Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

DASAR-DASAR KEHUJJAHAN HADITS DAN FUNGSI HADITS


TERHADAP AL-QUR'AN

(Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadits)

Dosen Pengampuh : H. Alimron, M.Ag

Disusun Oleh :

ATHIYAH RAHMA ASRA (2020202111)

IMAM AL HAFIZH SHIDIQ (20202022110)

NABILA IRFANY PUTRI (2020202130)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
kesempatan dan kesehatan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah “Dasar Kehujjahan
dan Hadits dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur'an”. Tak lupa pula kita kirimkan salam dan
shalawat kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam
kegelapan menuju alam yang terang berderang seperti sekarang ini.

Makalah “Dasar Kehujjahan dan Hadits dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur'an” ini
disusun sebagai salah satu penunjang nilai yang diberikan oleh dosen dalam proses
perkuliahan. Makalah “Dasar Kehujjahan dan Hadits dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur'an”
ini mengalami banyak kendala dalam pembuatannya. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada dosen maupun teman-teman sekalian yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.

Akhir kata “tak ada gading yang tak retak”, penulis menyadari akan banyaknya
kekurangan dalam penyusunan jurnal lengkap ini. Dan demi kesempurnaan penyusunan
Makalah “Filsafat Islam dan Pendidikan Islam” saya mohon kritik dan saran dari pembaca.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Palembang, Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Dasar-dasar Kehujjahan Hadits

2.2 Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur'an

3.3 Inkar Sunnah dan Bantahan Ulama Terhadapnya

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Menurut bahasa (lughat), hadits dapat berarti baru, dekat (qarib) dan cerita(khabar).
Sedangkan menurut istilah ahli hadist ialah “segala ucapan Nabi, segala perbuatan
beliau dan segala keadaan beliau”. Akan tetapi para ulama Ushul Hadits, membatasi
pengertian hadits hanya pada” Segala perkataan, segala perbuatan dan segala taqrir
Nabi Muhammad SAW, yang bersangkut paut dengan hukum.

Beranjak dari pengertian-pengertian di atas, menarik dibicarakan tentang


kedudukan Hadits dalam Islam. Seperti yang kita ketahui, bahwa Alquran merupakan
sumber hukum utama atau primer dalam Islam. Akan tetapi dalam realitasnya, ada
beberapa hal atau perkara yang sedikit sekali Alquran membicarakanya, atau Alquran
membicarakan secara global saja atau bahkan tidak dibicarakan sama sekali dalam Al-
Quran. Nah jalan keluar untuk memperjelas dan merinci keuniversalan Alquran
tersebut, maka diperlukan Hadits atau Sunnah. Di sinilah peran dan kedudukan Hadits
sebagai tabyin atau penjelas dari Alquran atau bahkan menjadi sumber hukum sekunder
atau kedua setelah Al-Quran.

b. Rumusan Masalah
1. Pengertian Kehujjahan Hadits
2. Dasar-dasar Kehujjahan Hadits
3. Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur'an

c. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Dasar-dasar Kehujjahan Hadits
2. Untuk mengetahui Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur'an
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DASAR-DASAR KEHUJJAHAN HADITS

Hujjah atau Hujjat (bahasa Arab: ‫ )الحجة‬adalah istilah yang banyak digunakan
di dalam Al-Qur'an dan literatur Islam yang bermakna tanda, bukti, dalil, alasan atau
argumentasi. Sehingga kata kerja "berhujjah" diartikan sebagai "memberikan alasan-
alasan". Kadang kala kata hujjah disinonimkan dengan kata burhan, yaitu
argumentasi yang valid, sehingga dihasilkan kesimpulan yang dapat diyakini dan
dipertanggungjawabkan akan kebenarannya.

Yang dimaksud dengan kehuJjahan Hadits (hujjiyah hadits) adalah keadaan


Hadits yang wajib dijadikan hujah atau dasar hukum (al-dalil al-syar’i), sama dengan
Al-Qur’an dikarenakan adanya dalil-dalil syariah yang menunjukkannya. Menurut
Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Ushul Al-Fiqh Al-Islami, orang yang pertama kali
berpegang dengan dalil-dalil ini diluar ‘ijma adalah Imam Asy-Syafi’I (w. 204 H)
dalam kitabnya Ar-Risalah dan Al-Umm.

Menurut ulama ushul fiqh hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada
nabi muhammad baik ucapan, perbuatan, maupun ketetapan yang dapat dijadikan dalil
hukum shara’. Oleh karena itu produk hadis ditempatkan sebagai sumber hukum islam
setelah al-quran. Dalil yang menjelaskan terdapat dalam QS.An-Nisa : 80

Persoalan yang kemudian muncul, apakah semua perkataan, perbuatan dan


ketetapan Nabi merupakan sumber atau syariah atau bukan. Abd al-Muni’im al-Namr
membagi hadist menjadi dua yaitu hadis syariah (hadis yang secara hukum wajib diikuti
oleh kaum muslimin) dan hadis non syariah (hadis yang secara hukum tidak mengikat
untuk di ikuti oleh kaum muslimin).

Adapun yang termasuk dalam kategori hadis syariah yaitu:

- Hadist yang timbul dari nabi dalam posisi dan kedudukannya sebagai al-tabligh
yang harus mengkomunikasikan atau menyampaikan risalah islam kepada
umat.
- Hadist-hadis yang timbul dari nabi dalam kedudukanya sebagai pemimpin
kaum muslimin seperti mengutus tentara, pengelola harta negara, mengangkat
hakim dan sebagainya.
- Hadist yang timbul dari nabi dalam kedudukannya sebagai hakim, yaitu ketika
nabi menghukum dan menyelesaikan persengketaan yang terjadi di kalangan
umatnya.

Adapun yang termasuk dalam kategori Non hadist syariah yaitu :

- Hadist yang berkenaan dengan kebutuhan setiap manusia pada umumnya


seperti makan, minum,tidur dan sebagainya.
- Hadist yang yang berkenaan dengan pergaulan dan kebiasaan individu dan
masyarakat seperti bercocok tanam, pengobatan, model pakaian dan
sebagainya.
- Hadist yang berkaitan dengan pengaturan masyarakat dalam aspek-aspek
tertentu, seperti menyebarkan pasukan ke pos-pos tertentu dalam peperangan,
mengatur barisan dan sebagainya.

2.2 FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR'AN

Al-Qur’an merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan Alloh. Kitab Al-
Qur’an adalah sebagai penyempurna dari kita-kitab Alloh yang pernah diturunkan
sebelumnya. Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam dan
merupakan rujukan umat Islam dalam memahami syariat.

Pada tahun 1958 salah seorang sarjana barat yang telah mengadakan penelitian
dan penyelidikan secara ilmiah tentang Al-Qur’an mengatan bahwa: “Pokok-pokok
ajaran Al-Qur’an begitu dinamis serta langgeng abadi, sehingga tidak ada di dunia ini
suatu kitab suci yang lebih dari 12 abad lamanya, tetapi murni dalam teksnya”.
Adapun fungsi hadits terhadap Al-Quran adalah sebagai berikut:

1. Bayan At-Taqrir

Menguatkan dan menegaskan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an. Di sini


hadits berfungsi memperkuat dan memperkokoh hukum yang dinyatakan oleh Al-
Qu'ran. Misalnya, Al-quran menetapkan hukum puasa, dalam firman-Nya yang artinya
: “ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (Q.S
AlBaqarah/2:183)

Dan hadits menguatkan kewajiban puasa tersebut Islam didirikan atas lima
perkara : “persaksian bahwa tidak ada Tuhan selainAllah , dan Muhammad adalah
rasulullah, mendirikan shalat , membayar zakat puasapada bulan ramadhan dan naik
haji ke baitullah.” (H.R Bukhari dan Muslim)

2. Bayan At-Tafsir.

Yang dimaksud dengan bayan At-Tafsir adalah memberikan perincaian dan


penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran yang masih mujmal, memberikan taqyid
(persyaratan) terhadap ayat-ayat Al-Quran yang masih mutlaq, dan memberikan taksis
(penentuan khusus) terhadap ayat-ayat Al-Quran yang masih umum.

Contoh, ayat-ayat Al-Quran yang masih mujmal adalah perintah mengerjakan


shalat, puasa, zakat, disyari’atkan jual beli, pernikahan, qiyas, hudud, dan sebagainya.
Ayat-ayat Al-Quran tentang masalah tersebut masih bersifat mujmal, baik cara
mengerjakan, sebab-sebabnya, syarat-syarat, ataupun halangan-halanganya.

Rasulullah mempunyai tugas menjelaskan Al-Qur’an sebagaimana firman


Allah SWT dalam QS. An-Nahl ayat 44 yang artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu
Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”(QS. An-Nahl : 44)

3.3 INKAR SUNNAH DAN BANTAHAN ULAMA TERHADAPNYA


Ingkar Sunnah (hadits) adalah sekelompok umat Islam yang tidak mengakui
atau menolak Sunnah (hadits) sebagai salahsatu sumber ajaran Islam. Orang yang
menolak keberadaan Sunnah (hadits) sebagai salah satu sumber ajaran Islam disebut
munkir al-Sunnah. Kelompok Ingkar Sunnahmerupakan lawan atau kebalikan dari
kelompok besar (mayoritas) umat Islam yang mengakui Sunnah sebagai salah satu
sumber ajaran Islam.

Al-Shafi’i, seperti dikutip olehShuhudi Ismail, dalam kitabal-Umm membagi


kelompok Ingkar Sunnah menjadi tiga golongan, yaitu pertama : Golongan yang
menolak seluruh Sunnah, kedua : Golongan yang menolak Sunnah kecuali apabila
Sunnah itu memiliki kesamaan dengan petunjuk al-Qur’an, ketiga : Golongan yang
menolak Sunnah yang berstatus ahad. Golongan ini hanya menerima Sunnah yang
berstatus mutawatir atau hadits mutawatir. Dari penggolongan Ingkar Sunnah menjadi
tiga bagian tersebut, golongan yang benar-benar masuk dalam pengertian Ingkar
Sunnah adalah golongan pertama (golongan yang menolak Sunnah secara keseluruhan).
Sedangkan golongan kedua dan ketiga adalah golongan yang masih ragu terhadap
keberadaan Sunnah, antara mengakui dan menolak keberadaan Sunnah.

BANTAHAN ULAMA TERHADAP INGKAR SUNNAH

A. Bantahan dan Tanggapan Dalil Pertama

Tiga ayat yang dijadikan dalil oleh Inkaarus Sunnah (penentang As-Sunnah)
tidak dapat dijadikan hujjah atau dasar untuk menolak As-Sunnah. Menurut Imam al-
Au-za’i rahimahullah bahwa yang dimaksud Al-Qur-an menerangkan segala sesuatu,
yakni menerangkan dengan penjelasan yang terdapat dalam As-Sunnah. Sebagaimana
dijelaskan dalam ayat lain bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberikan
kewenangan oleh Allah untuk menerangkan Al-Qur-anul Karim kepada umat
manusia.

ِ َّ‫َوأ َنزَ ْلنَا إِلَيْكَ ال ِذِّ ْك َر ِلتُبَيِِّنَ لِلن‬


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ‫اس َما نُ ِ ِّز َل إِلَ ْي ِه ْم‬
َ‫“ َولَعَلَّ ُه ْم يَتَفَ َّك ُرون‬Dan Kami turunkan Al-Qur-an kepadamu agar engkau jelaskan kepada
manusia tentang apa-apa yang diturunkan kepada mereka, agar mereka berfikir.” [An-
Nahl: 44]
Kata Imam asy-Syafi’i, “Istilah al-Bayan (tibyan) yang disebut dalam Al-Qur-
an mengandung berbagai makna yang mencakup pengertian pokok sebagai sumber
yang dijabarkan dalam berbagai cabang hukum (furu’). Hal ini diterangkan dalam Al-
Qur-an oleh Allah kepada makhluk-makhlukNya yang mengandung berbagai segi:

1. Ketentuan fardhu yang dicantumkan sebagai nash secara global, yaitu


wudhu’, shalat, zakat, puasa, dan haji. Juga terdapat larangan berbuat keji secara
terang-terangan atau tersembunyi, seperti larangan zina, minum-minuman keras,
makan bangkai, makan darah, dan daging babi. Demikian pula disebutkan tata cara
wudhu’ dan sebagainya.

2. Ketentuan yang tegas dari firman Allah dalam Al-Qur-an dijelaskan melalui
lisan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Contohnya jumlah raka’at shalat,
nishab dan waktu zakat, serta ketentuan lainnya yang belum dijabarkan dalam Al-
Qur-an.

3. Ketentuan yang diundangkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang


tidak ada nashnya dalam Al-Qur-an wajib diikuti, karena Allah mewajibkan hamba-
hamba-Nya untuk taat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta selalu
berpedoman kepada hukumnya. Barangsiapa yang telah melaksanakan ketentuan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berarti ia menerima ketentuan Allah.

4. Kewajiban yang dikenakan kepada hamba-hamba-Nya ini bertujuan agar


bersungguh-sungguh mencari keterangan itu, dan Allah menguji ketaatan mereka
dalam berijtihad sebagaimana ujian dalam hal-hal yang difardukan Allah Subhanahu
wa Ta’ala.

Selanjutnya Imam asy-Syafi’i menjelaskan bahwa barangsiapa yang


menjadikan firman Allah Azza wa Jalla dalam Al-Qur-an sebagai sumber hukum,
pasti akan menjadikan As-Sunnah sebagai hujjah, karena Allah telah menjadikan
makhluk-Nya untuk mentaati Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َ ‫سو ُل فَ ُخذُوهُ َو َما نَ َها ُك ْم‬
‫ع ْنهُ فَانتَ ُهوا‬ َّ ‫َو َما آت َا ُك ُم‬
ُ ‫الر‬

“…Apa yang diberikan Rasul kapadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…” [Al-Hasyr: 7]

َ َ‫ش َج َر َب ْينَ ُه ْم ث ُ َّم َل َي ِجدُوا ِفي أَنفُ ِس ِه ْم َح َر ًجا ِ ِّم َّما ق‬


َ‫ضيْت‬ َ ‫فَ َل َو َر ِبِّكَ َل يُؤْ مِ نُونَ َحتَّى يُ َح ِ ِّك ُموكَ فِي َما‬
‫س ِلِّ ُموا ت َ ْسلِي ًما‬
َ ُ‫َوي‬
“Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman sehingga
mereka menjadikanmu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka suatu keberatan terhadap putusan yang kamu
berikan, mereka menerima dengan sepenuhnya.” [An-Nisaa’ : 65] Orang-orang yang
ingkar kepada As-Sunnah dengan menggunakan beberapa dalil dari ayat yang
mengingkari ayat-ayat lain yang memerintahkan taat kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, mereka adalah seperti orang-orang yang disinyalir Allah dalam
firman-Nya: ِ‫ب َوت َ ْكفُ ُرونَ بِبَ ْعض ۚ فَ َما َجزَ ا ُء َمن يَ ْفعَ ُل ذَلِكَ مِ ن ُك ْم إِ َّل خِ ْزي فِي ْال َحيَاة‬ ِ ‫ض ْال ِكتَا‬
ِ ‫أَفَتُؤْ مِ نُونَ بِبَ ْع‬
َ‫ع َّما تَ ْع َملُون‬ ِ ‫ش ِدِّ ْالعَذَا‬
َّ ‫ب ۗ َو َما‬
َ ‫ّللاُ بِغَافِل‬ َ َ‫“ الدُّ ْنيَا ۖ َويَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة ي َُردُّونَ إِلَى أ‬Apakah kamu beriman
kepada sebagian al-Kitab dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan
bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan
dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat besar.
Dan Allah tidak lengah dari apa kamu perbuat.” [Al-Baqarah: 85]

B. Bantahan dan Tanggapan Dalil Kedua

Adapun yang dimaksud dengan istilah hifzhudz dzikir dalam ayat 9 surat al-
ُ ِ‫“ ِإنَّا نَحْ ُن ن ََّز ْلنَا ال ِذِّ ْك َر َو ِإنَّا لَهُ لَ َحاف‬Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-
Hijr: َ‫ظون‬
Dzikra dan Kami pasti memeliharanya.” [Al-Hijr: 9]

Tidaklah terbatas pada perlindungan terhadap Al-Qur-an saja, melainkan


mencakup peraturan Allah serta peraturan yang diundangkan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Allah menetapkan arti dzikr itu lebih umum dari hanya al-Qur-an
saja. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: َ‫فَا ْسأَلُوا أَ ْه َل ال ِذِّ ْك ِر إِن ُكنت ُ ْم َل تَ ْعلَ ُمون‬
“Tanyakanlah kepada ahli dzikir sekiranya kalian tidak mengetahui.” [An-Nahl: 43]

Yang dimaksud dzikir dalam ayat ini ialah orang yang memahami Dinullah
dan syari’at-Nya. Tidaklah diragukan lagi bahwa Allah menjamin Sunnah Rasul-Nya
sebagaimana Dia menjamin Kitab-Nya. Hal ini terbukti dari perjuangan ulama yang
telah menghabiskan usianya dalam menghafal, menyalin, mempelajari Al-Qur-an dan
As-Sunnah. Di samping itu mereka juga tidak lupa mengadakan seleksi yang ketat
terhadap As-Sunnah.

Imam Muhammad bin ‘Ali bin Hazm yang terkenal dengan Ibnu Hazm
berkata, “Di antara para ahli bahasa dan syari’at tidak terdapat perbedaan faham
bahwa wahyu dari Allah merupakan ajaran yang diturunkan. Wahyu ini seluruhnya
dijamin oleh Allah Ta’ala. Segala yang termasuk dalam jaminan Allah pasti tidak
akan hilang atau menyimpang sedikit pun selama-lamanya, dan tidak akan pernah
muncul keterangan yang membatalkan wahyu tersebut”.

Kemudian Ibnu Hazm menolak penafsiran kata dzikr dalam Al-Qur-an (Al-
Hijr: 9) yang hanya diartikan sebagai Al-Qur-an saja. Ia berkata, “Pandangan tersebut
hanyalah dusta yang jauh dari pembuktian, dan bermaksud mempersempit arti dzikr
tanpa suatu dalil pun. Kata dzikr dalam ayat tersebut ialah suatu nama yang berkaitan
dengan segala yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya, baik itu Al-Qur-an maupun
As-Sunnah, dan As-Sunnah merupakan wahyu sebagai penjelasan Al-Qur-an. Allah
ِ َّ‫َوأَنزَ ْلنَا ِإلَيْكَ ال ِذِّ ْك َر ِلتُبَ ِيِّنَ لِلن‬
Subhanahu wa Ta’ala berfirman: َ‫اس َما نُ ِ ِّز َل ِإلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّ ُه ْم يَتَفَ َّك ُرون‬
“…Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur-an agar engkau menjelaskan kepada
manusia apa-apa yang diturunkan kepada mereka, agar mereka berfikir.” [An-Nahl:
44]

Jadi, nyatalah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan


untuk menjelaskan kepada ummat manusia, karena banyak ayat-ayat dalam Al-Qur-an
yang hanya dicantumkan secara garis besarnya saja, seperti shalat, zakat, puasa, haji,
dan lain sebagainya. Dari bunyi lafazhnya, tidak dapat kita ketahui apa sebenarnya
yang dikehendaki Allah kepada kita selaku hamba-Nya. Oleh karena itu, perlu
dilengkapi dengan penjelasan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sekiranya
penjelasan tersebut tidak ada atau diabaikan begitu saja, maka sebagian besar syari’at
yang difardhukan kepada kita akan gugur, dan kita tidak mengetahui apa yang
sebenarnya dikehendaki Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan ayat-ayat tersebut (bila
As-Sunnah tidak dijamin).
BAB III

KESIMPULAN

Dari penjelasan diatas mengenai Kehujjahan Hadits dan Fungsi Hadits


Terhadap Al-Qur'an, dapat kita simpulkan bahwa :

Kata "Hadits" atau al-hadits menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu yang baru),
lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata hadits juga berarti al-khabar
(berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada
orang lain. Kata jamaknya, ialah al-hadist.

Hadits ataupun Sunnah, dapat dibagi menjadi tiga macam hadits yaitu Hadits
Qauli. Hadits Fi’il dan. Hadits Taqriri.Sedangkan kedudukan hadits terhadap al-qur’an
dalam hukum islam, hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-qur`an .penetapan
hadits sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu Al qur`an sendiri,
kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul).

Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an adalah Al-Quran menekankan bahwa Rasul


SAW.berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah (QS 16:44). Penjelasan atau
bayan tersebut dalam pandangan sekian banyak ulama beraneka ragam bentuk dan sifat
serta fungsinya.

a. Hadist menguatkan hukum yang ditetapkan Al-qur`an

b. Hadits memberikan rincian terhadap pernyataan Al qur`an yang masih


bersifat global.

c. Hadits membatasi kemutlakan ayat Al qur`an .Misalnya Al qur`an


mensyariatkan wasiat
d. Hadits memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al Qur`an yang
bersifat umum

e. Hadits menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-qur`an. Al-
qur`an bersifat global, banyak hal yang hukumnya tidak ditetapkan secara pasti .Dalam
hal ini, hadits berperan menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh Al-qur`an.

DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqy, Teungku M. Hasbi, 1999, Sejarah dan pengantar Ilmu Hadits, Semarang:PT.
Pustaka Rizki Putra.
Ismail ,M.Syuhudi . 1989. Pengantar Ilmu Hadits. Ujung Pandang: Berkah Ujung Pandang
Mudasir. 1999.Ilmu Hadits. Bandung. Pustaka Setia
http://mnhmotivator.blogspot.com/2011/06/fungsi-hadist-terhadap-al-quran_05.html

https://almanhaj.or.id/1850-tanggapan-dan-bantahan-bagi-para-penentang-as-sunnah.html

Anda mungkin juga menyukai