Anda di halaman 1dari 6

Kriteria Diagnosis Berdasarkan American College of Rheumatology 2010, chronic widespread pain yang

berlangsung minimal selama 3 bulan merupakan klinis utama fibromialgia. Hal ini merupakan
pembaharuan dari kriteria American College of Rheumatology 1990 yang mengharuskan ditemukannya
nyeri tekan (tender point) pada 11 dari 18 titik tekan di tubuh. Kriteria diagnosis fibromialgia
berdasarkan American College of Rheumatology 2010 adalah ditemukan 3 keadaan dibawah ini : 1.Skor
Widespread pain index (WPI) ≥ 7/19 dan skor skala symptom severity (SS) ≥ 5/12 atau Skor WPI ≥ 3-6/19
dan skor skala SS ≥ 9/12. 2.Gejala berlangsung minimal selama 3 bulan. 3.Tidak didapatkan kelainan lain
yang dapat menjelaskan timbulnya nyeri. Kriteria : 1. Skor WPI : Area nyeri WPI meliputi 19 tempat,
yaitu : - Sendi bahu kiri - Tungkai bawah kiri - Sendi bahu kanan - Tungkai bawah kanan - Lengan atas kiri
- Rahang kiri - Lengan atas kanan - Rahang kanan - Lengan bawah kiri - Dada - Lengan bawah kanan -
Abdomen - Panggul kiri - Punggung atas - Panggul kanan - Punggung bawah - Tungkai atas kiri - Leher -
Tungkai atas kanan • Skor total WPI adalah antara 0 sampai 19 (tidak ada gambaran titik-titik wpi-nya) 2.
Skala SS: Skor total skala SS adalah penjumlahan antara skor severitas 3 gejala utama dan ditambah skor
severitas gejala somatik 55 • Skor total SS antara 0 sampai 12. 2.1. Tiga gejala utama adalah : a. Fatigue.
b. Gejala kognitif. c. Tidak segar ketika bangun-tidur . Masing-masing gejala (a,b,c) tersebut harus
dilakukan skor severitasnya dengan batasan : 0 = tidak didapatkan gejala. 1 = gejala ringan dan
intermiten. 2 = gejala moderat/sedang dan sering muncul. 3 = gejala berat, terus menerus dan
mengganggu. 5. Tatalaksana E.Medikamentosa Secara start low go slow, dengan pilihan : • Alpha-2-
delta ligands (pregabalin, gabapentin). • Antidepresan trisiklik (amitriptyline). • Selective serotonin
reuptake inhibitors /SSRI (duloxetine, milnacipran) • Serotonin norepinephrine reuptake inhibitors /SNRI
(duloxetine, milnacipran). • Naltrexone. Rekomendasi FDA untuk terapi farmakologik fibromialgia adalah
- Pregabalin. - Milnacipran. - Duloxetine. F. Non-Medikamentosa • Olah-raga teratur dan bertahap
seperti aerobik, strengthening-stretching, pool-based. • Cognitive behavior therapy (CBT) • Relaksasi. •
Biofeedback . • Terapi multidisiplin. 56 6. Edukasi Berperan aktif dalam pengobatan, perbaiki pola tidur,
kurangi stres, tingkatkan aktivitas. 7. Prognosis Ad vitam : ad bonam Ad sanam : ad bonam Ad
fucntionam : tergantung derajat fibromialgia 8. Kewenangan berdasar Tingkat Pelayanan Kesehatan •
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Skrining diagnostik • PPK 2 (RS tipe B dan C) : Talaksana medis
sesuai dengan ketersediaan fasilitas • PPK 3 (RS tipe A) : Talaksana medis komprehensif, intervensi non
medika mentosa (CBT) 9. Kepustakaan 1. Konsensus Nasional 1, 2011. Diagnostik Dan Penatalaksanaan
Nyeri Neuropatik. Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI. 2. Wolfe dkk, 2010.The American College of
Rheumatology Preliminary Diagnostic Criteria for Fibromyalgia and Measurment of Symptom Severety.
Arthritis Care & Research. Vol 62 3. Hauser W, Wolfe F, 2012. Diagnostic and diagnostic tests for
fibromyalgia (syndrome). Reumatismo, 64(4). 4. Clauw DJ, 2014. Fibromyalgia A Clinical Review. JAMA
April 16, Volume 311, Number 151.57 SPRAIN DAN STRAIN OTOT ( KODE ICD X : M62.6) 1. Pengertian A.
Sprain Sprain adalah cedera ligamen tanpa disertai dislokasi atau fraktur yang disebabkan karena
kekuatan abnormal atau berlebihan pada sendi. Klasifikasi Sprain adalah : - Grade 1 Nyeri minimal,
memar minimal, bengkak atau hilangnya fungsi - Grade 2 Mulai terdapat beberapa instabilitas sendi.
Kualitas nyeri sedang, disertai pembengkakan, memar dengan rasa nyeri yang dirasakan pada bantalan
berat badan. - Grade 3 Terdapat pemberatan instabilitas sendi yang signifikan. Nyeri intensitas berat,
bengkak dan memar. Kesulitan yang signifikan yang dirasakan pada bantalan berat badan sehingga
mempengaruhi fungsional. B. Strain Cedera otot yang disebabkan oleh peregangan atau robekan dari
serat otot sebagai akibat dari peregangan otot diluar batas atau kondisi karena otot berkontraksi terlalu
kuat. Klasifikasi Strain : - Grade 1 Regangan ringan dengan beberapa serat otot robek, nyeri ringan dan
sedikit atau tidak ada kehilangan kekuatan - Grade 2 Regangan moderat dengan adanya disfungsi pada
kekuatan - Grade 3 Regangan otot komplit dengan pembengkakan yang signifikan dan memar, disertai
hilangnya secara lengkap fungsi otot dan kekuatan 2. Anamnesis Adanya nyeri yang tajam dan
mendadak pada daerah yang mengalami injuri. Jika terdapat perdarahan di otot, maka akan didapatkan
bengkak. Adanya 58 gerakan yang terbatas sebagai hasil dari cedera dan rasa sakit yang menyertainya/
gerakan individu yang terbatas bahkan ke titik yang membutuhkan imobiliasi sementara. Rasa sakit
mungkin bias terjadi terusmenerus atau berhubungan dengan gerakan atau aktiviytas tertentu. Kondisi
berputar, duduk atau membungkuk biasanya akan memperburuk rasa sakit. 3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik didapatkan rasa nyeri saat disentuh atau pada tekanan, disertai pembengkakan lokal
dan perubahan warna di sepanjang regio yang mengalami injuri. Adanya keterbatasan ROM karena nyeri
atau spasme otot. Pada pemeriksaan ROM , dapat diketahui posisi tertentu untuk mengidentifikasi
gerakan tertentu yang dapat memperburuk rasa sakitnya dan menentukan apakah nyeri hilang dengan
berbaring atau istirahat. Tanda dan gejala akan tergantung pada tingkat keparahan cedera : - Sprain :
Nyeri, pembengkakan, memar, ROM terbatas (kemampuan untuk memindahkan sendi yang terkena
terbatas) - Strain Nyeri, pembengkakan, spasme muskular, ROM terbatas 4. Kriteria diagnosis Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis , pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang seperti X ray atau MRI
mungkin dapat memberi petunjuk kasus potensial pada injuri muskuloskeletal. 5. Diagnosis banding -
Fraktur Ditandai dengan memar, pembengkakan, deformitas, nyeri tulang atau ketidakmampuan untuk
menanggung berat badan - Ruptur tendon Ditandai dengan ketidakmampuan otot untuk bergerak -
Cedera kartilago Ditandai nyeri berat dengan sensasi robekan pada kartilago - Arthritis flare-up59
Adanya riwayat artritis sebelumnya - Reaksi obat Statin, fibrat, colchicine, kortikosteroid,
hydroxychloroquine dan amiodaron dapat menyebabkan rasa sakit karena efek myotoxin langsung.
Fluoroquinolon dapat menyebabkan nyeri pada sendi atau tendon yang berat. Statin dapat
meningkatkan risiko rhabdomiolisis. 6. Pemeriksaan penunjang - X Ray X Ray adalah gold standard untuk
menyingkirkan kondisi bukan fraktur - Ultrasonografi (USG) USG kadang dapat digunakan sebagai alat
untuk menilai kondisi muskuloskeletal darurat untuk memvisualisasi jaringan lunak dan struktur tulang
dengan tingkat radiasi yang minimal - MRI MRI dapat berguna pada pasien dengan injuri
muskuloskeletal dengan efusi yang berat untuk mendiagnosis rupturnya ligamen ( very low level
evidence) - Computer assisted tomography Belum ada bukti klinis yang cukup dalam penggunaan
computer assisted tomography pada kondisi fase akut sprain/strain 7. Tatalaksana - Terapi non
farmakologis Terapi RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation). Mengistirahatkan daerah yang terkena
injuri, hindari penggunaan berlebihan pada daerah yang terinjuri dalam 24 jam awal dan kemudian
secara bertahap kembali aktivitas. Es tidak diberikan lebih dari 15 menit karena jika berlebihan akan
menyebabkan vasokonstriksi ( diberikan 3-4x sehari untuk 48-72 jam awal). Kompresi dengan perban
elastis dilakukan dibawah lokasi cedera sampai 10 cm, elevasi daerah injuri diatas tingkat jantung dapat
membantu mengurangi pembengkakan. Untuk 48 jam pertama hindari panas, alkohol, olahraga dan
pijat.60 - Terapi farmakologis Analgesik topikal, anestesi, antipruritic dan/atau efek counterirritant dapat
digunakan untuk terapi farmakologi. Rubefacients (misalnya : Metilsalisilat) menghasilkan sensasi panas,
kamper/mentol menghasilkan sensasi dingin, Methyl nicotinate menyebabkan vasodilatasi. NSAID
topikal-diklofenak efektif dalam mengurangi rasa sakit karena efek sprain/strain yang diindikasikan pada
nyeri ringansedang. NSAID (Ibuprofen, naproksen sodium) diindikasikan untuk nyeri ringan-sedang,
dimana tidak boleh digunakan selama lebih dari 5 hari pada anak-anak tanpa pengawasan dokter. Obat
muscle relaxant ( Methocarbamol) ,asetaminofen atau ibuprofen diindikasikan untuk pengobatan jangka
pendek dari spasme terkait dengan kondisi muskuloskeletal akut. Tidak ada efek analgesik superior
ditemukan untuk diklofenak atau ibuprofen dibanding parasetamol pada dosis terapi untuk pengobatan
awal strain/sprain.61 8. Edukasi - Hindari aktivitas yang berlebihan yang menimbulkan rasa sakit dan
bengkak, tetapi tidak menghindari aktivitas fisik. - Lakukan latihan otot-otot lain untuk mencegah
deconditioning - Lakukan elevasi kaki diatas jantung untung mengurangi pembengkakan terutama pada
malam hari - Setelah 2 hati injuri diharapkan untuk melatih otot-otot dalam mendukung kemampuan
untuk bergerak tanpa rasa sakit, kondisi ringan dapat sembuh dalam 3-6 minggu - Untuk protektif sendi
jangka panjang dapat menggunakan alas kaki yang nyaman dan memberikan perlindungan 9. Prognosis
Kebanyakan sprain/strain derajat 1 dan 2 dapat sembuh sendiri tanpa gangguan fungsional yang
signifikan, walaupun mungkin ada potensi untuk kekambuhan gejala , terutama pada individu dengan
cedera yang lebih parah 62 atau pada mereka yang tidak memungkinkan cedera sebelumnya untuk
sembuh sepenuhnya. Meskipun demikian memiliki prognosis yang baik. Dalam 1 bulan, sekitar 35%
individu mengalami pemulihan, pada 3 bulan 85% dan pada 6 bulan 95%. Ad vitam : bonam Ad
Sanationam : bonam Ad Fungsionam : bonam 10. Kewenangan berdasar tingkat pelayanan kesehatan •
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer − Tatalaksana oleh dokter di layanan primer − Rujukan ke Spesialis
Saraf sesuai algoritma tatalaksana − Bila terdapat faktor komorbid dirujuk ke pelayanan sekunder yang
memiliki dokter spesialis bedah tulang • PPK 2 (RS tipe B dan C) : - Rujukan kasus sprain/strain yang tidak
membaik - Talaksana medis dan intervensi invasif minimal sesuai dengan ketersediaan fasilitas • PPK 3
(RS tipe A) : Talaksana medis komprehensif, intervensi invasif minimal, dan operatif 11. Kepustakaan 1.
Ankle Sprain : Diagnosis and
Therapy.https://kce.fgov.be/sites/default/files/page_documents/KCE_197C_201 1-02 2.
Musculoskeletal Strains and Sprains - Guidelines for Prescribing
NSAIDs.http://medsask.usask.ca/professional/guidelines/musculoskeletalstrains-and-sprains.php 3.
http://www.apns.ca/documents/MedicalDisabilityAdvisor-Backstrain.pdf 4. Clinical Practice Guide for
muscular injuries. Epidemiology, diagnosis, treatment and prevention Version: 4.5 (9 February 2009) 63
NEUROPATI DIABETIKA (KODE ICD X: G63.2) 1. Pengertian Menurut Konferensi Neuropati Diabetika, San
Antonio, neuropati diabetika ditandai dengan kerusakan saraf somatis dan atau saraf otonom yang
ditemukan secara klinis atau subklinis dan semata karena diabetes mellitus, tanpa adanya peyebab
neuropati perifer lainnya. American Diabetes Association mendefinisikan diabetes neuropati sebagai
gejala dan tanda disfungsi saraf perifer pada penderita diabetes setelah eksklusi penyebab-penyebab
yang lain Neuropati Diabetika merupakan komplikasi mikrovaskular paling sering dari diabetes mellitus
tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) maupun tipe II (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus).
Kejadian neuropati diabetika meningkt sejalan dengan lamanya penyakit dan tingginya hiperglikemia.
Diperkirakan setelah menderita diabetes selama 25 tahun, prevalensi neuropati diabetika adalah 50%.
Kemungkinan terjadi neuropati pada kedua jenis kelamin sama. 2. Anamnesis Manifestasi gejala
neuropati diabetika biasanya merupakan gejala yang pertama kali muncul diantara komplikasi yang lain
pada pasien diabetes. Gejala pertama yang muncul biasanya rasa tebal-tebal dan ganguan sensoris lain
di ekstremitas, seperti gangguan sensasi getaran, kesemutan, dan nyeri. Keluhan pada ekstremitas
bawah biasanya lebih berat dibandingkan ekstremitas atas. Keluhan juga sering dimulai dari ekstremitas
bawah. Gejala seringkali memberat pada malam hari. Pasien neuropati diabetes juga sering
mengungkapkan bahwa berdiri dan berjalan mengurangi intensitas nyeri. Gangguan keseimbangan juga
tidak jarang terlibat. Dalam anamnesis, diperlukan penentuan intensitas nyeri dengan skala Visual
Analog Scale (VAS), Numeric Pain Rating Scale (NPRS) atau Wong Baker Face Scale. Ditentukan pula sifat
keluhan (terbakar, kesemutan, hiperalgesia, alodinia, nyeri fantom, keluhan vasomotor, sindroma
kausalgia dll), faktor yang memperberat dan memperingan serta anamnesis psikologis ”pain triad”
(cemas, depresi, gangguan tidur). Dalam anamnesis juga harus diarahkan pada pencarian faktor risiko,
diantaranya yaitu: usia, tinggi badan, kepekaan, genetik, durasi diabetes, pengendalian glukosa buruk,
kadar trigliserida dan kolesterol HDL, retinopati dengan mikroalbuminuria, ketoasidosis berat, hipertensi
(tekanan diastolik), penyakit kardiovaskuler, inflamasi, stress oksidatif, dan merokok. 3. Pemeriksaan
Fisik Pada neuropati diabetika yang ringan, pemeriksaan fisik neurologis terutama menunjukkan
penurunan atau hilangnya reflek achiles yang kemudian diikutiku 64 oleh refleks patela. Refleks fisiologis
pada ekstremitas atas biasanya masih dalam batas normal pada kondisi neuropati diabetika yang ringan.
Selain itu, serigkali didapatkan hilangnya modalitas serabut sensoris secara bertahap atau defisit
sensoris gloves and stocking. Penurunan fungsi motorik biasanya terjadi setelah adanya abnormalitas
pada pemeriksaan sensoris dan refleks. Kelemahan motorik seringkali diawali pada ekstensor jari kaki
kemudian diikuti fleksor jari kaki. Fungsi motorik otot-otot proksimal tungkai biasanya masih normal
kecuali pada pasien yang telah mengalami neuropati diabetika selama 25-30 tahun. Sekali neuropati
diabetika sampai ke level lutut, pasien akan mulai mengeluhkan adanya kelemahan pada tangan. 4.
Kriteria Diagnosis Sampai sekarang tidak didapatkan kriteria diagnosis neuropati diabetika yang
disepakati secara global lewat konsensus internasional. Neuropati diabetika hars didiagnosis secara
komprehensif berdasarkan berbagai manifestasi neurologis dan pemeriksaan penunjang. Beberapa hal
penting yang harus diperhatikan dalam diagnosis neuropati diabetika yaitu: 1. Pasien merupakan
penderita diabetes melitus 2. Tidak ada kelainan atau penyakit lain yang menyebabkan gejala neurologis
kecuali diabetes melitus 3. Gejala simetris (Nyeri spontan, paresthesia, Hipestesia, anestesia) 4.
Penurunan refleks achiles atau patela 5. Pallestesia (kelaian sensasi getar) 6. Hasil pemerksaan
elektrofisiologi abnormal 7. Adanya gejala neuropati otonom 5. Diagnosis Banding Neuropati terkait
alkohol : Keluhan yang ada biasanya mengenai fungsi sensoris dan motoris. Didapatkan adanya riwayat
konsumsi alkohol sebelumnya Chronic Inflamatory Demyelinating Polyradiculoneuropat hy : Gejala
neuropati biasanya dimuli dari ekstremitas atas dan menjalar sampai ke atas. Onsetnya kronik Neuropati
nutrisional : malnutrisi sedang sampai berat dapat menyebabkan gejala neuropati neuropati toksik :
Keracunan berbagai zat seperti logam berat (arsenik, timbal, merkuri) dan organofosfat dapat
memunculkan gejala senosris dan motoris, biasanya bersifat akut, dan didapatkan riwayat paparan
toksin sebelumnya.65 Neuropati karena defisiensi vitamin B12 : Gejala neuropati perifer bercampur
dengan tanda-tanda lesi upper motor neuron. neuropati uremikum : Biasanya terjadi pada Gagal Ginjal
kronis. Dari pemeriksaan fisik didaptakan peningkatan kadar BUN dan kreatinin darah 6. Pemeriksaan
Penunjang Pemeriksaan elektrodiagnostik Pemeriksaan ini berguna pada pasien dengan gejala dan
tanda otomom murni atau hanya nyeri radikuler dan nyeri neuropati simetris distal. Walaupun tidak
dapat mendeteksi saraf diameter kecil, tetapi pada neuropati diabetika hampir tidak ada yang selektif
mengenai serabut saraf diameter kecil. Kelanan tidak patognomonik seperti penurunan hantar saraf
sensoris dan motoris, perubahan gelombang F, perubahan amplitudo potensial aksi otot, peningkatan
latensi distal. Pada neuropati fokal seperti monoradikulopati, mononeuropati kompresif/jebakan, maka
pada pemeriksaan elektrodiagnostik mungkin memperlihatkan kelainan yang lebih luas seperi jebakan
saraf di tempat lain. 7. Tatalaksana Terapi Pencegahan : Pencegahan neuropati dianetika dan
komplikasinya masih menajadi strategi terapi yang terbaik.Kontrol kadar gula darah yang opttimal
menurunkan risiko terjadinya neuropati perifer yang mengakibatkan disabilitas. Kadar HbA1C
dipertahankan sekitar 7%. Cara ini mencegah komplikasi mikrovaskuler dan memperlambat awitan
maupun progresifitas neuropati. Pasien dengan diabetes juga memerlukan konseling tentang perawatan
kaki dan perlindungan pada daerah yang hiposensitif untuk mencegah terjadinya ulkus dan menurunkan
risiko infeksi. Terapi Farmakologis Terapi farmakologis ditujukan untuk menghilangkan nyeri neuropatik.
Pasien diberikan edukasi bahwa target terapi berhasil jika nyeri berkurang 50%-70%. Analgetika
nonopioid berupa obat antiinflamasi nonsteroid berguna pada nyeri inflamasi seperti pada komplikasi
muskuloskeletal atau neuroartropati. Penelitian yang sudah ada adalah peberian ibuprofen 200-
800mg/4-8 jam dan sulindak 200mg/12jam. Tramadol, analegik golongan opioid lemah, dan inhibitor
reuptake serotonin-noradrenalin dengan dosis awal 50mg/hari dititrasi dapat sampai 400mg/hari.
Analgetika ajuvan seperti antidepresan, antikonvulsan dan antiaritmia diberikan untuk nyeri neuropatik.
Berikut ini adalah ringkasan rekomendasi terapi dan dosis untuk neuropati diabetika berdasarkan
American Academy of Neurology: Rekomendasi obat dan dosis Obat tidak direkomendasikan Level A
Pregabalin, 300–600 mg/d Oxcarbazepine Level B Gabapentin, 900–3,600 mg/d Lamotrigine66 Sodium
valproate, 500–1,200 mg/d Lacosamide Venlafaxine, 75–225 mg/d Clonidine Duloxetine, 60–120 mg/d
Pentoxifylline Amitriptyline, 25–100 mg/d Mexiletine Dextromethorphan, 400 mg/d Magnetic field
treatment Morphine sulphate, titrated to 120 mg/d Low-intensity laser therapy Tramadol, 210 mg/d
Reiki therapy Oxycodone, mean 37 mg/d Capsaicin, 0.075% QID Isosorbide dinitrate spray Electrical
stimulation, percutaneous nerve stimulation (3-4 minggu) 8. Edukasi Edukasi yang perlu diberikan pada
pasien dengan neuropati diabetika yaitu keterangan mengenai gejala dan tanda nyeri neuropatik. telah
tersedianya obat yang meredakan nyeri neuropatik, perbedaan analgetik ajuvan dengan analgetik biasa,
pentingnnya minum obat teratur dan rutin serta mengetahui efek samping obat. Pasien dapat diajarkan
untuk membuat catatan harian berisi intensitas nyeri yang dirasakan sebagai bahan evaluasi. Pasien juga
perlu diedukasi mengenai berbagai macam upaya untuk menjaga kadar gula darahnya dalam batas
normal. 9. Prognosis • Death : bonam • Disease : dubia • Dissability : dubia ad bonam • Discomfort :
dubia ad bonam • Dissatisfaction : dubia ad bonam • Destitussion : dubia ad bonam 10. Kewenangan
berdasar Tingkat Pelayanan Kesehatan • Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer − Tatalaksana awal dan
pengenalan gejala awal oleh dokter di layanan primer − Manajemen nyeri sedehana : analgetik non
opioid − Rujukan ke Spesialis Saraf untuk penegakan diagnosis dan penanganan neuropati diabetika. •
PPK 2 (RS tipe B dan C) : - Pemeriksaan penunjang (pemeriksaan neurofisiologi) - Tatalaksana medis
dengan analgetik non opioid dan opioid, serta analgetik adjuvan • PPK 3 (RS tipe A) :67 − Pemeriksaan
penunjang seperti PPK 2 − Tatalaksana seperti di PPK 2, ditambah tindakan intervensi pain jika
diperlukan serta terapi penunjang. 11. Kepustakaan 1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 5 tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
2. Standar Kompetensi Dokter Spesialis Neurologi Indonesia, 2015 3. Bril, et al. 2011. Evidence-based
guideline: Treatment of painful diabetic neuropathy. American Academy of Neurology. Neurology
2011;76:1758– 1765 4. Kawano, Takashi. 2014. A Current Overview of Diabetic Neuropathy –
Mechanisms, Symptoms, Diagnosis, and Treatment. Kochi Medical School. Japan 5. Meliala, et al. 2008.
Nyeri Neuropatik. Medikagama Press. Yogayakarta 68 NEURALGIA PASCA HERPES (Postherpetic
Neuralgia) (KODE ICD X: G53.0) 1. Pengertian Neuralgia pasca herpes (Postherpetic Neuralgia)
didefinisikan sebagai nyeri neuropatik yang dirasakan satu bulan atau lebih pada lokasi ruam akibat
infeksi herpes zoster yang telah mengalami penyembuhan, baik dengan atau tanpa interval bebas nyeri.
Rasa nyeri seperti panas, menikam, kesetrum, menyentak, gatal dan disertai alodinia dan hiperalgesia.
Infeksi herpes zoster merupakan hasil reaktivasi virus varicella zoster yang dorman pada ganglion
sensori saraf spinal, yang biasanya bermanifestasi sebagai ruam pada kulit sesuai dermatom saraf spinal,
disertai nyeri akut dan biasanya membaik dalam beberapa minggu. Virus varicella zoster merupakan
virus neurotropik yang biasanya menginfeksi pada anak-anak yang bermanifestasi sebagai cacar (chicken
pox). Neuralgia paska herpes terjadi akibat kerusakan saraf perifer pada infeksi herpes zoster. Faktor
risiko terjadinya neuralgia paska herpes adalah usia tua, nyeri hebat saat fase akut infeksi herpes zoster,
penyakit kronis seperti diabetes dan kondisi penurunan sistem imun. Penyakit ini cukup memberikan
penderitaan dan dapat menurunkan fungsional fisik, kualitas hidup dan fungsi psikologis. 2. Anamnesis
Riwayat ruam pada tempat yang dirasakan nyeri penting untuk mengarahkan neuralgia paska herpes.
Lokasi paling bayak adalah daerah dada dan wajah. Nyeri dapat bersifat terus menerus (continous),
hilang timbul (paroxysmal) ataupun spontan. Rasa nyeri dapat dideskripsikan sebagai panas, menikam,
tersetrum, menyentak, gatal atau disertai alodinia dan hiperalgesia. Alodinia dapat muncul antara lain
dengan adanya gesekan baju, rabaan atau tiupan angin. 3. Pemeriksaan Fisik a. Pemeriksaan Fisik Umum
Terlihat adanya raut wajah kesakitan pada saat serangan nyeri b. Pemeriksaan Fisik Khusus Pada
inspeksi dapat ditemukan bekas ruam atau jaringan parut pada area kulit sesuai dengan dermatom c.
Pemeriksaan Fisik Neurologi Di daerah dermatom atau area persarafan bekas ruam dapat ditemukan
hipestesi atau anestesi (anestesia dolorosa), alodinia atau hiperalgesia. Nyeri biasanya dipicu oleh
pergerakan (alodinia mekanik) atau perubahan suhu (alodinia panas dan dingin). Abnormalitas ini dapat
meluas sampai di daerah batas erupsi awal. 4. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan klinis
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis yang mengarahkan adalah riwayat ruam pada area
kulit yang dirasakan nyeri. Derajat keparahan nyeri saat ruam timbul, riwayat penyakit kronis,
penggunaan obat-obatan tertentu, aktivitas harian dan kondisi psikososial dapat membantu untuk
menentukan faktor risiko. Tipe nyeri yang dirasakan merupakan tipe nyeri neuropatik. Waktu timbulnya
nyeri adalah lebih dari 1 bulan setelah resolusi ruam kulit. Pemeriksaan fisik 69 alodinia atau
hiperalgesia pada bekas daerah ruam mendukung neuralgia paska herpes.

Anda mungkin juga menyukai