Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Demensia merupakan jenis penyakit tidak menular, tetapi mempunyai


dampak yang membahayakan bagi fungsi kognitif lansia.Demensia adalah
keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain
yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari Kriteria
demensia yaitu kehilangan kemampuan intelektual, termasuk daya ingat yang
cukup berat, sehingga dapat mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan. Prevalensi
demensia terhitung mencapai 35,6 juta jiwadi dunia. Angka kejadian ini
diperkirakan akan meningkat dua kali lipat setiap 20 tahun, yaitu 65,7 juta pada
tahun 2030 dan 115,4 juta pada tahun 2050.

Peningkatan prevalensi demensia mengikuti peingkatan populasi lanjut


usia (lansia). Berdasarkan datatersebut dapat dilihat terjadi peningkatan prevalensi
demensia setiap 20 tahun. Deklarasi Kyoto menyatakan tingkat prevalensi dan
insidensi demensia di Indonesia menempati urutan keempat setelah China,
India, dan Jepang. Data demensia di Indonesia pada lanjut usia (lansia)yang
berumur 65 tahun ke atas adalah 5% dari populasi lansia. Prevalensi demensia
meningkat menjadi 20% pada lansia berumur 85 tahun ke atas. Kategori lanjut
usia penduduk berumur 65 tahun ke atas angka lansia di Indonesia pada tahun
2000 sebanyak 11,28 juta. Jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi 29 juta jiwa
pada tahun 2020 atau 10 persen dari populasi penduduk

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Definisi lain yaitu menurut Perdossi, demensia adalah kumpulan gejala


kronik yang disebabkan oleh berbagai latar belakang penyakit dan ditandai
oleh hilangnya daya ingat jangka pendek (recent memory) dan gangguan
global fungsi mental termasuk fungsi bahasa, mundurnya kemampuan
berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi
labil dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa adanya gangguan
tingkat kesadaran atau situasi stress, sehingga menimbulkan gangguan
pekerjaan, aktivitas harian dan sosial.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Demensia adalah suatu kemunduran intelektual berat dan progresif


yang menggu fungsi sosial, pekerjaan, dan aktivitas harian seseorang.5
Penyakit Alzheimer (AD) merupakan penyebab yang paling sering, ditemukan
pada 50-60% pasien demensia; penderitanya diperkirakan berjumlah 35,6 juta
di seluruh dunia (2010), yang akan meningkat mencapai 65,7 juta di tahun
2030,6 sehingga diantara penduduk usia lanjut dunia, penyakit Alzheimer
diidap oleh setidaknya 5% populasi.7 Demensia vaskular merupakan jenis
demensia terbanyak ke-2 setelah demensia Alzheimer, dengan angka kejadian
47% dari populasi demensia secara keseluruhan. Sisanya disebabkan
demensia lainnya.

2.3 ETIOLOGI

Demensia Alzheimer dan demensia vaskular merupakan demensia yang paling


banyak kasusnya. Penyebab demensia lainnya yang disebutkan dalam DSM-IV

2
adalah penyakit Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit Huntington, penyakit
Parkinson, Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan trauma kepala.

1. Demensia Alzheimer
Adalah gangguan degeneratif yang menyerang sel-sel otak atau neuron secara
progresif yang mengakibatkan hilangnya memori, kemampuan berpikir dan
berbahasa, serta perubahan perilaku.Penyakit Alzheimer merupakan penyakit
neurodegeneratif yang secara epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang
menderita pada usia kurang 65 tahun disebut sebagai early onset sedangkan kelompok
yang menderita pada usia lebih dari 65 tahun disebut sebagai late onset. Faktor resiko
penyakit Alzheimer sampai saat ini masih belum pasti, tetapi beberapa faktor yang
diperkirakan menjadi penyebab Alzheimer adalah:

a. Usia
Bertambahnya usia memang menjadi salah satu faktor resiko penyakit
Alzheimer, namun begitu penyakit ini dapat diderita oleh semua orang pada
semua usia. 96% diderita pada yang berusia 40 tahun keatas.

b. Genetik
Individu yang memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan penderita
beresiko dua kali lipat untuk terkena Alzheimer.

c. Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, maka prevalensi wanita yang menderita Alzheimer
lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan pria.

d. Pendidikan
a. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki faktor
pelindung dari resiko menderita Alzheimer, tetapi hanya untuk menunda
onset manifestasi klinis.

3
Secara makroskopik, perubahan otak pada alzheimer melibatkan kerusakan berat
pada neuron korteks dan hipokampus serta penimbunan amiloid pada pembuluh darah
intrakranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologis (struktural) dan
biokimia pada neuron-neuron. Perubahan morfologis terdiri dari dua ciri khas lesi
yang pada akhirnya berkembang menjadi degenari soma (badan) dan/atau akson dan
dendrit neuron. Dua ciri khas lesi tersebut yaitu kekusutan neurofibrilaris dan plak
senile.

Neurofibrillary Tangle merupakan suatu struktur intraseluler yang berisi serat


kusut dan sebagian besar terdiri dari protein "tau". Dalam sistem saraf pusat, protein
"tau" sebagian besar sebagai penghambat pembentuk struktural yang terikat dan
menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitoskeleton sel
neuron. Pada alzheimer ini, terjadi fosforilasi abnormal dari protein "tau" yang secara
kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak lagi dapat terikat pada
mikrotubulus secara bersama-sama. Tau yang abnormal dapat terpuntir masuk ke
filamen heliks ganda. Dengan kolapsnya sistem transport internal, hubungan
interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti oleh
kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang
rusak ini yang salah satunya menyebabkan alzheimer.

Lesi khas yang kedua yaitu plak senilis, terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang
terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-
beta adalah fragmen protein prekursor amiloid (APP) yang pada keadaan normal
melekat pada membran neuron yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan
neuron. APP terbagi menjadi fragmen-fragmen oleh enzim protease yang salah satu
fragmennya adalah A-beta, suatu fragmen yang lengket dan berkembang menjadi
gumpalan yang bisa larut. Pada alzheimer, gumpalan tersebut akhirnya tercampur
dengan bagian dari neuron dan sel-sel glia (khususnya mikroglia dan astrosit). Setelah
beberapa waktu, campuran tersebut membeku menjadi fibril-fibril yang membentuk
plak yang matang, padat, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang

4
utuh.  Selain itu, A-beta mengganggu hubungan interselular dan menurunkan respons
pembuluh darah sehingga menyebabkan makin rentannya neuron-neuron terhadap
stressor (missal iskemia). Kemungkinan lain adalah bahwa A-beta menghasilkan
radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon
pembuluh darah sehingga mengakibatkan rentannya neuron terhadap stressor.
Perubahan biokimia dalam sistem saraf pusat adalah temuan mikroskopis khas
lain yang ditemukan pada alzheimer. Diketahui bahwa korteks otak manusia  terdiri
dari sejumlah besar akson kolinergik yang melepaskan asetilkolin yang mana
merupakan kunci neurotransmitter dalam fungsi kognitif yang kemudian pada
penderita alzheimer ini terjadi penurunan pada neurotransmitter ini berhubung akson
kolinergiknya mengalami kerusakan. Oleh karena itu salah satu obat-obatan yang
bekerja berupa inhibitor kolinesterase yang bekerja menghambat enzim tersebut agar
tidak mendegradasi asetilkolin sehingga tidak memperparah kondisi.

2. Demensia Vaskular
Demensia vaskuler merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang
meliputi semua sindroma demensia akibat iskemik, perdarahan, anoksik atau hipoksik
otak dengan penurunan fungsi kognitif mulai dari yang ringan sampai paling berat
dan tidak harus dengan gangguan memori yang menonjol.

Demensia vaskular diakibatkan oleh adanya penyakit pembuluh darah


serebral. Adanya infark tunggal di lokasi tertentu, episode hipotensi, leukoaraiosis,
infark komplit, dan perdarahan juga dapat menyebabkan timbulnya kelainan kognitif.
Sindrom demensia yang terjadi pada demensia vaskular merupakan konsekuensi dari
lesi hipoksia, iskemia, atau adanya perdarahan di otak. Tingkatprevalensi
demensiaadalah 9kali lebih tinggipada pasien yang telahmengalami stroke. Satu tahun
setelahstroke, 25% pasien masuk dengan onset baru dari demensia.Prevalensi
demensia vaskular akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia
seseorang, dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Sebuah penelitian di Swedia
menunjukkan resiko terjadinya demensia vaskular pada laki-laki (khususnya pada

5
mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko
kardiovaskular lainnya) sebesar 34,5% dan perempuan sebesar 19,4%.

Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan


sedang, yang mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar
pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh
darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh sebagai
contohnya katup jantung.

3. Penyakit Pick
Penyakit Pick disebabkan penurunan fungsi mental dan perilaku yang terjadi
secara progresif dan lambat. Kelainan terdapat pada kortikal fokal pada lobus
frontalis. Penyakit ini juga sulit dibedakan dengan Alzheimer hanya bisa dengan
otopsi, dimana otak menunjukkan inklusi intraneunoral yang disebut “badan Pick”
yang dibedakan dari serabut neurofibrilaris pada Alzheimer.Diagnostik penyakit
demensia penyakit Pick:

 Adanya gejala demensia yang progresif.

 Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif dari lobus frontalis yang


menonjol disertai euforia, emosi tumpul, dan perilaku sosial yang kasar,
disinhibisi, apatis, gelisah.

 Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului gangguan daya


ingat.

4. Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Suatu kelainan otak yang ditandai dengan penurunan fungsi mental yang
cepat, disertai kelainan pergerakan, terutama menyerang usia dewasa diatas 50 tahun.
Penyakit yang mirip terjadi pada domba dan sapi, jadi penularan bisa terjadi karena
memakan jaringan hewan yang terinfeksi. Terjadi kerusakan jaringan otak oleh suatu
organisme yang menyerupai virus (protein yang bisa ditularkan, yang disebut prion).

6
Gejalanya ditandai dengan kemunduran mental yang cepat, biasanya dalam beberapa
bulan. Meliputi perubahan kepribadian, depresi, kecemasan, demensia, penuruanan
kemampuan intelektual, kesulitan berbicara dan menelan, serta gerakan tersentak-
sentak yang tiba-tiba.

5. Penyakit Parkinson
Demensia ini disebabkan adanya penyakit parkinson yang menyertai dengan
gejala:

 Disfungsi motorik.

 Gangguan kognitif / demensia bagian dari gangguan.

 Lobus frontalis dan defisit daya ingat.

 Depresi.

6. Penyakit Huntington
Suatu penyakit yang diturunkan, dimana sentakan atau kejang dan hilangnya
sel-sel otak secara bertahap mulai timbul pada usia pertengahan dan berkembang
menjadi korea, atetosis serta kemunduran mental. Disebabkan oleh adanya
degenerasi bagian otak pada ganglia basalis dan kortex serebral. Gejala muncul pada
usia 35-40 tahun berupa demensia progresif, hipertonisitas mascular, gerakan
koreiform yang aneh.

7. Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Adalah suatu infeksi oleh salah satu dari 2 jenis virus (retrovirus),
yaitu HIV-1 atau HIV-2, yang secara progresif merusak sel-sel darah putih
yang disebut limfosit CD4+, dan menyebabkan AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) dan penyakit lainnya sebagai akibat dari

7
gangguan kekebalan tubuh. Gejala pada otak biasanya berupa hilangnya
memori, kesulitan berpikir dan berkonsentrasi, demensia, lemas, tremor atau
kesulitan berjalan
2.4 KLASIFIKASI

Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit:

a. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik:


Hal ini meliputi hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi,
kompleks demensia AIDS, dan sebagainya.

b. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi:


Kelompok ini meliputi korea Huntington, penyakit Schilder, dan
proses demielinasi lainnya; penyakit Creutzfeldt-Jakob; tumor otak;
trauma otak; infeksi otak dan meningeal; dan sejenisnya.

c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang


mencolok:Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick

2.5 GEJALA DAN TANDA

Gambaran utama demensia adalah munculnya defisit kognitif multipleks,


termasuk gangguan memori, setidak-tidaknya satu di antara gangguan gangguan
kognitif berikut ini: afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan dalam hal fungsi
eksekutif. Defisit kognitif harus sedemikian rupa sehingga mengganggu fungsi
sosial atau okupasional (pergi ke sekolah, bekerja, berbelanja, berpakaian, mandi,
mengurus uang, dan kehidupan sehari-hari lainnya) serta harus menggambarkan
menurunnya fungsi luhur sebelumnya.

 Gangguan memori

8
Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang hal-hal baru,
atau lupa akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Sebagian
penderita demensia mengalami kedua jenis gangguan memori tadi. Penderita
seringkali kehilangan dompet dan kunci, lupa bahwa sedang meninggalkan bahan
masakan di kompor yang menyala, dan merasa asing terhadap tetangganya. Pada
demensia tahap lanjut, gangguan memori menjadi sedemikian berat sehingga
penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan
bahkan terhadap namanya sendiri.

 Gangguan orientasi

Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat,
dan waktu. Orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit
demensia. Sebagai contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana
kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi.

 Gangguan bahasa

Penderita akan terlihat sulit untuk mencari kata yang tepat dalam
mengungkapkan isi pikirannya. Semakin parah penyakitnya, maka ucapan dan
atau tulisan penderita jadi sulit untuk dimengerti karena penderita menggunakan
kalimat dengan substitusi kata-kata yang tidak biasa digunakan. Contohnya: jika
penderita sulit menemukan sikat giginya, maka ia akan bertanya "sesuatu untuk
mulut saya".

 Apraksia

Penderita sulit mengerjakan tugas yang familiar. Penderita sering


mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas sehari-hari yang sangat mereka
ketahui, contohnya mereka tidak mengetahui langkah-langkah untuk menyiapkan
makanan, berpakaian, atau menggunakan perabot rumah tangga.

9
 Agnosia

Ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda maupun


fungsi sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali kursi,
pena, meskipun visusnya baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota
keluarganya dan bahkan dirinya sendiri yang tampak pada cermin. Demikian
pula, walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu mengenali benda
yang diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya misalnya kunci atau uang
logam.

 Gangguan fungsi eksekutif

Hal ini disebabkan karena frontal lobe penderita mengalami gangguan,


ditandai dengan: sulit menyelesaikan masalah, reasoning, pembuatan keputusan
dan penilaian. Misalnya penderita mengenakan baju tanpa mempertimbangkan
cuaca, memakai beberapa kaos di hari yang panas/ memakai pakaian yang sangat
minim ketika cuaca dingin.

 Perubahan Kepribadian

Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling


mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Pasien dengan demensia juga
mungkin menjadi introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efek
perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham
paranoid biasanya bersikap curiga atau bermusuhan terhadap anggota keluarga
dan pengasuhnya. Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemungkinan
mengalami perubahan kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan
meledak-ledak. Selain itu penderita juga sering mengalami delusi paranoid dan
terkadang juga mengalami halusinasi (dengar, visual, dan haptic). Sedangkan
untuk gangguan perilaku, meliputi agitasi (aktivitas verbal maupun motorik yang
berlebihan dan tidak selaras), wandering (mondar-mandir, mencari-cari/

10
membututi caregiver ke mana pun mereka pergi, berjalan mengelilingi rumah,
keluyuran), dan gangguan tidur (berupa disinhibisi, yaitu perilaku yang melanggar
norma-norma sosial, yang disebabkan oleh hilangnya fungsi pengendalian diri
individu

2.6 PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Pada Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan


fisik dan neuropsikologis.
a. Anamnesis
Wawancara sebaiknya dilakukan pada penderita dan mereka yang sehari-hari
berhubungan langsung dengan penderita (pengasuh). Hal yang penting
diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi terutama kognitif dibandingkan
dengan sebelumnya, mendadak/progresif lambat dan adanya perubahan
perilaku dan kepribadian.

 Riwayat kesehatan/medis umum


Ditanyakan faktor resiko demensia, riwayat infeksi kronis (misalnya HIV
dab sifilis), gangguan endokrin (hiper/ hipotiroid), diabetes mellitus,
neoplasma, penyakit jantung, penyakit kolagen, hipertensi,
hiperlipidemia, dan aterosklerosis.

 Riwayat neurologis
Untuk mencari etiologi demensia seperti riwayat gangguan
serebrovaskuler, trauma kapitis, infeki SSP, epilepsy, tumor serebri, dan
hidrosefalus.

 Riwayat gangguan kognitif


Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek dan jangka panjang:
gangguan orientasi ruang, waktu dan tempat; gangguan berbahasa/

11
komunikasi (meliputi kelancaran, menyebut nama benda, maupun
gangguan komprehensi); gangguan fungsi eksekutif (meliputi
pengorganisasian, perencanaan, dan pelaksanaan suatu aktivitas),
gangguan praksis dan visuospasial.Selain itu perlu ditanyakan mengenai
aktivitas harian, di antaranya melakukan pekerjaan, mengatur keuangan,
mepersiapkan keperluan harian, melaksanakan hobi, dan mengikuti
aktivitas sosial.

 Riwayat Gangguan Perilaku dan Kepribadian


Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita
demensia. Hal ini perlu dibedakan dengan gangguan psikiatri murni,
misalnya depresi, skizofrenia, terutama tipe paranoid. Pada penderita
demensia dapat ditemukan gejala neuropsikologis berupa waham,
halusinasi, miss-identifikasi, depresi, apatis, dan cemas. Gejala perilaku
dapat berupa bepergian tanpa tujuan (wandering), agitasi, agresivitas fisik
maupun verbal, restlessness, dan disinhibisi.

 Riwayat Intoksikasi
Adanya riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida, insektisida,
dan lem; alkoholisme, dan merokok. Riwayat pengobatan terutama
pemakaian kronis obat antidepresan dan antidepresan dan narkotik perlu
diketahui pula.

 Riwayat keluarga
Adakah keluarga yang mengalami demensia atau riwayat penyakit
serebrovaskular, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson,
Sindrom Down dan retardasi mental.

b. Pemeriksaan fisik

12
Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan umum, neurologis dan
neuropsikologis.

 Pemeriksaan fisik umum


Terdiri dari pemeriksaan medis umum sebagaimana yang dilakukan
dalam praktek klinis.

 Pemeriksaan neurologis
Adanya tekanan tinggi intra kranial, gangguan neurologis fokal, misalnya:
gangguan berjalan, gangguan motorik, sensorik, otonom, koordinasi,
gangguan penglihatan, pendengaran, keseimbangan, tonus otot, gerakan
abnormal/apraksia, dan adanya refleks patologis dan primitif.

c. Pemeriksaan neuropsikologis
Meliputi evaluasi memori, orientasi, bahasa, kalkulasi, praksis,
visuospasial, dan visuoperseptual. Mini Mental State Examination (MMSE)
dan Clock Drawing Test (CDT) adalah pemeriksaan penapisan yang berguna
untuk mengetahui adanya disfungsi kognisi, menilai efektivitas pengobatan,
dan untuk menentukan progresivitas penyakit. Nilai normal MMSE adalah 24-
30. Gejala awal demensia perlu dipertimbangkan pada penderita dengan nilai
MMSE kuurang dari 27, terutama pada golongan berpendidikan tinggi. Selain
itu pula dilakukan pemeriksaan aktivitas harian dengan pemeriksaan Activity
of Daily Living (ADL) dan Instrumental Activity of Daily Living (IADL). Hasil
pemeriksaan tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, social, dan budaya.

d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium,
pencitraan otak, elektroenseflografi dan pemeriksaan genetika.

 Pemeriksaaan laboratorium
Pemeriksaaan yang dianjurkan oleh American Academy of Neurology
berupa pemeriksaan darah lengkap termasuk elektrolit, fungsi ginjal,

13
fungsi hati, hormone tiroid, dan kadar vitamin B12. Pemeriksaan HIV dan
neurosifilis pada penderita dengan resiko tinggi. Pemeriksaa cairan otak
dilakukan hanya atas indikasi.

 Pemeriksaaan pencitraan otak


Pemeriksaan ini berperan dalam menunjang diagnosis, menentukan
beratnya penyakit, meupun prognosis.

Computerized Tomography (CT)- Scan atau Metabolic Resonance


Imaging (MRI) dapat mendeteksi adanya kelainan structural, sedangkan
Positron Emission Tomography (PET) dan Single Photon Emission
Tomography (SPECT) digunakan untuk mendeteksi pemeriksaan fungsional.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya:

 Gambaran normal sesuai dengan usia


 Atrofi serebri umum
 Perubahan pada pembuluh darah kecil yang tampak sebagai
leukoensefalopati
 Atrofi fokal terutama pada lobus temporal medial yang khas pada
demensia Alzheimer
 Infark serebri, perdarahan subdural, atau tumor otak

MRI dapat menunjukkan kelainan struktur hipokampus secara jelas&


berguna untuk membedakan demensia Alzhimer dengan demensia vaskular
pada stadium awal.

 Pemeriksaaan EEG
EEG tidak menunjukkan kelainan yang spesifik. Pada stadium lanjut
dapat ditemukan adanya perlambatan umum dan kompleks periodik.

 Pemeriksaaan Genetika

14
Pemeriksaan genetika belum merupakan pemeriksaan rutin, dalam penelitian
dilakukan untuk mencari maka APOE, protein Tau, dll

2.7 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan farmakologis pada penderita dementia reversibel


bertujuan untuk pengobatan kausal, misalnya pada hiper/ hipotiroidi, defisiensi
vitamin B12, intoksikasi, gangguan nutrisi, infeksi dan ensefalopati metabolik.
Progresifitas demensia vaskuler dapat dihentikan dengan pengobatan terhadap
faktor resiko dan pengobatan simptomatis untuik substitusi defisit
neurotransmitter. Namun hal ini tidak dapat menyembuhkan penderita.

Pada demensia Alzheimer pengobatan bertujuan untuk menghentikan


progresivitas penyakit dan mempertahankan kualitas hidup. Beberapa golongan
obat yang direkomendasikan, antara lain:

a. Pengobatan simptomatis:

Pengobatan dengan golongan penghambat asetilkoloinesterase (seperti


donepezil hidroklorida, rivastigmin dan galantamin) bertujuan untuk
mempertahankan jumlah asetilkolin yang produksinya menurun. Obat golongan
NMDA seperti memantindipasarkan di Indonesia saat ini.

b. Pengobatan dengan disease modifiying agents:

 Obat golongan obat antiinflamasi non steroid (OAINS)

Pada proses pembentukan senile plaque dan neurofibrillary tangle


dapat diidentifikasi adanya elements of cell mediated immune response,
sehingga pemakaian OAINS dapat mengurangi proses ini.

 Antioksidan

15
Antioksidan berfungsi menghambat oksidasi oleh radikal bebas yang
berlebihan sehingga merusak sel neuron. Antioksidan ini terdapat pada
sayuran dan buah-buahan, vitamin E, A, dan C.

 Neurotropik

Obat golongan ini merupakan derivate neurotransmitter GABA yang


mempunyai efek fasilitasi neurotransmisi kolinergik dengan stimulasi sintesis
dan pelepasan asetilkolin.

 Obat yang bekerja pada beta amiloid protein tau, dan presenilin

Penatalaksanaan non-farmakologis ditujukan untuk keluarga,


lingkungan, dan penderita dengan tujuan:

 Menetapkan program aktivitas harian penderita


 Orientasi realitas
 Modifikasi perilaku
 Memberikan informasi dan pelatihan yang benar pada keluarga, pengasuh
dan penderita.
 Mepertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi.

Program Harian Penderita:

 Kegiatan harian teratur dan sistematis, meliputi latihan fisik untuk memacu
aktivitas fisik dan otak yang baik (brain- gym)
 Asupan gizi berimbang, cukup serat, mengandung antioksidan, mudah
dicerna, penyajian menarik dan praktis
 Mencegah/ mengelola faktor resiko yang dapat memperberat penyakit,
misalnya: hipertensi, gangguan vascular, diabetes, dan merokok.
 Melaksanakan hobi dan aktivitas social sesuai dengan kemampuan

16
 Melaksanakan “LUPA” (Latih, Ulang, Perhatian, dan Asosiasi)
 Tingkatkan aktivitas saat siang hari, tempatkan di ruangan yang mendapatkan
cahaya cukup

Orientasi realitas:

 Penderita diingatkan akan waktu dan tempat


 Beri tanda khusus untuk tempat tertentu, misalnya kamar mandi
 Pemberian stimulasi melalui latihan/ permainan, misalnya permainan
monopoli, kartu, scrabble, mengisi teka-teki silang, sudoku, dll. Hal ini
member manfaat yang baik pada predemensia (Mild Cognitive Impairment)
 Menciptakan lingkungan yang familiar, aman, dan tenang. Hindari keadaan
yang membingungkan dan menimbulkan stress. Berikan keleluasaan bergerak.

2.8 PROGNOSIS
Perkembangan demensia pada setiap orang berbeda. Demensia karena
AIDS biasanya dimulai secara samar tetapi berkembang terus selama
beberapa bulan atau tahun. Sedangkan demensia karena penyakit Creutzfeldt-
Jakob biasanya menyebabkan demensia hebat dan seringkali terjadi kematian
dalam waktu 1 tahun. Pada demensia stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi
otak yang hamper menyeluruh. Penderita tidak mampu mengendalikan
perilakunya, suasana hati sering berubah-ubah dan senang berjalan-jalan. Pada
akhirnya penderita tidak mampu mengikuti suatu percakapan dan bisa
kehilangan kemampuan berbicara.

2.9 KOMPLIKASI

 Jaga agar pikiran selalu aktif. Seperti teka-teki dan permainan kata, belajar
bahasa, bermain alat music, membaca, menulis, melukis atau menggambar.

17
 Aktif secara fisik dan sosial. Hal ini dapat menunda mulainya demensia dan
juga mengurangi gejala.
 Kejarlah pendidikan. Para peneliti berpendapat bahwa pendidikan dapat
membantu seseorang mengembangkan jaringan sel saraf otak yang kuat yang
mengkompensasi kerusakan sel saraf yang disebabkan oleh penyakit
Alzheimer.
 Menurunkan kadar kolesterol, tekanan darah dan mengendalikan diabetes
adalah upaya untuk mengurangi faktor resiko pada demensia vaskular.
 Pola makan yang sehat. Studi menunjukan bahwa makanan yang kaya buah-
buahan, sayuran dan omega-3 asam lemak, dapat memiliki efek perlindungan
dan menurunkan resiko demensia.

18
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IdentitasPasien
 Nama : Ny.
 Usia : 65 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Status Perkawinan : Menikah
 Agama : Islam
 Alamat :parampuan
 Tanggal MRS :
 No RM :

3.2 Anamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : sering lupa
Pasien datang ke poli saraf RSUD …. pada tanggal 10-03-2021 pasien
mengeluh semakin hari semakin sering lupa sampai setahun terakhir ini.
Awalnya pasien didiagnosis diabetes militus setahun yang lalu, bersamaan
dengan itu pasien mengeluh mulai sering lupa. 3 bulan yang lalu pasien
sampai diantar tetangganya pulang kerumah. 2 bulan terakhir pasien mulai
suka sendiri dan merasa cemas kepada keluarga sendiri kecuali suami. Pasien
mau makan kalau suami yang menyuapi. BAK dan BAB masih bisa sendiri.
Pasien mengeluh jari tangan kanan kaku sejak seminggu yang lalu. Makin hari
makin kaku dan berkurang ketika siang hari.

b. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat hipertensi : (disangkal)
 Riwayat kencing manis : (+)

19
 Riwayat penyakit jantung : (disangkal)
 Riwayat kolestrol : (disangkal)

c. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat hipertensi : (disangkal)
 Riwayat kencing manis : (disangkal)
 Riwayat penyakit jantung : (disangkal)
 Riwayat kolestrol : (disangkal)

d. Riwayat Sosial dan Ekonomi


 Merokok (disangkal)
 Minum alkohol (disangkal)

3.3 Pemeriksaan Fisik


 Tanda Vital :
‐ Tekanan Darah : 130/77 mmHg
‐ Nadi : 109 x/menit
‐ RR : 20 x/menit
‐ Suhu : 36,5o C

 Status Generalis dan Lokalis


 Kulit : Normal, Sianosis (-), Ikterik (-)
 Kepala : Normocephali
 Mata : Pupil bulat unisokor, anemis (-/-), ikterik (-/-) terdapat reflek
cahaya pada kedua pupil mata (+/+).
 Hidung : discharge (-/-), pernafasan cuping hidung (-), deviasi
septum tidak ada, deformitas tidak ada

20
 Mulut/Gigi: Mencong ke kiri (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-), mukosa
tidak hiperemis, tonsil T0-T0
 Telinga : Normal, discharge (-/-), tidak ada kelainan kongenital
 Leher : Normal, deviasi trakea (-), JVP normal (5+2 cm),
pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-/-).
 Pemeriksaan Thorax Cor
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
 Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 5, linea midclavicula
sinistra
 Perkusi :
Batas kanan jantung : ICS 4 linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS 5 midclavicula sinistra
Batas atas jantung : ICS 2 linea parasternalis sinistra
 Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler (+), murmur (-), gallop (-)

 Pemeriksaan Thorax Pulmonal (depan dan belakang)


 Inspeksi : Normochest, dinding dada simetris kanan dan kiri,
tidak ada gerakan nafas tertinggal, tidak ada massa dan tidak
ada tanda-tanda peradangan.
 Palpasi : nyeri tekan (-), vocal premitus kedua lapang paru
teraba kuat
 Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
 Auskultasi :

Vesikuler Rhonki Wheezing

+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

21
 Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : Abdomen datar, distensi tidak ada, asites tidak ada,
tidak tampak adanya massa, tidak tampak adanya tanda-tanda
peradangan.
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani

+ + +
+ + +
+ + +
 Palpasi :
Nyeri tekan

- - -
- - -
- - -

 Pemeriksaan Genitalia : Dalam batas normal


 Ekstremitas
 Akral hangat :

+ +
+ +

22
 Edema

- -
- -

3.4 Pemeriksaan Status Neurologis


 Kesadaran/GCS : E4V5M6 ( Kompos Mentis )
 Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk :-
Kernig Sign :-
Tanda Brudzinski I : -
Tanda Brudzinski II : -
 Nervus Kranialis
1. Nervus 1 (Olfaktorius) D S
Subjektif Tidak
Tidak diperiksa
Objektif diperiksa
2. Nervus II (Optikus) OD OS
Visus
Lapang Pandang
Tes warna Tidak
Tidak diperiksa
Fundus diperiksa
Skotoma
3. Nervus III, IV, VI OD OS
Kedudukan bola mata Simetris Simetris
Nistagmus Tidak diperiksa Tidak
diperiksa
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pupil Bulat, anisokor Bulat,

23
Refleks Pupil OD 4 mm anisokor
OS 3 mm

- Refleks cahaya langsung + +


- Refleks konsensuil
- Refleks konvergensi

Gerakan Bola Mata Bisa melihat Bisa melihat


kesegala arah kesegala arah
4. Nervus V Kanan Kiri
Sensorik : Terasa sama kiri dan kanan
N-V1 (Ophtalmicus)
N-V2 (Maksilaris)
N-V3 (Mandibularis)

Motorik :
Refleks kornea + +
Refleks masseter Normal Normal
Trismus
Nyeri tekan
5. Nervus VII (Fasialis) Kanan Kiri
Otot-otot wajah dalam istirahat Normal Normal
Mengerutkan dahi bisa bisa
Menutup mata bisa dan kuat Bisa dan kuat
Meringis bisa bisa
Bersiul Bisa bilang u Bisa bilang u
Gerakan involunter (Tic) Tidak diperiksa Tidak
Indera Pengecap diperiksa
Asam
Asin
Pahit

24
Manis
Hiperakusis
Lakrimasi
Chovstex sign
Refleks Glabelar
6. Nervus VIII Kanan Kiri
Mendengar suara berisik
Uji garpu tala
Rinne
Schwabach Tidak
Tidak diperiksa
Weber diperiksa
Bing
Tinitus
Vertigo
7. Nervus IX, X Kanan Kiri
Langit-langit lunak
Disfoni
Refleks menelan
baik baik
Refleks muntah
Posisi uvula
Posisi arkus faring
8. Nervus XI Kanan Kiri
Kekuatan M.Sternokleidomastoideus Tidak
Tidak diperiksa
Kekuatan M. Trapezius diperiksa
9. Nervus XII Kanan Kiri
- Lidah saat istirahat Normal Normal
Ujung lidah
Tremor lidah
Atrofi lidah

25
Fasikulasi
- Saat dijulurkan
Ujung lidah
Tremor lidah
Atrofi lidah
Fasikulasi
- Disartria

 Pemeriksaan Motorik Anggota Gerak Atas


Kanan Kiri

Anggota gerak atas


Tenaga:
 M. Deltoid (Abduksi)
 M. Bisep (Fleksi)
 M. Trisep (Ekstensi)
 Fleksi pergelangan tangan 5 5
 Ekstensi pergelangan tangan
 Abduksi jari-jari
 Adduksi jari-jari
Tonus Normal Hipotonus
Trofik Eutrofi Eutrofi
Refleks fisiologis :
 Bisep
 Trisep
+ +
 Radius
 Ulna
Reflex patologis :

26
 Hoffman-Tromner
- -
 Menggenggam
Refleks pustural
 Refleks Grewel
- -
 Refleks Mayer
 Refleks Leri
Sensibilitas :
 Perasa raba
 Perasa nyeri
 Perasa suhu
 Perasa proprioseptif
 Perasa vibrasi Normal Normal
 Stereognosis
 Grafestesia
 Topognosis
 Paresthesia

Koordinasi
 Uji telunjuk-hidung
 Uji hidung-telunjuk-hidung
 Uji diadokhokinesis Tidak
Tidak diperiksa
 Uji tepuk lutut diperiksa
 Dismetri
 Stewart-Holmes

Vegetatif
 Vasomotorik
 Sudomotorik Normal Normal
 Pilo-arektor

27
Gerakan involunter:
 Tremor
 Khorea
Normal Normal
 Ballismus
 Mioklonus

 PemeriksaanBadan
o Keadaan tulang punggung : Normal
o Keadaan otot-otot : Normal
o Refleks:
 Abdominal atas : Normal
 Abdominal bawah : Normal
 Kremaster : Normal
 Anus : Tidak diperiksa
o Sensibilitas :
 Perasa raba : Normal
 Perasa nyeri : Normal
 Perasa suhu : Normal
 Asinergia serebelar : Normal

 Pemeriksaan Motorik Anggota Gerak Bawah


Kanan Kiri
Anggota gerak bawah
Tenaga :
 Gerakan fleksi sendi panggul
 Gerakan ekstensi sendipanggul 5 5
 Gerakan fleksi sendi lutut

28
 Gerakan ekstensi sendi lutut
 Gerakan dorsofleksi sendi kaki
 Gerakan plantarfleksi sendi kaki
Tonus hipertonus Hipotonus
Trofik Eutrofi Eutrofi
Reflex fisiologis :
 KPR
 APR + +
 Plantar
Refleks patologis
 Babinski - -
 Oppenheim - -
 Gordon - -
 Scaeffer - -
 Mendelbecterew - -
 Rossolimo - -
 Klonus: - -
- Paha
- Kaki
Sensibilitas
 Perasa raba teraba teraba
 Perasa nyeri terasa terasa


 Perasa suhu
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Perasa proprioseptif
 Perasa vibrasi
 Stereognosis

29
 Grafestesia
 Topognosis
 Paresthesia
Koordinasi :
Ujitumit-lutut
 Romberg test
 Romberg testdipertajam Normal Normal
 TandemGait
Langkah/gaya jalan Normal Normal
Vegetatif :
 Vasomotorik
 Sudomotorik Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Pilo-arektor
Gerakan involunter :
 Tremor
 Khorea
 Ballismus
 Mioklonus
- -
 Atetosis
 Distonia
 Spasmus
 Lasegue

3.5 Diagnosis Klinis


 demensia
3.6 Diagnostis Topis
 Demensia alzaemer
3.7 Diagnosis Banding

30
 Delirium
 Depresi
 Retardasi mental
3.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan gula darah sewaktu 141

Pemeriksaan MMSE

Nilai
Item Tes Nilai
Max
ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa? 5 2
2 Kita berada di mana? (negara), (propinsi), (kota), (gedung), (ruang) 5 3
REGISTRASI
3 Pemeriksa menyebut 3 benda yang berbeda kelompoknya selang 1
detik (misal apel, uang, meja) responden diminta mengulanginya.
3 3
Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai responden
dapat menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan
ATENSI DAN KALKULASI
4 Pengurangan 100 dengan 7 secara berturutan. Nilai 1 untuk tiap 1
jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban.
Atau responden diminta mengeja terbalik kata “WAHYU” (nilai 5
diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw =
2 nilai)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5 Responden diminta menyebut kembali 3 nama benda di atas 3 1
BAHASA
6 Responden diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan 2
2
(perlihatkan pensil dan jam tangan)
7 Responden diminta mengulang kalimat ”tanpa kalau dan atau 1
1
tetapi”
8 Responden diminta melakukan perintah “Ambil kertas ini dengan 3
3
tangan anda, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”
9 Responden diminta membaca dan melakukan yang dibacanya: 1
1
“Pejamkanlah mata Anda”
10 Responden diminta menulis sebuah kalimat secara spontan 1 1

31
11 Responden diminta menyalin gambar 0

Skor Total 30 17

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI


RUJUKAN
IMUNOLOGI
Rapid antigen SARS Negatif Negatif
COV-2

3.9 Diagnosis Kerja


demensia
3.10 Penatalaksanaan
a. Terapi Simptomats/Suportif
‐ As cardia 1 kali 100
‐ Aricept 1 kali 5 mg
‐ Lantus 0-0-16
3.11 Prognosis

32
• Ad Vitam : dubia ad bonam
• Ad Functionam : dubia ad bonam
• Ad Sanationam : dubia ad bonam

33
BAB IV
PENUTUP

1.1 KESIMPULAN
Pasien datang ke poli saraf RSUD….. pada tanggal 10-03-2021
pasien mengeluh semakin hari semakin sering lupa sampai setahun
terakhir ini. Awalnya pasien didiagnosis diabetes militus setahun yang
lalu, bersamaan dengan itu pasien mengeluh mulai sering lupa.

Berdasarkan pemeriksaan didapatkan tida ada deficit neurologis


dan hasil pemerisan MMSE didapatan skor 17 yang artinya adanya
gangguan kognitif. Dari keluhan dan hasil pemeriskaan didapatan
diagnosis pasien ini adalah demensia.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Shirdev, E.B & Levey, D.A. 2004. Cross-Cultural Psychology, Critical Thinking
and Contemporary Application, Boston: Pearson Education Inc

2. Little, Ann A., Gomez-Hassan, Diana. 2010. Oxford American Handbook of


Neurology: Dementia. New York: Oxfor University Press.

3. Jefferies, K and Agrawal, N. 2009. Early-Onset Dementia. Jurnal of Continuing


Professional Development. 15: 380-388.

4. Dikot Y, Ong PA, 2007. Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Demensia.


Jakarta: PERDOSSI.

5. Assosiasi Alzheimer Indonesia. Konsensus Nasional Pengenalan dan


Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia Lainnya. Ed 1, Asosiasi
Alzheimer Indonesia. Jakarta. 2003.

6. Alzheimer’s Disease International. World Alzheimer Report 2010 Executive


Summary. London, 2010.

7. WHO. Active Ageing: a policy framework. Genveva: WHO, 2002.

8. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri (Edisi Bahasa Indonesia),
Edisi VII, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997: 515-533.

9. Clark, David G., Cummings, Jeffrey. The Diagnosis and Management of


Dementia. Los Angeles, ISN 148-4196..

10. Gilroy J. Basic Neurology. Pergamon press, New York, 1992: 194-195.

35
11. http://www.alzfdn.org/AboutAlzheimers/definition.html (Alzheimer’s
Foundation of America). Diakses 08 Mei 2019.

36

Anda mungkin juga menyukai