekonomi Di Provinsi Lampung - 2020
Upaya Membangun Smart City Dan Strategi Mengatasi Ketimpangan Ekonomi Di Provinsi Lampung - 2020
PEREKONOMIAN INDONESIA
(Dosen Pembimbing Diba A. Aris., SE,.M.E.I)
Oleh
BALQIS
NIM : 091911006
1
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith (2011). Pembangunan Ekonomi. Edisi 11. Jakarta Erlangga.
2
Shanty, Mira (2017). PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KONSEP SMART CITY. Institut Teknologi
Sumatera
sebagai konsep yang dapat diterapkan di berbagai daerah untuk menciptakan keselarasan antara
berbagai aspek seperti manusia, fisik dan lingkungan serta teknologi (Insani, 2017).3
Ketimpangan timbul dikarenakan tidak adanya pemerataan dalam pembangunan.
Ketidakmerataan pembangunan ini disebabkan karena adanya perbedaan antara wilayah satu
dengan lainnya. Hal ini terlihat dengan adanya wilayah yang maju dengan wilayah yang
terbelakang atau kurang maju. Ketimpangan memiliki dampak positif maupun dampak negatif.
Dampak positif dari adanya ketimpangan adalah dapat mendorong wilayah lain yang kurang
maju untuk dapat bersaing dan meningkatkan pertumbuhannya guna meningkatkan
kesejahteraannya. Sedangkan dampak negatif dari ketimpangan yang ekstrim antaralain
inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang
tinggi pada umumnya dipandang tidak adil (Todaro, 2011).
Oleh karena itu, ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah perlu segera
diselesaikan melalui perumusan kebijakan pembangunan daerah oleh pemerintah daerah.
Semakin besarnya angka ketimpangan pembangunan antar daerah dapat menimbulkan
kecemburuan masyarakat antar daerah sehingga memicu masyarakat untuk melakukan
tindakan kriminalitas. Dan apabila masalah ketimpangan ini tidak terselesaikan, maka konsep
Smart city ini tidak akan memungkinkan untuk di implementasikan di suatu wilayah
kabupaten/kota tersebut.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana tingkat ketimpangan ekonomi wilayah kabupaten/kota di
Provinsi Lampung, dan bagaimana pengaruh tingkat ketimpangan ekonomi terhadap
penerapan konsep Smart city di Provinsi Lampung, serta strategi yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah ketimpangan wilayah kabupaten/kota di Provinsi Lampung.
B. KERANGKA TEORITIS
1. Definisi Ketimpangan
4
Ketimpangan ekonomi adalah perbedaan pembangunan ekonomi antar suatu wilayah
dengan wilayah lainnya secara vertikal dan horizontal yang menyebabkan disparitas atau
ketidakmerataan pembangunan. Salah satu tujuan pembangunan ekonomi daerah adalah untuk
3
Insani, Priskadini April., 2017. “Mewujudkan Kota Responsif Melalui Smart city”. Jurnal Ilmu Administrasi
Publik. Volume 2. Nomor 1. April 2017
mengurangi ketimpangan (disparity). Peningkatan pendapatan per kapita memang
menunjukkan tingkat kemajuan perekonomian suatu daerah. Namun meningkatnya pendapatan
per kapita tidak selamanya menunjukkan bahwa distribusi pendapatan lebih merata. Seringkali
di negara-negara berkembang dalam perekonomiannya lebih menekankan penggunaan modal
dari pada tenaga kerja sehingga keuntungan dari perekonomian tersebut hanya dinikmati
sebagian masyarakat saja. Apabila ternyata pendapatan nasional tidak dinikmati secara merata
oleh seluruh lapisan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi ketimpangan
(Syahputri, tanpa tahun).5
5
Syahputri, Aulia Rizky. (tanpa tahun). ANALISIS KETIMPANGAN EKONOMI DAN PENGARUHNYA
TERHADAP TINGKAT KRIMINALITAS DI PROPINSI SUMATERA UTARA. Universitas Muhamadiyah
Sumatera Utara.
6
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith (2011). Pembangunan Ekonomi. Edisi 11. Jakarta Erlangga.
sektor tradisional dan modern terhadap ketimpangan pendapatan akan cenderung bergerak
berlawanan arah.
3. Smart City
Smart city adalah cara menghubungkan infrastruktur fisik, infrastruktur sosial, dan
infrastruktur ekonomi dalam sebuah kawasan dengan menggunakan ICT (Information and
Communication Technology), yang dapat mengintegrasikan semua elemen dalam aspek
tersebut dan membuat kota yang lebih efisien dan layak huni (Muliarto, 2015).7
Menurut Pratama (2014)8, terdapat enam indikator Smart city, yaitu sebagai berikut:
a. Smart Economy
Ekonomi merupakan salah satu pilar penopang daerah/kota/negara. Pengelolaan
ekonomi suatu daerah hendaknya perlu dilakukan dengan lebih baik dan
terkomputerisasi. Implementasi dan penilaian smart city pada bagian (dimensi)
smart economy meliputi dua hal, yakni proses inovasi (innovation) dan kemampuan
daya saing (competitives). Kedua hal tersebut berguna untuk mencapai peningkatan
ekonomi bangsa yang lebih baik dan pintar, sebab inovasi dan kemampuan daya
saing merupakan modal utama untuk kemajuan bangsa serta peningkatan
pembangunan sumber daya. Arah pembangunan sumber daya di suatu wilayah
diwujudkan melalui peningkatan akses, pemerataan, relevansi, dan mutu layanan
sosial dasar, peningkatan kualitas dan daya saing tenaga kerja, pengendalian jumlah
dan laju pertumbuhan penduduk serta peningkatan partisipasi masyarakat.
b. Smart People
Pembangunan senantiasa membutuhkan modal, baik modal ekonomi (economic
capital), modal manusia (human capital) maupun modal sosial (social capital).
Smart people dapat dikatakan sebagai tujuan utama yang harus dipenuhi dalam
mewujudkan smart city.
c. Smart Governance
Smart governance merupakan bagian atau dimensi pada yang mengkhususkan pada
tata kelola pemerintahan. Adanya kerja sama antara pemerintah dan masyarakat
diharapkan dapat mewujudkan tata kelola dan jalannya pemerintahan yang bersih,
7
Muliarto, H. 2015. Konsep Smart City Smart Mobility. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
8
Pratama, I Putu Agus Eka. 2014. Smart City Beserta Cloud Computing dan Teknologi-teknologi Pendukung
Lainnya. Bandung: Informatika.
jujur, adil, dan demokrasi, serta kualitas dan kuantitas layanan publik yang lebih
baik.
d. Smart Mobility
Smart mobility merupakan bagian atau dimensi pada smart city yang
mengkhususkan pada transportasi dan mobilitas masyarakat. Pada smart mobility
ini terdapat proses transportasi dan mobilitas yang smart, sehingga diharapkan
tercipta layanan publik untuk transportasi dan mobilitas yang lebih baik serta
menghapus permasalahan umum di dalam transportasi, misalkan macet,
pelanggaran lalu lintas, polusi dan lain-lain.
e. Smart Environment
Smart Environment merupakan bagian atau dimensi pada smart city yang
mengkhususkan pada bagaimana menciptakan lingkungan yang pintar. Kriteria
penilaian disini mencakup proses kelangsungan dan pengelolaan sumber daya yang
lebih baik. Untuk mewujudkan smart environment perlu adanya beragam terapan
aplikasi dan komputer dalam bentuk sensor network, wireless sensor network,
computer network, artificial intelegence, database system, mobile computing,
operating system, paralel computing, recognition (face recognition, image
recognition), image processing, intellegence transport system, dan beragam
teknologi lainnya yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup dan manusia
itu sendiri.
f. Smart Living
Pada smart living terdapat syarat dan kriteria serta tujuan untuk proses pengelolaan
kualitas hidup dan budaya yang lebih baik dan pintar. Untuk mewujudkan smart
living, terdapat tiga buah sub bagian yang harus dipenuhi, diantaranya sebagai
berikut: (1) Fasilitas-fasilitas pendidikan yang memadai bagi masyarakat dengan
memanfaatkan teknologi informasi seperti penyediaan sarana internet gratis dan
sehat (bebas dari konten pornografi, kekerasan, melalui sistem filtering/proxy),
CCTV yang terpasang ditempat umum dan lalu lintas untuk menekan jumlah
kriminalitas. (2) Penyediaan sarana, prasarana dan informasi terkait dengan potensi
pariwisata daerah dengan baik dan atraktif memanfaatkan teknologi informasi
seperti adanya sistem informasi geografis untuk pemetaan lokasi objek wisata,
proses pemesanan tiket masuk dan kamar hotel secara online dan mobile. (3)
Infrastruktur teknologi informasi yang memadai, sehingga semua fasilitas dan
layanan publik dapat berjalan dengan baik melalui bantuan komputerisasi dan
teknologi informasi seperti tersedianya komputer publik di tempat-tempat umum,
tersedianya jaringan internet yang memadai, tersedianya tenaga IT/SDM yang
kompeten.
C. PEMBAHASAN
1. Ketimpangan Ekonomi di Provinsi Lampung
Ketimpangan ekonomi merupakan permasalahan yang kompleks karena dipengaruhi oleh
berbagai aspek (World Bank, 2016)9. Aspek yang mempengaruhi ketimpangan tidak hanya
berasal dari aspek manusia semata, melainkan juga dari aspek alam seperti karakterisitik
geografis dan potensi sumberdaya alam. Ketidakmerataan pembangunan antardaerah di
Indonesia menyebabkan ketimpangan ekonomi antara satu daerah dengan daerah lainnya
(Angelia, 2010). 10
Diukur dari Indeks Gini Ratio pada Maret 2019 tingkat ketimpangan pendapatan Provinsi
Lampung pada tahun 2019 terakhir sebesar 0,33. Sedangkan angka Indeks Gini Ratio nasional
sebesar 0,381. Artinya tingkat ketimpangan di Provinsi Lampung masih lebih rendah
ketimbang angka ketimpangan nasional.
Koefisien Gini ini merupakan ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan agregat (secara
keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu
(ketimpangan yang sempurna). Bila Gini Rasio nol berarti ketimpangan pengeluaran merata
sempurna, atau jumlah pengeluaran setiap orang sama. Sedangkan jika Gini Rasio bernilai satu,
maka ketimpangan pengeluaran timpang sempurna atau pengeluaran itu hanya dilakukan oleh
satu orang atau satu kelompok saja.
Namun tingkat kemiskinan di Provinsi Lampung nyatanya jauh lebih tingi dari tingkat
kemiskinan secara nasional yaitu sebesar 12,30% sedangkan secara nasional tingkat
kemiskinan berada di angka 9,22% (BPS 2019). Artinya tingkat ketimpangan ekonomi di
Provinsi lampung masih terbilang cukup tinggi.
Menurut BPS, seseorang dikatakan miskin atau tidak mampu jika pendapatan per kapita
berada di bawah garis kemiskinan. BPS juga menggunakan data dari 40% populasi terbawah,
yang juga dikenal sebagai data pengukuran Bank Dunia. Menurut standar pengukuran ini,
tingkat ketimpangan dapat dibagi menjadi tiga kategori: jika persentase pengeluaran 40%
penduduk terendah kurang dari 12%, tingkat ketimpangan lebih tinggi; jika angkanya antara
9
World Bank (2016). Ketimpangan Yang Semakin Lebar. Jakrta: World Bank
10
Angelia, Yuki (2010). Analisis Ketimpangan Pembangunan Wilayah di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1995-
2008. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
12-17%, maka tidak Derajat kesetaraan lebih tinggi; jika angkanya lebih tinggi dari 17%,
derajat ketimpangan lebih rendah.
Dengan tingkat ketimpangan tinggi tersebut membuktikan Provinsi Lampung masih
mengalami ketimpangan antara kabupaten/kota yang secara lebih jelas terjadinya ketimpangan
tersebut dapat dilihat dari perbedaan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) masing-
masing Kabupaten/Kota, jarak kualitas pelayanan kesehatan, pendidikan tidak merata, dan
pembangunan yang tidak merata.
11
World Bank (2016). Ketimpangan Yang Semakin Lebar. Jakrta: World Bank
Kebijakan fiskal yang berfokus pada peningkatan belanja pemerintah di bidang
infrastruktur, kesehatan dan pendidikan, bantuan sosial dan jaminan sosial.
Merancang sistem perpajakan yang lebih adil dengan memperbaiki sejumlah
peraturan perpajakan yang saat ini mendukung terpusatnya kekayaan di tangan
segelintir orang.
Selain empat tindakan diatas yang di rekomendasikan oleh World Bank penulis juga
mempunyai saran lain yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengatasi ketimpangan yaitu;
(1) Menyediakan akses pendidikan yang bermutu secara merata di setiap daerah-daerah yang
tertinggal yang sulit untuk mendapatkan akses pendidikan, dan menyediakan fasilitas yang
memadai yang mendukung pembelajaran agar dapat meningkatkan kualitas sumber daya
manusia; (2) Memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat yang kurang mampu
agar mendapat layanan kesehatan yang terjangkau dan tepat waktu; (3) Pembangunan
infrastruktur dan menyediakan fasilitas listrik yang merata di setiap wilayah terutama pada
daerah-daerah yang tertinggal guna membantu mobilitas masyarakat dalam aktifitas dan usaha
yang dijalankan; (4) Menciptakan peluang kerja dengan memanfaatkan kondisi lingkungan
sekitar, dengan menciptakan peluang kerja maka kita juga akan mengurangi munculnya
ketimpangan sosial di masyarakat.
OUTPUT : Provinsi Lampung Maju, SDM nya berkualitas, Smart city dapat di implementasikan,
masyarakatnya sejahtera, pembangunan merata, urbanisasi mengurang.
DAFTAR PUSTAKA
Angelia, Yuki (2010). Analisis Ketimpangan Pembangunan Wilayah di Provinsi DKI Jakarta
Tahun 1995-2008. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Insani, Priskadini April. (2017). “Mewujudkan Kota Responsif Melalui Smart city”. Jurnal
Ilmu Administrasi Publik. Volume 2. Nomor 1. April 2017
Muliarto, H. 2015. Konsep Smart City Smart Mobility. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Pratama, I Putu Agus Eka. 2014. Smart City Beserta Cloud Computing dan Teknologi-
teknologi Pendukung Lainnya. Bandung: Informatika.
Shanty, Mira (2017). PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KONSEP SMART CITY. Institut
Teknologi Sumatera
Software Seni (2019, 18 September). 6 Hal Yang Diperlukan Untuk Membangun Smart City
di Indonesia. Diakses pada 07 Desember 2020, dari
https://medium.com/softwareseni/6-hal-yang-diperlukan-untuk-membangun-smart-
city-di-indonesia-6b87fdd1254f
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith (2011). Pembangunan Ekonomi. Edisi 11. Jakarta
Erlangga.
World Bank (2016). Ketimpangan Yang Semakin Lebar. Jakrta: World Bank
LAMPIRAN