Anda di halaman 1dari 14

ESAI

PEREKONOMIAN INDONESIA
(Dosen Pembimbing Diba A. Aris., SE,.M.E.I)

STRATEGI MEMBANGUN SMART CITY DAN UPAYA MENGATASI


KETIMPANGAN EKONOMI DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh
BALQIS
NIM : 091911006

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BINAWAN
TAHUN 2020
A. PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa
yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan per kapita. Pembangunan ekonomi
sebagai suatu proses yang mencakup perubahan struktur, sikap hidup, kelembagaan, selain
mencakup peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan distribusi
pendapatan dan pemberantasan kemiskinan. Akibat adanya perbedaan dan keragaman potensi
sumber daya alam, letak geografis, dan kualitas sumber daya manusia di berbagai wilayah
Indonesia yang diikuti dengan perbedaan kinerja setiap daerah telah menyebabkan terjadinya
ketimpangan pembangunan antar wilayah (Todaro, 2011).1
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS 2019). Tingkat
ketimpangan pendapatan Provinsi Lampung diukur dengan Indeks Gini Ratio sempat
mengalami peningkatan sebesar 0,36 pada tahun 2016 dibandingkan tahun 2015 sebesar 0,35
lalu mengalami penurunan di tahun 2017 sebesar 0,33 dan tidak ada perubahan hingga tahun
2019. Angka tersebut masih berada di atas Indeks Gini Ratio nasional sebesar 0,381 namun
jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung masih terbilang tinggi berada di angka 12,30
persen sedangkan angka penduduk miskin secara nasional adalah sebesar 9,22 persen pada
tahun 2019.
Dilihat dari tingkat ketimpangan ekonomi di Provinsi Lampung dapat disimpulkan bahwa
masih banyak faktor yang harus debenahi dan dikembangkan agar Provinsi Lampung dapat
menerapkan konsep Smart city pada wilayah kabupaten/kota nya, salah satunya ketimpangan
ekonomi. Dalam penerapan Smart city tentunya ada beberapa aspek penting yang perlu
diperhatikan khususnya aspek sosial, lingkungan maupun teknologi. Masyarakat harus dapat
beradaptasi serta memiliki pengetahuan mengenai konsep Smart city tersebut. Saat ini belum
terdapat penelitian maupun rancangan yang jelas mengenai konsep Smart city yang akan
diterapkan di Provinsi Lampung, sehingga belum diketahui bagaimana pengetahuan
masyarakat mengenai konsep Smart city tersebut. 2
Smart city atau kota cerdas didefinisikan sebagai kota yang mampu menggunakan sumber
daya manusia (SDM), modal sosial, dan infrastruktur telekomunikasi modern untuk
mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kualitas hidup yang tinggi. Smart city
merupakan konsep perencanaan kota yang mengedepankan teknologi yang dimanfaatkan
dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan definisi tersebut maka smart city dapat dikatakan

1
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith (2011). Pembangunan Ekonomi. Edisi 11. Jakarta Erlangga.
2
Shanty, Mira (2017). PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KONSEP SMART CITY. Institut Teknologi
Sumatera
sebagai konsep yang dapat diterapkan di berbagai daerah untuk menciptakan keselarasan antara
berbagai aspek seperti manusia, fisik dan lingkungan serta teknologi (Insani, 2017).3
Ketimpangan timbul dikarenakan tidak adanya pemerataan dalam pembangunan.
Ketidakmerataan pembangunan ini disebabkan karena adanya perbedaan antara wilayah satu
dengan lainnya. Hal ini terlihat dengan adanya wilayah yang maju dengan wilayah yang
terbelakang atau kurang maju. Ketimpangan memiliki dampak positif maupun dampak negatif.
Dampak positif dari adanya ketimpangan adalah dapat mendorong wilayah lain yang kurang
maju untuk dapat bersaing dan meningkatkan pertumbuhannya guna meningkatkan
kesejahteraannya. Sedangkan dampak negatif dari ketimpangan yang ekstrim antaralain
inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang
tinggi pada umumnya dipandang tidak adil (Todaro, 2011).
Oleh karena itu, ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah perlu segera
diselesaikan melalui perumusan kebijakan pembangunan daerah oleh pemerintah daerah.
Semakin besarnya angka ketimpangan pembangunan antar daerah dapat menimbulkan
kecemburuan masyarakat antar daerah sehingga memicu masyarakat untuk melakukan
tindakan kriminalitas. Dan apabila masalah ketimpangan ini tidak terselesaikan, maka konsep
Smart city ini tidak akan memungkinkan untuk di implementasikan di suatu wilayah
kabupaten/kota tersebut.

Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana tingkat ketimpangan ekonomi wilayah kabupaten/kota di
Provinsi Lampung, dan bagaimana pengaruh tingkat ketimpangan ekonomi terhadap
penerapan konsep Smart city di Provinsi Lampung, serta strategi yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah ketimpangan wilayah kabupaten/kota di Provinsi Lampung.

B. KERANGKA TEORITIS
1. Definisi Ketimpangan
4
Ketimpangan ekonomi adalah perbedaan pembangunan ekonomi antar suatu wilayah
dengan wilayah lainnya secara vertikal dan horizontal yang menyebabkan disparitas atau
ketidakmerataan pembangunan. Salah satu tujuan pembangunan ekonomi daerah adalah untuk

3
Insani, Priskadini April., 2017. “Mewujudkan Kota Responsif Melalui Smart city”. Jurnal Ilmu Administrasi
Publik. Volume 2. Nomor 1. April 2017
mengurangi ketimpangan (disparity). Peningkatan pendapatan per kapita memang
menunjukkan tingkat kemajuan perekonomian suatu daerah. Namun meningkatnya pendapatan
per kapita tidak selamanya menunjukkan bahwa distribusi pendapatan lebih merata. Seringkali
di negara-negara berkembang dalam perekonomiannya lebih menekankan penggunaan modal
dari pada tenaga kerja sehingga keuntungan dari perekonomian tersebut hanya dinikmati
sebagian masyarakat saja. Apabila ternyata pendapatan nasional tidak dinikmati secara merata
oleh seluruh lapisan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi ketimpangan
(Syahputri, tanpa tahun).5

2. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan


Simon Kuznets (Todaro, 2011)6 mengatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan
ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk (ketimpangan membesar), namun
pada tahap selanjutnya, distribusi pendapatan akan membaik. Observasi inilah yang
kemudian dikenal sebagai kurva Kuznets “U-terbalik” (Hipotesis Kuznets).
Pembuktian hipotesis Kuznets dilakukan dengan membuat grafik antara pertumbuhan
PDRB dengan indeks ketimpangan (Indeks Williamson). Jika kurva yang dibentuk oleh
hubungan antara variabel tersebut menunjukkan kurva U-terbalik, maka hipotesis Kuznets
terbukti bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi terjadi ketimpangan yang
membesar dan pada tahap-tahap berikutnya ketimpangan menurun, namun pada suatu
waktu ketimpangan akan menaik dan demikian seterusnya.
Kurva Kuznets dapat dihasilkan oleh proses pertumbuhan berkesinambungan yang
berasal dari perluasan sektor modern, seiring dengan perkembangan sebuah negara dari
perekonomian tradisional ke perekonomian modern. Di samping itu, imbalan yang
diperoleh dari investasi di sektor pendidikan mungkin akan meningkat terlebih dahulu,
karena sektor modern yang muncul memerlukan tenaga kerja terampil, namun imbalan ini
akan menurun karena penawaran tenaga terdidik meningkat dan penawaran tenaga kerja
tidak terdidik menurun. Jadi, walaupun Kuznets tidak menyebutkan mekanisme yang dapat
menghasilkan kurva U-terbalik ini, secara prinsip hipotesis tersebut konsisten dengan
proses bertahap dalam pembangunan ekonomi. Namun terlihat bahwa, dampak pengayaan

5
Syahputri, Aulia Rizky. (tanpa tahun). ANALISIS KETIMPANGAN EKONOMI DAN PENGARUHNYA
TERHADAP TINGKAT KRIMINALITAS DI PROPINSI SUMATERA UTARA. Universitas Muhamadiyah
Sumatera Utara.
6
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith (2011). Pembangunan Ekonomi. Edisi 11. Jakarta Erlangga.
sektor tradisional dan modern terhadap ketimpangan pendapatan akan cenderung bergerak
berlawanan arah.

3. Smart City
Smart city adalah cara menghubungkan infrastruktur fisik, infrastruktur sosial, dan
infrastruktur ekonomi dalam sebuah kawasan dengan menggunakan ICT (Information and
Communication Technology), yang dapat mengintegrasikan semua elemen dalam aspek
tersebut dan membuat kota yang lebih efisien dan layak huni (Muliarto, 2015).7
Menurut Pratama (2014)8, terdapat enam indikator Smart city, yaitu sebagai berikut:
a. Smart Economy
Ekonomi merupakan salah satu pilar penopang daerah/kota/negara. Pengelolaan
ekonomi suatu daerah hendaknya perlu dilakukan dengan lebih baik dan
terkomputerisasi. Implementasi dan penilaian smart city pada bagian (dimensi)
smart economy meliputi dua hal, yakni proses inovasi (innovation) dan kemampuan
daya saing (competitives). Kedua hal tersebut berguna untuk mencapai peningkatan
ekonomi bangsa yang lebih baik dan pintar, sebab inovasi dan kemampuan daya
saing merupakan modal utama untuk kemajuan bangsa serta peningkatan
pembangunan sumber daya. Arah pembangunan sumber daya di suatu wilayah
diwujudkan melalui peningkatan akses, pemerataan, relevansi, dan mutu layanan
sosial dasar, peningkatan kualitas dan daya saing tenaga kerja, pengendalian jumlah
dan laju pertumbuhan penduduk serta peningkatan partisipasi masyarakat.
b. Smart People
Pembangunan senantiasa membutuhkan modal, baik modal ekonomi (economic
capital), modal manusia (human capital) maupun modal sosial (social capital).
Smart people dapat dikatakan sebagai tujuan utama yang harus dipenuhi dalam
mewujudkan smart city.
c. Smart Governance
Smart governance merupakan bagian atau dimensi pada yang mengkhususkan pada
tata kelola pemerintahan. Adanya kerja sama antara pemerintah dan masyarakat
diharapkan dapat mewujudkan tata kelola dan jalannya pemerintahan yang bersih,

7
Muliarto, H. 2015. Konsep Smart City Smart Mobility. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
8
Pratama, I Putu Agus Eka. 2014. Smart City Beserta Cloud Computing dan Teknologi-teknologi Pendukung
Lainnya. Bandung: Informatika.
jujur, adil, dan demokrasi, serta kualitas dan kuantitas layanan publik yang lebih
baik.
d. Smart Mobility
Smart mobility merupakan bagian atau dimensi pada smart city yang
mengkhususkan pada transportasi dan mobilitas masyarakat. Pada smart mobility
ini terdapat proses transportasi dan mobilitas yang smart, sehingga diharapkan
tercipta layanan publik untuk transportasi dan mobilitas yang lebih baik serta
menghapus permasalahan umum di dalam transportasi, misalkan macet,
pelanggaran lalu lintas, polusi dan lain-lain.
e. Smart Environment
Smart Environment merupakan bagian atau dimensi pada smart city yang
mengkhususkan pada bagaimana menciptakan lingkungan yang pintar. Kriteria
penilaian disini mencakup proses kelangsungan dan pengelolaan sumber daya yang
lebih baik. Untuk mewujudkan smart environment perlu adanya beragam terapan
aplikasi dan komputer dalam bentuk sensor network, wireless sensor network,
computer network, artificial intelegence, database system, mobile computing,
operating system, paralel computing, recognition (face recognition, image
recognition), image processing, intellegence transport system, dan beragam
teknologi lainnya yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup dan manusia
itu sendiri.
f. Smart Living
Pada smart living terdapat syarat dan kriteria serta tujuan untuk proses pengelolaan
kualitas hidup dan budaya yang lebih baik dan pintar. Untuk mewujudkan smart
living, terdapat tiga buah sub bagian yang harus dipenuhi, diantaranya sebagai
berikut: (1) Fasilitas-fasilitas pendidikan yang memadai bagi masyarakat dengan
memanfaatkan teknologi informasi seperti penyediaan sarana internet gratis dan
sehat (bebas dari konten pornografi, kekerasan, melalui sistem filtering/proxy),
CCTV yang terpasang ditempat umum dan lalu lintas untuk menekan jumlah
kriminalitas. (2) Penyediaan sarana, prasarana dan informasi terkait dengan potensi
pariwisata daerah dengan baik dan atraktif memanfaatkan teknologi informasi
seperti adanya sistem informasi geografis untuk pemetaan lokasi objek wisata,
proses pemesanan tiket masuk dan kamar hotel secara online dan mobile. (3)
Infrastruktur teknologi informasi yang memadai, sehingga semua fasilitas dan
layanan publik dapat berjalan dengan baik melalui bantuan komputerisasi dan
teknologi informasi seperti tersedianya komputer publik di tempat-tempat umum,
tersedianya jaringan internet yang memadai, tersedianya tenaga IT/SDM yang
kompeten.

C. PEMBAHASAN
1. Ketimpangan Ekonomi di Provinsi Lampung
Ketimpangan ekonomi merupakan permasalahan yang kompleks karena dipengaruhi oleh
berbagai aspek (World Bank, 2016)9. Aspek yang mempengaruhi ketimpangan tidak hanya
berasal dari aspek manusia semata, melainkan juga dari aspek alam seperti karakterisitik
geografis dan potensi sumberdaya alam. Ketidakmerataan pembangunan antardaerah di
Indonesia menyebabkan ketimpangan ekonomi antara satu daerah dengan daerah lainnya
(Angelia, 2010). 10
Diukur dari Indeks Gini Ratio pada Maret 2019 tingkat ketimpangan pendapatan Provinsi
Lampung pada tahun 2019 terakhir sebesar 0,33. Sedangkan angka Indeks Gini Ratio nasional
sebesar 0,381. Artinya tingkat ketimpangan di Provinsi Lampung masih lebih rendah
ketimbang angka ketimpangan nasional.
Koefisien Gini ini merupakan ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan agregat (secara
keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu
(ketimpangan yang sempurna). Bila Gini Rasio nol berarti ketimpangan pengeluaran merata
sempurna, atau jumlah pengeluaran setiap orang sama. Sedangkan jika Gini Rasio bernilai satu,
maka ketimpangan pengeluaran timpang sempurna atau pengeluaran itu hanya dilakukan oleh
satu orang atau satu kelompok saja.
Namun tingkat kemiskinan di Provinsi Lampung nyatanya jauh lebih tingi dari tingkat
kemiskinan secara nasional yaitu sebesar 12,30% sedangkan secara nasional tingkat
kemiskinan berada di angka 9,22% (BPS 2019). Artinya tingkat ketimpangan ekonomi di
Provinsi lampung masih terbilang cukup tinggi.
Menurut BPS, seseorang dikatakan miskin atau tidak mampu jika pendapatan per kapita
berada di bawah garis kemiskinan. BPS juga menggunakan data dari 40% populasi terbawah,
yang juga dikenal sebagai data pengukuran Bank Dunia. Menurut standar pengukuran ini,
tingkat ketimpangan dapat dibagi menjadi tiga kategori: jika persentase pengeluaran 40%
penduduk terendah kurang dari 12%, tingkat ketimpangan lebih tinggi; jika angkanya antara

9
World Bank (2016). Ketimpangan Yang Semakin Lebar. Jakrta: World Bank
10
Angelia, Yuki (2010). Analisis Ketimpangan Pembangunan Wilayah di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1995-
2008. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
12-17%, maka tidak Derajat kesetaraan lebih tinggi; jika angkanya lebih tinggi dari 17%,
derajat ketimpangan lebih rendah.
Dengan tingkat ketimpangan tinggi tersebut membuktikan Provinsi Lampung masih
mengalami ketimpangan antara kabupaten/kota yang secara lebih jelas terjadinya ketimpangan
tersebut dapat dilihat dari perbedaan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) masing-
masing Kabupaten/Kota, jarak kualitas pelayanan kesehatan, pendidikan tidak merata, dan
pembangunan yang tidak merata.

2. Strategi Untuk Mengatasi Masalah Ketimpangan di Provinsi Lampung


Membiarkan ketimpangan terus naik dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi &
menghambat pengentasan kemiskinan, serta dapat memicu konflik (World Bank, 2016).11
World Bank merekomendasikan empat tindakan utama yang dapat dilakukan para pembuat
kebijakan untuk mengurangi ketimpangan diantaranya:
a. Memperbaiki pelayanan publik di daerah
Kunci utama agar generasi berikutnya mendapatkan awal yang lebih baik adalah
peningkatan pelayanan publik di daerah, sehingga dapat memperbaiki peluang
kesehatan, pendidikan dan keluarga berencana bagi semua orang.
b. Menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih baik dan peluang melatih
keterampilan bagi tenaga kerja
Program pelatihan keterampilan dapat meningkatkan daya saing pekerja yang tidak
sempat mengenyam pendidikan berkualitas. Selain itu, Pemerintah dapat membantu
menciptakan pekerjaan-pekerjaan yang lebih baik melalui investasi lebih besar di
infrastruktur, iklim investasi yang lebih kondusif dan perundang-undangan yang
tidak terlalu kaku.
c. Memastikan perlindungan dari guncangan
Kebijakan pemerintah dapat mengurangi frekuensi dan keparahan guncangan,
selain juga memberikan mekanisme penanggulangan untuk memastikan bahwa
semua rumah tangga memiliki akses ke perlindungan memadai jika guncangan
melanda.
d. Menggunakan pajak dan anggaran belanja pemerintah untuk mengurangi
ketimpangan saat ini dan di masa depan

11
World Bank (2016). Ketimpangan Yang Semakin Lebar. Jakrta: World Bank
Kebijakan fiskal yang berfokus pada peningkatan belanja pemerintah di bidang
infrastruktur, kesehatan dan pendidikan, bantuan sosial dan jaminan sosial.
Merancang sistem perpajakan yang lebih adil dengan memperbaiki sejumlah
peraturan perpajakan yang saat ini mendukung terpusatnya kekayaan di tangan
segelintir orang.

Selain empat tindakan diatas yang di rekomendasikan oleh World Bank penulis juga
mempunyai saran lain yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengatasi ketimpangan yaitu;
(1) Menyediakan akses pendidikan yang bermutu secara merata di setiap daerah-daerah yang
tertinggal yang sulit untuk mendapatkan akses pendidikan, dan menyediakan fasilitas yang
memadai yang mendukung pembelajaran agar dapat meningkatkan kualitas sumber daya
manusia; (2) Memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat yang kurang mampu
agar mendapat layanan kesehatan yang terjangkau dan tepat waktu; (3) Pembangunan
infrastruktur dan menyediakan fasilitas listrik yang merata di setiap wilayah terutama pada
daerah-daerah yang tertinggal guna membantu mobilitas masyarakat dalam aktifitas dan usaha
yang dijalankan; (4) Menciptakan peluang kerja dengan memanfaatkan kondisi lingkungan
sekitar, dengan menciptakan peluang kerja maka kita juga akan mengurangi munculnya
ketimpangan sosial di masyarakat.

3. Pengaruh Tingkat Ketimpangan Ekonomi Terhadap Penerapan Konsep Smart City


di Provinsi Lampung
Smart city adalah bagian dari implementasi Internet of Things (IoT) di Indonesia.
Sasaran dari program "Smart City" Indonesia adalah masyarakat, pemerintah, dan
infrastruktur perkotaan. Intinya, Smart city bertujuan untuk mengintegrasikan informasi
dari ketiga objek di atas untuk mencapai layanan yang efisien. Jadi, bagaimana Anda
mengintegrasikan masyarakat, pemerintah, dan infrastruktur perkotaan? Salah satunya
adalah dengan membuat aplikasi. Lantas, apakah kota dengan banyak aplikasi bisa disebut
kota pintar? Bisa ya bisa juga tidak. Dengan memiliki jumlah aplikasi yang banyak bukan
satu-satunya indikator yang menjadikan Smart city. Namun, hal itu bisa dijadikan acuan
untuk pengembangan Smart city. Salah satu contoh atau acuan yang dapat dijadikan
panutan dalam konsep Smart city adalah Jakarta, dan Bandung, kota tersebut sudah
mengimplementasikan Smart city pada kota nya.
Terdapat enam indikator utama untuk menciptakan Smart city di suatu wilayah
diantaranya yaitu (Smart people, Smart economy, Smart mobility, Smart environment,
Smart living, and Smart government). Lalu, dari mana kita harus memulai membangun
Smart City di suatu wilayah setelah kita tahu 6 indikatornya?
Untuk mengimplementasikan program Smart city di suatu wilayah, tentunya kita harus
melihat kesiapan sumber daya manusia terlebih dahulu. Apakah sumber daya manusia di
Provinsi Lampung sudah siap dalam menghadapi perubahan yang nantinya akan terjadi.
Kalau dilihat dari angka ketimpangan ekonomi yang masih cukup tinggi, saran penulis
pemerintah perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusianya dan memastikan
kelayakan hidup masyarakat nya. Apabila sumber daya manusia nya belum siap maka
Smart city belum bisa di-implementasikan.
Saat ini angka kemiskinan di Provinsi Lampung masih berada di atas angka rata-rata
nasional yaitu sebesar 12,30% artinya masih banyak penduduk miskin di Provinsi
Lampung. Pemerintah harus inovatif agar dapat megentaskan kemiskinan dan
meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Pemerintah harus melakukan pemerataan
pembangunan seperti fasilitas transportasi & infrastruktur, fasilitas kesehatan, dan fasilitas
pendidikan, guna menurunkan tingakat kemsiskinan yang ada di suatu wilayah dan
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Selain sumber daya manusia, research and development (R&D) juga perlu
ditingkatkan. Sampai saat ini masih belum terdapat penelitian yang jelas yang mengarah
kepada konsep Smart city di Provinsi Lampung. Rencana pembangunan Smart city di
Provinsi Lampung sudah ada, namun belum ada penelitian yang mengarah pada konsep
tersebut. Artinya pemerintah perlu mengajak perguruan tinggi dan swasta untuk
bekerjasama membangun konsep Smart city di Provinsi Lampung. Kota Jakarta dan
Bandung dapat dijadikan acuan untuk konsep pembangunan Smart city di Provinsi
Lampung.
Setelah sumber daya manusia siap dengan program Smart city, perlu dilakukan studi
terhadap research and development (R&D) yang bertujuan untuk menganalisis masalah
pokok di suatu wilayah. Contohnya, Jakarta membawa kemacetan sebagai masalah yang
perlu diurai. Namun, dalam kemacetan tersebut ada banyak faktor pendukung yang terlibat,
misalnya, cara pengendara yang kurang tertib, jumlah kendaraan yang kurang proporsional
dengan luas jalan, dan lainnya. Untuk mengatasi masalah macet tadi, pemerintah atau pihak
terkait perlu menangani bukan hanya macetnya saja tapi juga faktor pendukung kemacetan.
Jika pemerintah terlalu fokus pada kemacetan Jakarta dan tidak memedulikan faktor
pemicu, sehebat apapun solusinya, masalah macet akan tetap ada.
D. PENUTUP
Ketimpangan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Lampung masih dalam kaegori
sedang kalau diukur berdasarkan Indeks Gini Ratio, tetapi hal tersebut juga perlu di
antisipasi agar tidak semakin senjang. Terlebih masih relatif tingginya angka kemiskinan
dan pertumbuhan ekonomi yang belum optimal di wilayah ini. Beberapa solusi dan saran
direkomendasikan oleh World Bank dan penulis mungkin perlu di laksanakan dengan
harapan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah dapat meningkat, dengan pemerataan
pembanguan yang semakin baik.
Pemerintah Provinsi Lampung dapat mengambil kebijakan agar ketimpangan tidak
semakin senggang, antara lain, kebijakan pemerataan pembangunan perlu diarahkan ke
daerah-daerah yang relatif tertinggal. Daerah yang masih tertinggal perlu diberikan fasilitas
yang sama seperti daerah yang relatif maju, seperti, fasilitas transportasi dan jalan, fasilitas
kesehatan, dan fasilitas pendidikan yang merata, guna menghasilkan sumber daya manusia
yang berkualitas yang nantinya dapat membangun daerah nya yang relatif tertinggal.
Pemerintah perlu menaikan anggaran di bidang research and development (R&D) dan
mengajak perguruan tinggi dan swasta bekerja sama dalam penelitian yang terfokus pada
konsep dan pembangunan Smart city di wilayah tempat mereka tinggal. Lalu pemerintah
dapat menguji hasil penelitian untuk dapat di implementasikan di wilayahnya. Apabila
semua faktor pendukung konsep Smart city sudah siap, maka suatu wilayah dipastikan
dapat mengimplementasikan konsep Smart city.
Kota Jakarta dan Bandung dapat dijadikan acuan untuk konsep Pembangunan Smart
city di setiap wilayah di Provinsi, termasuk di Provinsi Lampung, contohnya seperti
meningkatkan pelayanan publik menggunakan teknologi informatika. Dan membangun big
data untuk mengintegrasikan data antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sehingga
dapat memudahkan pemerintah untuk menentukan kebijakan. Provinsi Lampung dapat
membuat aplikasi sistem pengaduan sehingga masalah publik dapat dirumuskan dengan
baik, ditangani, dan di evaluasi oleh pemerintah di Provinsi Lampung.
STRATEGI MEMBANGUN SMART CITY DAN UPAYA MENGATASI
KETIMPANGAN EKONOMI DI PROVINSI LAMPUNG

Alur Pikir Persoalan Kebutuhan Strategi


Tingkat Meningkatkan Pemerintah
ketimpangan taraf hidup perlu
Tingkat ekonomi dan masyarakat melakukkan
ketimpangan kemiskinan di serta kualitas pemerataan
di Provinsi SDM agar dapat pembangunan,
ekonomi dan angka Lampung masih mengurangi dan
kemiskinan yang terbilang cukup tingkat mengalokasikan
tinggi, dan ketimpangan dana yang lebih
masih tinggi, sumber daya ekonomi dan untuk lembaga
terutama pada manusia belum kemiskinan di research and
memadai, Provinsi development
daerah-daerah yang lembaga Lampung. Serta (R&D) dan
relatif tertinggal, research and melakukan merangkul
developement pemerataan perguruan
serta SDM di (R&D) di pembangunan tinggi (PT) dan
Provinsi Lamoung Provinsi di daerah relatif swasta untuk
Lampung belum tertinggal. Agar melakukan
belum cukup ada yang dapat penelitian untuk
memadai untuk melakukan mengurangi konsep Smart
penelitian jumlah city. Kota
membangun. tentang konsep urbanisasi. Jakarta dan
Konsep Smart city. Smart city. Bandung dapat
dijadikan acuan
dari konsep
Smart City.

OUTPUT : Provinsi Lampung Maju, SDM nya berkualitas, Smart city dapat di implementasikan,
masyarakatnya sejahtera, pembangunan merata, urbanisasi mengurang.
DAFTAR PUSTAKA

Angelia, Yuki (2010). Analisis Ketimpangan Pembangunan Wilayah di Provinsi DKI Jakarta
Tahun 1995-2008. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

BALITBANGDA Provinsi Lampung (2019). KESENJANGAN ANTARA KABUPATEN/KOTA


DAN OPTIMALISASI PROGRAM PEMBANGUNAN DI PROVINSI LAMPUNG.
Provinsi Lampung

Insani, Priskadini April. (2017). “Mewujudkan Kota Responsif Melalui Smart city”. Jurnal
Ilmu Administrasi Publik. Volume 2. Nomor 1. April 2017

Muliarto, H. 2015. Konsep Smart City Smart Mobility. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Pratama, I Putu Agus Eka. 2014. Smart City Beserta Cloud Computing dan Teknologi-
teknologi Pendukung Lainnya. Bandung: Informatika.

Syahputri, Aulia Rizky. (tanpa tahun). ANALISIS KETIMPANGAN EKONOMI DAN


PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KRIMINALITAS DI PROPINSI SUMATERA
UTARA. Universitas Muhamadiyah Sumatera Utara.

Shanty, Mira (2017). PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KONSEP SMART CITY. Institut
Teknologi Sumatera

Software Seni (2019, 18 September). 6 Hal Yang Diperlukan Untuk Membangun Smart City
di Indonesia. Diakses pada 07 Desember 2020, dari
https://medium.com/softwareseni/6-hal-yang-diperlukan-untuk-membangun-smart-
city-di-indonesia-6b87fdd1254f

Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith (2011). Pembangunan Ekonomi. Edisi 11. Jakarta
Erlangga.

World Bank (2016). Ketimpangan Yang Semakin Lebar. Jakrta: World Bank
LAMPIRAN

Gambar 1: Indeks Gini Ratio Perkotaan dan Pedesaan 2015-2019

Gambar 2: Statistik Kunci 2017-2019

Gambar 3: Perbandingan Laju Pertumbuhan Provinsi Lampung dan Nasional (Persen)


2011-2019

Anda mungkin juga menyukai